Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran napas sehingga
penderita mengalami keluhan sesak napas atau kesulitan bernapas. Tingkat
keparahan asma ditentukan dengan mengukur kemampuan paru dalam
menyimpan oksigen. Asma merupakan penyakit yang tidak bisa dianggap sepele.

Berdasarkan data WHO tahun 2006, sebanyak 300 juta orang menderita asma dan
225 ribu penderita meninggal karena asma di seluruh dunia. Angka kejadian asma
80% terjadi di negara berkembang akibat kemiskinan, kurangnya tingkat
pendidikan, pengetahuan dan fasilitas pengobatan. Angka kematian yang
disebabkan oleh penyakit asma di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat 20
persen untuk sepuluh tahun mendatang, jika tidak terkontrol dengan baik.

Hipersekresi bronkus merupakan berlebihnya sekresi di dalam bronkus dan


merupakan tanda atau gejala dari penyakit yang lebih parah pada saluran
pernapasan seperti bronkitis, asma, atau ISPA.

Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka penyusun akan membahas lebih


lanjut tentang penyakit asma dan hipersekresi bronkus. Sehingga masyarakat
lebih memahami tentang penyakit asma dan hipersekresi bronkus, faktor yang
mempengaruhinya serta hal-hal apa yang dilakukan untuk perawatan penyakit
asma dan hipersekresi bronkus.

1.2 Tujuan Penulisan

Menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis, dan patofisiologi serta gambaran


makroskopis mengenai asma dan hipersekresi bronkus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asma

A. Definisi

Menurut Somantri, 2009 Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial
yang memunyai ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran
napas) terutama pada percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh
berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik,
psikologi.

Menurut Scadding dan Godfrey, 2010 asma merupakan penyakit yang ditandai
oleh variasi luas dalam waktu yang pendek terhambatnya aliran udara dalam
saluran napas paru yang bermanifestasi sebagai serangan batuk berulang atau
mengi dan sesak napas.

Menurut Marni, 2014 asma adalah obstruksi reversible yang ditandai dengan
peningkatan responsivitas dan inflamasi jalan napas.

Menurut diskusi kelompok kami, asma adalah gangguan pada saluran


bronkhial yang ditandai dengan peningkatan responsivitas dan inflamasi jalan
napas bermanifestasi sebagai serangan batuk berulang atau mengi dan sesak
napas.

B. Etiologi

Menurut Lippincott Williams & Wilkins, 2003 terdapat dua macam penyebab
dari asma, yaitu alergen ekstrinsik dan alergen intrinsik.

Alergen Ekstrinsik. Meliputi :

a. Polen (tepung bunga sari), Bulu binatang, Debu rumah atau kapang,
Bantal kapuk atau bulu.

2
Alergen dapat meningkatkan IgE dalam tubuh penderita yang
merupakan pencetus terjadinya asma.

b. Zat aditif pangan yang mengandung sulfit

Sulfit biasanya terdapat pada pengawet makanan. Dapat


meningkatkan kadar IgE dalam tubuh yang bisa menimbulkan efek
alergi.

c. Obat-obatan tertentu (mis. Aspirin, NSAID, resptor beta 2)

Obat obatan tersebut dapat menjadi faktor pemicu dari asma yang
dapat meningkatkan kadar IgE dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan timbulnya asma.

Alergen Intrinsik. Meliputi :

a. Stres emosi, Kecemasan

Respon emosional yang negatif mengganggu sistem pengaturan


hipotalamus. Emosi dapat menginduksi suatu keadaan hiporesponsif
hipotalamus yang dapat mengaktifkan sympathetic nervous system
sehingga merangsang reseptor adrenergik beta 2 melepaskan histamin.
(Eddy Surjanto, Yusup & Natalie, 2016)

b. Kelelahan

Kelelahan dapat mengakibatkan bronkokontriksi yang sering timbul


akibat hiperreaktivitas saluran pernapasan. (Isnaniyah, Eva &
Khaisyar, 2015)

c. Perubahan suhu

Suhu dingin dapat mengakibatkan bronkokontriksi yang apat


mempersempit jalan napas dan menimbulkan asma. (Efka Z, 2009)

d. Pajanan asap yang berbahaya

3
Pajanan asap mengandung gas sisa pembakaran berupa CO2 karena
afinitas CO2 terhadap hemoglobin jauh lebih inggi daripada afinitas
O2.sehingga hemoglobin cenderung mengikat CO2 yang
mengakibatkan kadar O2 dalam tubuh menurun, proses pernapasan
terganggu sehingga menyebabkan sesak nafas. (Dr. Yusi
Capriyanti,2015)

f. Faktor genetik

Kecenderungan produksi IgE yang berlebihan pada seseorang


diakibatkan oleh genetik. Seseorang yang mempunyai kecenderungan
ini disebut mempunyai sifat atopi. (Isnaniyah, Eva & Khaisyar, 2015)

C. Patogenesis

Menurut Kowalak Welsh Mayer (2003), terjadinya asma disebabkan karena


dinding bronkus mengadakan reaksi berlebihan terhadap berbagai rangsangan
sehingga terjadi spasme otot polos dan menimbulkan konstriksi jalan napas
berat. Ketika alergen masuk, akan merangsang Limfosit B untuk mengeluarkan
antibodi IgE yang abnormal, yang selanjutnya IgE akan berikatan dengan
alergen tersebut. Ikatan tersebut menstimulasi sel mast sehingga mengalami
degranulasi dan melepskan mediator penyebab asma seperti histamin, dan
leukotrien.

Histamin terikat pada tempat tempat reseptor adrenergik beta 2 pada bronkus
dan menyebabkan pembengkakan pada otot polos. Membran mukosa
mengalami inflamasi, iritasi dan pembengkakan. Histamin juga menstimulasi
sel goblet mensekresi mukus yang lengket.

Leukotrien menyebabkan kontraksi yang berlebihan pada otot polos sehingga


terjadilah bronkokontriksi dan menyebabkan penderita sulit bernapas.

4
5
D. Patofisiologis

Menurut Kowalak Welsh Mayer, 2003 patofisiologi dari Asma adalah

a. Hipoksemia

Terjadi penyempitan saluran napas akibat dari obstruksi jalan napas yang
dikarenakan kombinasi spasme otot bronkus, penyumbatan oleh mukus,
oedema mukosa bronkus, dan inflamasi dinding bronkus sehingga tekanan
partial oksigen pada peredaran darah ikut menurun, dengan demikian
oksigen pada peredaran darah juga menurun.

b. Hipoventilasi

CO2 mengalami retensi pada alveoli, sehingga kadar CO2 dalam peredaran
darah meningkat yang memberikan rangsangan pada pusat pernapasan
sehingga terjadi hipoventilasi.

c. Asidosis Respiratorik

Pada saat inspirasi, lumen bronkus yang sempit masih dapat sedikit
mengembang sehingga udara dapat masuk kedalam alveoli. Pada saat
ekspirasi, peningkatan tekanan intratorakal menyebabkan penurunan lumen
bronkus. Sehingga tubuh tidak dapat mengeluarkan CO2 menurunkan PH
darah.

d. Hipoksia Anemik

Keadaan dimana hemoglobin tidak dapat mengikat atau membawa oksigen


yang cukup untuk metabolisme seluler , seperti terlalu banyak CO 2 dalam
tubuh, karena afinitas CO2 terhadap hemoglobin jauh lebih inggi daripada
afinitas O2 dengan hemoglobin. (Idries, Abdul, 1997)

6
1.1.5 Gambaran Makroskopis

(Sumber: Dahlan S, 2000)

2.2 Hipersekresi Bronkus

A. Definisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) hipersekresi bronkus adalah


sekresi lendir berlebihan pada daerah bronkus saluran napas.

Adanya hipersekresi bronkus dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya


gangguan pernapasan dikarenakan dapat menghambat perjalanan oksigen (O2)
dan karbondioksida (CO2). Contoh gangguan pernapasannya antara lain: Asma
dan bronkitis.

B. Etiologi

Hipersekresi Bronkus disebabkan oleh:

1) Asap rokok dan debu

7
Menurut Risna Annisa (2012), asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan
hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-
kelenjar yang mengsekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya,
fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan akibatnya
bronkus menjadi menyempit dan tersumbat.

Menurut Robbins dan Contran (2010), Tiap isapan rokok dapat menjadi
faktor penyebab hipersekresi bronkial. Rokok berpotensi merusak bulu-bulu
kecil di dalam alveolus yang disebut rambut silia. Rambut silia berfungsi
menyapu keluar debu, iritasi, dan mukosa atau lendir yang berlebihan.
Setelah beberapa lama, kandungan rokok bisa menyebabkan kerusakan
permanen pada silia dan lapisan dinding bronkus. Saat ini terjadi, kotoran
tidak bisa dikeluarkan dan dibuang dengan normal. Dahak dan kotoran yang
menumpuk di dalam paru-paru membuat sistem pernapasan menjadi lebih
rentan terserang infeksi.

2) Virus

Menurut Tabrani Rab, 2010, kuman Haemophilus influenza dan


Streptococcus neumonia menghasilkan mukus yang purulen sehingga
menyebabkan terjadinya hipersekresi pada bronkus.

3) Alergi

Menurut Frank E. Lucente (2011), anak-anak yag kurang dari 3 tahun belum
memiliki kadar IgE yang memadai untuk menimbulkan reaksi alergi. Namun,
bayi bahkan dapat menderita intolerensi makanan yang tidak diperantai IgE
(terutama terhadap protein tinggi).

Sebagian pada bayi sering terjadi hipersekresi bronkus sehingga


menyebabkan suara grok-grok pada saat tidur. Hal ini terjadi karena infeksi
ringan yang belum terdeteksi secara jelas. Namun, biasanya ini disebabkan
oleh makanan atau minuman yang dikonsumsinya seperti susu sapi atau susu
formula.

8
C. Patogenesis

Menurut Kowalk Welsh Mayer, 2011 Hipersekresi bronkus adalah salah satu
gejala dari asma yang biasa dikenal dengan nama hiperreaktivitas bronkus.
Keadaan ini terjadi akibat beberpa alergen yang masuk dalam tubuh sehingga
mempengaruhi Limfosit B menghasilkan IgE. IgE yang berikatan dengan
alergen akan menstimulasi sel mast mengeluarkan histamin H1 yang
mengakibatkan kontraksi otot polos pada bronkus, meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah sekitar saluran napas dan sekresi mukus yang berlebihan pada
bronkus yang disebut sebagai hipersekresi bronkus. Alergen yang masuk juga
memengaruhi sel globet memproduksi mukus berlebih sebagai respon tubuh
terhadap alergen.

Menurut Tabrani Rab, 2010 Hipersekresi bronkus dapat menyebabkan


penyempitan pada saluran bronkus, sehingga diameter bronkus ini menebal
lebih dari 30-40% dari tebalnya dinding bronkus yang normal. Sekresi dari sel
goblet bukan saja bertambah dalam jumlahnya akan tetapi juga lebih kental
sehingga menghasilkan substansi yang mukopurulen. Permukaan bronkus
senantiasa terinfeksi, oleh karena itu, mekanisme untuk membersihkan bronkus
melalui silia menjadi hilang dan sulit.

Alergen

Limfosit B menghasilkan IgE abnormal

IgE + Alergen

Menstimulasi Sel Mast

Histamin

Sekresi Mukus Bradikanin
(Pembengkakan otot polos)

9
D. Patofisiologi

1) Menurut Rogers (2001), pertukaran gas terganggu dan clearance


mukosaliar berkurang, mendorong kolonisasi bakteri dan eksaserbasi
penyakit hipersekresi mukus dapat menyebabkan morbiditas pada pasien ini.

2) Hipoksemia

Menurut W. Sudoyo (2006), tertutupnya saluran napas oleh mukus tidak


memungkinkan terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebab hipoksemia dan
kerja otot-otot pernapasan menjadi berat serta terjadinya peningkatan CO2.
Peningkatan CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus
menyebabkan retensi CO2.

Karena hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan peredaran darah


tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik yang mengakibatkan
memburuknya hiperkapnia.

3)Sel silia pada bronkus tidak peka

Dengan adanya hipersekresi bronkus menyebabkan sel-sel bersilia pada


bronkus tidak menjadi peka hal ini disebabkan karena tertutupi mukus yang
berlebihan sehingga sel-sel bersilia sulit untuk bergerak. Di samping dengan
banyaknya mukus, penyempitan bronkus juga menyebabkan sel-sel bersilia
semakin sulit untuk bergerak.

E. Gambaran Makroskopis

(Sumber:
http://penyakitbronkitis.com/)

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas pada saluran bronkhial yang
mempunyai ciri kontraksi spasme pada saluran napas terutama pada
percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus
seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik, psikologi.
Penyebab terjadinya asma dapat disebabkan dari dalam (intrinsik) dan luar
(ekstrinsik).

Hipersekresi bronkus adalah sekresi lendir berlebihan pada daerah bronkus


saluran napas. Hipersekresi ini merupakan tanda atau gejala dari penyakit yang
lebih parah pada saluran pernapasan seperti bronkitis dan asma.

11
DAFTAR PUSTAKA

Kowalak., 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

McPhee, J. Stephen., & Ganong, F. Wiliam., 2011. Jakarta: Buku Kedokteran


EGC

Price, A. Sylvia., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Jakarta: Buku Kedokteran

Dahlan S, 2000, Ilmu Kedokteran Forensik, Pedoman Bagi Dokter. Jawa Tengah:
Badan Penerdit Undip

Annisa, Risna. 2012. Histologi Hidung. Jakarta: Academia.edu

Robbins & Contran, 2010. Dasar Patologis Penyakit, Ed. 7. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru W. dkk, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

Tim Penyusun Pusat. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka

http://kamuskesehatan.com/arti/patogenesis/

Kowalak Welsh Mayer, 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC

Eddy Surjanto, Yusup & Natalie. 2016. Peran Stres Pada Serangan Asma. Solo:
Fakultas Kedokteran Univ Sebelas Maret.
(fk.uns.ac.id/index.php/penelitiandosen/detail/peran-stress-pada-serangana-
sma)

Isnaniyah, Eva & Khaisyar,. 2015. Faktor Risiko dan Faktor Pencetus yang
Mempengaruhi Kejadian Asma pada Anak di RSUP DR. M Djamil Padang.
Padang: Jurnal Kesehatan Andalas

Idries, Abdul, 1997, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa


Aksara

Yusi,Capriyanti, 2015, www.alodokter.com/komunitas/topic/sesak-napas-3/

Marintan Widi, 2016, m.vemale.com/topik/tanaman-obat/29103-mengapa-udara-


dingin-dan-lingkungan-lebab-picu-penyakit-asma.html

12

Anda mungkin juga menyukai