I. DESKRIPSI SINGKAT
Kemampuan tersebut harus ditunjang dengan pengetahuan yang baik dan benar tentang
terapi Antriretroviral serta penggolongan dan mekanisme kerja ARV
Sehubungan dengan itu, modul ini akan membahas tentang: Konsep Terapi Antiretroviral;
Penggolongan dan Mekanisme Kerja ARV (termasuk interaksi dan ESO); Pengkajian/
Skrining resep ARV; Penyiapan obat ARV; Penyerahan Obat ARV dan Monitoring
Penggunaan ARV.
1
3. Pengkajian/ Skrining resep ARV
4. Penyiapan obat ARV
5. Penyerahan Obat ARV
6. Monitoring Penggunaan ARV
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila ini merupakan
pertemuan pertama di kelas ini, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja/pengalaman bekerja
terkait dengan materi yang akan disampaikan.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
dibahas, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
2
2. Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang Alur pelayanan resep ARV dan
Resep ARV untuk ODHA yang memenuhi persyaratan pengobatan menggunakan
bahan tayang. Lakukan secara interaktif dengan melibatkan peserta. Kaitkan dengan
poin-poin penyampaian peserta agar merasa dihargai.
3. Setelah seluruh presentasi selesai, atau selama presentasi fasilitator memberi
kesempatan peserta untuk tanya jawab .
4. Menyampaikan rangkuman singkat dari pokok bahasan 3.
3
4. Setelah seluruh presentasi selesai fasilitator menyampaikan bahwa peserta akan
mengerjakan Latihan Mengisi Kartu follow up ART. Kemudian membagikan lembar
Kartu follow up ART kepada peserta. Jelaskan sesuai dengan petunjuk latihan pada
modul.
5. Selama mengerjakan latihan, fasilitator melakukan pengamatan dan memastikan
semua peserta berpartisipasi. Berikan bantuan yang diperlukan.
6. Pada akhir sesi menyampaikan ulasan dan penegasan hal-hal yang perlu
diperhatikan pada pelaksanaan di tempat tugas.
1. Fasilitator mengajak peserta merangkum apa yang telah dipelajari peserta dalam sesi
ini.
2. Sampaikan penegasan tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan
tugas di tempat bekerja.
3. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terimakasih dan salam
4
V. URAIAN MATERI
Setiap petugas kesehatan yang bertugas melaksanakan pengobatan ARV, harus memahami
prinsip yang tertuang dalam Permenkes no 87 tahun 2014, tentang Pengobatan ARV:
Pasal 1
Pengobatan antiretroviral merupakan bagian dari pengobatan HIV dan AIDS untuk
mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukaninfeksi oportunistik, meningkatkan
kualitas hidup penderita HIV, danmenurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai
tidakterdeteksi.
Pasal 2
a. Penderita HIV dewasa dan anak usia 5 (lima) tahun ke atas yang telah menunjukkan
stadium klinis 3 atau 4 atau jumlah sel Limfosit T CD4kurang dari atau sama dengan 350
sel/mm3;
b. Ibu hamil dengan HIV;
c. Bayi lahir dari ibu dengan HIV;
d. Penderita HIV bayi atau anak usia kurang dari 5 (lima) tahun;
e. Penderita HIV dengan tuberkulosis;
f. Penderita HIV dengan hepatitis B;
g. Penderita HIV pada populasi kunci;
h. Penderita HIV yang pasangannya negatif; dan/atau
i. Penderita HIV pada populasi umum yang tinggal di daerah epidemi HIVmeluas.
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
5
1) Pengobatan antiretroviral dimulai di rumah sakit yang sekurang-kurangnyakelas C dan
dapat dilanjutkan di Puskesmas atau fasilitaspelayanan kesehatan lainnya yang memiliki
kemampuan pengobatanantiretroviral.
2) Pada daerah dengan tingkat epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi,pengobatan
antiretro- viral dapat di mulai di Puskesmas atau fasilitaspelayanan kesehatan lainnya
yang memiliki kemampuan pengobatanantiretroviral.
3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)untuk pengobatan anti-
retroviral yang diberikan kepada bayi dananak usia kurang dari 5 (lima) tahun.
Terapi ARV juga menurunkan stigmatisasi, karena apabila orang mengetahui tersedianya
pengobatan HIV, maka:
Meningkatkan jumlah orang yang meminta KTS
Meningkatkan kepedulian masyarakat
Meningkatkan motivasi petugas kesehatan “mereka dapat melakukan sesuatu untuk
pasien HIV”
Pada anak dengan HIV, perlu dilakukan kajian khusus untuk kesiapan terapi ARV, di
antaranya:
1. Kaji situasi keluarga termasuk jumlah orang yang terkena atau berisiko terinfeksi HIV dan
situasi kesehatannya.
2. Identifikasi orang yang mengasuh anak dan kesediaannya untuk mematuhi pengobatan
ARV dan pemantauannya.
3. Kaji pemahaman keluarga mengenai infeksi HIV dan pengobatannya serta informasi
mengenai status infeksi HIV dalam keluarga.
4. Kaji status ekonomi, termasuk kemampuan untuk membiayai perjalanan ke klinik,
kemampuan membeli atau menyediakan tambahan makanan untuk anak yang sakit dan
kemampuan membayar bila ada penyakit yang lain.
6
·
·
·
· Positive(Prevention
·
· ·
· ·
· ·
·
·
·
·
·
·
7
Tabel 1. Rekomendasi tes laboratorium untuk persiapan inisiasi Terapi ARV
Fase manajemen
Rekomendasi Utama Rekomendasi lain (bila ada)
HIV
a b
Setelah diagnosis Jumlah CD4 , Skrining HBsAg
c
HIV TB Anti-HCV
d
Antigen kriptokokus jika jumlah CD4 ≤ 100 sel/mm
Skrining infeksi menular seksual
Pemeriksaan penyakit non komunikabel kronik dan
e
komorbid
Follow-up sebelum a
Jumlah sel CD4 Follow-up sebelum ARV
ARV
a, f
Inisiasi ARV Jumlah sel CD4 Serum kreatinin dan/atau eGFR, dipstik urin untuk
g
penggunaan TDF
h
Hemoglobin
i
SGPT untuk penggunaan NVP
ODHA yang belum memenuhi syarat untuk mendapat terapi ARV perlu dimonitor perjalanan
klinis penyakit dan jumlah CD4-nya setiap 6 bulan sekali, atau lebih sering pada anak.
Evaluasi klinis meliputi parameter seperti pada evaluasi awal termasuk pemantauan berat
badan dan munculnya tanda dan gejala klinis perkembangan infeksi HIV.Pada anak, juga
dilakukan pemantauan tumbuh kembang dan pemberian layanan rutin lainnya, seperti
imunisasi.Parameter klinis dan CD4 ini digunakan untuk mencatat perkembangan stadium
klinis pada setiap kunjungan dan menentukan apakah ODHA mulai memenuhi syarat untuk
pengobatan pencegahan kotrimoksasol (PPK) dan/atau ARV.Evaluasi klinis dan jumlah CD4
perlu dilakukan lebih ketat ketika mulai mendekati ambang dan syarat untuk memulai ART.
1. Start
yaitu: Memulai terapi ARV pada Odha yang baru dan belum pernah menerima
sebelumnya. Restart: memulai kembali setelah berhenti sementara.
8
• Yakin bahwa status klien adalah HIV positif , kecuali untuk Profilaksis Paska
Pajanan (PPP)
• Melakukan evaluasi klinis:
– Tentukan stadium klinis menurut WHO
– Diagnosis dan pengobatan IO
– Profilaksis IO dan adherence terhadap pengobatan IO
– Pertimbangkan apakah perlu ARV
• Membahas atau komunikasikan dengan ODHA untuk memastikanadherence
terhadap ARV
• Pasien mendapatkan edukasi dan konseling, agar memahami tentang:
– tujuan terapi ARV
– ARV tidak menyembuhkan infeksi HIV
– selama pengobatan ARV, virus masih dapat ditularkan. Untuk itu diperlukan
seks yg aman dan suntikan yg aman.
– pengobatan ARV dilakukan seumur hidup.
Populasi Rekomendasi
Dewasa dan Inisiasi ART pada orang terinfeksi HIV stadium klinis 3 dan 4, atau jika jumlah CD4
3
anak > 5 ≤ 350 sel/mm
tahun Inisiasi ART tanpa melihat stadium klinis dan berapapun jumlah CD4:
Koinfeksi TB
a
Koinfeksi Hepatitis B
Ibu hamil dan menyusui terinfeksi HIV
Orang terinfeksi HIV yang pasangannya HIV negatif (pasangan serodiskordan),
untuk mengurangi risiko penularan
LSL, PS, Waria, atau Penasun
b
b
Dengan memperhatikan kepatuhan
c
Bayi umur < 18 bulan yang didiagnosis terinfeksi HIV dengan cara presumtif, maka harus segera
mendapat terapi ARV. Bila dapat segera dilakukan diagnosis konfirmasi (mendapat kesempatan
pemeriksaan PCR DNA sebelum umur 18 bulan atau menunggu sampai umur 18 bulan untuk
dilakukan pemeriksaan antibodi HIV ulang), maka perlu dilakukan penilaian ulang apakah anak
pasti terdiagnosis HIV atau tidak. Bila hasilnya negatif, maka pemberian ARV dihentikan.
Terapi ARV, dikenal dengan HAART atau: Highly Active Anti Retroviral Therapy
9
Selalu gunakan minimal kombinasi tiga obat antiretroviral
NRTI NNRTI PI
Zidovudine (AZT) Nevirapine (NVP) Lopinavir/ritonavir (LPV/r)
Stavudine (d4T) Efavirenz (EFV)
Lamivudine (3TC) Rilpivirine (RPV)
Emtricitabine (FTC)
Abacavir (ABC)
NtRTI
Tenofovir (TDF)
1. Paduan ARV lini pertama pada anak usia 5 tahun ke atas dan dewasa
Paduan ARV Lini Pertama terdiri dari: 2 NRTI + 1 PI
Tabel 4. Paduan ARV lini pertama untuk anak usia 5 tahun ke atas dan dewasa, termasuk ibu
hamil dan menyusui, ODHA koinfeksi hepatitis B, dan ODHA dengan TB
a c
Paduan pilihan TDF + 3TC (atau FTC) + EFV dalam bentuk KDT
b
Paduan alternatif AZT + 3TC + EFV (atau NVP)
a
TDF + 3TC (atau FTC) + NVP
a.Jangan memulai TDF jika CCT hitung < 50 ml/menit, atau pada kasus diabetes lama, hipertensi tak terkontrol dan gagal
ginjal
b Jangan memulai dengan AZT jika Hb < 10 g/dL sebelum terapi
c Kombinasi dosis tetap (KDT) yang tersedia: TDF + 3TC + EFV
10
a Zidovudin (AZT) merupakan pilihan utama. Namun bila Hb anak < 7,5 g/dl maka dipertimbangkan pemberian Stavudin(d4T).
b Dengan adanya risiko efek samping pada penggunaan d4T jangka panjang, maka dipertimbangkan mengubah d4T ke AZT (bila Hb anak
> 10 gr/dl) setelah pemakaian 6 – 12 bulan. Bila terdapat efek anemia berulang maka dapat kembali ke d4T.
c Tenofovir saat ini dapat digunakan pada anak usia di atas 2 tahun. Selain itu perlu dipertimbangkan efek samping osteoporosis pada
tulang anak yang sedang bertumbuh karena penggunaan ARV diharapkan tidak mengganggu pertumbuhan tinggi badan.
d EFV dapat digunakan pada anak ≥ 3 tahun atau BB ≥ 10 kg, jangan diberikan pada anak dengan gangguan psikiatrik berat. EFV adalah
pilihan pada anak dengan TB.
Jika berat badan anak memungkinkan, sebaiknya gunakan KDT. KDT yang ada untuk
anak saat iniadalah: d4T+3TC+NVP dan AZT+3TC+NVP.
2. Substitute/Substitusi
Substitusi adalah penggantian salah satu obat ARV atau seluruh obat ARV pasien
dengan obat ARV dari lini yang sama.
Alasan substitusi adalah terjadinya salah satu hal berikut selama dalam pengobatan ARV:
Toksisitas/efek samping
Hamil
Risiko hamil
TB baru
Ada obat baru
Stok obat habis
3. Switch
Istilah Switch digunakan apabila terjadi penggantian salah satu obat atau seluruh obat
ARV dengan obat ARV dari lini yang berbeda
Alasan melakukan Switch:
• Kegagalan pengobatan secara klinis
• Kegagalan pengobatan secara imunologis
• Kegagalan pengobatan secara virologist
11
Tabel 6. Kegagalan pengobatan secara klinis, imunologi dan virologi
Stop
Stop adalah penghentian pemakaian obat ARV. Apabila pasien meninggal memang
pasien berhenti menggunakan ARV namun tidak dikategorikan sebagai stop.
Alasan stop:
• Toksisitas/Efek samping
• Hamil
• Gagal Pengobatan
• Adherence buruk
• Sakit / MRS
• Kekurangan Biaya
• Keputusan pasien
12
POKOK BAHASAN 2. PENGGOLONGAN DAN MEKANISME KERJA ARV
Untuk memahami farmakologi dan mekanisme kerja ARV, berikut adalah penggolongan
ARV berdasarkan mekanisme kerja/Lokasi kerja
Berikut adalah data tentang farmakokinetika obat ARV yang penting dipahami oleh
tenaga farmasi.
13
Tabel 8. Data Farmakokinetika Obat ARV
Lopinavir Peroral, Baik di Hati 4 jam 5-6 jam 98-99% Feses: Dalam
meningka plasma CYP3A4 83%, 20% sediaan
t bila ada active, Urin tunggal
makanan 10%, 3% ditelan utuh
active bersma
makanan
untuk
menghindari
mual
Ritonavir Peroral, Baik di Hati Puasa: 2 3-5 jam 98-99% Feses: Dalam
14
meningka plasma CYP3A4 jam, tidak 86%,Urin: sediaan
t bila ada puasa 4 11% tunggal
makanan jam ditelan utuh
bersma
makanan
untuk
menghindari
mual
Biasanya efek samping timbul dalam beberapa minggu pertama tetapi dapat timbul
kapan saja setelah memulai ARV , dengan gejala ringan atau berat. Beberapa
toksisitas bersifat sementa ra dan menghilang jika terapi diteruskan, toksisitas lainnya
bisa mengancam jiwa dan obat ha- rus dihentikan
Terjadinya efek samping dapat mempengaruhi adherence terhadap ART poten, yang
bisa ber- akibat pada penurunan kualitas hidup pasien serta mempengaruhi
keseluruhan efikasi dari pengobatan
Waktu Toksisitas
Dalam beberapa minggu Gejala gastrointestinal adalah mual, muntah dan diare. Efek
pertama samping ini bersifat self-limiting dan hanya membutuhkan terapi
simtomatik
Ruam dan toksisitas hati umumnya terjadi akibat obat NNRTI,
namun dapat juga oleh obat NRTI seperti ABC dan PI
Dari 4 minggu dan Supresi sumsum tulang yang diinduksi obat, seperti anemia dan
sesudahnya neutropenia dapat terjadi pada penggunaan AZT
Penyebab anemia lainnya harus dievaluasi dan diobati
Anemia ringan asimtomatik dapat terjadi
6-18 bulan Disfungsi mitokondria, terutama terjadi oleh obat NRTI, termasuk
asidosis laktat, toksisitas hati, pankreatitis, neuropati perifer,
lipoatrofi dan miopati
Lipodistrofi sering dikaitkan dengan penggunaan d4T dan dapat
menyebabkan kerusakan bentuk tubuh permanen
Asidosis laktat jarang terjadi dan dapat terjadi kapan saja,
terutama dikaitkan dengan penggunaan d4T. Asidosis laktat yang
berat dapat mengancam jiwa
Kelainan metabolik umumnya terjadi oleh PI, termasuk
hiperlipidemia, akumulasi lemak, resistansi insulin, diabetes dan
osteopenia
Setelah 1 tahun Disfungsi tubular renal dikaitkan dengan TDF
Toksisitas ARV adalah spesifik untuk kelasnya (terjadi pada semua obat dalam satu
kelas) dan spesifik untuk masing-masing obat , seperti berikut:
15
Tabel 10 . Kelas Toksisitas ART
Kelas Toksisitas
NRTIs Asidosis Laktat
NtRTIs Disfungsi tubulus ginjal proksimal
NNRTIs Ruam dan Hepatotoksisitas
PIs Gangguan Metabolik
Acidosis lactate
Kemungkinan terjadi akibat toksisitas mitokondria; berhubungan dengan NRTIs. Paling
se ring akibat d4T dan/atau ddI
Gejala: sering berupa hiperlaktemia ringan, asimtomatik; sementara hiperlaktemia
simtoma tik jarang
Asidosis laktat jarang tetapi memiliki angka mortalitas yang tinggi
Gambaran klinis
Tampilan klinis: bervariasi dan tidak spesifik.
– Umum : Kelelahan dan kelemahan
– Saluran Cerna: mual, muntah, diare, nyeri perut, hepatomegali, anoreksia,
menurunnya berat badan secara mendadak
– Saluran napas : takipneu dan dispneu (hiperventilasi)
– Neurologi : kelemahan motorik
Sering dihubungkan dengan steatosis hepatik, pancreatitis. Monitoring rutin dari laktat
serum tidak direkomendasikan, pemeriksaan dianjurkan hanya jika ada gejala
Waktu terjadinya: median onset adalah 10 bulan setelah dimulainya terapi.
Setelah perbaikan klinis dan laboratorium, ART dapat diberikan kembali, dengan :
– Rejimen yang tidak mengandung NRTI
– Rejimen yang mengandung NRTI yang sudah direvisi (gunakan dengan hati-hati)
Gunakan NRTI yang paling tidak menghambat mitokondria (ABC, ZDV atau 3TC)
– Monitor dengan ketat (pertimbangkan pengukuran laktat tiap bulan minimal selama 3
bulan)
Ruam:
Sebagian besar menyebabkan ruam ringan sampai sedang (pada 1-6 minggu pertama
terapi)
Paling jarang: ruam yang berat dan mengancam jiwa [mis Stevens-Johnson Syndrome
atau Toxic Epidermal Necrolysis (TEN), pada NVP]
Dapat menyertai reaksi hipersensitivitas
Dalam hal ini tidak ada reaktivitas silang ruam antara NVP dan EFV
Hepatotoksisitas
Lebih jarang pada anak dibanding dewasa
– Terjadi pada 10% pasien dengan NVP ( atau lebih jika disertai ko-infeksi Hepatitis B
atau C)
– Paling sering pada 12 minggu pertama terapi
16
– Biasanya menyebabkan peningkatan tes fungsi hati, hepatomegali
– Sering ringan-sedang tetapi bisa berat (potensial fatal)
– Hentikan NVP untuk toksisitas derajat 3 atau lebih tinggi (transaminases >200)
– Jangan memulai lagi NVP
Hiperlipidemia
– Terjadi peningkatan trigliserida dan/atau kolesterol (terkait dengan terapi PI)
– Sebagian besar ahli melanjutkan PI pada pasien dengan gejala ringan sampai
sedang (misalnya trigliserida<750-1000 mg/dL).
– Sebagian pasien membaik setelah penghentian PI dan pindah ke rejimen poten
berbasis NRTI atau NNRTI
– Sering pada dewasa, terutama dengan PI, pada anak baru beberapa laporan
– Beberapa ARV, terutama PI dan d4T, dapat meningkatkan lipid
Lipodistrofi
Terjadi perubahan pada distribusi lemak tubuh telah dilaporkan pada hampir 80% pasien
yang mendapat PI, tapi juga dengan NRTI (khususnya rejimen mengandung d4T).
Biasanya terjadi secara bertahap dan baru muncul setelah beberapa bulan dimulai terapi
Temuan klinis meliputi :
– Akumulasi lemak sentral (lipohipertrofi). Berhubungan dengan PI (terutama IDV)
– Wasting lemak perifer (lipoatrofi). Berhubungan dengan NRTI (terutama d4T dan ddI)
dan PI
Hepatitis
PI dapat menyebabkan hepatitis dengan mekanisme yang belum jelas
Hepatotoksisitas berat sering dilaporkan pada pasien mendapat rejimen mengandung
RTV. Peningkatan transaminase hati terkait PI dapat terjadi kapan pun selama terapi
17
Faktor risiko terjadinya Hepatitis:
– Ko-infeksi Hepatitis B atau C,
– Alkohol
– Peningkatan enzim hati dari baseline
– Penggunaan zat hepatotoksik
– Penggunaan d4T
Osteonekrosis
Merupakan Osteonekrosis (avascular necrosis [AVN]). Mekanisme terjadinya tidak
diketahui. Tidak jelas apakah berhubungan dengan ARV.
Pada dewasa, berhubungan dengan terapi kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol,
hemoglobi nopati, hiperlipidemia
Avascular Necrosis pada panggul dan bahu telah dilaporkan pada anak terinfeksi HIV
Toksisitas NVP
• Ruam:
Dijumpai pada 20% pasien, biasanya dalam 2-8 minggu pertama penggunaan . Eskalasi
dosis dapat menurunkan insidens ruam
Lebih sering terjadi adalah ruam ringan sampai sedang, dan dapat diterapi secara
simtoma tik
Apabila terjadi ruam berat, memerlukan penghentian pada 5-7% pasien
“Stop NVP pada ruam basah (berat)”
• Hepatotoksisitas
Terjadi pada 10% pasien dengan NVP (lebih banyak jika ko-infeksi Hepatitis B) . Paling
sering pada beberapa minggu - bulan pertama. Biasanya menyebabkan peningkatan tes
fungsi hati, hepatomegali . Sering gejala ringan sampai sedang; dan apabila berat ,
potensial fatal.
Toksisitas EFV
Seperti halnya toksisitas NVP, toksisitas EFV dihubungkan dengan :Ruam pada ~ 20 %
pasien dan Hepatotoksisitas
18
– Bingung, depersonalisasi
– Mimpi yang abnormal
Biasanya membaik dalam 2-4 minggu
Dianjurkan untuk minum obat sebelum waktu tidur untuk mengurangi dampak dari gejala
ini
Jika terjadi gejala berat (misal pikiran bunuh diri atau gejala psikotik): hentikan EFV
• ZDV: d4T; 3TC; ABC: NVP :dapat dipuyer, dapat diberikan bersama makanan.
• TDF/FTC: dg CCT hitung hitung <50 mL/mnt. Gunakan dalam bentuk tunggal jangan
KDT.
• ddI: tablet kunyah harus dikunyah, dihancurkan atau dilarutkan dalam air sebelum
diminum. Jangan ditelan langsung dalam bentuk tablet utuh. Sediaan Entericcoated
beadlet dalam kapsul 125 mg harus ditelan langsung dalam bentuk kapsul. Bila anak
tidak bisa menelan kapsul, maka kapsul dapat dibuka dan diminum bersama dengan
air.diminum saat perut kosong, minimal 30 menit sebelum atau 2 jam sesudah
makan.
• EFV: kapsul dapat dibuka dan dicampur dengan minuman manis, tidak boleh
diminum sesudah makan makanan sangat berlemak karena absorpsi dapat
meningkat sampai 50%. Diminum pada saat lambung kosong dan menjelang tidur,
terutama 2-4 minggu pertama, untuk mengurangi efek samping susunan saraf pusat
• LPV/r : Ukuran tablet besar, tidak boleh dibuka atau dihancurkan, sebaiknya diberikan
dengan atau sesudah bersama makanan. Apabila diberikan bersama dengan ddI, ddI
harus diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah LPV/r
Berbagai obat tersedia untuk mengobati HIV, serta mencegah atau mengobati OI,
sehingga kemungkinan interaksi antar obat menjadi meningkat . Interaksi obat dapat
terjadi dalam berba gai bentuk, terjadi segera atau dalam beberapa minggu. Beberapa
obat tidak boleh diberikan bersamaan, sementara obat lain dapat dikombinasikan hanya
dengan pengawasan ketat untuk memonitor masalah emergensi.
Untuk memahami interaksi obat, perlu dipahami perubahan-perubahan yang terjadi ketika
seseorang mengkonsumsi obat khususnya ARV:
19
2. Perubahan pada distribusi
Ikatan dengan protein. Berapa banyak suatu obat terikat pada protein, akan
mempengaruhi jumlah obat bebas yang tersedia untuk menimbulkan efek teurapeutik .
Misalnya: warfarin terikat pada protein sampai 99%, dan jika diberi bersama EFV,
warfarin dapat dilepaskan dari ikatan dengan proteinnya, sehingga pasien akan berisiko
terjadi perdarahan
20
• AZT: jika diberikan bersama harus dengan hati-hati (dapat menurunkan jumlah
eritrosit dan neutrofil)
• ddI: sedikit menurunkan kadar TMP dan meningkatkan kadar ddI dalam darah. Tidak
di rekomendasikan penyesuaian dosis
NVP: sebaiknya tidak dimulai bersama selama 4-6 minggu
Absorpsi Obat
• Di lambung, terdapat asam lambung yang membantu mencerna makanan. Kadang-ka
dang cairan tersebut lebih asam daripada waktu-waktu lain.
• Beberapa obat memerlukan lambung yang sangat asam untuk dapat diabsorpsi
secara efisien ke dalam darah (IDV, LPV/r)
• Obat lain memerlukan lambung yang tidak asam (ddI)
Makanan
• Makanan memiliki pengaruh pada keasaman lambung, dan juga terhadap seberapa
baik obat dapat diserap
• Penting untuk mengetahui obat mana yang dapat diminum bersama makanan, dan
obat mana yang memerlukan lambung yang kosong
21
• Beberapa jenis makanan juga mempengaruhi absorpsi obat (misalnya makanan tinggi
lemak)
22
POKOK BAHASAN 3. PENGKAJIAN / SKRINING RESEP ARV
23
f. Kontra indikasi
24
POKOK BAHASAN 4. PENYIAPAN OBAT ARV
25
ARV Berat Badan Waktu Minum
d4T FDC junior BB 6- 9,9KG
d4T/3TC/NVP 1 x 1 TABLET Selama 14 hari
(12MG/60MG/100MG) Tiap pagi
26
ARV Berat Badan Waktu Minum
Selanjutnya, sesuai dengan kondisi bayi, dapat dilihat pada tabel berikut:
27
Kondisi Bayi Dosis Zidovudin
Bayi cukup bulan 4 mg/kg.bb/12 jam selama 6 minggu , atau
disederhanakan:
● Berat lahir 2000 – 2499 g = 10 mg 2 x sehari
● Berat lahir ≥ 2500 g = 15 mg 2 x sehari
●< 2000 g = 2 mg/kg.BB sekali sehari.
Bayi prematur < 30 minggu 2 mg/KG.BB/12 jam selama 4 minggu pertama,
kemudian 2 mg/Kg.BB/8 jam selama 2 minggu
Bayi prematur 30-35 minggu 2 mg/KG.BB/12 jam selama 2 minggu pertama,
kmd. 2 mg/KG.BB/8 jam selama 2 minggu,
lalu 4 mg/Kg.BB/12 jam selama 2 minggu.
28
POKOK BAHASAN 5. KONSELING ADHERENCE SAAT PENYERAHAN OBAT ARV
Adherence dalam istilah medis digunakan untuk menjelaskan pemberian obat yang benar.
Artinya : meminum semua obat yang diresepkan, pada waktu yang benar, dosis yang benar
dan cara yang tepat. Adherence adalah faktor kunci dalam keberhasilan terapi antiretroviral.
Konseling kepatuhan minum obat adalah kegiatan konseling yang dilakukan untuk
mengevalusi aspek non medis yang dapat menghambat seseorang untuk minum obat.
Faktor non medis, sistem layanan dan dampak dari obat yang diminum dan gejala dari
infeksi oportunistik yang pernah diderita.
Kepatuhan pasien untuk minum obat mutlak harus dievaluasi baik secara medis maupun
non medis, hal ini disebabkan karena:
1. Virus HIV selalu bermutasi
2. Mudah terjadi resisten pada pengobatan yang salah
3. Terbatasnya jenis dan pilihan ARV di Indonesia
4. Pendanaan yang terbatas
29
No Penyebab Ketidakpatuhan minum ARV No Daftar Ketidakpatuhan Pasien
Banyaknya obat yang harus diminum dan Lupa. Karena sibuk, terjadi perubahan
1 1
lamanya pengobatan (seumur hidup) rutinitas
2 Kompleksitas regimen 2 Bepergian, tidak bawa obat
3 Penyimpanan khusus 3 Ketiduran
Mempengaruhi gaya hidup pasien (waktu
4 4 Tidak ada makanan atau air minum
makan dan waktu tidur)
Komunikasi yang buruk dengan pemberi
5 5 Tidak ada transport ke Layanan ARV
layanan kesehatan
Ukuran tablet yang besar dan ESO yang
6 IDU 6
tidak nyaman
Tingkat Stres yang tinggi, Depresi / Obat dirasa tidak membantu malah
7 7
Pesimisme memperparah (terkait ESO ARV)
Ketaatan semakin memburuk seiring dengan Berada di lokasi banyak orang, tidak ingin
8 8
waktu ketahuan orang lain
PERILAKU NON-VERBAL
30
Contoh Prilaku Suportif pada beberapa budaya
VERBAL NON-VERBAL
Gunakan bahasa yang dipahami pasien Nada suara sesuai dengan pasien
Ulangi carita pasien dengan kata-kata lain Tatap mata pasien (jika sesuai norma)
Klarifikasi pernyataan pasien Mengangguk
Katakan dengan jelas dan cukup (tidak
Gunakan ekspresi wajah
berlebihan kata-kata)
Merespon atas pesan utama Gunakan gerakan tubuh yang sesuai
Buat satu-dua kata penerimaan yang
Jaga jarak nyaman
mendukung “ya” “Mmm”
Tanggapan sesuai usia pasien Irama bicara yang tepat
Berikan informasi yang diperlukan Tubuh santai
Sikap
Membuat rangkuman / Kesimpulan
tubuh terbuka
VERBAL NON-VERBAL
Menasehati Sering mengalihkan tatapan mata
Moralisasi Jarak tidak cukup nyaman
Suara dari rekasi tubuh: sendawa terus
Menuduh, menghakimi, dan memberi label menerus, bersin-bersin, menyeka ingus terus
menerus, mendengkur
Menghela nafas, mengeryitkan dahi, menguap
Bujuk rayu berlebihan
atau tarik nafas dalam
Mengajukan pertanyaan “Mengapa”
Nada suara tidak menyenangkan
menginterogasi
Menuntut Berbicara terlalu cepat atau terlalu pelan
Terlalu sering menjamin rasa aman Pandangan kosong
Meluas dari topic Terus menatap
Mempolakan sikap Terlalu banyak bergerak
Mengkritik atau mencela atau menyalahkan Menguap
Lingkungan yang dapat menghambat atau
Mendorong ketergantungan
mengganggu perhatian
A. KONSELING PRA-ART
Merupakan tahap awal dari konseling adherence. Pada dasarnya merupakan
konseling untuk proses persiapan ART, menerapkan konsep 5 A, yaitu:
1. Assess / menilai
2. Advice / menyarankan
3. Agree / menyepakati
4. Assist / membantu
5. Arrange / merencanakan
31
1. Assess/Menilai
Merupakan kegiatan untuk mengases/menilai, tentang:
a. Kondisi Klinis Pasien
b. Motivasi mendapat perawatan dan menerima ARV
c. Pemahaman pasien tentang HIV/AIDS dan ART
d. Sosio Ekonomi pasien, pekerjaan (potensi hambatan kepatuhan )
e. Psikologi dan Emosi pasien
f. Disclosure/membuka diri (siapa saja yang sudah tahu statusnya)
2. Advice/Saran
Dari hasil penggalian data di tahap pertama, farmasis memberikan saran sesuai
kondisi pasien :
• Saran menjaga diri dan menghindari diri dari IO
• Saran persiapan untuk memulai ARV seperti perubahan rutinitas harian
• Saran untuk membangun disiplin diri untuk adherence ARV
3. Agree
• Memastikan ulang kesediaan/kemantapan pasien untuk memulai ART
• Memastikan peserta setuju dan akan mencoba untuk melakukan perubahan
prilaku, rutinitas harian (bila diperlukan) dll
• Bersedia minum terus..?
4. Assist
Pada tahap ini, farmasis melakukan eksplorasi kepada pasien, apa yang kira-kira
bisa dibantu ketika pasien mendapatkan pengobatan ARV
• Pasokan obat secara teratur dan berkesinambungan. Bagaimana dengan
ketersediaan dana?
• Menginformasikan Efek Samping obat ARV yang mungkin dihadapi.
5. Arrange
32
• Mengatur jadwal kapan pasien akan pertama kali memulai minum obat
• Menjelaskan kemungkinan rejimen yang akan diterima dan jelaskan cara
pemakaian
• Mengatur jadwal untuk tes lab yang diperlukan untuk memulai ARV (CD4,
SGPT/SGOT, dll)
• dan mengatur jadwal untuk pertemuan berikutnya (konseling pra-ART kedua bila
diperlukan)
Tahapan Konseling :
1. Perkenalan
2. Penilaian Awal
3. Penjelasan
4. Penilaian Akhir
5. Penutup/ follow up
1. Perkenalan
Tujuan tahap perkenalan adalah untuk memberikan keyakinan pada pasien
bahwa dirinya telah berkomunikasi dengan orang yang tepat. Kegiatan yang
dilakukan:
Sapa pasien dengan ramah, perkenalan apabila belum pernah bertemu di
konseling pra ART.
Perkenalkan diri anda : “Saya farmasis di Puskesmas …, yang akan
membantu pengobatan bapak/Ibu/saudara”
Jelaskan tujuan konseling
Lama waktu yang dibutuhkan
Tanyakan identitas konseli (nama, umur, BB, alamat, nomor telpon, status
perkawinan, kesuburan, jenis obat yang akan diminum, nama pendamping
minum obat, hubungan dengan konseli, alamat & no.telp) catat dalam Kartu
follow up ART
33
2. Penilaian Awal Pasien
Seperti yang dilakukan pada tahap awal konseling pra ART, bila sebelumnya
pasien belum pernah di konseling Pra ART), yaitu menilai:
Kondisi Klinis Pasien
Tujuan / motivasi mendapat perawatan dan menerima ARV
Pemahaman pasien tentang HIV/AIDS dan ART
Sosio Ekonomi pasien, pekerjaan (potensi hambatan kepatuhan )
Psikologi dan Emosi pasien
Disclosure (siapa saja yang sudah tahu statusnya)
Gunakan form follow up ART
Penjelasan Detail
a. Pelajari Detail kesehatan pasien melalui rekam medis pasien
- Pelajari kondisi pasien secara umum, apakah: Baring/ambulatory/kerja
- Pelajari kesehatan mental pasien, adakah tanda-tanda
stress/tertekan/curiga dsb
- Hal-hal terkait alkohol dan narkotika
- Pemakaian obat lain. Apakah pasien sedang mengkonsumsi obat lain?
Atau dalam pengobatan penyakit lain? Obat apa saja? Sudah berapa
lama? Mendapatkan obat tersebut dari mana?
b. Pelajari tentang rasa percaya diri dan attitude pasien tentang HIV dan
pengobatannya. Cobalah menggali pendapat pasien tentang :
- Efektifitas pengobatan dengan ARV
- Komitmen terhadap pengobatan
- Persepsi pasien tentang tingkat keseriusan penyakitnya
- Kebiasaan untuk pencegahan dan perlindungan.
34
- Apakah ada dukungan dari keluarga atau teman. Dalam bentuk apa
dukungan terse- but?
- Apakah ada dukungan diluar dari keluarga, misalnya dari NGO/ LSM
dll. Apa bentuk dukungan tersebut?
3. Penjelasan
Selanjutnya berikan penjelasan kepada pasien:
Atur waktu minum obat bersama pasien, melakukan pemilihan waktu minum
obat bersama pasien dan yang paling memungkinkan untuk bisa meminimalis
kelupaan minum obat. Gunakan form petunjuk minum obat.
Tunjukan obat ARV pasien dan cara pemakaian, sambil melakukan konseling
berubahan rutinitas/prilaku (bila diperlukan)
Penjelasantentang cara mengenali ESO dari ARV yang diterima pasien dan
cara mengatasinya.
Menjelaskan interaksi obat ARV, makanan yang perlu dikonsumsi dan yang
perlu dihindarkan sesuai dengan rejimen pasien terkait
Jelaskan bagaimana kalau tertinggal dosis
Jelaskan apa yang harus dilakukan apabila pasien bepergian, atau apabila
terpaksa harus mengambil obat ARV di layanan ARV lain (transit)
4. Penilaian Akhir:
Lakukan penilaian akhir, dengan cara:
Minta pasien mengulang kembali apa saja yang sudah di jelaskan yang
meliputi :
35
- Cara pemakaian obat (sesuai dengan petunjuk minum obat) yang telah
disepakati bersama
- Cara mengenali ESO dan apa yang harus dilakukan
- Apa saja yang perlu dilakukan untuk menghindari penularan ke orang lain
dan atau menjaga diri dari IO.
Beri kesempatan pasien untuk bertanya
5. Penutup/Follow up
Sebagai penutup dari konseling adherence pada tahap ini:
Akhiri pembicaraan dengan memberikan obat dan form Petunjuk minum obat
kepada pasien
Meminta pasien untuk menandatangani Register pemberian obat
Ingatkan kapan harus kembali mengambil obat.
”Jadi kita ketemu lagi bulan depan tanggal berapa pak/bu..”
Simpan semua file pencatatan pasien Kartu Follow ART dengan baik.
36
POKOK BAHASAN 6. MONITORING PENGGUNAAN ARV
Monitoring Penggunaan ARV dilakukan melalui konseling pasien dalam terapi ARV yang
disesuaikan dengan hasil pemantauan tingkat kepatuhan pasien
Tahapan Konseling :
1. Menyapa akrab pasien
2. Monitor adherence
3. Monitor efek samping obat
4. Penjelasan
5. Penutup/ follow up
1. Menyapa pasien
37
• Apakah dokter sudah menjelaskan bagaimana cara minum obatnya ?.
• Apakah dokter sudah menjelaskan kemungkinan efek samping yang akan terjadi?
3. Penjelasan
Bila rejimen obat tetap (mintalah pasien yang menjelaskan cara pakai obat)
• Ingatkan kembali:
- minum obat secara teratur, tepat waktu,waktu dan cara minum obat lain selain
ARV
- makanan yang sebaiknya dikonsumsi dan dihindari,
4. Verifikasi
Memberi kesempatan untuk bertanya,
• Apakah ada sesuatu yang ingin ditanyakan ?.
• Jika ada dengarkan dan beri jawaban, jika tidak, lanjutkan.
• Menawarkan pasien untuk bergabung dengan komunitas atau mendapatkan
pendampingan sebaya (bila memungkinkan).
5. Penutup
Akhiri pembicaraan
- memberikan obat dan meminta untuk menandatangani lembar register
pemberian obat ARV
- ingatkan kapan harus kembali mengambil obat.
“Jadi kita ketemu lagi disini bulan depan tanggal…..”.
38
DAFTAR PUSTAKA
39