Anda di halaman 1dari 9

Cekungan Sumatra Selatan

Bayu Defitra, Hafiz Rahmat, Salsabilla Risalini

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik,


Universitas Islam Riau (UIR)
Jl. KaharuddinNasution No. 113, Marpoyan, Pekanbaru – Riau, 28284, Indonesia

Abstract
Kerangka tektonik regional Indonesia bagian barat terdiri dari paparan sunda yang stabil, jalur geosinklin yang terdiri dari busur dalam
vulkanic dan busur luar non vulkanic. Busur dalam vulkanis memanjang dari Sumatera bagian barat sampai Pulau Jawa bagian tengah. Busur
non vulkanic merupakan jalur pulau-pulau disebelah barat Sumatera hingga pegunungan samudera di selatan Pulau Jawa (Koesoemadinata &
Pulonggono, 1975). Cekungan Sumatera Selatan termasuk pada daerah Indonesia bagian barat, merupakan salah satu cekungan sedimen tersier
yang berada pada zona antara Paparan Sunda dan busur dalam vulkanik. Cekungan Sumatera Selatan dibatasi Daratan Sunda di sebelah timur
laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara, Pegunungan Bukit Barisan disebelah barat daya serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan
Tiga Puluh di sebelah barat laut. Cekungan Sumatra Selatan dibagi menjadi dua sub cekungan utama
Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng Indo-
Australia, yang bergerak ke arah utara hingga timurlaut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng meliputi
daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada di antara zone interaksi
tersebut turut bergerak dan menghasilkan zone konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng Indi-Australia tersebut
dapat mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera
menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang. Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari hasil penurunan (depression) yang
dikelilingi oleh tinggian-tinggian batuan Pratersier. Pengangkatan Pegunungan Barisan terjadi di akhir Kapur disertai terjadinya sesar-sesar
bongkah (block faulting). Selain Pegunungan

1. Pendahuluan laut. Cekungan Sumatra Selatan dibagi menjadi dua


Wilayah Nusantara dikenal mempunyai 62 sub cekungan utama, antara lain :
cekungan yang diisi oleh batuan sedimen berumur - Sub Cekungan Palembang
Tersier. Sekitar 40 % dari seluruh cekungan berada di - Sub Cekungan Jambi
daratan (onshore). Ke 62 cekungan tersebut tersebar
di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Nusa 2. Geologi Regional
Tenggara, Maluku dan Papua. Cekungan berumur Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu
Pratersier kebanyakan ditemukan di wilayah hasil kegiatan tektonik yang berkaitan erat dengan
Indonesia Bagian Timur, dan kebanyakan sulit ditarik penunjaman Lempeng Indo-Australia, yang bergerak
batasnya dengan cekungan berumur Tersier, karena ke arah utara hingga timurlaut terhadap Lempeng
umumnya ditindih (overlain) oleh cekungan berumur Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng
Tersier. meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan
selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-
Hampir semua cekungan batuan sedimen di plate) yang berada di antara zone interaksi tersebut
Indonesia sangat berpotensi mengandung sumber turut bergerak dan menghasilkan zone konvergensi
daya migas, batubara dan serpih minyak (oil shale). dalam berbagai bentuk dan arah. Penunjaman
Namun, batasan stratigrafi, sedimentologi, tektonik & lempeng Indi-Australia tersebut dapat mempengaruhi
struktur maupun dinamika cekungan semua formasi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di
pembawa potensi sumber daya belum terakomodasi Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di
dan tergambar dalam bentuk atlas. Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan,
magmatik, dan busur belakang.
Kerangka tektonik regional Indonesia bagian
barat terdiri dari paparan sunda yang stabil, jalur Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari hasil
geosinklin yang terdiri dari busur dalam vulkanic dan penurunan (depression) yang dikelilingi oleh tinggian-
busur luar non vulkanic. Busur dalam vulkanis tinggian batuan Pratersier. Pengangkatan Pegunungan
memanjang dari Sumatera bagian barat sampai Pulau Barisan terjadi di akhir Kapur disertai terjadinya
Jawa bagian tengah. Busur non vulkanic merupakan sesar-sesar bongkah (block faulting). Selain
jalur pulau-pulau disebelah barat Sumatera hingga Pegunungan
pegunungan samudera di selatan Pulau Jawa
(Koesoemadinata & Pulonggono, 1975). Cekungan Barisan sebagai pegunungan bongkah (block
Sumatera Selatan termasuk pada daerah Indonesia mountain) beberapa tinggian batuan tua yang masih
bagian barat, merupakan salah satu cekungan sedimen tersingkap di permukaan adalah di Pegunungan
tersier yang berada pada zona antara Paparan Sunda Tigapuluh, Pegunungan Duabelas, Pulau Lingga dan
dan busur dalam vulkanik. Pulau Bangka yang merupakan sisa-sisa tinggian
"Sunda Landmass", yang sekarang berupa Paparan
Sub Cekungan Jambi yang berada di sayap utara Sunda. Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami
Depresi Jambi. Cekungan Sumatera Selatan dibatasi tiga kali proses orogenesis, yaitu yang pertama adalah
Daratan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian pada Mesozoikum Tengah, kedua pada Kapur Akhir
Lampung di sebelah tenggara, Pegunungan Bukit sampai Tersier Awal dan yang ketiga pada Plio-
Barisan disebelah barat daya serta Pegunungan Dua Plistosen. Orogenesis Plio-Plistosen menghasilkan
Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat kondisi struktur geologi seperti terlihat pada saat ini.
Tektonik dan struktur geologi daerah Cekungan

1
Sumatera Selatan dapat dibedakan menjadi tiga Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat
kelompok, yaitu, Zone Sesar Semangko, zone laut-tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah
perlipatan yang berarah baratlaut-tenggara dan zona timur laut-barat daya dan barat laut- tenggara. Jenis
sesar-sesar yang berhubungan erat dengan perlipatan sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar
serta sesar-sesar Pratersier yang mengalami naik, sesar mendatar dan sesar normal. Kenampakan
peremajaa. struktur yang dominan adalah struktur yang berarah
barat laut-tenggara sebagai hasil orogenesa Plio-
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi
merupakan cekungan Tersier berarah barat laut – dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara-
tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit selatan dan barat laut-tenggara serta pola muda yang
Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda di berarah barat laut-tenggara yang sejajar dengan Pulau
sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah Sumatera.
tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan
Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan
Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang
memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan
Cekungan Sumatera Tengah.Posisi Cekungan
Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang
(Blake, 1989).

Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah


Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan
busur belakang berumur Tersier yang terbentuk
sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda
(sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan
lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini
meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah
barat daya dibatasi olehsingkapan Pra-Tersier Bukit
Barisan, di sebelah timur oleh PaparanSunda (Sunda
Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tiga
puluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian
Lampung.Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim,
1995), diperkirakantelah terjadi 3 episode orogenesa Gambar 1.Struktur Regional Cekungan Sumatera Selatan
yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan (Bishop, 2000.)
Sumatera Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah,
tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal dan Orogenesa Secara umum, Pulau Sumatra terdiri atas tiga buah
Plio – Plistosen. Episode pertama, endapan – endapan cekungan besar. Ketiga buah cekungan itu adalah
Paleozoik danMesozoik termetamorfosa, terlipat dan North Sumatra Basin, Central Sumatra Basin dan
terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi South Sumatra Basin. Wilayah penelitian berada di
oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar South Sumatra Basin atau Cekungan Sumatra Selatan.
struktur cekungan.
3. Letak Geografis Cekungan Sumatra Selatan
Menurut Pulunggono,1992 (dalam Wisnu dan Cekungan Sumatera Selatan (South Sumatra
Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar berarah Basin) yang merupakan cekungan tersier berarah
barat laut-tenggara yang berupa sesar – sesar baratlaut tenggara, Cekungan ini dipisahkan dari
geser.Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase Cekungan Sunda pada arah SE oleh Tinggian
ekstensi menghasilkan gerak – gerak tensional yang Lampung, dan dipisahkan dari Cekungan
membentuk grabendan horst dengan arah umum utara SumatraTengah oleh Tinggian Bukit Tiga Puluh
– selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa (Gambar 1).
Mesozoik dan hasil pelapukan batuan -batuan Pra –
Tersier, gerak gerak tensional ini membentuk struktur 4. Proses Terbentuknya Cekungan Sumatra Selatan
tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra – Cekungan Sumatera Selatan dan Cekungan
Talang Akar. Episode ketiga berupa fase kompresi Sumatera Tengah mempunyai sejarah pembentukan
pada Plio –Plistosen yang menyebabkan pola yang sama dimana kedua cekungan tersebut
pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan merupakan suatu cekungan back-arc basin.
dalam pembentukan struktur perlipatan dan sesar Perkembangan dan pembentukan cekungan Sumatra
sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Selatan dipengaruhi oleh tiga fasa tektonik utama :
Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Fasa Rifting, Fasa Sagging dan Fasa Kompresi.
Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar
mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Fasa Rifting ( Paleogene)
Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal Fasa ini dimulai dengan adanya subduksi miring
yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang Lempeng Samudra Hindia terhadap Lempeng Benua
mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan Asia (Sunda Land) pada masa Pre-Tersier (Jura Akhir-
dan Tengah sehingga sesar -sesar yang baru terbentuk Kapur Awal), dengan arah konvergensi N 30 W
di daerah ini mempunyai perkembangan hampir sebagai fasa kompresi. Gerak penujaman miring ini
sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan membentuk sesar geser Jura Akhir dan sesar geser
horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio-

2
Kapur Awal yang diduga berkembang sebagai Sesar Gambar 3.Elemen tektonik Regional Sumatera Selatan
Geser Musi dan Sesar Geser Lematang. (Pertamina, 2012.)

Fasa Sagging ( Oligocene Akhir – Miocene Akhir ) 5. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan
Fasa ini diduga terbentuk karena proses Pada dasarnya stratigrafi cekungan Sumatera
penyeimbangan-penyeimbangan isostatis yang Selatan terdiri dari satu siklus besar sedimentasi yang
menghasilkan depresi – depresi dangkal yang dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase
selanjutnya merubah cekungan Sumatera Selatan regresi pada akhir siklusnya. Awalnya siklus ini
menjadi bersifat “back arc”. Dari Oligosen Akhir dimulai dengan siklus non-marine, yaitu proses
sampai Miosen, di seluruh cekungan terjadi diendapkannya formasi Lahat pada oligosen awal dan
penurunan (subsidensi) yang meluas.Penurunan ini setelah itu diikuti oleh formasi Talang Akar yang
bergabung dengan perubahan “eustatic sea level” diendapkan diatasnya secara tidak selaras. Fase
mengubah fasies sedimentasi dari yang bersifat transgresi ini terus berlangsung hingga miosen awal,
darat/lacustrine menjadi laut dangkal (Formasi Upper dan berkembang formasi Batu Raja yang terdiri dari
Talang Akar/TRM, Batu Raja).Selanjutnya batuan karbonat yang diendapkan pada lingkungan
terendapkan Formasi Gumai dan Air Benakat pada back reef, fore reef dan intertidal. Sedangkan untuk
lingkungan laut yang lebih dalam (Gambar 2) fase transgresi maksimum diendapkan formasi Gumai
bagian bawah yang terdiri dari shale laut dalam secara
selaras diatas formasi Batu Raja. Fase regresi terjadi
pada saat diendapkannya formasi Gumai bagian atas
dan diikuti oleh pengendapan formasi Air Benakat
secara selaras yang didominasi oleh litologi batupasir
pada lingkungan pantai dan delta. Pada pliosen awal,
laut menjadi semakin dangkal karena terdapat dataran
delta dan non-marine yang terdiri dari perselingan
batupasir dan claystone dengan sisipan berupa
batubara. Pada saat pliosen awal ini menjadi waktu
pembentukan dari formasi Muara Enim yang
berlangsung sampai pliosen akhir yang terdapat
pengendapan batuan konglomerat, batu apung dan
lapisan batupasir tuffa.

Batuan dasar (pra tersier) terdiri dari batuan


Gambar 2.Stratigrafi Paleogene Sumatera Selatan
(Pertamina, 2012.)
kompleks paleozoikum dan batuan Mesozoikum,
batuan metamorf, batuan beku, dan batuan karbonat.
Fasa Kompresi (Plio – Pleistocene) Batuan dasar yang paling tua, terdeformasi paling
Pada akhir Miocene – Pliocene, cekungan lemah, dianggap bagian dari lempeng-mikro Malaka,
Sumatra Selatan mengalami peningkatan tektonik mendasari bagian utara dan timur cekungan. Lebih ke
sebagai akibat tumbukan konvergensi lempeng selatan lagi terdapat Lempeng-mikro Mergui yang
Samudra Hindia dengan lempeng “Sunda Land”. terdeformasi kuat, kemungkinan merupakan fragmen
Tektonik kompresi ini mengangkat Bukit Barisan dan kontinental yang lebih lemah. Lempeng-mikro
menjadi “source sedimen” baru di bagian barat Malaka dan Mergui dipisahkan oleh fragmen
cekungan.Fasa tektonik kompresi ini sangat penting di terdeformasi dari material yang berasal dari selatan
dalam industri perminyakan, karena struktur-struktur dan bertumbukan. Bebatuan granit, vulkanik, dan
yang terbentuk pada perioda ini banyak menghasilkan metamorf yang terdeformasi kuat (berumur Kapur
struktur-struktur cebakan minyak bumi.Cebakan- Akhir) mendasari bagian lainnya dari cekungan
cebakan yang terbentuk bukan hanya terbatas pada Sumatera Selatan. Morfologi batuan dasar ini
sedimen-sedimen berumur Miosen Tengah dan Akhir, dianggap mempengaruhi morfologi rift pada Eosen-
tetapi juga memperbesar cebakan-cebakan terdahulu Oligosen, lokasi dan luasnya gejala inversi/pensesaran
(Pre-Early Miocene).Elemen Tektonik Regional dapat mendatar pada Plio-Pleistosen, karbon dioksida lokal
dilihat pada Gambar 2.3 yang tinggi yang mengandung hidrokarbon gas, serta
rekahan-rekahan yang terbentuk di batuan dasar
(Ginger & Fielding, 2005).

Formasi Lahat diperkirakan berumur oligosen


awal (Sardjito dkk, 1991). Formasi ini merupakan
batuan sedimen pertama yang diendapkan pada
cekungan Sumatera Selatan. Pembentukannya hanya
terdapat pada bagian terdalam dari cekungan dan
diendapkan secara tidak selaras. Pengendapannya
terdapat dalam lingkungan darat/aluvial-fluvial
sampai dengan lacustrine. Fasies batupasir terdapat
di bagian bawah, terdiri dari batupasir kasar, kerikilan,
dan konglomerat. Sedangkan fasies shale terletak di
bagian atas (Benakat Shale) terdiri dari batu serpih
sisipan batupasir halus, lanau, dan tufa. Sehingga
shale yang berasal dari lingkungan lacustrine ini

3
merupakan dapat menjadi batuan induk. Pada bagian
tepi graben ketebalannya sangat tipis dan bahkan tidak
ada, sedangkan pada bagian tinggian intra-graben sub
cekungan selatan dan tengah Palembang ketebalannya
mencapai 1000 m (Ginger & Fielding, 2005).

Formasi Talang Akar diperkirakan berumur


oligosen akhir sampai miosen awal. Formasi ini
terbentuk secara tidak selaras dan kemungkinan
paraconformable di atas Formasi Lahat dan selaras di
bawah Formasi Gumai atau anggota Basal
Telisa/formasi Batu Raja. Formasi Talang Akar pada
cekungan Sumatera Selatan terdiri dari batulanau,
batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada
lingkungan laut dangkal hingga transisi. Bagian
bawah formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih Gambar 4. Pete distribusi facies formasi Batu Raja (Bishop,
dan sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya 2001).
berupa perselingan antara batupasir dan serpih.
Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar antara 460 – Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas
610 m di dalam beberapa area cekungan. Variasi formasi Batu Raja pada kala oligosen sampai dengan
lingkungan pengendapan formasi ini merupakan tengah miosen. Formasi ini tersusun oleh fosilliferous
fluvial-deltaic yang berupa braidded stream dan point marine shale dan lapisan batugamping yang
bar di sepanjang paparan (shelf) berangsur berubah mengandung glauconitic (Bishop, 2001). Bagian
menjadi lingkungan pengendapan delta front, bawah formasi ini terdiri dari serpih yang
marginal marine, dan prodelta yang mengindikasikan mengandung calcareous shale dengan sisipan
perubahan lingkungan pengendapan ke arah cekungan batugamping, napal dan batulanau. Sedangkan di
(basinward). Sumber sedimen batupasir Talang Akar bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir
Bawah ini berasal dari dua tinggian pada kala oligosen dan shale. Ketebalan formasi Gumai ini diperkirakan
akhir, yaitu di sebelah timur (Wilayah Sunda) dan 2700 m di tengah-tengah cekungan. Sedangkan pada
sebelah barat (deretan Pegunungan Barisan dan batas cekungan dan pada saat melewati tinggian
daerah tinggian dekat Bukit Barisan). ketebalannya cenderung tipis.

Formasi Batu Raja diendapkan secara selaras di Formasi Air Benakat diendapkan selama fase
atas formasi Talang Akar pada kala miosen awal. regresi dan akhir dari pengendapan formasi Gumai
Formasi ini tersebar luas terdiri dari karbonat pada kala tengah miosen (Bishop, 2001).
platforms dengan ketebalan 20-75 m dan tambahan Pengendapan pada fase regresi ini terjadi pada
berupa karbonat build-up dan reef dengan ketebalan lingkungan neritik hingga shallow marine, yang
60-120 m. Didalam batuan karbonatnya terdapat shale berubah menjadi lingkungan delta plain dan coastal
dan calcareous shale yang diendapkan pada laut dalam swamp pada akhir dari siklus regresi pertama. Formasi
dan berkembang di daerah platform dan tinggian ini terdiri dari batulempung putih kelabu dengan
(Bishop, 2001). Produksi karbonat berjalan dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam
baik pada masa sekarang dan menghasilkan kebiruan, glaukonitan setempat mengandung lignit
pengendapan dari batugamping. Keduanya berada dan di bagian atas mengandung tufaan sedangkan
pada platforms di pinggiran dari cekungan dan reef bagian tengah kaya akan fosil foraminifera. Ketebalan
yang berada pada tinggian intra-basinal. Karbonat formasi ini diperkirakan antara 1000-1500 m.
dengan kualitas reservoir terbaik umumnya berada di
selatan cekungan, akan tetapi lebih jarang pada bagian Formasi Muara Enim, Formasi ini diendapkan
utara sub-cekungan Jambi (Ginger dan Fielding, pada kala akhir miosen sampai pliosen dan merupakan
2005). Beberapa distribusi facies batugamping yang siklus regresi kedua sebagai pengendapan laut
terdapat dalam formasi Batu Raja diantaranya adalah dangkal sampai continental sands, delta dan batu
mudstone, wackestone, dan packstone. Bagian bawah lempung. Siklus regresi kedua dapat dibedakan dari
terdiri dari batugamping kristalin yang didominasi pengendapan siklus pertama (formasi Air Benakat)
oleh semen kalsit dan terdiri dari wackstone dengan ketidakhadirannya batupasir glaukonit dan
bioklastik, sedikit plentic foram, dan di beberapa akumulasi lapisan batubara yang tebal. Pengendapan
tempat terdapat vein. awal terjadi di sepanjang lingkungan rawa-rawa
dataran pantai, sebagian di bagian selatan cekungan
Sumatra Selatan, menghasilkan deposit batubara yang
luas. Pengendapan berlanjut pada lingkungan delta
plain dengan perkembangan secara lokal sekuen
serpih dan batupasir yang tebal. Siklus regresi kedua
terjadi selama kala Miosen akhir dan diakhiri dengan
tanda-tanda awal tektonik Plio-Pleistosen yang
menghasilkan penutupan cekungan dan onset
pengendapan lingkungan non marine Batupasir pada
formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris
volkanik. Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa
konkresi-konkresi dan silisified wood. Sedangkan

4
batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya
berupa lignit. Ketebalan formasi ini tipis pada bagian
utara dan maksimum berada di sebelah selatan dengan
ketebalan 750 m (Bishop, 2001).

Formasi Kasai, Formasi ini diendapkan pada kala


pliosen sampai dengan pleistosen. Pengendapannya
merupakan hasil dari erosi dari pengangkatan Bukit
Barisan dan pegunungan Tigapuluh, serta akibat
adanya pengangkatan pelipatan yang terjadi di
cekungan. Pengendapan dimulai setelah tanda-tanda
awal dari pengangkatan terakhir Pegunungan Barisan
yang dimulai pada miosen akhir. Kontak formasi ini
dengan formasi Muara Enim ditandai dengan
kemunculan pertama dari batupasir tufaan.
Gambar 6.Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan
Karakteristik utama dari endapan siklus regresi ketiga
ini adalah adanya kenampakan produk volkanik.
Endapannya kemudian ditutupi oleh batupasir
Formasi Kasai tersusun oleh batupasir kontinental dan
channel dengan sisipan batulanau dan serpih
lempung serta material piroklastik. Formasi ini
berkarbon terkadang mengandung cangkang moluska
mengakhiri siklus susut laut. Pada bagian bawah
dan sisipan batubara dan unit tufaan yang
terdiri atas tuffaceous sandstone dengan beberapa
diidentifikasi sebagai Formasi Talang Akar yang
selingan lapisan-lapisan tuffaceous claystone dan
diendapkan pada lingkungan fluvial, lakustrin, laguna
batupasir yang lepas, pada bagian teratas terdapat
dan laut dangkal.
lapisan tuff, batu apung yang mengandung sisa
Setelah pembentukan Formasi Talang Akar
tumbuhan dan kayu berstruktur sedimen silang siur.
sedimentasi dilanjutkan dengan fase thermal
Lignit terdapat sebagai lensa-lensa dalam batupasir
subsidence yang mengendapkan batuan sedimen halus
dan batulempung yang terdapat tuff.
di hampir semua area cekungan juga terbentuknya
batugamping pada blok tinggian. Fase ini berlanjut
hingga pengendapan Formasi Gumai dan Formasi
Baturaja.

7. Cadangan Ekonomis Cekungan Sumatra Selatan


1. Petroleum System Cekungan Sumatera
Selatan
Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan
yang produktif sebagai penghasil minyak dan gas. Hal
itu dibuktikan dengan banyaknya rembesan minyak
dan gas yang dihubungkan oleh adanya antiklin. Letak
rembesan iniberada di kaki bukit Gumai dan
pegunungan Barisan. Sehingga dengan adanya
peristiwa rembesan tersebut, dapat digunakan sebagai
indikasi awal untuk eksplorasi adanya hidrokarbon
yang berada di bawah permukaan berdasarkan
petroleum system.

a. Batuan Induk (Source Rock)


Hidrokarbon pada cekungan Sumatera Selatan
diperoleh dari batuan induk lacustrine formasi Lahat
Gambar 5. Kolom Stratigrafi sub-cekungan Palembang Selatan
dan batuan induk terrestrial coal dan coaly shale pada
(Modifikasi dari Sardjito dkk, 1991). formasi Talang Akar. Batuan induk lacustrine
diendapkan pada kompleks half-graben, sedangkan
6. Proses Sedimentasi Cekungan Sumatra Selatan terrestrial coal dan coaly shale secara luas pada batas
Periode sedimentasi paling tua di Cekungan half-graben. Selain itu pada batu gamping formasi
Sumatera Selatan teridentifkasi dari lubang bor dan Batu Raja dan shale dari formasi Gumai
seismik yang mewakili sedimen darat dari Formasi memungkinkan juga untuk dapat menghasilkan
Lahat dan Formasi Lemat yang terdiri dari batuan hirdrokarbon pada area lokalnya (Bishop, 2001).
volkanik, breksi dan ‘granite wash’ hasil dari erosi Gradien temperatur di cekungan Sumatera Selatan
blok batuan dasar yang terangkat ke permukaan yang berkisar 49° C/Km. Gradien ini lebih kecil jika
diendapkan secara tidak selaras diatas batuan dasar. dibandingkan dengan cekungan Sumatera Tengah,
Sedimen-sedimen ini juga berupa konglomerat yang sehingga minyak akan cenderung berada pada tempat
terbentuk dari fragmen-fragmen kelompok Tapanuli, yang dalam. Formasi Batu Raja dan formasi Gumai
Kuantan dan Woyla yang bermur Pra-Tersier, berada dalam keadaan matang hingga awal matang
semakin ke bagian tengah cekungannya endapannya pada generasi gas termal di beberapa bagian yang
berubah menjadi perlapisan batupasir dan batulanau dalam dari cekungan, oleh karena itu dimungkinkan
dengan sisipan tipis batubara (De Coster, 1974). untuk menghasilkan gas pada petroleum system
(Bishop, 2001).

5
Migrasi vertikal dapat terjadi melalui rekahan-rekahan
b. Reservoar dan daerah sesar turun mayor. Terdapatnya resapan
Dalam cekungan Sumatera Selatan, beberapa hidrokarbon di dalam Formasi Muara Enim dan Air
formasi dapat menjadi reservoir yang efektif untuk Benakat adalah sebagai bukti yang mengindikasikan
menyimpan hidrokarbon, antara lain adalah pada adanya migrasi vertikal melalui daerah sesar kala
basement, formasi Lahat, formasi Talang Akar, Pliosen sampai Pliestosen.
formasi Batu Raja, dan formasi Gumai. Sedangkan
untuk sub cekungan Palembang Selatan produksi f. Prinsip Metode Seismik
hidrokarbon terbesar berasal dari formasi Talang Akar Metode seismik merupakan metode yang banyak
dan formasi Batu Raja. Basement yang berpotensi dipakai dalam menentukan lokasi minyak bumi.
sebagai reservoir terletak pada daerah uplifted dan Dengan metode ini, orang memperoleh informasi -
paleohigh yang didalamnya mengalami rekahan dan informasi tentang struktur lapisan ddi bawah
pelapukan. Batuan pada basement ini terdiri dari permukaan tanah. Prinsip metode seismik yaitu pada
granit dan kuarsit yang memiliki porositas efektif tempat atau tanah yang akan diteliti dipasang
sebesar 7 %. Untuk formasi Talang Akar secara umum geophone yang berfungsi sebagai penerima getaran.
terdiri dari quarzone sandstone, siltstone, dan Sumber getar antara lain bisa ditimbulkan oleh
pengendapan shale. Sehingga pada sandstone sangat ledakan dinamit atau suatu pemberat yang dijatuhkan
baik untuk menjadi reservoir. Porositas yang dimiliki ke tanah (Weight Drop). Gelombang yang dihasilkan
pada formasi talang Akar berkisar antara 15-30 % dan menyebar ke segala arah. Ada yang menjalar di udara,
permeabilitasnya sebesar 5 Darcy. Formasi Talang merambat di permukaan tanah, dipantulkan lapisan
Akar diperkirakan mengandung 75% produksi minyak tanah dan sebagian juga ada yang dibiaskan,
dari seluruh cekungan Sumatera Selatan (Bishop, kemudian diteruskan ke geophone – geophone yang
2001). Pada reservoir karbonat formasi Batu Raja, terpasang dipermukaan.
pada bagian atas merupakan zona yang porous
dibandingkan dengan bagian dasarnya yang relatif
ketat (tight). Porositas yang terdapat pada formasi
Batu Raja berkisar antara 10-30 % dan
permeabilitasnya sekitar 1 Darcy.

c. Batuan Penutup (Seal)


Batuan penutup cekungan Sumatra Selatan secara
umum berupa lapisan shale cukup tebal yang berada
di atas reservoir formasi Talang Akar dan Gumai itu
sendiri (intraformational seal rock). Seal pada Gambar 7. Sketsa survey seismik (Landmark,1995)
reservoir batu gamping formasi Batu Raja juga berupa
lapisan shale yang berasal dari formasi Gumai. Pada 2. Contoh bahan galian lainnya pada kabupaten
reservoir batupasir formasi Air Benakat dan Muara Lahat Sumatra Selatan
Enim, shale yang bersifat intraformational juga
menjadi seal rock yang baik untuk menjebak a. Kabupaten Lahat
hidrokarbon. Batugamping
Batugamping dan marmer terdapat di daerah
d. Trap Kabupaten Lahat sampai saat ini belum dimanfaatkan
Jebakan hidrokarbon utama diakibatkan oleh baik sebagai bahan baku dalam industri maupun
adanya antiklin dari arah baratlaut ke tenggara dan sabagai bahan bangunan, walaupun sumber daya
menjadi jebakan yang pertama dieksplorasi. Antiklin cukup besar, Dari hasil analisa kimia terhadap conto
ini dibentuk akibat adanya kompresi yang dimulai saat Lh/Ma 01 dan Lh/Ls 01 diketahui kandungan CaO nya
awal miosen dan berkisar pada 2-3 juta tahun yang 54,44 % dan 53,77 % sedangkan kandungan SiO2,
lalu (Bishop, 2001). Selain itu jebakan hidrokarbon Al2O3, Fe2O3,, dan lainnya rata-rata di bawah 1 %,
pada cekungan Sumatra Selatan juga diakibatkan sehingga batugamping yang terdapat di daerah ini
karena struktur. Tipe jebakan struktur pada cekungan mutunya cukup baik sebagai bahan baku dalam
Sumatra Selatan secara umum dikontrol oleh struktur- industri semen, Dari hasil analisa poles terhadap conto
struktur tua dan struktur lebih muda. Jebakan struktur Lh/Ma 01 yang berwarna kehijauan, terlihat hasil
tua ini berkombinasi dengan sesar naik sistem wrench polesnya mempunyai kilat yang baik dan halus dan
fault yang lebih muda. Jebakan sturktur tua juga tidak terlihat adanya retakan sehingga batugamping
berupa sesar normal regional yang menjebak marmaran ini cukup baik dijadikan marmer.
hidrokarbon. Sedangkan jebakan struktur yang lebih
muda terbentuk bersamaan dengan pengangkatan Andesit
akhir Pegunungan Barisan (pliosen sampai Andesit, yang terdapat di daerah Kabupaten Lahat
pleistosen). ini sumber dayanya diperkirakan cukup besar
terutama yang terdapat di daerah komplek Bukit
e. Migrasi Serelo, Kecamatan Merapi,
Migrasi hidrokarbon ini terjadi secara horisontal Hasil analisa petrografi terhadap conto batuan dari
dan vertikal dari source rock serpih dan batubara pada Komplek Bukit Serelo, diketahui batuan ini jenis
formasi Lahat dan Talang Akar. Migrasi horisontal andesit dengan komposisi Plagioglas 68 %,
terjadi di sepanjang kemiringan slope, yang membawa Hornblende 13 %, piroksen 10 %, karbonat 5 % dan
hidrokarbon dari source rock dalam kepada batuan lempung 2 %, berdasarkan dari pengamatan secara
reservoir dari formasi Lahat dan Talang Akar sendiri.

6
megaskopis diperkirakan andesit di sini cukup baik maupun perorangan ataupun kelompok, untuk
sebagai bahan bangunan (agregat beton). memenuhi kebutuhan daerah sekitarnya sebagai bahan
bangunan, baik dalam pembangunan sarana jalan
Granit dan Granodiorit maupun pembangunan pemukiman.
Granit Desa Tanjung Sakti, Kecamatan Tanjung
Sakti ini, termasuk jenis granit aplit dengan komposisi Bentonit
Kuarsa 34 %, Plagioklas, 30 %, ortoklas 30 %, Endapan bentonit di daerah Kabupaten Lahat ini
hornblende 2 %, opak (trace), zircon 1 %, sphene 1 % pada umumnya merupakan bagian dari lapisan
dan lempung-serisit 2 %, dari hasil poles terlihat ataupun sisipan dalam Formasi Muaraenim, Formasi
kilapnya cukup baik dan permukaan halus, namun Kasai dan Formasi Gumai (Cekungan Palembang).
terlihat banyak bidang retakan dan mudah pecah. Umumnya endapan bentonit tersingkap secara
Dilihat dari hasil poles tersebut granit di daerah ini setempat-setempat pada tebing jalan, sungai, dan
kurang baik digunakan sebagai batu ornamen. (batu bekas galian sumur air.Endapan bentonit yang
hias) terdapat di daerah ini belum diusahakan/ditambang.
Hasil analisa kimia dan bleaching power terhadap
Granodiorit terdapat di daerah Pagarjati, conto bentonit di daerah ini dengan nomor conto
Kecamatan Kikim Selatan, Berdasarkan hasil analisa Lh/Btn 01, diketahui komposisinya SiO2 54 %, Al2O3
petrografi terhadap conto batuannya, diketahui batuan 26,37 %, Fe2O3 2,36 %, CaO 1,33 %, MgO 1,69 %,
ini adalah jenis kuarsit dengan kandungan kuarsa 94 Na2O 0,12 %, K2O 0,63 %, dan lainnya di bawah 1 %,
%, serisit 5 %, opak/oksida besi 1 %. Komiditi kuarsit hasil analisa bleaching power terhadap conto bentonit
banyak digunakan sebagai tungku tahan api dari daerah Kabupaten Lahat, sebelum aktivasi
bertemperatur tinggi dalam peleburan besi baja. berkisar antara 52 - 78 % dan sesudah aktivasi berkisar
antara 82 – 86 %
Melihat dari hasil analisa tersebut di atas, maka
bentonit daerah Kabupaten Lahat dapat digunakan
Tras sebagai bahan pembersih dalam industri minyak.
Endapan tras di daerah kabupaten Lahat tersebar
luas di daerah Kecamatan Dempo Selatan dan Toseki
Kecamatan Tebing Tinggi. Secara megaskopis Endapan yang diduga toseki yang terdapat di
mutunya diperkirakan cukup baik sebagai bahan daerah Desa Pagerjati Kecamatan Kikim Selatan. Dari
bangunan (pasir aduk, pasir timbun, dan batako). Dari hasil analisa X-RD, diketahui batuan ini mengandung
hasil analisa kimia terhadap conto dari daerah ini, kaolinit, alpha quatz (kuarsa) dan pyrophillite, dari
diketahui komposisi SiO2 67,60 dan 64,30, Al2O3 hasil analisa bakar sifat keramik, terlihat berwarna
13,99 dan 20,43, Fe2O3 2,11 % dan 3,64 %, CaO 1,86 krem, sedangkan dari hasil analisa kimia kandungan
% dan 1,81 %, MgO 0,40 % dan 0,29 %, Na2O 2,05 SiO2 cukup tinggi yaitu 78,23 %, Al2O3 12,28 %,
% dan 0,66 %, K2O 3,58 % dan 0,11 % dan lainnya di Fe2O3 1,29 %, Cao 1,24 %, K2O 1,00 % dan MgO,
bawah 1 %. Sedangkan untuk penggunaan sebagai Na2O, dan lainnya di bawah 1 %, batuan ini dapat
bahan baku semen poszolan dan portlan pozolan dipakai sebagai bahan baku bodi keramik dengan
semen (PPC) perlu dilakukan analisa fisik dan nilai beberapa imbuhan sebagai pengoreksi.
aktivitinya.
Batubara
Lempung Batubara yang terdapat di daerah Kabupaten
Endapan lempung terdapat hampir di semua Lahat ini secara umum berkualitas rendah, hanya di
wilayah dalam Kabupaten Lahat, Endapan lempung beberapa tempat di daerah Kabupaten Lahat yang
(tanah liat) yang terdapatnya tidak jauh dari jalan raya berkualitas tinggi seperti yang terdapat di daerah
sebagian telah dimanfaatkan oleh penduduk setempat Bukit Kendi, Kecamatan Merapi dan Bukit Bunian,
sebagai bahan baku pembuatan batu bata dan genting Kecamatan Pulau Pinang. Sampai saat ini batubara
(gerabah kasar) seperti yang terdapat di daerah yang terdapat di daerah Kabupaten Lahat ini belum
Kecamatan Merapi, Kabupaten Lahat, Dari hasil diusahakan/tambang.
analisa sifat-sifat keramik, terhadap beberapa conto
lempung dari daerah ini, dapat diketahui mutunya b. Kabupaten Musi Rawas
cukup baik sebagai bahan body keramik halus seperti Bahan galian unggulan di daerah Kabupaten Musi
keramik hias dengan penambahan felspar dan pasir Rawas diantaranya adalah bentonit, lempung, andesit,
untuk mengurangi sifat permukaan kasar dan daya zeolit, pasir kuarsa, dan granodiorit.
susut. Dari hasil analisa kimia, diketahui kandungan
SiO2 berkisar antara 64,05 % - 68,90 %, , Al2O3 16,18 Bentonit
% - 116,49 %, Fe2O3 2,77 % - 3,72 %, CaO di bawah Endapan bentonit yang terdapat di daerah Desa
2 % ,MgO dibawah 1%, Na2O di bawah 1 %, Trawas, Kecamatan BKL Ulu Trawas, di daerah Desa
K2O 0.08 % - 1,38 %,. Bila dilihat dari nilai Kebur, kecamatan Muara Beliti, dan Desa Lubuktuo,
kandungan SiO2 yang cukup tinggi dan kadar Fe2O3 Kecamatan Muara Kelingi, Hasil analisa kimia
yang kecil, lempung tersebut jaga dapat dipakai terhadap conto bentonit di daerah ini dengan nomor
sebagai bahan baku dalam industri semen. conto Mr/Btn 01, diketahui komposisinya SiO2 54 %,
Al2O3 26,37 %, Fe2O3 2,36 %, CaO 1,33 %, MgO 1,69
Sirtu %, Na2O 0,12 %, K2O 0,63 %, dan lainnya di bawah
Sirtu (pasir dan batu) banyak terdapat pada 1 %, analisa X-RD, diketahui mengandung mineral
beberapa aliran sungai dan anak sungai di daerah ini halaysite, montmorillonite dan alpha Quartz, dan
sebagian telah dimanfaatkan baik oleh perusahaan berdasarkan hasil analisa bleaching power terhadap

7
conto Mr/Btn 02 dan Mr/Btn 03, diketahui daya petrografi diketahui batuan ini Breksi Tuf, oleh
bleachingnya sebelum diaktifka sebesar 84 dan penduduk di daerah Desa Trawas breksi tuf ini
setelah diaktifka naik menjadi 85 dan 86 %. Dari hasil dimanfaatkan sebagai bahan pondasi dan pengeras
tersebut dapat disimpulkan bahwa bentonit ini juga jalan. Dari pengamatan secara megaskopis batuan ini
dapat digunakan sebagai pembersih dalam industri kurang baik sebagai bahan bangunan karena
minyak. batuannya mudah pecah dan rapuh.

Lempung Pasir Kuarsa


Endapan lempung di daerah Kabupaten Musi Pasir Kuarsa ditemukan di Desa Lubuk Mudo,
Rawas hapir terdapat di semua daerah baik berupa Kecamatan Muara Kelingi, dan di daerah Desa Lubuk
lempung sedimen maupun lempung residu, sebagian Tuo, Kecamatan Muara Klingi, Dari hasil analisa
kecil telah dimanfaatkan oleh penduduk setempat kimia, dan analisa butir terhadap kedua conto batuan
sebagai bahan baku dalam pembuatan batubata dan tersebut di ketahui kadungan silika rendah yaitu 62 %
genteng. - 70 %.

Dari hasil analisa sifat keramik yang dilakukan Di Batubara


Balai Besar Keramik Bandung terhadap conto dari Sumberdaya batubara yang terdapat di daerah
Desa Muara Rupit, Kecamatan Muara Rupit, Kecamatan Rawas Ilir dan Muara
diketahui hasil bakar berwarna pink kecoklatan, suara Lakitan Kabupaten Musi Rawas dengan nilai kalori
nyaring, permukaan halus, di simpulkan lempung ini berkisar antara 5000 – 6000 Kkal/kg. Sampai saat ini
dapat di gunakan sebagai bahan keramik halus seperti belum dimanfaatkan.
untuk pembuatan keramik hias. Berdasarkan hasil
analiasa kimia terhadap conto Mr/Cly 03, Mr/Cly 04 Logam
dan Mr/Cly 05 diketahui nilai SiO2 antara 46,20 % - Endapan besi yang terdapat di daerah Bukit Raya,
62,80 %, Al2O3 20,01 % - 30,63 %, Fe2O3 $,28 % - 5, Kecamatan Rawas Ilir ini, diketahui, kandungan Fe
46 %, CaO 1,28 % - 1,62 % dan lainnya dibawah 1 %, sebesar 70,74 %, dan.endapan seng yang terdapat di
dari nilai-nilai unsur yang terdapat dari lempung ini daerah Sungai Tuboh, Kecamatan Rawas Ilir ini
selain dapat dipakai sebagai bahan baku body berdasarkan hasil penyelidikan terdahulu diketahui
keramik, juga dapat digunakan sebagai bahan baku kadar Zn sebesar 0,0009 %, Cu = 1,25 % dan Pb =
dalam industri semen. 1,45 %.sampai saat ini belum diusahakan/tambang.

Andesit & Basal


Andesit di daerah Kabupaten Musi Rawas 8. Kesimpulan
terdapat di Desa Sukadana Kampung Bukit Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu
Kemuning, Kecamatan BKL Ulu Trawas, Desa hasil kegiatan tektonik yang berkaitan erat dengan
Durian Rampak, Kecamatan Linggau Utara dan Desa penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak
Sukaraya, kecamatan BKL Ulu trawas. Berdasarkan ke arah utara hingga timurlaut terhadap Lempeng
hasil analisa petrografi terhadap conto batuan dari Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng
daerah ini, diketahui batuan jenis andesit. Dari meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan
pengamatan secara megaskopis terhadap endapan selatan Pulau Jawa.
andesit di lapangan diperkirakan cukup baik
digunakan sebagai bahan bangunan untuk pondasi dan Terjadi 3 episode orogenesa yang membentuk
agregat beton. kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan
yaitu :
Zeolit 1. orogenesa Mesozoik Tengah,
Endapan zeolit terdapat di Desa Suro, Kecamatan 2. tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal
Muara Beliti dan desa Muara Beliti, Kecamatan 3. dan Orogenesa Plio – Plistosen.
Muara Beliti, berdasarkan hasil analisa X-RD yang
dilakukan oleh Balai Besar Keramik Bandung Cekungan Sumatera Selatan memliki urutan
diketahui mengandung montmorillonit, felspar, stratigrafi dari tertua hingga yang muda ialah Batuan
halloysit dan kristobalit, dari hasil analisa petrografi, Dasar, Formasi Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi
diketahui batuan ini terdiri dari gelas 90 % kuarsa- Batu Raja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat,
felspar 10 % , dan nama batuannya adalah tuf vitrik. Formasi Muara Enim, Formasi Kasai.

Tras Hidrokarbon pada cekungan Sumatera Selatan


Endapan tras di daerah Rantau Serih, Desa Kebur, diperoleh dari batuan induk lacustrine formasi Lahat
Kecamatan Muara Beliti, diperkirakan endapannya dan batuan induk terrestrial coal dan coaly shale pada
merupakan lanjutan endapan tras yang terdapat di formasi Talang Akar. Batuan induk lacustrine
daerah Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Lahat. diendapkan pada kompleks half-graben, sedangkan
terrestrial coal dan coaly shale secara luas pada batas
Dari pengamatan secara megaskopis diperkirakan half-graben.
tras ini cukup baik sebagai bahan baku dalam
pembuatan batako dan pasir timbun. Dalam cekungan Sumatera Selatan, beberapa
formasi dapat menjadi reservoir yang efektif untuk
Batu Belah menyimpan hidrokarbon, antara lain adalah pada
Endapan batu belah yang terdapat di Desa Trawas, basement, formasi Lahat, formasi Talang Akar,
Kecamatan BKL Ulu Trawas, dari hasil analisa formasi Batu Raja, dan formasi Gumai. Sedangkan

8
untuk sub cekungan Palembang Selatan produksi Gafoer S., Cobrie T., Purnomo J., 1986 Peta Geologi Lambar Lahat,
Sumatera Selatan. P3G
hidrokarbon terbesar berasal dari formasi Talang Akar
dan formasi Batu Raja. Sukmawan, dkk., 1996 Laporan Inventarisasi Bahan Galian Industri
dan Batuan Di Daerah Kabupaten Lahat, Propinsi Sumatera Selatan.
Metode seismik merupakan metode yang banyak Direktorat Jendral Geologi dan Sumberdaya Mineral.
dipakai dalam menentukan lokasi minyak bumi. Naibaho, T, 2000, Penyelidikan Pendahuluan Bahan Galian
Dengan metode ini, orang memperoleh informasi - Mineral/Industri Di Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera
informasi tentang struktur lapisan di bawah Selatan. Kanwil Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
Propinsi Sumatera Selatan Proyek Pengembangan Pertambangan dan
permukaan tanah. Energi Sumatera Selatan
Zulfikar, dkk. 1990, Laporan Sementara Penyelidikan Geologi
9. Daftar Pustaka Pendahuluan Terhadap Batumulia dan Bahan Galian industri Di
Gafoer S., Amin T.C., Pardede R., 1992, Peta Geologi Lembar Daerah Kabupaten Muara Enim dan Lahat Propinsi Sumatera
Bengkulu, Sumatera. P3G Selatan., Direktorat Sumberdaya Mineral.

Anda mungkin juga menyukai