Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Dekompensasi kordis atau gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang disebabkan
oleh gagalnya mekanisme kompensasi otot miokard dalam mengantisipasi peningkatan beban
volume berlebihan ataupun beban tekanan berlebih yang tengah dihadapinya, sehingga tidak
mampu memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.
Kemampuan jantung sebagai pompa sesungguhnya sangat bergantung pada kontraktilitas otot
jantung. Dan kemampuan kontraksi ini, ternyata tidak hanya ditentukan oleh kontraktilitas
sarkomer miokard itu sendiri, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh besarnya preload (beban
volume), afterload (beban tekanan), dan heart rate (frekuensi denyut jantung).1,2
Gagal jantung kongestif (Congestive Heart Failure) adalah sindrom klinis akibat
penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernapas serta retensi natrium dan air yang
abnormal, yang sering menyebabkan edema. Kongesti ini dapat terjadi dalam paru atau
sirkulasi perifer atau keduanya, bergantung pada apakah gagal jantungnya pada sisi kanan atau
menyeluruh.1,2 Risiko CHF akan meningkat pada lansia karena penurunan fungsi ventrikel
akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit - penyakit lain
seperti hipertensi, penyakit jantung katup, kardiomiopati, penyakit jantung koroner, dan lain -
lain.
Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler termasuk didalammya
Congestive heart Failure (CHF) masih menduduki peringkat yang tinggi, menurut data WHO
dilaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF. American Heart
Association (AHA) tahun 2004 melaporkan 5,2 juta penduduk Amerika menderita gagal
jantung. Walaupun angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, tetapi dengan
bertambah majunya fasilitas kesehatan dan pengobatan dapat diperkirakan jumlah penderita
gagal jantung akan bertambah per tahunnya.
Dari radiologi sendiri, foto thorax merupakan elemen penting yang harus
dipertimbangkan untuk dilakukan. Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah
suatu proyeksi radiografi dari thorax untuk mendagnosis kondisi - kondisi yang mempengaruhi
thorax, isi dan struktur - struktur di dekatnya. Foto thorax menggunakan radiasi terionisasi
dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang digunakan pada orang dewasa unuk membentuk
radiografer adalah sekitar 0,06 mSv. Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak
kondisi yang melibatkan dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam
kavitas thorax termasuk paru - paru, jantung, dan saluran - saluran yang besar.
Salah satu penegakan diagnosis adanya gagal jantung adalah pemeriksaan foto rontgen
toraks yang dapat menggambarkan ukuran dan bentuk jantung serta kondisi kedua paru. Untuk
itu penting bagi mahasiswa kedokteran dan para dokter untuk memahami tanda - tanda penting
pada gambaran foto rontgen toraks pada keadaan gagal jantung.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Jantung


Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga
dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Ukuran
jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250 -
300 gram.
Gambar 2.1 Anatomi Jantung
Jantung terdiri dari empat ruang, dua ruang berdinding tipis disebut atrium dan
dua ruang berdinding tebal disebut ventrikel. 1,2

1. Atrium
 Atrium kanan. Berfungsi menampung darah yang rendah oksigen dari
seluruh tubuh yang mengalir dari vena kava superior dan inferior serta sinus
koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan
ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru - paru.
 Atrium kiri. Berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru - paru
melalui empat buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke
ventrikel kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta.
2. Ventrikel
 Ventrikel kanan. Berfungsi memompakan darah dari atrium kanan ke paru
- paru melalui vena pulmonalis.
 Ventrikel kiri. Berfungsi memompakan darah yang kaya oksigen dari
atrium kiri ke seluruh tubuh melalui aorta.
Gambar 2.2. Ruang - Ruang Jantung 2

Katup jatung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang menghubungkan antara
atrium dengan ventrikel dinamakan katup atrioventrikuler, sedangkan katup yang
menghubungkan sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal dinamakan katup
semilunar. 1,2
 Katup atrioventrikuler terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak
antara atrium kanan dan ventrikel kanan disebut katup trikuspidalis. Katup yang
terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri disebut katup bikuspidalis atau
katup mitral. Katup atrioventrikuler memungkinkan darah mengalir dari masing
- masing atrium ke ventrikel pada saat diastolik dan mencegah aliran balik pada
saat ventrikel berkontraksi memompa darah keluar jantung yaitu pada saat
sistolik.
 Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang menghubungkan
antara ventrikel kanan dengan pulmonal trunk, katup semilunar yang lain adalah
katup yang menghubungkan antara ventrikel kiri dengan asendence aorta yaitu
katup aorta.
Gambar 2.3. Katup Jantung 2

Lapisan otot jantung terdiri dari perikardium, epikardium, miokardium dan


endokardium. Lapisan perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung terdiri
dari fibrosa dan serosa dan berfungsi sebagai pembungkus jantung. Lapisan
perikardium terdiri dari perikardium parietal (pembungkus luar jantung) dan
perikardium visceral (lapisan yang langsung menempel pada jantung). Antara
perikardium parietal dan visceral terdapat ruangan perikardium yang berisi cairan
serosa berjumlah 15 - 50 ml dan berfungsi sebagai pelumas.1,2
Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung.
Selanjutnya adalah lapisan miokardium yang merupakan lapisan fungsional jantung
yang memungkinkan jantung bekerja sebagai pompa. Miokardium mempunyai sifat
istimewa yaitu bekerja secara otonom (miogenik), durasi kontraksi lebih lama dari
otot rangka dan mampu berkontraksi secara ritmik.1,2
Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda - beda.
Ventrikel kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena mempunyai
beban lebih berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik yang mempunyai
tahanan aliran darah lebih besar. 1,2
Gambar 2.4. Lapisan jantung 2
Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu sinsitium atrium dan sinsitium
ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang berfungsi
mempercepat hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara sinsitium atrium
dan sinsitium ventrikel terdapat lubang yang dinamakan anoulus fibrosus yang
merupakan tempat masuknya serabut internodal dari atrium ke ventrikel. Lapisan
endokardium merupakan lapisan yang membentuk bagian dalam jantung dan
merupakan lapisan endotel yang sangat licin untuk membantu aliran darah. 1,2

Gambar 2.5. Serabut otot jantung 2

Sirkulasi Jantung
Lingkaran sirkulasi jantung dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu sirkulasi
sistemik dan sirkulasi pulmonal. Namun demikian terdapat juga sirkulasi koroner
yang juga berperan sangat penting bagi sirkulasi jantung. 1,2
 Sirkulasi Sistemik
1. Mengalirkan darah ke berbagai organ tubuh.
2. Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda.
3. Memerlukan tekanan permulaan yang besar.
4. Banyak mengalami tahanan.
5. Kolom hidrostatik panjang.
 Sirkulasi Pulmonal
1. Hanya mengalirkan darah ke paru.
2. Hanya berfungsi untuk paru-paru.
3. Mempunyai tekanan permulaan yang rendah.
4. Hanya sedikit mengalami tahanan.
5. Kolom hidrostatiknya pendek.
 Sirkulasi Koroner
Efisiensi jantung sebagi pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi yang
cukup pada otot jantung itu sendiri. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan
jantung dan membawa oksigen untk miokardium melalui cabang-cabang
intramiokardial yang kecil-kecil.

Gambar 2.6. Sirkulasi Sistemik dan Pulmonal 2

Persarafan Jantung
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan
parasimpatis. Serabut - serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium dan
ventrikel termasuk pembuluh darah koroner. Saraf parasimpatis terutama
memberikan persarafan pada nodus sino-atrial, atrio-ventrikuler dan serabut -
serabut otot atrium, dapat pula menyebar ke dalam ventrikel kiri. 3,4,5
Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis torakal
atas, yaitu torakal 3 sampai dengan 6, sebelum mencapai jantung akan melalui
pleksus kardialis kemudian berakhir pada ganglion servikalis superior, medial atau
inferior. Serabut post-ganglionik akan menjadi saraf kardialis untuk masuk ke dalam
jantung. Persarafan saraf simpatis berasal dari pusat nervus vagus di medulla
oblongata; serabut - serabutnya akan bergabung dengan serabut simpatis di dalam
pleksus kardialis. Rangsang simpatis akan dihantar oleh norepinefrin, sedangkan
rangsang saraf parasimpatis akan dihantar oleh asetilkolin. Pada orang normal kerja
saraf simpatis adalah mempengaruhi kerja otot ventrikel sedangkan parasimpatis
mengontrol irama jantung dan laju denyut jantung. 5,6
Perdarahan Jantung
1. Arteri
Pendarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh koroner
utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar
dari sinus Valsava aorta. Arteri koroner kiri berjalan di belakang arteri pulmonal
sebagai arteri koroner kiri utama (LMCA = Left Main Coronary Artery)
sepanjang 1-2 cm. arteri ini bercabang menjadi arteri sirkumfleks (LCx = Left
Circumflex Artery) dan arteri desendens anterior kiri (LAD = Left Anterior
Descendens Artery). LCx berjalan pada sulkus atrio-ventrikuler mengelilingi
permukaan posterior jantung, sedangkan LAD berjalan pada sulkus
interventrikuler sampai ke apeks. Kedua pembuluh darah ini bercabang-cabang
mendarahi daerah antara kedua sulkus tersebut.5
Setelah keluar dari sinus Valsava aorta, arteri koroner kanan (RCA = Right
Coronary Artery) berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah
mencapai kruks. Cabang pertama adalah arteri atrium anterior kanan (Right Atrial
Anterior Branch) untuk mendarahi nodus sino-atrial, dan cabang lain adalah arteri
koroner desenden posterior (PDA = Posterior Descending Coronary Artery) yang
akan mendarahi nodus atrio-ventrikuler.5
2. Vena
Aliran darah balik dari otot jantung dan sekitarnya melalui vena koroner yang
berjalan berdampingan dengan arteri koroner, akan masuk ke dalam atrium kanan
melalui sinus koronarius. Selain itu terdapat juga vena-vena kecil yang disebut
vena Thebesii, yang bermuara langsung ke dalam atrium kanan.5

Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe pada jantung terdiri dari 3 kelompok pleksus, yaitu
subendokardial, miokardial, dan subepikardial. Penampungan cairan limfe dari
kelompok pleksus yang paling besar adalah pleksus subepikardial, dimana
pembuuh-pembuluh limfe akan membentuk satu trunkus yang berjalan sejajar
dengan arteri koroner kemudian meninggalkan jantung didepan arteri pulmonal dan
berakhir pada kelenjar limfe antara vena kava superior dan arteri inominata.5

2.2. Congestive Heart Failure


2.2.1 Definisi
Congestive Heart Failure atau Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang
disebabkan oleh gagalnya mekanisme kompensasi otot miokard dalam
mengantisipasi peningkatan beban volume berlebihan ataupun beban tekanan yang
berlebih pada jantung, sehingga tidak mampu memompakan darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan tubuh.2,6
Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena gangguan primer otot jantung, atau
beban jantung yang berlebihan, atau kombinasi keduanya. Beban jantung yang
berlebihan pada preload atau beban volume terjadi pada defek dengan pirau kiri ke
kanan, regurgitasi katup, atau fistula arteriovena. Sedangkan beban yang berlebihan
pada afterload atau beban tekanan terjadi pada obstruksi jalan keluar jantung,
misalnya stenosis aorta, stenosis pulmonal, atau koarktasio aorta. 2,6

2.2.2 Insidensi dan Epidemiologi


1,5 sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF; terjadi
700.000 perawatan di rumah sakit pertahun. Faktor risiko terjadinya gagal jantung
yang paling sering adalah usia. CHF merupakan alasan paling umum bagi lansia
untuk dirawat di rumah sakit (75% pasien yang dirawat dengan CHF berusia antara
65 dan 75 tahun). 44% pasien Medicare yang dirawat karena CHF akan dirawat
kembali pada enam (6) bulan kemudian. Terdapat dua (2) juta kunjungan pasien
rawat jalan pertahun yang menderita CHF; biayanya diperkirakan 10 miliar dollar
pertahun. Daya tahan hidup selama delapan (8) tahun bagi semua kelas CHF adalah
30%; untuk CHF berat, angka mortalitas dalam satu (1) tahun adalah 60%. Faktor
risiko terpenting untuk CHF adalah penyakit arteri koroner dengan penyakit jantung
iskemik.2,4
Hipertensi adalah faktor risiko terpenting kedua untuk CHF. Faktor risiko lain
terdiri dari kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal, diabetes, dan penyakit katup
jantung.2,4

2.2.3 Etiologi
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu : 2,6
1. Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal
atau bersamaan akibat penyakit jantung bawaan atau didapat yaitu :
 Beban volume (preload)
 Beban tekanan (afterload)
2. Abnormalitas otot jantung
a. Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal kronik,
anemia), rheumatoid heart disease, toksin atau sitostatika.
b. Sekunder : Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif
3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi

2.2.4 Patofisologi
A. Mekanisme Dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi
volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan
meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan
bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi
pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel
berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang
ke dalam pembuluh darah paru - paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena
paru - paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru - paru melebihi
tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam
interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik,
akan terjadi edema interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat
mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.
Tekanan arteri paru - paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan
vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan
terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti
sistemik.4
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat
oleh regurgitasi fungsional dari katup - katup trikuspidalis atau mitralis secara
bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup
atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae
akibat dilatasi ruang.4,6

Gambar 2.7. Mekanisme Edema Paru pada CHF 6

B. Mekanisme Kompensasi Pada Gagal Jantung


Bila curah jantung karena suatu keadaan menjadi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, maka jantung akan memakai
mekanisme kompensasi.4
Mekanisme kompensasi ini sebenarnya sudah dan selalu dipakai untuk
mengatasi beban kerja ataupun pada saat menderita sakit. Bila mekanisme ini
telah secara maksimal digunakan dan curah jantung tetap tidak cukup maka
barulah timbul gejala gagal jantung. Mekanisme kompensasi ini terdiri dari
beberapa macam dan bekerja secara bersamaan serta saling mempengaruhi,
sehingga secara klinis tidak dapat dipisah - pisahkan secara jelas.4,6
Dengan demikian diupayakan memelihara tekanan darah yang masih
memadai untuk perfusi alat - alat vital. Mekanisme ini mencakup:
1. Mekanisme Frank Starling
Gagal jantung akibat penurunan kontrak tilitas ventrikel kiri menyebabkan
pergeseran kurva penampilan ventrikel ke bawah. Karena itu, pada setiap
beban awal, isi sekuncup menurun dibandingkan dengan normal dan setiap
kenaikan isi sekuncup pada gagal jantung menuntut kenaikan volume akhir
diastolik lebih tinggi dibandingkan normal. 4,7,8
Penurunan isi sekuncup mengakibatkan pengosongan ruang yang tidak
sempurna sewaktu jantung berkontraksi; sehingga volume darah yang
menumpuk dalam ventrikel semata diastol lebih tinggi dibandingkan normal.
Hal ini bekerja sebagai mekanisme kompensasi karena kenaikan beban awal
(atau volume akhir diastolik) merangsang isi sekuncup yang lebih besar pada
kontraksi berikutnya, yang membantu mengosongkan ventrikel kiri yang
membesar. 4,7,8
2. Hipertrofi Ventrikel
Pada gagal jantung, stres pada dinding ventrikel bisa meningkat baik akibat
dilatasi (peningkatan radius ruang) atau beban akhir yang tinggi (misalnya
pada stenosis aortik atau hipertensi yang tidak terkendali). Peninggian stres
terhadap dinding ventrikel yang terus menerus merangsang pertumbuhan
hipertrofi ventrikel dan kenaikan massa ventrikel. Peningkatan ketebalan
dinding ventrikel adalah suatu mekanisme kompensasi yang berfungsi untuk
mengurangi stres dinding (ingat bahwa ketebalan dinding adalah faktor
pembagi pada rumus stres dinding), dan peningkatan massa serabut otot
membantu memelihara kekuatan kontraksi ventrikel. 4,8
Meskipun demikian, mekanisme kompensasi ini harus diikuti oleh tekanan
diastolik ventrikel yang lebih tinggi dari normal dengan demikian tekanan
atrium kiri juga meningkat, akibat peninggian kekakuan dinding yang
mengalami hipertrofi. Pola hipertrofi yang berkembang bergantung pada
apakah beban yang di hadapi bersifat kelebihan beban volume atau, tekanan
yang kronis. Dilatasi ruang yang kronis akibat kelebihan volume, misalnya
pada regurgitasi mitral atau aorta yang menahun, mengakibatkan sintesis
sarkomer - sarkomer baru Secara seri dengan sarkomer yang lama. Akibatnya
radius ruang ventrikel membesar dan ini berkembang sebanding dengan
peningkatan ketebalan dinding. Hal ini disebut hipertrofi eksentrik.4,8
Kelebihan tekanan yang kronis, misalnya pada hipertensi atau stenosis
aortik, mengakibatkan sintesis sarkomer - sarkomer baru yang berjalan sejajar
dengan sarkomer lama, sehingga terjadilah hipertrofi konsentrik, dimana tebal
dinding meningkat tanpa adanya dilatasi ruang. Dengan demikian stres dinding
bisa dikurangi secara bermakna.4,8
3. Aktifasi neurohormonal
Perangsangan neurohormonal merupakan mekanisme kompensasi yang
mencakup sistim syaraf adrenergik, sistim renin-angiotensin, peningkatan
produksi hormon antidiuretik, semua sebagai jawaban terhadap penurunan
curah jantung.4,8
Semua mekanisme ini berguna untuk meningkatkan tahanan pembuluh
sistemik, sehingga mengurangi setiap penurunan tekanan darah (ingat rumus
tekanan darah - curah jantung x tahanan perifer total). Selanjutnya semua ini
menyebabkan retensi garam dan air, yang pada awalnya bermanfaat
meningkatkan volume intravaskuler dan beban awal ventrikel kiri, sehingga
memaksimalkan isi sekuncup melalui mekanisme Frank Starling.
Segi negatif aktifasi neurohormonal yang berlebih adalah seringnya terjadi
akibat yang jelek pada jantung yang sudah payah.4

C. Sistem syaraf adrenergic


Penurunan curah jantung pada gagal jantung dirasakan oleh reseptor -
reseptor di sinus karotis dan arkus aorta sebagai suatu penurunan porfusi.
Reseptor - reseptor ini lalu mengurangi laju pelepasan rangsang sebanding
dengan penurunan tekanan darah. Sinyalnya dihantarkan melalui syaraf kranial
ke IX dan X ke pusat pengendalian kardiovaskuler di medula.4,8
Sebagai akibatnya arus simpatis ke jantung dan sirkulasi perifer meningkat,
dan tonus parasimpatis berkurang. Ada tiga hal yang segeraterjadi:1) peningkatan
laju debar jantung,2) peningkatan kontraktilitas ventrikel, dan 3) vasokonstriksi
akibat stimulasi reseptor - reseptor alfa pada vena - vena dan arteri sistemik.
Peninggian laju debar jantung dan kontraktilitas ventrikel secara langsung
meningkatkan curah jantung. Vasokonstriksi pada sirkulasi vena dan arteri juga
bermanfaat pada awalnya.4,8
Konstriksi vena mengakibatkan peningkatan aliran balik darah ke jantung,
sehingga meningkatkan beban awal dan meningkatkan isi sekuncup melalui
mekanisme Frank Starling, bila jantung bekerja pada bagian yang menaik pada
kurva penampilan ventrikel.4
Konstriksi arteriolar pada gagal jantung meningkatkan tahanan pembuluh
perifer, sehingga membantu memelihara tekanan darah. Adanya distribusi
regional reseptor - reseptor alfa sedemikian rupa menyebabkan aliran darah di
redistribusi ke alat - alat vital (jantung dan otak) dan dikurangi ke kulit, organ -
organ splanknik dan ginjal.4,8

D. Sistem Renin Angiotensin


Sistem ini diaktifasi pada gagal jantung. Rangsang untuk mensekresi renin
dan sel - sel jukstaglomerular mencakup : 1) penurunan perfusi arteri renalis
sehubungan dengan curah jantung yang rendah, dan 2) rangsang langsung
terhadap reseptor - reseptor B2 jukstaglomerular oleh sistem syaraf adrenergik
yang teraktifasi. Renin bekerja pada angiotensiogen dalam sirkulasi, menjadi
angiotensin I, yang kemudian diubah dengan cepat oleh ensim pengubah
angiotensin (ACE) menjadi angiotensin II (All), suatu vasokonstriktor yang
kuat.4,16,
Peningkatan kadar All berperan meningkatkan tahanan perifer total dan
memelihara tekanan darah sistemik. Angiotensin II juga bekerja meningkatkan
volume intravaskuler melalul dua mekanisme yaitu di hipotalamus merangsang
rasa haus dan akibatnya meningkatkan pemasukan cairan, dan bekerja pada
korteks adrenal untuk meningkatkan sekresialdosteron. Aldosteron meningkatkan
resorpsi natrium dan tubuh distal ke dalam sirkulasi. Kenaikan volume
intravaskuler lalu meningkatkan beban awal dan karenanya meningkatkan curah
jantung melalui mekanisme Frank Starling.4

E. Hormon antidiuretlk
Pada gagal jantung, sekresi hormon ini oleh kelenjar hipofisis posterior -
meningkat, mungkin diantarai oleh rangsang terhadap baroreseptor di arteri dan
atrium kiri, serta oleh kadar All yang meningkat dalam sirkulasi.
Hormon antidiuretik berperan meningkatkan volume intravaskuler karena ia
meningkatkan retensi cairan melalui nefron distal. Kenaikan cairan intravaskuler
inilah yang meningkatkan beban awal ventrikel kiri dan curah jantung.4,14
Meskipun ketiga mekanisme kompensasi neurohormonaI yang sudah
diuraikan diatas pada awalnya bisa bermanfaat, pada akhirnya membuat keadaan
menjadi buruk. Peningkatan volume sirkulasi dan aliran balik vena ke Jantung
bisa memperburuk bendungan pada vaskuler paru sehingga memperberat
keluhan-keluhan akibat kongesti paru. Peninggian tahanan arteriol meningkatkan
beban akhir dinama jantung yang sudah payah harus berinteraksi, sehingga pada
akhirnya isi sekuncup dan curah jantung menjadi lebih berkurang. 4
Oleh karena itu terapi dengan obat - obatan sering disesuaikan untuk
memperlunak mekanisme kompensasi neurohormonal ini.

F. Peptida natrluretik atrium (atrial natriuretic peptide)


Ini adalah suatu hormon kontraregutasi yang disekresi oleh atrium sebagai
respon terhadap peninggian tekanan intrakardiak. Kerjanya terutama berlawanan
dengan hormon - hormon lain yang diaktifasi dalam keadaan gagal jantung,
sehingga mensekresi natrium dan air, menimbulkan vasodilatasi, inhibisi sekresi
renin, dan mempunyai sifat antagonis terhadap efek All pada vasopresin dan
sekresi aldosteron. Meskipun kadar peptida ini dalam plasma meninggi, efeknya
dapat ditumpulkan oleh berkurangnya respon organ akhir (misalnya ginjal).4

2.2.5 Klasifikasi
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New York
Heart Association (NYHA) classification for heart failure membaginya, sebagai
berikut : 2,6
1. Kelas I: Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas fisik,
dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan sesak nafas.
2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.
3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan dari
kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak nafas.
4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan
kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak nafas tetap ada walaupun saat
beristirahat.
Berdasarkan American College of Cardiology and the American Heart
Association, yaitu antara lain: 2,6
1. Stage A
Mempunyai risiko tinggi terhadap perkembangan gagal jantung tetapi tidak
menunjukkan struktur abnormal dari jantung .
2. Stage B
Adanya stuktur yang abnormal pada jantung pasien tetapi tidak bergejala.
3. Stage C
Adanya struktural yang abnormal dari pasien dengan gejala awal gagal jantung.
4. Stage D
Pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit diterapi dengan pengobatan
standar.

2.2.6 Manifestasi Klinis


Diagnosa gagal jantung kongestif menurut Framingham dibagi menjadi 2 yaitu
kriteria mayor dan kriteria minor. Diagnosis ditegakkan dari dua kriteria mayor atau
satu kriteria mayor dan dua kriteria minor harus ada di saat bersamaan. 2,6
Kriteria mayor :
1. Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea.
2. Peningkatan tekanan vena jugularis
3. Ronkhi basah tidak nyaring
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Irama derap S3
7. Peningkatan tekanan vena >16 cm H20
8. Refluks hepatojugular.
Kriteria minor :
1. Edema pergelangan kaki
2. Batuk malam hari
3. Dispneu d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7. Takikardi (120x/menit).
Gambar 1 Gejala dan Tanda Gagal jantung4

DAFTAR PUSTAKA

1. Cremers, Simon., Bradshaw, Jennifer., Herfkens, Freek. 2010. Chest X Ray-Heart Failure.
The Radiology Assistant. Publication date : 1-9-2010
2. Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC
3. Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D.Acute Pulmonary
Edema.http://www.nejm.org/
4. PERKI 2015 (lupa cara nulis yg bener)
5. Harbanu,H.Mariono,SantosoAnwar.Gagaljantung.Denpasar::
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/91088596.pdf.
6. .Michael S Figueroa MD,Jay I Peters.Congestive heart failure in Respiratory care.April Vol
51 No 4.hal 403 - 411

Anda mungkin juga menyukai