Anda di halaman 1dari 6

PENUGASAN MANDIRI BLOK 16

ATONIA UTERI

Oleh :

Abdurrahman Thalib
H1A016002

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


NUSA TENGGARA BARAT
2019
Penegakan Diagnosis Atonia Uteri

Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan lebih dari atau sama dengan 500ml setelah bayi lahir,
atau berpotensi mempengaruhi hemodinamik ibu (Kemenkes RI,2013).

Dalam asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal tahun 2016, terdapat beberapa gejala
terjadinya atonia uteri :

 Uterus tidak berkontraksi atau lembek


Merupakan tanda khas atonia yang membedakan dengan perdarahan pasca persalinan lain.
 Perdarahan terjadi segera setelah anak lahir
Pada kasus atonia perdarahan terjadi sangat banyak dan tidak merembes, seringkali darah
keluar dalam bentuk gumpalan.
 Tanda dan gejala syok
Diantaranya nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, pucat, kulit dingin, nafas cepat,
penurunan kesadaran, dan urin sedikit.

Faktor Risiko Atenia Uteri

Berikut ini merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan :

 Kelainan implantasi dan pembentukan plasenta


 Trauma saat kehamilan dan persalinan
 Volume darah ibu yang minimal, terutama ibu dengan berat badan kurang, preeklamsia
berat/eklamsia sepsis, sepsis atau gagal ginjal
 Gangguan koagulasi (Kemenkes RI,2013).

Atonia uteri dapat disebabkan juga oleh :


 Uterus overdistensi (makrosomia, kehamilan kembar, hidroamnion atau bekuan darah)
 Induksi persalinan
 Penggunaan agen anestetik (agen halogen atau anastesia dengan hipotensi)
 Persalinan lama
 Korioamnionitis
 Persalinan terlalu cepat
 Riwayat atonia uteri sebelumnya (Kemenkes RI,2013).
Pencegahan Atonia Uteri

Dalam mencegah komplikasi ini perlu dilakukan manajemen aktif kala III (Edhi, 2103), diantaranya :

 Beritahu ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin untuk membantu uterus kontraksi
 1 menit setelah bayi lahir, suntik oksitoksin 10 unit IM di sepertiga paha atas distal lateral
 Dengan klem, 2 menit setelah lahir jepit tali pusat 3 cm dari umbilicus
 Potong dan ikat tali pusat
 Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi dengan posisi
terngkurap di dada ibu
 Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering
 Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10cm dari vulva
 Lahirkan plasenta, dengan letakkan satu tangan di atas perut ibu dan regangkan tali pusat
dengan klem kemudian tegangkan tali pusat hingga plasenta terlepas (Kemenkes RI,2013).

Algoritma Atonia Uteri

Berikut ini tatalaksana umum jika terjadi Perdarahan Pascapersalinan (Hemorargia Postpartum)

 Periksan kesadaran pasien


 Memeriksa jalan napas pasien, beri O2
 Periksan nadi dan tekanan darah pasien
 Pasang akses intravena
 Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium
 Lakukan resusitasi cairan
 Lakukan pencatatan urutan kejadian (Kemenkes RI,2013).

Terdapat langkah-langkah tatalaksana khusus bagi atonia uteri :

 Melakukan pemijatan uterus


 Memastikan plasenta lahir lengkap
 Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000ml larutan NaCl 0,9% Ringer Laktat dengan kecepatan
60 tetes permenit dan 10 unit IM. Lanjutkan infuse 20 unit oksitoksin dalam larutan 1000 ml
NaCl 0,9% RL dengankecepatan 40 tetes permenit hingga perdarahan berhenti.
 Bila tidak tersedia oksitosin atau perdarahan tidak berhenti, berikan ergometrin 0,2 mg IM atau
IV (lambat), dapat diikuti dengan pemberian 0,2mg IM setelah 15 menit, dan pemberian 0,2mg
IM/IV (lambat) setiap 4 jam bila perlu. Dosis maksimal adalah 1mg.
 Jika perdarahan masih berlanjut berikan 1g asam traneksamat IV (bolus selama 1 menit, dapat
diulang setelah 30 menit)
 Lakukan pemasangan kondom kateter atau kompresi bimanual internal selama 5 menit
 Siapkan tindakan operatif atau rujuk ke fasilitas yang lebih memadai (Kemenkes RI,2013).
Penanganan Atonia Uteri

1. Kompresi Bimanual
Langkah-langkah kompresi bimanual adalah :
 Beri dukungan emosional
 Lakukan pencegahan infeksi
 Kosongkan kandung kemih
 Pastikan plasenta lahir lengkap
 Pastikan pendarahan karena atonia uteri
 Lakukan kompresi bimanual selama 5 menit
 Masukan tangan dalam posisi obsetri ke dalam lumen vagina, ubah menjadi kepalan,
letakkan dataran punggung jari telunjuk hingga kelingking pada forniks anterior dan
dorong segmen bawah uterus ke kranio anterior
 Upayakan tangan luar mencakup bagian belakang korpus uteri sebanyak mungkin
 Lakukan dekompresi uterus dengan mendekatkan telapak tangan luar ke kepalan
tangan dalam
 Tetap berikan sampai perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi.
 Uterus sudah mulai kontraksi pertahankan posisi hingga uterus berkontruksi dengan
baik, lepaskan tangan dan lakukan pemantauan dengan ketat (Kemenkes RI,2013).
2. Kondom Kateter
Alat-alat yang dibutuhkan :
 Kateter foley no.24
 Kondom
 Larutan NaCl 0,9%
 Selang infuse spuit 50ml

Langkah-pemasangan kondom kateter :

 Baringkan ibu dalam posisi litotomi


 Cuci tangan
 Menggunakan sarung tangan steril
 Masukan kateter ke kondom
 Ikat dengan tali dekat dengan mulut kondom
 Pertahankan buli dalam keadaan kosong dengan kateter foley
 Masukkan kondom yang sudah terikat dengan kateter ke dalam rongga uterus
 Biarkan ujung dalam kateter di dalam kondom
 Ujung luar kateter dihubungkan dengan set infuse
 Kondom dikembangkan dengan 250-500ml larutan NaCl 0,9%
 Observasi pendarahan
 Ujung luar kondom diikat dengan tali
 Kontraksi uterus dipertahankan dengan oksitoksin setidaknya 6 jam setelah prosedur
 Pertahankan posisi kondom dengan kasa gulung yang dimapatkan ke dalam vagina
 Pertahankan selama 24 jam setelah itu dikempiskan bertahan (10-15 menit) dan
dikeluarkan
 Berikan antibiotic profilaksis dosis tunggal
 Jika ada tanda infeksi berikan antibiotic kombinasi sampai pasien bebas demam selama
48jam (Kemenkes RI,2013).
Daftar Pustaka

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013) Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas


Kesehatan Dasar dan Rujukan 1st edn. Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2016) Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan


Maternal Neonatal 1st edn. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai