Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH IMUNOLOGI

“ALERGI”

Disusun Oleh:

Wahyuni Arpalina
(04112681822013)

Dosen Pengajar :

Dr.dr. Kms. Ya’kub Rahadiyanto, SpPK

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, tauhid,
dan hidayah yang telah dilimpahkanNya sehingga tugas makalah mata kuliah IMUNOLOGI
yang berjudul “ALERGI” dapat diselesaikan.
Dalam pembuatan makalah ini terasa tidak sulit karena mendapat bantuan dari
sumber-sumber seperti internet dan buku pedoman.
Makalah yang berjudul “ALERGI” ini dibuat sebagai salah satu upaya agar semua
orang mengetahui bagaimana mekanisme terjadinya alergi. Sehingga dapat diketahui pasti
mekanisme yang terjadi, diagnosis dan penanggulangan terhadap reaksi alergi yang terjadi.
Disadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan, agar isi dan makna makalah ini dapat mendekati tujuan
dan sasaran yang sebenarnya. Makalah ini dipersembahkan dengan penuh rasa terima kasih
dan semoga makalah ini bermanfaat.

Palembang,16 oktober 2018


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-spesifik
dan imunitas spesifik. Imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang secara
aktif diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin (IgG,
IgA, IgM, IgD dan IgE) dan sistem imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel limfosit
T, yang bila mana ketemu dengan antigen lalu mengadakan differensiasi dan
menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel lain untuk menghancurkan antigen
tersebut.
Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan respon.
Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang menguntungkan,
sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. Tetapi, bilamana merugikan, jaringan tubuh
menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas atau alergi.
Mekanisme reaksi alergi adalah berdasar pada reaksi hipersensitivitas, yaitu
timbulnya respon IgE yang berlebihan terhadap bahan yang dianggap sebagai alergen,
sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator penyebab reaksi alergi, walaupun pada
orang normal reaksi ini tidak terjadi. Apabila reaksi alergi ini berlangsung sangat
berlebihan, dapat timbul syok anafilaktik.
Histamin yang dilepaskan menimbulkan berbagai efek. Vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler yang terjadi menyebabkan pindahnya plasma dan
sel-sel leukosit ke jaringan, sehingga menimbulkan bintul-bintul berwarna merah di
permukaan kulit. Sementara rasa gatal timbul akibat penekanan ujung-ujung serabut
saraf bebas oleh histamin. Kemudian kerusakan jaringan yang terjadi akibat proses
inflamasi menyebabkan sekresi protease, sehingga menimbulkan rasa nyeri akibat
perubahan fungsi. Efek lain histamin, yaitu kontraksi otot polos dan perangsangan
sekresi asam lambung, menyebabkan timbulnya kolik abdomen dan diare.
Selain itu, sekresi enzim untuk mencerna zat gizi dan pertahanan tubuh pada
kondisi lingkungan (suhu, debu dan udara) yang tidak sesuai (ekstrem), belum dapat
bekerja maksimal, sehingga terjadi alergi pada makanan tertentu, terutama makanan
berprotein. Ada alergi yang dapat membaik, karena maturitas enzim dan barier yang
berjalan seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini juga dapat terjadi akibat faktor
polimorfisme genetik antibodi yang aktif pada waktu tertentu, sehingga menentukan
kepekaan terhadap alergen tertentu.
Secara umum, hasil pemeriksaan laboratorium normal. Terjadi eosinofilia
relatif, karena disertai dengan penurunan basofil akibat banyaknya terjadi degranulasi.
Eosinofil sendiri menghasilkan histaminase dan aril sulfatase. Histaminase yang
dihasilkan ini berperan dalam mekanisme pembatasan atau regulasi histamin,
sehingga pada pasien dengan kasus alergi yang berat, jumlah eosinofil akan sangat
meningkat melebihi normal.

B. MANFAAT
Manfaat yang dapat diperoleh dengan pembuatan makalah ini adalah
menambah pemahaman dan wawasan penulisan maupun pembaca tentang reaksi alergi
yang terjadi pada tubuh yang dipengaruhi oleh berbagai factor.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI ALERGI
Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh
seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan
yang umumnya non imunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan
terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya.
Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut alergen. Reaksi alergi
terjadi ketika tubuh salah mengartikan zat yang masuk sebagai zat yang berbahaya.
Sejalan dengan definisi ini. Bahkan sejumlah kecil makanan penyebab alergi dapat
memicu tanda dan gejala seperti masalah pencernaan, gatal-gatal atau bengkak saluran
udara. Pada beberapa orang, alergi makanan dapat menyebabkan gejala parah atau
bahkan reaksi yang mengancam nyawa yang dikenal sebagai anafilaksis. Kadang, alergi
makanan disalah artikan dengan kondisi yang lebih umum terjadi, yaitu intoleransi
terhadap makanan. Intoleransi terhadap makanan kondisinya lebih ringan dari alergi
karena tidak melibatkan sistem kekebalan tubuh.

B. TANDA DAN GEJALA ALERGI


Gejala alergi dapat mulai dari yang ringan hingga yang berat. Gejala alergi yang
ringan dapat berupa bersin – bersin, hidung meler, gatal – gatal baik bersifat lokal atau
seluruh tubuh, hidung mampet dan gejala alergi lainnya. Gejala alergi dapat dapat
terlihat pada kulit, mata, hidung, paru-paru dan perut, tergantung pada jenis alerginya.
Gejala-gejala alergi bisa mulai dari ringan ke sangat serius adalah :
1. Hives atau welts, ruam, blisters, atau masalah kulit disebut eksim. Ini adalah yang
paling umum gejala alergi obat.
2. Batuk, wheezing, Hidung, dan kesulitan bernapas.
3. demam.
4. Kulit melepuh dan mengelupas. Masalah ini disebut racun berhubung dgn kulit
necrolysis, dan dapat membawa maut jika tidak dirawat.
5. Anaphylaxis, yang merupakan reaksi paling berbahaya. Dapat membawa maut,
dan Anda akan memerlukan perawatan darurat. Gejala, seperti hives dan kesulitan
bernapas, biasanya muncul dalam waktu 1 jam setelah minum obat, reaksi cepat
tanpa perawatan, Anda dapat masuk ke shock.
Gambaran lain yang menandakan adanya alergi adalah :
1. Adanya penonjolan kemerahan, seperti orang terkena cacar
2. Adanya biduran
3. Adanya kemerahan pada kulit yang disertai dengan sisik kulit.
4. Adanya perdarahan dalam kulit, seperti kemerahan pada penderita demam
berdarah dengue.
5. Adanya radang pada pembulih darah (vaskulitis)
6. Adanya rekasi kemerahan karena kontak dengan sinar matahari
7. Adanya penonjolan bernanah seperti jerawat.
8. Kelainan lain gawat darurat, seperti kulit seperti terbakar yang dalam klinik
disebut nekrolisis epidermal toksik.

Gejala alergi yang berbahaya meliputi rekasi anafilaksis. Reaksi alergi yang
sangat berbahaya adalah gejala anafilaksis, gejalanya dapat berupa shock berupa tekanan
darah secara tiba – tiba dan cepat sehingga membahayakan nyawa si penderita, kepala
pusing dan sang penderita terlihat sangat cemas sehingga perlu penanganan yang cepat
dan harus segera di bawa ke klinik atau RS. Gejala alergi anafilaksis paling sering terjadi
pada gigitan serangga dan alergi obat tertentu namun reaksi anafilaksis akibat minum
obat tersangat jarang terjadi.
Kerasnya reaksi alergi, gejala dapat sangat bervariasi. Gejala ringan mungkin
tidak begitu terlihat, hanya membuat tubuh merasa sedikit sakit. Gejala sedang dapat
membuat tubuh merasa sakit, seolah-olah mendapat flu atau bahkan dingin.sedangkan
gejala parah dari reaksi alergi akan menimbulkan rasa yang sangat tidak nyaman, bahkan
melumpuhkan. Kebanyakan gejala reaksi alergi menghilang tak lama setelah berhenti
eksposur. Reaksi alergi yang paling parah disebut anafilaksis. Anafilaksis dapat
mengancam jiwa dan memerlukan perhatian medis segera. Penanganan cepat sangat
penting untuk anafilaksis. Jika tidak ditangani secara cepat, anafilaksis dapat
menyebabkan koma atau kematian Gejala dapat berkembang pesat. Dalam anafilaksis,
alergen menyebabkan reaksi alergi seluruh tubuh yang dapat mencakup:
1. Gatal-gatal dan gatal-gatal di seluruh (bukan hanya di daerah terbuka)
2. Mengi atau sesak napas
3. Suara serak atau sesak di tenggorokan
4. Kesemutan di tangan, kaki, bibir, atau kulit kepala
Tidak, tidak semua orang memiliki alergi. Orang-orang mewarisi kecenderungan
untuk menjadi alergi, meskipun tidak ke alergen tertentu. Bila salah satu orangtua alergi,
anak mereka memiliki kesempatan 50% memiliki alergi. risiko itu melompat hingga 75%
jika kedua orang tua memiliki alergi.

C. MACAM-MACAM ALERGI
1. Alergi makanan
Alergi makanan adalah merupakan respon alamiah imun tubuh yang bersifat
negatif terhadap protein dari makanan yang kita konsumsi. Intolerance atau alergi
terhadap jenis makanan, umumnya dapat berpengaruh pada siapa saja serta dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda pada tiap individunya. Maka tidak semua
intolerance atau alergi makanan itu nantinya dapat menyebabkan terganggunya sistem
imunitas tubuh manusia. makanan yang paling banyak menyebabkan reaksi alergi
yaitu makanan yang berasal dari laut, seperti udang, lobster, kepiting, ikan dan telur,
kacang polong Pada anak-anak, penyebab alergi makanan yang paling sering yaitu
telur, susu, kacang, dan

2. Alergi obat-obatan
Jenis alergi ini disebabkan oleh penggunaan obat-obatan tertentu. Reaksi alergi obat
merupakan reaksi alergi di mana system kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan
terhadap obat-obatan tertentu yang dikonsumsi oleh seseorang. yang diberikan
tubuh pun sangat keras. Contohnya dapat menyebabkan gatal-gatal, terdapat bercak-
bercak merah pada kulit, mual dan muntah. Obat yang berpotensi menimbulkan
alergi antara lain antibiotic alergi (sulfonamid), vaksin , dan obat non alergik (
kontras x-ray, aspirin, antibiotic, dan obat tekanan darah tinggi.

3. Alergi debu
Alergi debu disebabkan ketidakbiasaan tubuh dalam menerima kehadiran debu. Hal
ini dapat menimbulkan penderita dapat mengalami bersin-bersin dalam frekuensi
yang sering, flu, rasa gatal, dan hidung tersumbat.

4. Alergi suhu udara (dingin/panas)


Alergi ini diakibatkan oleh alergen udara. Ketidakmampuan sistem imun menerima
udara dingin misalnya dapat mengakibatkan jaringan dalam hidung menjadi
bengkak, sehingga hidung pun menjadi tersumbat. Alergi dingin terjadi karena
pelepasan histamine dalam jumlah yang cukup besar yang kemudian menyerang
system kekebalan tubuh. Reaksi terjadi ketika seseorang terkena paparan langsung
udara dingin atau air dingin atau ketika terjadi suatu perubahan suhu yang drastic.
Gejala yang dapat dialami jika seseorang menderita alergi udara adalah seringnya
mengalami bersin-bersin, gatal-gata, mata merah dan berair. Dalam kondisi tertentu,
mucul alergi yang disebut urtikaria. Gejalanya adalah gatal-gatal dan muncul bentol
akibat udara dingin. Jenis alergi ini sering dialami orang-orang yang tinggal di negara
tropis. Biasanya, penderita biduran (nama lain alergi ini) memiliki jaringan kulit yang
sensitif. Biduran ini muncul karena tubuh mengeluarkan histamin (salah satu zat
pelindung tubuh) berlebih untuk mempertahankan tubuh dari suhu rendah.
Akibatnya, muncul bercak kemerahan dan bengkak. Jika dibiarkan, produksi
histamin berlebih ini dapat menimbulkan sesak napas dan pelebaran pembuluh darah.

5. Alergi musiman & Alergi yang terjadi terus menerus


Musiman (hay fever) yang umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar
rumah seperti benang sari, debu, polusi udara atau asap. Serta Rinitis Alergi yang
terjadi terus menerus (parennial) yang diakibatkan karena kontak dengan allergen
yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, debu parabot, bulu binatang
peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
6. Alergi zat kimia tertentu

D. ETIOLOGI
Reaksi alergi timbul akibat paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak
berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan, disebut alergen

Faktor yang berperan dalam alergi yaitu :


1. Faktor Internal
a. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung,
enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA
sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi
kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu. Imaturitas usus
(Ketidakmatangan Usus) Secara mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik
merupakan pelindung masuknya alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam
lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi allergen. Secara
imunologik sIgA pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat
menangkal allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus imatur system pertahanan
tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi, sehingga memudahkan alergen
masuk ke dalam tubuh.

b. Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin
sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma
kehidupan setempat. Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada
penderita. Bila ada orang tua, keluarga atau kakek/nenek yang menederita alergi
kita harus mewaspadai tanda alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang
tua yang menderita gejala alergi, maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar
17 – 40%, Bila ke dua orang tua alergi maka resiko pada anak meningkat menjadi
53 – 70%.

c. Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan


alergen bertambah.

2. Fakor Eksternal
a. Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress)
atau beban latihan (lari, olah raga).
b. Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya:
ikan 15,4%; telur 12,7%; susu 12,2%; kacang 5,3% dll.
c. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan
reaksi alergi.

3. Faktor Risiko
a. Riwayat keluarga. Terdapat potensi menderita alergi makanan, jika banyak keluarga
yang mengalami gangguan ini.
b. Alergi makanan masa lalu. Pada masa anak-anak mungkin seseorang dapat
mengatasi gangguan alergi makanan, namun dalam beberapa kasus, gangguan ini
kembali di kemudian hari.
c. Alergi lain. Jika sudah alergi terhadap satu makanan, mungkin mempunyai risiko
alergi terhadap makanan lainnya. Demikian juga, jika memiliki jenis reaksi alergi
yang lain,seperti demam atau eksim, risiko mengalami alergi makanan lebih besar.
d. Usia. Alergi makanan yang palingumum terjadi pada anak-anak, terutama balita dan
bayi. Ketika bertambah tua, tubuh cenderung untuk menyerap komponen makanan
atau makanan yang memicu alergi. Untungnya, anak-anak biasanya dapat
mengatasi alergi terhadap susu, gandum kedelai, dan telur. Alergi parah dan alergi
terhadap kacang-kacangan dan kerang mungkin dapat diderita seumur hidup.
e. Asma. Asma dan alergi makanan biasanya terjadi bersama-sama. Ketika terjadi,
baik alergi makanan dan atau gejala asma, bisa menjadi lebih parah

Reaksi elergi menurut waktu timbulya reaksi terbagi menjadi 3 yaitu :


1. Reaksi cepat
Reaksi ini terjadi dalam waktu hitungan detik dan menhilang dalam waktu 2
jam. Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast
menginduksi perlpasan meditor vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa
anafilaksi sietemik atau anfilaksis lokal.
2. Reaksi intermediet
Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menhilang dalam 24 jam.
Reaksi ini menimbulkanpembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan
jaringan melalui aktivasi komplemen dan sel NK/ ADCC. Maniferstasi reaksi
intermediet dapat berupa :
 Reaksi tranfusi darah, eritroblastosis fitalis dan anemia hemolitik
autoimun
 Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik seperti serum sickness,
vaskulatis nekrotis, gelomerulonefritis, artritis rheumatoid dan LES.
Reaksi intermediet di awali oleh IgG dan kerusakan jaringan penjamu yang
disebabkan oleh sel neurofil atau sel NK.
3. Reaksi lambat
Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi panjanan dengan
antigen yan terjadi oleh aktivasi sel TH. Pada DTH, sitokin yang dilepaskan sel
T mengaktifkan sel efetor makrofag yang menimbulakan kerusakan jaringan.
Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M. tuberculosis dan
reaksi penolakakn tandur.
E. PATOFISIOLOGI
Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang yang
mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk
kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala-
gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. Setelah tanda-tanda itu muncul maka
antigen akan mengenali alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T, dimana
sel T tersebut yang akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi (Ig E). Proses ini
mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila
seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan
terjadi 2 hal yaitu,:

1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek terhadap
berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil dan eosinofil,
sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang sel
mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak, kemudian histamin
tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai
kulit, alergen akan menyebabkan terjadinya gatal, prutitus, angioderma, urtikaria,
kemerahan pada kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru-paru, alergen
dapat mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal
dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang
menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan
kematian.

a. Mediator alergi
Reaksi alergi terjadi akibat peran mediator-mediator alergi. Yang termasuk sel
mediator adalah sel mast, basofil, dan trombosit. Sel mast dan basofil mengandung
mediator kimia yang poten untuk reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Mediator tersebut
adalah histamin, newly synthesized mediator, ECF-A, PAF, dan heparin.
Mekanisme alergi terjadi akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap
alergen tertentu, yang berikatan dengan mediator alergi yaitu sel mast. Reaksi alergi
dimulai dengan cross-linking dua atau lebih dikenal dengan IgE yang terikat pada sel
mast atau basofil dengan alergen. Rangsang ini meneruskan sinyal untuk
mengaktifkan sistem nukleotida siklik yang meninggikan rasio cGMP terhadap cAMP
dan masuknya ion Ca++ ke dalam sel. Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan
mediator lain.
Mediator histamin dapat menyebabkan kontraksi otot polos bronkus yang
menyebabkan bronkokonstriksi. Pada sistem vaskular menyebabkan dilatasi venula
kecil, sedangkan pada pembuluh darah yang lebih besar menyebabkan konstriksi
karena kontraksi otot polos. Selanjutnya histamin meninggikan permeabilitas kapiler
dan venula pasca kapiler. Perubahan vaskular ini menyebabkan respon wheal-flare
(triple respons dari Lewis) dan bila terjadi sistemik dapat menimbulkan hipotensi,
urtikaria dan angioderma. Pada traktus gastrointestinalis histamin meninggikan sekresi
mukosa lambung dan bila penglepasan histamin terjadi sistemik maka aktivitas otot
polos usus dapat meningkat menyebabkan diare dan hipermotilitas.
Newly synthesized mediator terdiri dari leukotrien, prostaglandin dan
tromboksan. Leukotrien dapat menimbulkan efek kontraksi otot polos, peningkatan
permeabilitas dan sekresi mukus. Prostaglandin A dan F menyebabkan kontraksi otot
polos dan juga meningkatkan permeabilitas kapiler, sedangkan prostaglandin E1 dan
E2 secara langsung menyebabkan dilatasi otot polos bronkus. Eosinophyl
chemotacting factor-anaphylazsis (ECF-A) dilepaskan segera waktu degranlasi. ECF-
A menarik eosinofil ke daerah tempat reaksi alergi untuk memecah kompleks antigen-
antibodi dan menghalangi aksi newly synthesized mediator dan histamin. Plateletes
Activating Factor (PAF) menyebabkan bronkokonstriksi dan meninggikan
permeabilitas pembuluh darah. PAF juga mengaktifkan faktor XII yang akan
menginduksi pembuatan bradikinin. Bradikinin dapat menyebabkan kontraksi otot
bronkus dan vaskular secara lambat, lama dan hebat. Serotonin tidak ditemukan dalam
sel mast manusia tetapi dalam trombosit dan dilepaskan waktu agregasi trombosit
yang juga akan menyebabkan kontraksi otot bronkus tapi hanya sebentar.
Gambar 1. Jalur reaksi alergi21

b. Sensitasi

Alergen memasuki tubuh manusia melalui berbagai rute diantaranya kulit,


saluran nafas, dan saluran pencernaan. Ketika masuk, alergen akan dijamu serta
diproses oleh Antigen Presenting Cells (APCs) di dalam endosom. Kemudian APC
akan mempresentasikan Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II kepada sel
limfosit T helper (Th0) di dalam limfe sekunder. Sel Th0 akan mengeluarkan
Interleukin-4 (IL-4) yang merubah proliferasi sel Th menjadi Th2. Sel Th2 akan
menginduksi sel limfosit B (sel B) untuk memproduksi Imunoglobulin (Ig). Pada
orang dengan alergi, Th1 tidak cukup kuat menghasilkan interferon gamma (IFN-ɤ)
untuk mengimbangi aktivitas Th2, sehingga Th2 akan lebih aktif memproduksi IL-4.
Hal ini menyebabkan sel B menukar produksi antibodi IgM menjadi IgE. IgE akan
menempel pada reseptor IgE berafinitas tinggi (FcƐRI) pada sel mast, basofil dan
eosinofil.

c. Fase reaksi cepat


Beberapa menit setelah paparan ulang alergen, sel mast akan
mengalami degranulasi yaitu suatu proses pengeluaran isi granul ke lingkungan
ekstrasel yang berupa histamin, prostaglandin, serta sitokin-sitokin yang
menimbulkan gejala klinis.

d. Fase reaksi lambat

Fase ini dimulai pada 2-6 jam setelah paparan alergen dan puncaknya
setelah 6-9 jam. Mediator inflamasi akan menginduksi sel imun seperti basofil,
eosinofil dan monosit bermigrasi ke tempat kontak dengan paparan alergen.
Sel- sel tersebut akan mengeluarkan substansi inflamasi spesifik yang
menyebabkan aktivitas imun berkepanjangan serta kerusakan jaringan.

F. KLASIFIKASI ALERGI
1. Hipersensitifitas tipe I
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau
anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan
bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala
yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi
berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat
mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai
oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit
atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan
eosinofil.
Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I
adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total dan
antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi) yang
dicurigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda terjadinya alergi
akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung oleh alergen).
Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti
infeksi cacing, mieloma, dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi
hipersensitivitas tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor
histamin, penggunaan Imunoglobulin G (IgG), hyposensitization (imunoterapi atau
desensitization) untuk beberapa alergi tertentu.

2. Hipersensitifitas tipe II
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G
(IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan
matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan
yang langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang
langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan
menimbulkan kerusakan pada target sel.
Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang
berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan.
Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah:
a. Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel
epidermal),
b. Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang
dapat menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti
hapten untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan
sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah), dan
c. Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan
glomerulus sehingga menyebabkan kerusakan ginjal).

3. Hipersensitifitas tipe III


Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal ini
disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut di
dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada
kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang diproduksi dalam jumlah besar dan
seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit. Namun, kadang-kadang, kehadiran
bakteri, virus, lingkungan, atau antigen (spora fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang
persisten akan membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi terhadap
senyawa asing tersebut sehingga terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi
secara terus-menerus. Hal ini juga terjadi pada penderita penyakit autoimun.
Pengendapan kompleks antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada membran
sekresi aktif dan di dalam saluran kecil sehingga dapat memengaruhi beberapa organ,
seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak.
Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu kompleks imun
karena kelebihan antigen dan kompleks imun karena kelebihan antibodi. Kelebihan
antigen kronis akan menimbulkan sakit serum (serum sickness) yang dapat memicu
terjadinya artritis atau glomerulonefritis. Kompleks imun karena kelebihan antibodi
disebut juga sebagai reaksi Arthus, diakibatkan oleh paparan antigen dalam dosis
rendah yang terjadi dalam waktu lama sehingga menginduksi timbulnya kompleks dan
kelebihan antibodi. Beberapa contoh sakit yang diakibatkan reaksi Arthus adalah spora
Aspergillus clavatus dan A. fumigatus yang menimbulkan sakit pada paru-paru
pekerja lahan gandum (malt) dan spora Penicillium casei pada paru-paru pembuat
keju.

4. Hipersensitifitas tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel
atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan
oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk
aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag
dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari
hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak
(kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type
hipersensitivity, DTH).
Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori
berdasarkan waktu awal timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis.
Ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Waktu Penampakan
Tipe Histologi Antigen dan situs
reaksi klinis
Epidermal (senyawa
Limfosit, diikuti
48-72 organik, jelatang atau
Kontak Eksim (ekzema) makrofag; edema
jam poison ivy, logam
epidermidis
berat , dll.)
Intraderma
48-72 Pengerasan Limfosit, monosit,
Tuberkulin (tuberkulin, lepromin,
jam (indurasi) local makrofag
dll.)
Antigen persisten atau
Makrofag, epithelo senyawa asing dalam
21-28
Granuloma Pengerasan id dan sel raksaksa, tubuh
hari
fibrosis (tuberkulosis, kusta,
etc.)

Mekanisme Berbagai Gangguan Yang Diperantarai Secara Imunologis


Tipe Mekanisme Imun Gangguan Prototipe
1 Tipe Alergen mengikat silang Anafilaksis, beberapa
Anafilaksis antibody IgE  pelepasan bentuk asma
amino vasoaktif dan bronchial
mediatorlain dari basofil dan sel
mast rektumen sel radang lain
2 Antibodi IgG atau IgM berikatan dengan Anemia hemolitik
terhadap antigen pada permukaan autoimun,
antigen sel fagositosis sel target atau eritroblastosis fetalis,
jaringan lisis sel target oleh komplemen penyakit
tertentu atau sitotosisitas yang Goodpasture,
diperantarai oleh sel yang pemfigus vulgaris
bergantung antibody
3 Penyakit Kompleks antigen- Reahsi Arthua, serum
Kompleks antibodi mengaktifkan  sickness, lupus
Imun komplemen menarik perhatian eritematosus sistemik,
nenutrofil menjadikan pelepasan bentuk tertentu
enzim lisosom, radikal bebas glumerulonefritis akut
oksigen, dll
4 Hipersensivitas Limfisit T tersensitisasi Tuberkulosis,
Selular pelepasan sitokin dan dermatitis kontak,
(Lambat) sitotoksisitas yang diperantarai penolakan transplant
oleh sel T

Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal.
Pemberian antigen protein atau obat (misalnya, penisilin) secara sistemik (parental)
menimbulkan anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit setelah pajanan, pada
pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria (bintik merah dan
bengkak), dan eritems kulit,diikuti oleh kesulitan bernafas berat yang disebabkan oleh
bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan hipersekresi mukus. Edema laring dapat
memperberat persoalan dengan menyebabkan obstruksi saluran pernafasan bagian
atas. Selain itu, otot semua saluran pencernaan dapat terserang, dan mengakibatkan
vomitus, kaku perut, dan diare. Tanpa intervensi segera,dapatterjadi vasodilatasi
sistemik (syok anafilaktik ), dan penderita dapat mengalami kegagalan sirkulasi dan
kematian dalam beberapa menit.
Reaksi lokal biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada tempat tertentu
sesuai jalur pemajanannya, seperti di kulit (kontak, menyebabkan urtikaria), traktus
gastrointestinal (ingesti,menyebabkan diare), atau paru (inhalasi, menyebabkan
bronkokonstriksi).

Reaksi tipe II umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitik,


trombositopenia, eosinofilia dan granulositopenia.

Manifestasi klinik hipersensivitas tipe III dapat berupa:


1. Urtikaria, angioedema, eritema, makulopapula, eritema multiforme dan lain-lain.
gejala sering disertai pruritis
2. Demam
3. Kelainan sendi, artralgia dan efusi sendi
4. Limfadenopati
5. Kejang perut, mual
6. Neuritis optic
7. Glomerulonefritis
8. Sindrom lupus eritematosus sistemik
9. Gejala vaskulitis lain
Manifestasi klinis hipersensitivitas tipe IV, dapat berupa reaksi paru akut seperti
demam, sesak, batuk dan efusi pleura. Obat yang tersering menyebabkan reaksi ini yaitu
nitrofuratonin, nefritis intestisial, ensafalomielitis. hepatitis juga dapat merupakan
manifestasi reaksi obat. Adapun Gejala klinis umumnya :

1. Pada saluran pernafasan : asma


2. Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut
3. Pada kulit: urtikaria. angioderma,dermatitis,pruritus,gatal,demam,gatal
4. Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

G. PENEGAKAN DIAGNOSA ALERGI


Bila seorang pasien datang dengan kecurigaan menderita penyakit alergi, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah memastikan terlebih dahulu apakah pasien
benar/benar menderita penyakit alergi. selanjutnya baru dilakukan pemeriksaan untuk
mencari alergen penyebab, selain juga factor-faktor non alergik yang mempengaruhi
timbulnya gejala.Prosedur penegakan diagnosis pada penyakit alergi meliputi beberapa
tahapan berikut :
1. riwayat Penyakit
Didapat melalui anamnesis, sebagai dugaan awal adanya
keterkaitan penyakit dengan alergi
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang lengkap harus dibuat, dengan perhatian ditujukan
terhadap penyakit alergi bermanifestasi kulit, konjungtiva, nasofaring, dan
paru. $emeriksaan difokuskan pada manifestasi yang timbul.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Dapat memperkuat dugaan adanya penyakit alergi, namun tidak untuk
menetapkan diagnosis. Pemeriksaan laboaratorium dapat berupa hitung
jumlah leukosit dan hitung jenis sel, serta penghitungan serum IgE total
dan IgE spesifik.
4. Tes KulitTes
kulit berupa skin prick test (tes tusuk) dan patch test (tes tempel) hanya
dilakukan terhadap alergen atau alergen lain yang dicurigai menjadi
penyebab keluhan pasien.
5. Tes Provokasi
Adalah tes alergi dengan cara memberikan alergen secara langsung kepada
pasien sehingga timbul ge"ala. es ini hanya dilakukan "ika terdapat
kesulitan diagnosis dan ketidakcocokan antara gambaran klinis dengan tes
lainnya. Tes provokasi dapat berupa tes provokasi nasal dan tes provokasi
bronkial (tanjung dan Junihastuti 2007)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Uji kulit: sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti
tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan
seperti susu, telur, kacang, ikan).
2. Darah tepi: bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit
5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
3. IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun.
Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah
atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
4. Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
5. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
6. Biopsi usus: sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge
didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM.
IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
7. Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
8. Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

I. TERAPI
Penanganan gangguan alergi berlandaskan pada empat dasar:

1. Menghindari allergen
2. Terapi farmakologis
a. Adrenergik
Yang termasuk obat-obat adrenergik adalah katelokamin ( epinefrin, isoetarin,
isoproterenol, bitolterol ) dan nonkatelomin ( efedrin, albuterol, metaproterenol,
salmeterol, terbutalin, pributerol, prokaterol dan fenoterol ). Inhalasi dosis tunggal
salmeterol dapat menimbulkan bronkodilatasi sedikitnya selam 12 jam,
menghambat reaksi fase cepat maupun lambat terhadap alergen inhalen, dan
menghambat hiperesponsivitas bronkial akibat alergen selama 34 jam.
b. Antihistamin
Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada
reseptor di berbagai jaringan. Karena antihistamin berperan sebagai antagonis
kompetitif mereka lebih efektif dalam mencegah daripada melawan kerja
histamine.
c. Kromolin Sodium
Kromolin sodium adalah garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan. Zat ini
merupakan analog kimia obat khellin yang mempunyai sifat merelaksasikan otot
polos. Obat ini tidak mempunyai sifat bronkodilator karenanya obat ini tidak
efektif unutk pengobatan asma akut. Kromolin paling bermanfaat pada asma
alergika atau ekstrinsik.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan
alergi. Beberapa pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah pemberian peroral
atau intravena yaitu penurunan eosinofil serta limfosit prrimer. Steroid topikal
mempunyai pengaruh lokal langsung yang meliputi pengurangan radang, edema,
produksi mukus, permeabilitas vaskuler, dan kadar Ig E mukosa.
3. Imunoterapi
Imunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma yang
diperantarai Ig E atau alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat menghambat
pelepasan histamin dari basofil pada tantangan dengan antigen E ragweed in vitro.
Leukosit individu yang diobati memerlukan pemaparan terhadap jumlah antigen E
yang lebih banyak dalam upaya melepaskan histamin dalam jumlah yang sama
seperti yang mereka lepaskan sebelum terapi. Preparat leukosit dari beberapa
penderita yang diobati bereaksi seolah-olah mereka telah terdesensitisasisecara
sempurna dan tidak melepaskan histamin pada tantangan dengan antigen E
ragweed pada kadar berapapun

4. Profilaksis
Profilaksis dengan steroid anabolik atau plasmin inhibitor seperti traneksamat,
sering kali sangat efektif untuk urtikaria atau angioedema.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh
seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan
yang umumnya non imunogenik. Mekanisme terjadinya alergi terdiri dari fase sensitasi
dan fase elisitasi. Klasifikasi dari hipersensitivitas terdiri dari empat tipe yaitu tipe I, Tipe
II. Tipe III dan Tipe IV. dan macamnya terdiri dari alergi oleh karena debu, suhu udara,
makanan, obata-obatan dan oleh bahan kimia lainnya yang dapat berpengaruh.
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda,adji,Prof,Dr,spkk,dkk.2010. MIMS Indonesia petunjuk konsultasi.Jakarta.CMP


MEDIK
Subowo, Prof,dr, MSc.,PhD.2010.Imunologi Klinik.Jakarta.sagung seto.

Ni Putu Sudewi dkK.2009. Berbagai teknik pemeriksaan untuk diagnosis penyakit alergi.
Sari Pediatri, Vol. 11

http://akperkc.blogspot.com/2012/03/makalah-hipersensitivitas.htm

https://www.academia.edu/17615950/Hipersensitivitas

Anda mungkin juga menyukai