Anda di halaman 1dari 8

Regenerasi tulang

Regenerasi tulang dibagi menjadi 5 fase sebagai berikut :

1. Fase Hematoma : terjadi perdarahan di sekitar patahan tulang yang disebabkan


putusnya pembuluh darah pada tulang dan periosteum. Perdarahan ini akan
membentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur, dan yang tidak mendapatkan
persediaan darah akan mati sepanjang satu sampai dua milimeter. Fase ini
berlangsung 2-3 minggu setelah fraktur.

2. Fase proliferasi : proliferasi sel-sel periosteal dan endosteal , yang menonjol adalah
proliferasi sel-sel lapisan dalam periosteal dekat daerah fraktur. Hematoma terdesak
dan diabsorbsi oleh tubuh. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel sub periosteal maka
terjadi aktivitas sel-sel kanalis medularis masing-masing fragmen. Proses dari
periosteum dan kanalis medularis dari masing fragmen bertemu dalam satu proses
yang sama sehingga menjembatani permukaan fraktur satu sama lain. Pada fase ini
sudah mulai terjadi pengendapan kalsium.

3. Fase pembentukan kalus : fase ini terjadi pada minggu ke 3-8, pada fase ini terbentuk
kalus fibrosa dan disini tulang menjadi osteoporotik akibat reabsorpsi kalsium untuk
penyembuhan. Sel-sel osteoblast mengeluarkan matriks intraseluler yang segera
bersatu dengan garam-garam kalsium, membentuk tulang immature. Pada akhir
stadium terdapat 2 macam kalus, yaitu kalus internal dan kalus eksternal.

4. Fase osifikasi : fase ini terjadi pada minggu ke 8-12, kalus menjadi tulang yang lebih
dewasa (mature) dengan pembentukan lamela-lamela. Secara berangsur-angsur
prymary callus bone diganti dengan second bone callus yang sudah mirip dengan
jaringan tulang yang normal.

5. Fase remodeling : fase ini terjadi pada minggu ke 12 dengan waktu pembentukan
sekitar 4-6 bulan. Union sudah lengkap namun tulang baru yang terbentuk biasanya
berlebihan mengelilingi daerah fraktur. Dengan mengikuti stress/tekanan dan tarikan
mekanis, misalnya gerakan kontraksi otot dan sebagainya maka kallus yang mature
perlahan-lahan terhisap kembali, sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan
aslinya.
Regenerasi otot

Otot jantung pada orang dewasa tidak dapat beregenerasi. Jika terjadi kerusakan (seperti
infark jantung), bekas otot yang rusak ditempati jaringan ikat parut. Pada otot lurik,
regenerasi dilakukan oleh sel satelit yang terletak bersebar di lamina basalis yang
menyelubungi serat otot. Ketika terjadi kerusakan, sel sel satelit di sekitar daerah kerusakan
tersebut akan aktif dan berproliferasi, membentuk sel-sel otot lurik baru. Namun, jumlah sel
satelit sangat sedikit sehingga bagian otot lurik yang tidak tergantikan oleh sel satelit akan
digantikan kembali oleh jaringan ikat fibrosa. Otot polos dapat beregenerasi sendiri dengan
melakukan mitosis berulang-ulang untuk menggantikan bagian yang rusak.

Gambar: Struktur Sel Otot Lurik (Sel Satelit)

Proses regenerasi otot biasanya akan memakan waktu sekitar empat minggu dan meliputi
empat tahapan:

1. Degenerasi sel otot yang rusak

Sebelum terjadinya inflamasi dan regenerasi sel otot yang rusak, diperlukan degenerasi
(penghancuran) sel otot yang mengalami cedera. Proses degenerasi tersebut diinisiasi oleh
pembengkakan secara lokal (local swelling) dan pembentukan hematoma, di mana makrofag,
sel mononuklear dan limfosit T menginfiltrasi jaringan otot yang cedera. Akumulasi neutrofil
terjadi sekitar satu jam setelah cedera terjadi. Neutrofil tersebut, selain menjalankan fungsi
fagositosis (selama proses inflamasi akut), juga akan melepas sinyal untuk merekrut sel
monosit, yaitu makrofag. Makrofag akan memfagositosis debris sel lebih lanjut dan
mengeluarkan sitokin seperti IL-6, IL-8, dan TNF yang akan meningkatkan permeabilitas
vaskular dan menginisiasi terjadinya inflamasi (peradangan).

2. Inflamasi (peradangan)

Setelah serat otot mengalami cedera, akan terjadi influx ion Calcium ke dalam sel sehingga
mengaktifkan berbagai protease, salah satunya adalah fosfolipase. Fosfolipase akan
merombak fosfolipid (membran sel) menjadi asam arakidonat, yang selanjutnya akan diubah
menjadi prostaglandin melalui jalur siklooksigenase (COX). Prostaglandin tersebut berperan
dalam menghasilkan nyeri, inflamasi, dan regenerasi.

Selain terjadi cedera pada otot, kemungkinan besar juga terjadi cedera vaskular (pembuluh
darah). Oleh karena itu hematoma yang terbentuk akan menyebabkan influks sel-sel radang
seperti neutrofil, makrofag, dan limfosit T. Kadar neutrofil sendiri akan menetap selama 5
hari setelah trauma, dan selanjutnya digantikan (didominasi) oleh limfosit T (pada inflamasi
kronik). Selain itu neutrofil juga akan merekrut makrofag yang turut berperan dalam proses
fagositosis. Makrofag juga akan mengeluarkan kemoatraktan untuk memperkuat respons
inflamasi dan melepaskan faktor pertumbuhan yang akan memicu diferensiasi myotube.

3. Regenerasi

Secara fisiologis, otot rangka merupakan jaringan yang sudah berdiferensiasi secara akhir
(nukleusnya bersifat post-mitotik). Namun demikian, terdapat sel-sel satelit di membran basal
dan sarkolema yang dapat berproliferasi untuk menggantikan sel-sel otot yang rusak. Sel-sel
satelit ini diaktivasi oleh makrofag dan sebagai respons terhadap cedera jaringan. Aktivasi sel
satelit ini terjadi sekitar 10 hari setelah cedera, diawali oleh proses degenerasi dan inflamasi.
Selain itu, diketahui bahwa berbagai faktor pertumbuhan, seperti bFGF, NGF, dan IGF-1 juga
turut berperan dalam menstimulasi proliferasi sel-sel satelit.

4. Pembentukan fibrosis

Fibrosis, atau jaringan parut akan terbentuk apabila cedera otot terlalu parah dan proses
inflamasi kronik berlanjut. Jaringan parut akan terbentuk di antara minggu ketiga dan
keempat setelah cedera. Pada proses ini terjadi aktivasi matriks ekstraselular dan peningkatan
produksi jaringan kolagen (terutama tipe I dan III). Penyembuhan melalui pembentukan
jaringan parut juga dapat terjadi bersamaan dengan regenerasi sel otot (proliferasi sel satelit).
Diketahui bahwa TGF-β1 merupakan faktor yang menginduksi terbentuknya fibrosis. Pada
penyembuhan melalui pembentukan fibrosis, otot dapat kehilangan unit kontraktilnya
sehingga fungsinya secara keseluruhan menjadi berkurang atau hilang sama sekali.
Regenerasi sendi

Regenerasi pada sendi bergantung pada penyusun dari sendi itu sendiri. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, berdasarkan penyusunnya, sendi dibedakan menjadi fibrosa,
kartilago dan synovial. Untuk persendian jenis fibrosa, regenerasinya adalah sama dengan
regenerasi jaringan ikat fibrosa. Begitu pula pada persendian jenis kartilago, maka
regenerasinya akan mengikuti regenerasi dari jaringan kartilago. Sementara untuk persendian
sinovial, proses regenerasinya lebih kompleks, karena penyusunnya lebih beragam. Pada
sendi sinovial tulang rawan sendi, proses regenerasinya diperankan oleh sel kondrosit,
membran sinovial diperankan oleh sel sinovial B dan cairan sinovial berasal dari ultrafiltrat
plasma.
Saat terjadi kerusakan pada suatu rawan sendi synovial, maka sebagai respon awal terjadi
reaksi inflamasi yang mengakibatkan ujung kedua rawan sendi mengalami
pembengkakan, sehingga mengakibatkan ujung dari kedua rawan sendi ini menjadi
berdekatan. Setelah itu karena regulasi dari sel sinovial tipe B, maka dalam beberapa saat
terjadi deposit jaringan ikat kolagen yang berfungsi sebagai fiksator agar kedua ujung rawan
sendi saling bertemu serta jaringan serabut yang bertanggung jawab dalam produksi cairan
sinovial yang baru. Dalam hitungan minggu, formasi jaringan ikat kolagen yang dibentuk
tersebut digantikan oleh sel-sel kondrosit baru yang pada akhirnya akan membentuk tulang
rawan baru yang lebih padat. Sementara, jaringan serabut membentuk neo-sirkulasi yang
memungkinkan cairan transudat plasma masuk ke dalam kapsula sendi, sehingga dibentuklah
cairan sinovium yang baru.

Regenerasi Saraf

Pada sistem saraf pusat, akson yang berada di SSP tidak dapat beregenerasi disebabkan tidak
adanya tabung endoneurial (tabung yang dibutuhkan untuk mengarahkan akson yang
mengalami regenerasi), ketidakmampuan oligodendrosit untuk berperan seperti sel Schwann
juga merupakan salah satu penyebabnya dan juga adanya jaringan parut yang dibentuk oleh
astrosit yang aktif.

Pada sistem saraf tepi, ketika daerah perifer mengalami cidera, segmen akson yang berada di
sebelah distal dari tempat cidera kehilangan penyangganya dari badan sel dan berdegenerasi
sepenuhnya. Segmen proksimal dapat beregenerasi dari ujung potongan setelah mengalami
penundaan. Perubahan utama yang terjadi pada saraf yang cedera adalah :

- Bila akson mengalami cedera , inti neuron berpindah ke tepi dan jumlah
RE kasar sangat berkurang. Serabut saraf disebelah distal dari tempat
cidera, berdegenerasi bersama selubung myelinnya. Debris difagositosis
oleh makrofag. Berlangsung 2 minggu.

- Serabut ototnya mengalami atrofi denervasi yang nyata. Sel Schwann


beproliferasi membentuk korda – korda yang padat yang dimasuki akson
yang tumbuh. Akson tumbuh dengan kecepatan 0,5 – 3 mm perharinya.
Berlangsung 3 minggu.

- Regenerasi sel saraf berhasil dan serabut otot juga beregenerasi setelah
menerima stimulus saraf proses ini memerlukan waktu selama 3 bulan.

Kemampuan proliferasi sel saraf saat masih didiskusikan. Kerusakan yang ada pada sistem
saraf pusat, bersifat permanen dan tidak bisa diubah seperti semula. Berbeda dengan sistem
saraf tepi, apabila terjadi kerusakan maka akan timbul reaksi akson.
Reaksi akson secara garis besar terdiri dari perbaikan kerusakan, memperbaharui proses, dan
memulihkan fungsi. Reaksi akson ini, terjadi pada 3 tempat, yaitu tempat spesifik kerusakan
dimana akan terjadi reaksi lokal, bagian distal tempat kerusakan dimana akan terjadi
perubahan anterograde dan bagian proksimal tempat kerusakan dimana akan terjadi
perubahan retrograde.

1. Reaksi Lokal

Reaksi lokal ini sangat membutuhkan peran dari sel-sel neuroglial. Pada reaksi lokal akan
terjadi proses perbaikan jaringan yang rusak. Selain itu, reaksi lokal pada tempat kerusakan
akan juga terjadi proses pembuangan debris-debris yang merupakan sisa-sisa sel yang rusak.

2. Reaksi Anterograde

Reaksi anterograde ini terjadi pada bagian distal (bawah) dari tempat kerusakan. Pada bagian
bawah tersebut, akan terjadi beberapa perubahan, diantaranya:

a. Terminal akson menjadi bersifat hipertrofi dan kemudian akan berdegenerasi. Hal ini
menyebabkan terputusnya post-sinaps. Sisa-sisa akson terminal akan difagosit oleh sel
Schwann dan hasil proliferasi sel Schwann akan membentuk akson terminal yang baru.
b. Seluruh akson bagian distal dari tempat kerusakan, akan berdegenerasi (wallerian
degeneration / orthograde degeneration). Makrofag dan sel Schwann spesifik akan
memfagositosis sisa-sisa akson.
c. Sel Schwann berproliferasi sehingga membentuk tabung Schwann (Schwann tube).
d. Sel target dari neuron yang mengalami kerusakan, kemungkinan akan mengalami atrofi
dan gangguan. Hal inilah yang disebut transneuronal degeneration.

3. Reaksi Retrograde

Pada reaksi retrograde ini, bagian proksimal dari letak kerusakan akan mengalami degenerasi
yang nantinya akan bersamaan dengan terbentuknya akson yang baru. Beberapa proses yang
terjadi pada reaksi retrograde ini, antara lain:

a. Perikarion mengalami chromatolysis, dimana perikarion akan mengalami hipertrofi,


badan Nissl akan tidak beraturan, dan inti selnya akan menuju ke tepi. Disisi lain,
ribosom bebas dan protein serta makromolekul lainnya akan diproduksi lebih.
b. Akson bagian proksimal akan ber-regenerasi. Hal ini akan memerlukan bantuan dari sel
Schwann, makrofag, dan juga fibroblast.
c. Selubung myelin akan terbentuk. Akson bagian distal dan proksimal akan bertemu
kembali.
Kemampuan regenerasi sistem saraf pusat tidak sama dengan kemampuan regenerasi sistem
saraf tepi karena sistem saraf pusat tidak mempunyai sel Schwann dan juga jaringan ikat.
Proses fagositosis pada sistem saraf pusat ini dilakukan oleh mikroglia, sel yang berperan
sebagai makrofag di sistem saraf pusat. Tempat bekas sel yang rusak, akan digantikan oleh
sejumlah besar sel glia. Hal ini akan menghasilkan glial scar yang dipercaya akan
menghambat proses perbaikan.

Tidak semua regenerasi sel saraf menghasilkan perbaikan yang sempurna. Pada beberapa
kasus, akan terjadi neuron yang terlalu banyak ataupun neuron tersebut tidak pada tempat
yang benar. Regenerasi yang tidak benar ini, akan dihancurkan kembali. Penghancuran ini
disebut dengan plasticity. Plasticity ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan, yaitu
neurotrophins yang diproduksi ole sel glial, sel Schwann, neuron, dan juga sel target yang
spesifik.

Anda mungkin juga menyukai