Anda di halaman 1dari 39

MODUL 14

PELAYANAN KEFARMASIAN HIV DAN PIMS

I. DESKRIPSI SINGKAT

Salah satu fungsi tenaga farmasi dalam


penatalaksanaan pasien HIV (ODHA) dan Penyakit
Infeksi Menular Seksual (PIMS) adalah sebagai
pelaksana pengkajian dan pelayanan resep.
Seorang tenaga farmasi harus melakukan
pengkajian terhadap resep ARV yang ditulis oleh
dokter, apakah sudah memenuhi persyaratan
administratif, farmasetik dan klinik. Selanjutnya
melakukan penyiapan ARV, konseling adherence
saat penyerahan obat ARV serta monitoring
penggunaan ARV.

Kemampuan tersebut harus ditunjang dengan pengetahuan yang baik dan benar tentang
terapi Antriretroviral serta penggolongan dan mekanisme kerja ARV

Sehubungan dengan itu, modul ini akan membahas tentang: Konsep Terapi Antiretroviral;
Penggolongan dan Mekanisme Kerja ARV (termasuk interaksi dan ESO); Pengkajian/
Skrining resep ARV; Penyiapan obat ARV; Penyerahan Obat ARV dan Monitoring
Penggunaan ARV.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti materi, peserta mampu melakukan pelayanan kefarmasian HIV
dan IMS.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi, peserta mampu:
1. Menjelaskan tentang konsep terapi Antriretroviral
2. Menjelaskan penggolongan dan mekanisme kerja ARV
3. Melakukan pengkajian resep ARV
4. Melakukan penyiapan obat ARV
5. Melakukan konseling adherence saat penyerahan obat ARV
6. Melakukan Monitoring penggunaan ARV

III. POKOK BAHASAN


1. Konsep Terapi Antiretroviral
2. Penggolongan dan Mekanisme Kerja ARV

1
3. Pengkajian/ Skrining resep ARV
4. Penyiapan obat ARV
5. Penyerahan Obat ARV
6. Monitoring Penggunaan ARV

VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN (Waktu: 8 jpl= 360 menit)


Langkah 1. Pengkondisian (waktu 5 menit)

1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila ini merupakan
pertemuan pertama di kelas ini, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri
dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja/pengalaman bekerja
terkait dengan materi yang akan disampaikan.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
dibahas, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Pembahasan Pokok bahasan 1 : Konsep Terapi ART (waktu 45 menit)

1. Fasilitator melakukan curah pendapat tentang pengetahuan peserta mengenai terapi


ART. Mengapa pengetahuan tersebut penting bagi peserta? Tuliskan poin-poin
penyampaian peserta pada kertas flipchart.
2. Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang Konsep terapi ART menggunakan
bahan tayang. Lakukan secara interaktif dengan melibatkan peserta. Kaitkan dengan
poin-poin penyampaian peserta agar merasa dihargai.
3. Setelah seluruh presentasi selesai, atau selama presentasi fasilitator memberi
kesempatan peserta untuk tanya jawab .
4. Menyampaikan rangkuman singkat dari pokok bahasan 1.

Langkah 3. Pembahasan Pokok bahasan 2 : Penggolongan dan Mekanisme Kerja


ARV (waktu 90 menit)

1. Fasilitator menyampaikan bahwa pembahasan akan beralih pada Penggolongan


dan Mekanisme Kerja ARV. Fasilitator melakukan curah pendapat tentang
pengetahuan peserta mengenai Penggolongan dan Mekanisme Kerja ARV.
Mengapa pengetahuan tersebut penting dalam tugas kefarmasian? Tuliskan poin-
poin penyampaian peserta pada kertas flipchart.
2. Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang Penggolongan dan Mekanisme
Kerja ARV termasuk interaksi dan efek samping obat ARV menggunakan bahan
tayang. Lakukan secara interaktif dengan melibatkan peserta. Kaitkan dengan poin-
poin penyampaian peserta agar merasa dihargai.
3. Setelah seluruh presentasi selesai, atau selama presentasi fasilitator memberi
kesempatan peserta untuk tanya jawab .
4. Menyampaikan rangkuman singkat dari pokok bahasan 2.

Langkah 4. Pembahasan Pokok bahasan 3: Pengkajian/ Skrining Resep ARV


(waktu 45 menit)

1. Fasilitator melakukan curah pendapat, bagaimanakah pemahaman/pengalaman


peserta tentang pengkajian resep pasien ODHA di tempat kerja/fasyankes masing-
masing? Adakah hal-hal atau pengalaman yang dapat dibagi dengan peserta lain?
Tuliskan poin-poin yang disampaikan peserta pada kertas flipchart.

2
2. Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang Alur pelayanan resep ARV dan
Resep ARV untuk ODHA yang memenuhi persyaratan pengobatan menggunakan
bahan tayang. Lakukan secara interaktif dengan melibatkan peserta. Kaitkan dengan
poin-poin penyampaian peserta agar merasa dihargai.
3. Setelah seluruh presentasi selesai, atau selama presentasi fasilitator memberi
kesempatan peserta untuk tanya jawab .
4. Menyampaikan rangkuman singkat dari pokok bahasan 3.

Langkah 5. Pembahasan Pokok bahasan 4: Penyiapan Obat ARV (45menit)

1. Fasilitator menyampaikan bahwa akan beralih pada pembahasan tentang Pengkajian


resep ARV yang memenuhi persyaratan Administrasi, Persyaratan farmasi dan
persyaratan klinis pengobatan HIV/AIDS.
2. Setelah seluruh presentasi selesai, atau selama presentasi fasilitator memberi
kesempatan peserta untuk tanya jawab .
3. Fasilitator membagikan contoh resep ke peserta dan peserta latihan melakukan
pengkajian resep sesuai dengan yang telah disampaikan pada pokok bahasan 4.
4. Fasilitator menyampaikan rangkuman dari pokok bahasan 4.

Langkah 6. Pembahasan pokok bahasan 5 : Penyerahan Obat ARV (80 Menit)

1. Fasilitator menyampaikan bahwa akan beralih pada pembahasan Penyerahan obat


ARV termasuk konseling kepatuhan minum obat ARV
2. Fasilitator melakukan curah pendapat tentang pengalaman peserta dalam melakukan
penyerahan obat ARV. Adakah kendala dalam melaksanakannya? Mintalah peserta
berbagi pengalaman
3. Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang Penyerahan obat ARV
menggunakan bahan tayang. Lakukan secara interaktif dengan melibatkan peserta.
Kaitkan dengan poin-poin penyampaian peserta agar merasa dihargai.
4. Setelah seluruh presentasi selesai fasilitator menyampaikan bahwa peserta akan
mengerjakan Latihan konseling kepatuhan minum obat ARV dan mengisi form
petunjuk minum obat ARV
5. Fasilitator menjelaskan tugas peserta sesuai dengan petunjuk latihan pada modul,
dan membagikan lembar form petunjuk minum obat ARV kepada peserta.
6. Selama mengerjakan latihan, fasilitator melakukan pengamatan dan memastikan
semua peserta berpartisipasi. Berikan bantuan yang diperlukan.
7. Pada akhir sesi menyampaikan ulasan dan penegasan hal-hal yang perlu
diperhatikan pada pelaksanaan di tempat tugas.

Langkah 7. Pembahasan pokok bahasan 6 : Monitoring penggunaan ARV (45


Menit)

1. Fasilitator menyampaikan bahwa akan beralih pada pembahasan tentang Monitoring


Penggunaan ARV.
2. Fasilitator melakukan curah pendapat tentang pengalaman peserta dalam melakukan
monitoring penggunaan ARV. Adakah kendala dalam melaksanakannya? Mintalah
peserta berbagi pengalaman
3. Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang Monitoring penggunaan ARV,
menggunakan bahan tayang. Lakukan secara interaktif dengan melibatkan peserta.
Kaitkan dengan poin-poin penyampaian peserta agar merasa dihargai. Beri
kesempatan peserta untuk tanya jawab.

3
4. Setelah seluruh presentasi selesai fasilitator menyampaikan bahwa peserta akan
mengerjakan Latihan Mengisi Kartu follow up ART. Kemudian membagikan lembar
Kartu follow up ART kepada peserta. Jelaskan sesuai dengan petunjuk latihan pada
modul.
5. Selama mengerjakan latihan, fasilitator melakukan pengamatan dan memastikan
semua peserta berpartisipasi. Berikan bantuan yang diperlukan.
6. Pada akhir sesi menyampaikan ulasan dan penegasan hal-hal yang perlu
diperhatikan pada pelaksanaan di tempat tugas.

Langkah 8. Rangkuman dan Penutup (waktu 5 menit)

1. Fasilitator mengajak peserta merangkum apa yang telah dipelajari peserta dalam sesi
ini.
2. Sampaikan penegasan tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan
tugas di tempat bekerja.
3. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terimakasih dan salam

4
V. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1. KONSEP TERAPI ANTI RETROVIRAL (ART)

Setiap petugas kesehatan yang bertugas melaksanakan pengobatan ARV, harus memahami
prinsip yang tertuang dalam Permenkes no 87 tahun 2014, tentang Pengobatan ARV:

Pasal 1

Pengobatan antiretroviral merupakan bagian dari pengobatan HIV dan AIDS untuk
mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukaninfeksi oportunistik, meningkatkan
kualitas hidup penderita HIV, danmenurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai
tidakterdeteksi.

Pasal 2

Pengobatan antiretroviral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diberikan kepada:

a. Penderita HIV dewasa dan anak usia 5 (lima) tahun ke atas yang telah menunjukkan
stadium klinis 3 atau 4 atau jumlah sel Limfosit T CD4kurang dari atau sama dengan 350
sel/mm3;
b. Ibu hamil dengan HIV;
c. Bayi lahir dari ibu dengan HIV;
d. Penderita HIV bayi atau anak usia kurang dari 5 (lima) tahun;
e. Penderita HIV dengan tuberkulosis;
f. Penderita HIV dengan hepatitis B;
g. Penderita HIV pada populasi kunci;
h. Penderita HIV yang pasangannya negatif; dan/atau
i. Penderita HIV pada populasi umum yang tinggal di daerah epidemi HIVmeluas.

Pasal 3

1) Pengobatan antiretroviral diberikan setelah mendapatkankonseling, memiliki orang


terdekat sebagai pengingat atauPemantau Meminum Obat (PMO) dan patuh meminum
obat seumurhidup.
2) Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuaidengan ketentuan
peraturan perundangan.

Pasal 4

Pengobatan antiretroviral dapat diberikan secara komprehensif denganpengobatan infeksi


oportunistik dan komorbiditas serta pengobatanpenunjang lain yang diperlukan.

Pasal 5

5
1) Pengobatan antiretroviral dimulai di rumah sakit yang sekurang-kurangnyakelas C dan
dapat dilanjutkan di Puskesmas atau fasilitaspelayanan kesehatan lainnya yang memiliki
kemampuan pengobatanantiretroviral.
2) Pada daerah dengan tingkat epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi,pengobatan
antiretro- viral dapat di mulai di Puskesmas atau fasilitaspelayanan kesehatan lainnya
yang memiliki kemampuan pengobatanantiretroviral.
3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)untuk pengobatan anti-
retroviral yang diberikan kepada bayi dananak usia kurang dari 5 (lima) tahun.

Terapi ARV juga menurunkan stigmatisasi, karena apabila orang mengetahui tersedianya
pengobatan HIV, maka:
 Meningkatkan jumlah orang yang meminta KTS
 Meningkatkan kepedulian masyarakat
 Meningkatkan motivasi petugas kesehatan “mereka dapat melakukan sesuatu untuk
pasien HIV”

Pada anak dengan HIV, perlu dilakukan kajian khusus untuk kesiapan terapi ARV, di
antaranya:

1. Kaji situasi keluarga termasuk jumlah orang yang terkena atau berisiko terinfeksi HIV dan
situasi kesehatannya.
2. Identifikasi orang yang mengasuh anak dan kesediaannya untuk mematuhi pengobatan
ARV dan pemantauannya.
3. Kaji pemahaman keluarga mengenai infeksi HIV dan pengobatannya serta informasi
mengenai status infeksi HIV dalam keluarga.
4. Kaji status ekonomi, termasuk kemampuan untuk membiayai perjalanan ke klinik,
kemampuan membeli atau menyediakan tambahan makanan untuk anak yang sakit dan
kemampuan membayar bila ada penyakit yang lain.

6
·
·
·
· Positive(Prevention
·

· ·

· ·

· ·
·

·
·

·
·
·

Bagan 1. Alur tatalaksana HIV di fasyankes

7
Tabel 1. Rekomendasi tes laboratorium untuk persiapan inisiasi Terapi ARV

Fase manajemen
Rekomendasi Utama Rekomendasi lain (bila ada)
HIV
a b
Setelah diagnosis Jumlah CD4 , Skrining HBsAg
c
HIV TB Anti-HCV
d
Antigen kriptokokus jika jumlah CD4 ≤ 100 sel/mm
Skrining infeksi menular seksual
Pemeriksaan penyakit non komunikabel kronik dan
e
komorbid
Follow-up sebelum a
Jumlah sel CD4 Follow-up sebelum ARV
ARV
a, f
Inisiasi ARV Jumlah sel CD4 Serum kreatinin dan/atau eGFR, dipstik urin untuk
g
penggunaan TDF
h
Hemoglobin
i
SGPT untuk penggunaan NVP

a Jika tidak tersedia CD4, gunakan stadium klinis


b Jika memungkinkan, tes HbsAg harus dilakukan untuk mengidentifikasi orang dengan HIV dan koinfeksi hepatitis B dan siapa ODHA yang perlu
inisiasi ARV dengan TDF
c Direkomendasikan pada ODHA yang mempunyai riwayat perilaku terpapar hepatitis C, atau pada populasi dengan prevalensi tinggi hepatitis C.
Populasi risiko tinggi yang dimaksud adalah penasun, LSL, anak dengan ibu yang terinfeksi hepatitis C, pasangan dari orang yang terinfeksi
hepatitis C, pengguna narkoba intranasal, tato dan tindik, serta kelompok yang mendapat transfusi berulang, seperti ODHA talasemia dan yang
menjalani hemodialisis
d Dapat dipertimbangkan jika tersedia fasilitas pemeriksaan antigen kriptokokus (LFA) mengingat prevalensi antigenemia pada ODHA asimtomatik
di beberapa tempat di Indonesia mencapai 6.8-7.2%.
e Pertimbangkan penilaian ada tidaknya penyakit kronis lain terkait penatalaksanaan HIV seperti hipertensi, penyakit kardiovaskular, dan diabetes
f Terapi ARV dapat dimulai sambil menunggu hasil CD4. Pemeriksaan CD4 awal tetap diperlukan untuk menilai respons terapi.
g Untuk ODHA dengan risiko tinggi mengalami efek samping TDF: penyakit ginjal, usia lanjut, IMT rendah, diabetes, hipertensi, penggunaan PI atau
obat nefrotoksik lainnya. Dipstik urin digunakan untuk mendeteksi glikosuria pada ODHA non diabetes.
h Untuk anak dan dewasa yang berisiko tinggi mengalami efek samping terkait AZT (CD4 rendah atau Indeks Massa Tubuh rendah)
i Untuk ODHA dengan risiko tinggi efek samping NVP, misalnya ARV naif, wanita dengan CD4 > 250 sel/mm3 dan koinfeksi HCV. Namun enzim
hati awal memiliki nilai prediktif yang rendah untuk memonitor toksisitas NVP.

Pemantauan pada ODHA yang Belum Mendapat ART

ODHA yang belum memenuhi syarat untuk mendapat terapi ARV perlu dimonitor perjalanan
klinis penyakit dan jumlah CD4-nya setiap 6 bulan sekali, atau lebih sering pada anak.
Evaluasi klinis meliputi parameter seperti pada evaluasi awal termasuk pemantauan berat
badan dan munculnya tanda dan gejala klinis perkembangan infeksi HIV.Pada anak, juga
dilakukan pemantauan tumbuh kembang dan pemberian layanan rutin lainnya, seperti
imunisasi.Parameter klinis dan CD4 ini digunakan untuk mencatat perkembangan stadium
klinis pada setiap kunjungan dan menentukan apakah ODHA mulai memenuhi syarat untuk
pengobatan pencegahan kotrimoksasol (PPK) dan/atau ARV.Evaluasi klinis dan jumlah CD4
perlu dilakukan lebih ketat ketika mulai mendekati ambang dan syarat untuk memulai ART.

Konsep Umum ART: 4S (Start, Substitute, Switch, dan Stop )

1. Start
yaitu: Memulai terapi ARV pada Odha yang baru dan belum pernah menerima
sebelumnya. Restart: memulai kembali setelah berhenti sementara.

Hal-hal yang harus dilakukan sebelum memulai terapi adalah:

8
• Yakin bahwa status klien adalah HIV positif , kecuali untuk Profilaksis Paska
Pajanan (PPP)
• Melakukan evaluasi klinis:
– Tentukan stadium klinis menurut WHO
– Diagnosis dan pengobatan IO
– Profilaksis IO dan adherence terhadap pengobatan IO
– Pertimbangkan apakah perlu ARV
• Membahas atau komunikasikan dengan ODHA untuk memastikanadherence
terhadap ARV
• Pasien mendapatkan edukasi dan konseling, agar memahami tentang:
– tujuan terapi ARV
– ARV tidak menyembuhkan infeksi HIV
– selama pengobatan ARV, virus masih dapat ditularkan. Untuk itu diperlukan
seks yg aman dan suntikan yg aman.
– pengobatan ARV dilakukan seumur hidup.

Tabel 2 . Rekomendasi Inisiasi ART pada Dewasa dan Anak

Populasi Rekomendasi

Dewasa dan Inisiasi ART pada orang terinfeksi HIV stadium klinis 3 dan 4, atau jika jumlah CD4
3
anak > 5 ≤ 350 sel/mm
tahun Inisiasi ART tanpa melihat stadium klinis dan berapapun jumlah CD4:
 Koinfeksi TB
a

 Koinfeksi Hepatitis B
 Ibu hamil dan menyusui terinfeksi HIV
 Orang terinfeksi HIV yang pasangannya HIV negatif (pasangan serodiskordan),
untuk mengurangi risiko penularan
 LSL, PS, Waria, atau Penasun
b

 Populasi umum pada daerah dengan epidemi HIV meluas


Anak < 5 c
Inisiasi ART tanpa melihat stadium klinis dan berapapun jumlah CD4
tahun
Catatan:
a
Pengobatan TB harus dimulai lebih dahulu, kemudian obat ARV diberikan dalam 2-8 minggu sejak
mulai obat TB, tanpa menghentikan terapi TB. Pada ODHA dengan CD4 kurang dari 50 sel/mm3,
ARV harus dimulai dalam 2 minggu setelah mulai terapi TB. Untuk ODHA dengan meningitis
kriptokokus, ARV dimulai setelah 5 minggu pengobatan kriptokokus.

b
Dengan memperhatikan kepatuhan
c
Bayi umur < 18 bulan yang didiagnosis terinfeksi HIV dengan cara presumtif, maka harus segera
mendapat terapi ARV. Bila dapat segera dilakukan diagnosis konfirmasi (mendapat kesempatan
pemeriksaan PCR DNA sebelum umur 18 bulan atau menunggu sampai umur 18 bulan untuk
dilakukan pemeriksaan antibodi HIV ulang), maka perlu dilakukan penilaian ulang apakah anak
pasti terdiagnosis HIV atau tidak. Bila hasilnya negatif, maka pemberian ARV dihentikan.

Terapi ARV, dikenal dengan HAART atau: Highly Active Anti Retroviral Therapy

9
Selalu gunakan minimal kombinasi tiga obat antiretroviral

Tabel 3. Jenis Obat ARV yang tersedia di Indonesia

NRTI NNRTI PI
Zidovudine (AZT) Nevirapine (NVP) Lopinavir/ritonavir (LPV/r)
Stavudine (d4T) Efavirenz (EFV)
Lamivudine (3TC) Rilpivirine (RPV)
Emtricitabine (FTC)
Abacavir (ABC)
NtRTI
Tenofovir (TDF)

Paduan ARV Lini Pertama


Pilihan paduan ARV lini pertama berikut ini berlaku untuk ODHA yangbelum pernah
mendapatkan ARV sebelumnya (naive ARV).

1. Paduan ARV lini pertama pada anak usia 5 tahun ke atas dan dewasa
Paduan ARV Lini Pertama terdiri dari: 2 NRTI + 1 PI

Tabel 4. Paduan ARV lini pertama untuk anak usia 5 tahun ke atas dan dewasa, termasuk ibu
hamil dan menyusui, ODHA koinfeksi hepatitis B, dan ODHA dengan TB

Paduan ARV lini pertama untuk dewasa

a c
Paduan pilihan TDF + 3TC (atau FTC) + EFV dalam bentuk KDT

b
Paduan alternatif AZT + 3TC + EFV (atau NVP)
a
TDF + 3TC (atau FTC) + NVP

a.Jangan memulai TDF jika CCT hitung < 50 ml/menit, atau pada kasus diabetes lama, hipertensi tak terkontrol dan gagal
ginjal
b Jangan memulai dengan AZT jika Hb < 10 g/dL sebelum terapi
c Kombinasi dosis tetap (KDT) yang tersedia: TDF + 3TC + EFV

Tabel 5. Paduan ARV lini pertama pada anak <5 tahun

Pilihan NRTI ke-1 Pilihan NRTI ke-2 Pilihan NNRTI

Zidovudin (AZT)a Nevirapin (NVP)


Lamivudin (3TC)
Stavudin (d4T)b Efavirenz (EFV)d
Emtricitabine (FTC)
Tenofovir (TDF)c Rilpivirine (RPV)

10
a Zidovudin (AZT) merupakan pilihan utama. Namun bila Hb anak < 7,5 g/dl maka dipertimbangkan pemberian Stavudin(d4T).
b Dengan adanya risiko efek samping pada penggunaan d4T jangka panjang, maka dipertimbangkan mengubah d4T ke AZT (bila Hb anak
> 10 gr/dl) setelah pemakaian 6 – 12 bulan. Bila terdapat efek anemia berulang maka dapat kembali ke d4T.
c Tenofovir saat ini dapat digunakan pada anak usia di atas 2 tahun. Selain itu perlu dipertimbangkan efek samping osteoporosis pada
tulang anak yang sedang bertumbuh karena penggunaan ARV diharapkan tidak mengganggu pertumbuhan tinggi badan.
d EFV dapat digunakan pada anak ≥ 3 tahun atau BB ≥ 10 kg, jangan diberikan pada anak dengan gangguan psikiatrik berat. EFV adalah
pilihan pada anak dengan TB.

Jika berat badan anak memungkinkan, sebaiknya gunakan KDT. KDT yang ada untuk
anak saat iniadalah: d4T+3TC+NVP dan AZT+3TC+NVP.

2. Substitute/Substitusi
Substitusi adalah penggantian salah satu obat ARV atau seluruh obat ARV pasien
dengan obat ARV dari lini yang sama.
Alasan substitusi adalah terjadinya salah satu hal berikut selama dalam pengobatan ARV:
 Toksisitas/efek samping
 Hamil
 Risiko hamil
 TB baru
 Ada obat baru
 Stok obat habis

3. Switch
Istilah Switch digunakan apabila terjadi penggantian salah satu obat atau seluruh obat
ARV dengan obat ARV dari lini yang berbeda
Alasan melakukan Switch:
• Kegagalan pengobatan secara klinis
• Kegagalan pengobatan secara imunologis
• Kegagalan pengobatan secara virologist

11
Tabel 6. Kegagalan pengobatan secara klinis, imunologi dan virologi

Kegagalan Definisi Keterangan


Gagal Klinis Dewasa dan remaja: Kondisi klinis harus dibedakan
Munculnya IO baru atau berulang dengan IRIS yang muncul setelah
(stadium klinis WHO 4) terapi ART.
Anak: Untuk dewasa, bebersps stadium
Munculnya IO baru atau berulang klinis WHO3 (TB paru atau infeksi
(stadium klinis WHO 3 atau 4, kecuali bakteri berat lainnya) atau munculnya
TB) eritema popular pruritikkembali dapat
mengindikasikan gagal terapi
Gagal Dewasa dan Anak≥ 5 tahun Tanpa adanya infeksi lain yang
Imunologis CD4turun ke nilai awal atau lebih menyebabkan penurunan jumlah
rendah lagi, atau CD4.
CD4 persisten dibawah 100 sel/mm³ Kriteria klinis dan imunologis memiliki
setelah satu tahun pengobatan atau sensitivitas rendah untuk
CD4 turun >50 % dari jumlah CD4 mengidentifikasi gagal virologi
tertinggi terlebih pada kasus yang memulai
Anak usia < 5 tahun ARV dan mengalami gagal terapi
CD4 persisten dibawah 200 sel/mm³ pada jumlah CD4 yang tinggi
atau < 10 % Namun saat ini belum ada alternative
yang valid untuk mendefinisikan
gagal imunologi selai kriteria ini
Gagal Pada ODHA yang kepatuhannya baik, Batasan untuk mendefinisikan
Virologis viral load diatas 1000 kopi/ml, kegagalan virologi dan penggantian
berdasarkan pemeriksa an HIV RNA paduan ARV belum dapat ditentukan
dengan jarak 3-6 bulan

Stop
Stop adalah penghentian pemakaian obat ARV. Apabila pasien meninggal memang
pasien berhenti menggunakan ARV namun tidak dikategorikan sebagai stop.

Alasan stop:
• Toksisitas/Efek samping
• Hamil
• Gagal Pengobatan
• Adherence buruk
• Sakit / MRS
• Kekurangan Biaya
• Keputusan pasien

Strategi menghentikan ARV


Jika ingin menghentikan ART yang berisi NNRTI (mis: AZT+3TC+NVP, maka NVP
dihentikan lebih dahulu, dan 1 minggu kemudian baru 2 NRTI dihentikan, karena
NVP/EFV (NNRTI) mempunyai half life yang panjang.

12
POKOK BAHASAN 2. PENGGOLONGAN DAN MEKANISME KERJA ARV

1. Penggolongan Obat ARV

Untuk memahami farmakologi dan mekanisme kerja ARV, berikut adalah penggolongan
ARV berdasarkan mekanisme kerja/Lokasi kerja

Tabel 7. Penggolongan ARV berdasarkan Mekanisme Kerja

Reverse Transcriptase Inhibitors


(RTIs)
Entry / Fusion Protease Maturation
Nucleoside & Non Integrase
Inhibitors Inhibitors (PI) Inhibitors
Nucleotide (NRTI) Nucleoside Inhibitors
(NNRTI)
- Enfuvirtide 1. Nucleoside - Efavirenz - Lopinavir - Raltegravir - Bevirimat
(di gp41) analogues (EFV) (LPV) - Elvitegravir - Elvucita
(NARTIs) - Nevirapine - Ritonavir - Dolutegravir bine
- Maraviroc - Zidovudine (NVP) (RTV) (DGV)
(di CCR5) (ZDV/AZT) - Rilpivirine - Elvitegravir
- Stavudine (d4T) (RPV) - Nelfinavir
- Vicri viroc - Lamivudine (3TC) (NFV)
(di CCR5) - Didanosine (ddi) - Delavirdine - Saquinavir
- Abacavir (ABC) - Lersivirine (SQV)
- Ibalizumab - Emtricitabine - Etravirine - Amprenavir
(di CD4) (FTC) (APV)
- Atazanavir
2. Nucleotide (ATV)
Analogues
(NtRTIs)
- Tenofovir (TDF)

Berikut adalah data tentang farmakokinetika obat ARV yang penting dipahami oleh
tenaga farmasi.

13
Tabel 8. Data Farmakokinetika Obat ARV

Parametik Farmakokinetik ARV


Nama Obat Waktu
Metabolis Time to Protein
ARV Absorpsi Distribusi Half-life Eksresi pemakaian
me peak binding
Zidovudine Peroral Sampai hati 30-90 0,5 – 3 25%– Urin 72- Bisa
baik CSF menit jam 38% 74%, feces diminum
18% dengan atau
tanpa
makanan
Stavudine Peroral Sampai Phosporila 1 jam Dws : 1,6 Urin 95%
baik CSF 55% si jam Feses 3%
intraseluler Anak L
pada 0,96 jam
metabolis
m aktif
Tenofovir Peroral Phosphoris Hidrolisa Puasa 17 jam <7% Urin Makan
kurang asi secara 36-84 dengan
baik, intraseluler intraselular menit, makanan
Meningka tidak
t dgn diit puasa
berlemak 96-1444
menit
Lamivudine Peroral Bisa 3-2 jam Dws: 5-7 <36% Urin, Bisa
absorpsi sampai jam dalam diminum
cepat CSF Anak: 2 bentuk dengan atau
jam aktif tanpa
makanan
Emtricitabine Peroral Bisa Oksidasi/ 1-2 jam Dws : 10 <4% Urin, 86%,
absorpsi sampai konjugasi jam Feces 14%
cepat CSF
Efavirenz Peroral Di CSF Hati, CYP 3-5 jam 52-76 >99% Feses: 61 Sesaat
sedang, melebihi 3A4 dan jam % active, sebelum
meningka plasma CYP2B6 Urin: 14- tidur
t dgn 34%
makanan inactiv
berlemak
Nevirapine Peroral CSF 40- Hati CYP 2-4 jam Awal : 45 60% Urin-81%, Minum
sangat 50% 3A4 jam, Feses:- dengan atau
baik menurun 10% tanpa
25-30 makanan
jam
Rilpivirine Peroral, metabolize Minum
menurun d by 50 jam Urin dan bersama
bila cytochrom feces makanan
puasa e P450
(CYP)3A,

Lopinavir Peroral, Baik di Hati 4 jam 5-6 jam 98-99% Feses: Dalam
meningka plasma CYP3A4 83%, 20% sediaan
t bila ada active, Urin tunggal
makanan 10%, 3% ditelan utuh
active bersma
makanan
untuk
menghindari
mual
Ritonavir Peroral, Baik di Hati Puasa: 2 3-5 jam 98-99% Feses: Dalam

14
meningka plasma CYP3A4 jam, tidak 86%,Urin: sediaan
t bila ada puasa 4 11% tunggal
makanan jam ditelan utuh
bersma
makanan
untuk
menghindari
mual

2 Efek Samping Obat ARV

Biasanya efek samping timbul dalam beberapa minggu pertama tetapi dapat timbul
kapan saja setelah memulai ARV , dengan gejala ringan atau berat. Beberapa
toksisitas bersifat sementa ra dan menghilang jika terapi diteruskan, toksisitas lainnya
bisa mengancam jiwa dan obat ha- rus dihentikan
Terjadinya efek samping dapat mempengaruhi adherence terhadap ART poten, yang
bisa ber- akibat pada penurunan kualitas hidup pasien serta mempengaruhi
keseluruhan efikasi dari pengobatan

Tabel 9. Waktu terjadinya toksisitas ARV

Waktu Toksisitas

Dalam beberapa minggu  Gejala gastrointestinal adalah mual, muntah dan diare. Efek
pertama samping ini bersifat self-limiting dan hanya membutuhkan terapi
simtomatik
 Ruam dan toksisitas hati umumnya terjadi akibat obat NNRTI,
namun dapat juga oleh obat NRTI seperti ABC dan PI
Dari 4 minggu dan  Supresi sumsum tulang yang diinduksi obat, seperti anemia dan
sesudahnya neutropenia dapat terjadi pada penggunaan AZT
 Penyebab anemia lainnya harus dievaluasi dan diobati
 Anemia ringan asimtomatik dapat terjadi

6-18 bulan  Disfungsi mitokondria, terutama terjadi oleh obat NRTI, termasuk
asidosis laktat, toksisitas hati, pankreatitis, neuropati perifer,
lipoatrofi dan miopati
 Lipodistrofi sering dikaitkan dengan penggunaan d4T dan dapat
menyebabkan kerusakan bentuk tubuh permanen
 Asidosis laktat jarang terjadi dan dapat terjadi kapan saja,
terutama dikaitkan dengan penggunaan d4T. Asidosis laktat yang
berat dapat mengancam jiwa
 Kelainan metabolik umumnya terjadi oleh PI, termasuk
hiperlipidemia, akumulasi lemak, resistansi insulin, diabetes dan
osteopenia
Setelah 1 tahun  Disfungsi tubular renal dikaitkan dengan TDF

Toksisitas ARV adalah spesifik untuk kelasnya (terjadi pada semua obat dalam satu
kelas) dan spesifik untuk masing-masing obat , seperti berikut:

15
Tabel 10 . Kelas Toksisitas ART

Kelas Toksisitas
NRTIs Asidosis Laktat
NtRTIs Disfungsi tubulus ginjal proksimal
NNRTIs Ruam dan Hepatotoksisitas
PIs Gangguan Metabolik

Acidosis lactate
Kemungkinan terjadi akibat toksisitas mitokondria; berhubungan dengan NRTIs. Paling
se ring akibat d4T dan/atau ddI
Gejala: sering berupa hiperlaktemia ringan, asimtomatik; sementara hiperlaktemia
simtoma tik jarang
Asidosis laktat jarang tetapi memiliki angka mortalitas yang tinggi
Gambaran klinis
Tampilan klinis: bervariasi dan tidak spesifik.
– Umum : Kelelahan dan kelemahan
– Saluran Cerna: mual, muntah, diare, nyeri perut, hepatomegali, anoreksia,
menurunnya berat badan secara mendadak
– Saluran napas : takipneu dan dispneu (hiperventilasi)
– Neurologi : kelemahan motorik
Sering dihubungkan dengan steatosis hepatik, pancreatitis. Monitoring rutin dari laktat
serum tidak direkomendasikan, pemeriksaan dianjurkan hanya jika ada gejala
Waktu terjadinya: median onset adalah 10 bulan setelah dimulainya terapi.
Setelah perbaikan klinis dan laboratorium, ART dapat diberikan kembali, dengan :
– Rejimen yang tidak mengandung NRTI
– Rejimen yang mengandung NRTI yang sudah direvisi (gunakan dengan hati-hati)
Gunakan NRTI yang paling tidak menghambat mitokondria (ABC, ZDV atau 3TC)
– Monitor dengan ketat (pertimbangkan pengukuran laktat tiap bulan minimal selama 3
bulan)

Ruam:
Sebagian besar menyebabkan ruam ringan sampai sedang (pada 1-6 minggu pertama
terapi)
Paling jarang: ruam yang berat dan mengancam jiwa [mis Stevens-Johnson Syndrome
atau Toxic Epidermal Necrolysis (TEN), pada NVP]
Dapat menyertai reaksi hipersensitivitas
Dalam hal ini tidak ada reaktivitas silang ruam antara NVP dan EFV

Hepatotoksisitas
Lebih jarang pada anak dibanding dewasa
– Terjadi pada 10% pasien dengan NVP ( atau lebih jika disertai ko-infeksi Hepatitis B
atau C)
– Paling sering pada 12 minggu pertama terapi

16
– Biasanya menyebabkan peningkatan tes fungsi hati, hepatomegali
– Sering ringan-sedang tetapi bisa berat (potensial fatal)
– Hentikan NVP untuk toksisitas derajat 3 atau lebih tinggi (transaminases >200)
– Jangan memulai lagi NVP

Gangguan Metabolik (untuk PI)


Gangguan dapat berupa:
– Resistensi insulin / diabetes
– Hiperlipidemia
– Lipodistrofi
– Hepatitis
– Gangguan tulang
– Peningkatan episode perdarahan pada hemopheliacs

Hiperglikemia dan resistensi insulin


– Hiperglikemia telah dilaporkan pada 3-17% pasien yang mendapat PI
– Harus dinasihati tentang gejala bahaya hiperglikemia seperti polidipsi, poliuria, dan
polifagia
– Dapat membaik pada sebagian pasien setelah penghentian terapi
– Namun, sebagian besar ahli akan melanjutkan HAART dengan terapi suportif jika
tidak ada diabetes berat

Hiperlipidemia
– Terjadi peningkatan trigliserida dan/atau kolesterol (terkait dengan terapi PI)
– Sebagian besar ahli melanjutkan PI pada pasien dengan gejala ringan sampai
sedang (misalnya trigliserida<750-1000 mg/dL).
– Sebagian pasien membaik setelah penghentian PI dan pindah ke rejimen poten
berbasis NRTI atau NNRTI
– Sering pada dewasa, terutama dengan PI, pada anak baru beberapa laporan
– Beberapa ARV, terutama PI dan d4T, dapat meningkatkan lipid

Lipodistrofi
Terjadi perubahan pada distribusi lemak tubuh telah dilaporkan pada hampir 80% pasien
yang mendapat PI, tapi juga dengan NRTI (khususnya rejimen mengandung d4T).
Biasanya terjadi secara bertahap dan baru muncul setelah beberapa bulan dimulai terapi
Temuan klinis meliputi :
– Akumulasi lemak sentral (lipohipertrofi). Berhubungan dengan PI (terutama IDV)
– Wasting lemak perifer (lipoatrofi). Berhubungan dengan NRTI (terutama d4T dan ddI)
dan PI

Hepatitis
PI dapat menyebabkan hepatitis dengan mekanisme yang belum jelas
Hepatotoksisitas berat sering dilaporkan pada pasien mendapat rejimen mengandung
RTV. Peningkatan transaminase hati terkait PI dapat terjadi kapan pun selama terapi

17
Faktor risiko terjadinya Hepatitis:
– Ko-infeksi Hepatitis B atau C,
– Alkohol
– Peningkatan enzim hati dari baseline
– Penggunaan zat hepatotoksik
– Penggunaan d4T

Gangguan Tulang: Osteopenia; Osteoporosis


Pembentukan dan resorpsi tulang abnormal dapat mempengaruhi densitas tulang pada
anak yang sedang tumbuh. Mekanisme terjadinya tidak jelas, kemungkinan
multifaktorial:
– Kemungkinan berhubungan dengan infeksi HIV
– Kemungkinan berhubungan dengan dengan ARV (PI dan NRTI), asidosis laktat dan
lipodistrofi

Osteonekrosis
Merupakan Osteonekrosis (avascular necrosis [AVN]). Mekanisme terjadinya tidak
diketahui. Tidak jelas apakah berhubungan dengan ARV.
Pada dewasa, berhubungan dengan terapi kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol,
hemoglobi nopati, hiperlipidemia
Avascular Necrosis pada panggul dan bahu telah dilaporkan pada anak terinfeksi HIV

Toksisitas NVP
• Ruam:
Dijumpai pada 20% pasien, biasanya dalam 2-8 minggu pertama penggunaan . Eskalasi
dosis dapat menurunkan insidens ruam
Lebih sering terjadi adalah ruam ringan sampai sedang, dan dapat diterapi secara
simtoma tik
Apabila terjadi ruam berat, memerlukan penghentian pada 5-7% pasien
“Stop NVP pada ruam basah (berat)”

• Hepatotoksisitas
Terjadi pada 10% pasien dengan NVP (lebih banyak jika ko-infeksi Hepatitis B) . Paling
sering pada beberapa minggu - bulan pertama. Biasanya menyebabkan peningkatan tes
fungsi hati, hepatomegali . Sering gejala ringan sampai sedang; dan apabila berat ,
potensial fatal.

Toksisitas EFV
Seperti halnya toksisitas NVP, toksisitas EFV dihubungkan dengan :Ruam pada ~ 20 %
pasien dan Hepatotoksisitas

Efek samping SSP


Gejala yang ditimbulkan dapat berupa:
– Sedasi, mabuk, pusing

18
– Bingung, depersonalisasi
– Mimpi yang abnormal
Biasanya membaik dalam 2-4 minggu
Dianjurkan untuk minum obat sebelum waktu tidur untuk mengurangi dampak dari gejala
ini
Jika terjadi gejala berat (misal pikiran bunuh diri atau gejala psikotik): hentikan EFV

3. Interaksi Obat ARV

• ZDV: d4T; 3TC; ABC: NVP :dapat dipuyer, dapat diberikan bersama makanan.
• TDF/FTC: dg CCT hitung hitung <50 mL/mnt. Gunakan dalam bentuk tunggal jangan
KDT.
• ddI: tablet kunyah harus dikunyah, dihancurkan atau dilarutkan dalam air sebelum
diminum. Jangan ditelan langsung dalam bentuk tablet utuh. Sediaan Entericcoated
beadlet dalam kapsul 125 mg harus ditelan langsung dalam bentuk kapsul. Bila anak
tidak bisa menelan kapsul, maka kapsul dapat dibuka dan diminum bersama dengan
air.diminum saat perut kosong, minimal 30 menit sebelum atau 2 jam sesudah
makan.

• EFV: kapsul dapat dibuka dan dicampur dengan minuman manis, tidak boleh
diminum sesudah makan makanan sangat berlemak karena absorpsi dapat
meningkat sampai 50%. Diminum pada saat lambung kosong dan menjelang tidur,
terutama 2-4 minggu pertama, untuk mengurangi efek samping susunan saraf pusat
• LPV/r : Ukuran tablet besar, tidak boleh dibuka atau dihancurkan, sebaiknya diberikan
dengan atau sesudah bersama makanan. Apabila diberikan bersama dengan ddI, ddI
harus diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah LPV/r

Berbagai obat tersedia untuk mengobati HIV, serta mencegah atau mengobati OI,
sehingga kemungkinan interaksi antar obat menjadi meningkat . Interaksi obat dapat
terjadi dalam berba gai bentuk, terjadi segera atau dalam beberapa minggu. Beberapa
obat tidak boleh diberikan bersamaan, sementara obat lain dapat dikombinasikan hanya
dengan pengawasan ketat untuk memonitor masalah emergensi.

Untuk memahami interaksi obat, perlu dipahami perubahan-perubahan yang terjadi ketika
seseorang mengkonsumsi obat khususnya ARV:

Perubahan pada absorpsi Obat


1. Perubahan pH asam lambung :
Jika satu obat mengubah pH asam lambung, hal tersebut dapat mempengaruhi absorpsi
dan konsentrasi obat lain yang memiliki syarat pH tertentu untuk absorpsi
Misalnya ddI menurunkan absorpsi obat seperti ketokonazole, tetracycline, quinolone,
dapsone, IDV, LPV/r, RTV, karen itu berikan obat-obat tersebut dalam 2 jam terpisah dari
ddI
Ada atau tidak adanya makanan. Makanan dapat meningkatkan atau menurunkan
bioavailabili- tas suatu obat (sering disebabkan efeknya pada asam lambung). Misalnya:
ddI dan IDV, dimi- num 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan; absorpsi EFV dapat
diperkuat jika diberikan ber sama makanan tinggi lemak

19
2. Perubahan pada distribusi
Ikatan dengan protein. Berapa banyak suatu obat terikat pada protein, akan
mempengaruhi jumlah obat bebas yang tersedia untuk menimbulkan efek teurapeutik .
Misalnya: warfarin terikat pada protein sampai 99%, dan jika diberi bersama EFV,
warfarin dapat dilepaskan dari ikatan dengan proteinnya, sehingga pasien akan berisiko
terjadi perdarahan

3. Perubahan pada metabolism


Induksi atau inhibisi enzim cytochrome P450 hati oleh satu obat dapat secara bermakna
mengu bah konsentrasi serum dari obat lain yang juga dimetabolisme oleh enzim P450
yang sama, mi salnya : PI ( inhibitor ); NNRTI ( inducer )

4. Perubahan pada eliminasi


Fungsi ginjal : inhibisi sekresi tubular oleh satu obat yang dieliminasi di ginjal oleh obat
lain dapat menyebabkan perubahan konsentrasi obat, misalnya probenicid dapat
meningkatkan kadar ZDV

Interaksi Rifampisin dan ARV


Rifampisin, dapat:
• Menurunkan kadar NVP dalam darah (meningkatkan hepatotoksisitas, tidak boleh
digu nakan bersama)
• Menurunkan kadar EFV dalam darah sampai 26%
• Menurunkan kadar AZT sampai 47% (perlu mendapat dosis AZT yang lebih tinggi)
• Menurunkan kadar LPV sampai 75%, dan RTV sampai 35% (tidak boleh digunakan
bersama)
• Menurunkan kadar NFV sampai 82% (tidak boleh digunakan bersama)

Interaksi Fluconazol dan ARV


Flukonazol
• Meningkatkan kadar AZT sampai 74% dan AZT dapat meningkatkan kadar
flukonazole dalam darah ( periksa kemungkinan toksisitas)
• Meningkatkan kadar EFV sampai 16% ( belum dianjurkan penyesuaian dosis)

Interkasi Ketokonazol dan ARV


• ddI: diberikan terpisah 2 jam (krn dapat menurunkan kadar keto. dalam darah)
• Kaletra: Meningkatkan kadar Keto. sampai 3 kali lipat dalam darah (dosis Keto. tidak
boleh melebihi 200mg/hari)
• NFV: Meningkatkan kadar NFV sampai 35% (tidak direkomendasikan penyesuaian
dosis)

Interaksi TMP/SMX dan ARV


• 3TC: Meningkatkan kadar 3TC dalam darah sampai 44%. Tidak ada rekomendasi pe
nyesuaian dosis, periksa kemungkinan efek samping 3TC

20
• AZT: jika diberikan bersama harus dengan hati-hati (dapat menurunkan jumlah
eritrosit dan neutrofil)
• ddI: sedikit menurunkan kadar TMP dan meningkatkan kadar ddI dalam darah. Tidak
di rekomendasikan penyesuaian dosis
NVP: sebaiknya tidak dimulai bersama selama 4-6 minggu

Interaksi Klaritromisin dan ARV


• AZT: Menurunkan kadar AZT dalam darah sampai 25%. Pertimbangkan untuk memi-
num secara terpisah selama 2 jam.
• NVP:Meningkatkan kadar NVP sampai 26%; menurunkan kadar klaritromisin sampai
30%.
• EFV: sedikit meningkatkan EFV, tapi menurunkan klaritromisin sampai 39%
• LPV/r: Meningkatkan klaritromisin? (Dosis klaritromisin harus diturunkan untuk pasien
dengan gangguan ginjal)

Interaksi Ciprofloxacin dan ARV


• ddI atau ddI EC:
– Ciprofloxacin harus diminum 2 jam sebelum atau 6 jam setelah meminum tablet
ddI buffered, karena ddI dapat menurunkan kadar ciprofloxacin dalam darah.
– Ciprofloxacin dapat diberikan bersamaan dengan kapsul ddI EC.

Interaksi Sedatif dan ARV


• Triazolam; diazepam; zolpidem; dan midazolam juga dapat mematikan jika dicampur
dengan PI.
• Pada dosis tinggi, obat-obat tersebut dapat menghentikan napas
– RTV (Norvir): memiliki efek negatif terbesar
– Oxazepam dan temazepam aman diberi bersama Norvir

Interaksi Obat Makanan


Mengapa beberapa obat harus diberi bersamaan dengan makanan dan beberapa obat
harus dimakan dengan perut kosong? Hal tersebut berkaitan dengan:

Absorpsi Obat
• Di lambung, terdapat asam lambung yang membantu mencerna makanan. Kadang-ka
dang cairan tersebut lebih asam daripada waktu-waktu lain.
• Beberapa obat memerlukan lambung yang sangat asam untuk dapat diabsorpsi
secara efisien ke dalam darah (IDV, LPV/r)
• Obat lain memerlukan lambung yang tidak asam (ddI)

Makanan
• Makanan memiliki pengaruh pada keasaman lambung, dan juga terhadap seberapa
baik obat dapat diserap
• Penting untuk mengetahui obat mana yang dapat diminum bersama makanan, dan
obat mana yang memerlukan lambung yang kosong

21
• Beberapa jenis makanan juga mempengaruhi absorpsi obat (misalnya makanan tinggi
lemak)

Instruksi pemberian ARV-Makanan, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Instruksi Pemberian ARV-Makanan

Jenis Obat Interaksi makanan


Tidak ada interaksi makanan
AZT/ZDV,
Dapat diberikan tanpa dipengaruhi makanan
d4T, 3TC
ABC
ddl Makanan menurunkan absorpsi
Formula buffered harus diminum >1/2 jam sebelum atau >2 jam
setelah makan
NVP Tidak ada interaksi makanan
Dapat diberikan tanpa dipengaruhi makanan
EFV Hindari pemberian bersamaan dengan makanan tinggi lemak
(meningkatkan absopsi)
Harus diminum dengan perut kosong
RTV Bersama makanan
Pemberian bersama makanan meningkatkan
absorpsi dan membantu menurunkan efek samping saluran cerna
LVP/r
Berikan bersama makanan
Makanan tinggi lemak meningkatkan absorpsi, terutama sediaan
bentuk cair

22
POKOK BAHASAN 3. PENGKAJIAN / SKRINING RESEP ARV

Pengertian pengkajian resep


Pengkajian/ skrining resep, adalah : Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang meliputi
pengkajian/ skrining resep ODHA sesuai denganpersyaratan administrasi, pertimbangan
klinis dan kesesuaian farmasetik.

Langkah-langkah pengkajian resep obat ARV


1. Persyaratan administrasi meliputi:
a. Persyaratan administrasi resep pasien HIV-AIDS
- No. Registrasi Nasional pasien HIV ART
- Tipe pasien (tipe pasien di bagi menjadi Pasien baru, pasien on ARV, pasien
transit atau pasien Profilaksis ARV)
- Berat Badan Pasien terutama untuk pasien anak
b. Persyaratan administrasi umum :
- Pengecekan keaslian resep (dilihat dari data nama dokter, Nomor izin praktek
(SIP),alamat dan paraf dokter. Nama ruangan/ unit asal resep, nama pasien, umur,
jenis kelamin, berat badan pasien)
Resep ditulis oleh dokter penangungjawab pasien HIV-AIDS, apabila dokter
tersebut berhalangan hadir, obat bisa diberikan dengan menggunakan resep dari
dokter lain, atau melalui salinan resep yang ditanda tangani oleh apoteker sesuai
arahan dokter penanggungjawab pasien.
- Pengecekan keabsahan resep iter (resep berulang) sesuai ketentuan terutama
terkait pasien BPJS Kesehatan.
Resep iter diberikan oleh dokter penangungjawab pasien maksimum untuk stok 6
bulan diberikan kepada pasien yang sudah rutin minum ARV tanpa ada
komplikasi atau IO apapun dan dengan tingkat kepatuhan 100%

2. Pertimbangan Klinik , meliputi:


a. Rejimen pasien (ketepatan pemilihan jenis obat sesuai dengan kondisi pasien-
ketepatan indikasi, misal pasien HIV dengan komplikasi TB maka dalam kombinasi
obat perlu dihindari pemakaian Nevirapine)
b. Ketepatan indikasi (resep diberikan untuk terapi apa profilaksis, dilihat di MR: CD4,
Hb, SGOT,SGPT, infeksi lain selain HIV, )
c. Dosis dan waktu penggunaan obat yang sesuai dengan jenis obat ARV yang
diberikan.
d. Memastikan tidak ada duplikasi pengobatan
e. Melakukan pengecekan interaksi obat ARV yang diberikan dengan obat lain yang
mungkin sedang dikonsumsi pasien (ARV dengan obat IO) misalnya: pasien yang
sedang mengkonsumsi OAT

23
f. Kontra indikasi

3. Kesesuaian farmasetik, meliputi:


a. Kejelasan bentuk sediaan (tablet, kapsul atau puyer)
b. Kekuatan sediaan yang tersedia.
c. Dosis dan Jumlah Obat (penulisan numero & Signature yang sesuai dengan bentuk
sediaan yang tersedia, serta memperhatikan apakah terapi awal atau lanjutan)
d. Stabilitas penyimpanan obat ARV apabila akan dibuat dalam bentuk puyer atau
digerus.
e. Serta pencampuran obat ARV yang memenuhi persyaratan farmasi.

Sampai di sini peserta dapat


mengerjakan Latihan Melakukan
Pengkajian Resep ODHA, sesuai
dengan petunjuk Latihan yang ada
pada fasilitator

24
POKOK BAHASAN 4. PENYIAPAN OBAT ARV

Hal-hal umum terkait Penyiapan obat ARV:


- Obat ARV tersedia dalam bentuk sediaan tunggal dan Fixed Dose Combination
(FDC)
- Obat ARV pada umumnya sudah disiapkan dalam bentuk sediaan dan kemasan
untuk pemakaian selama 1 (satu) bulan, oleh karenanya diharapkan tidak perlu
diracik lagi.
- Namun untuk kebutuhan dosis anak yang disesuaikan dengan berat badan masih
diperlukan peracikan obat ARV dari sediaan yang ada.
- Obat ARV yang tersedia bisa digerus seperti sediaan obat pada umumnya, namun
ada beberapa obat ARV yang tersedia dalam bentuk tablet salut. Untuk tablet salut
yang terpaksa harus digerus apabila memungkinkan sebaiknya dibuat kembali dalam
bentuk sediaan kapsul.
- Penggerusan dan pencampuran obat ARV dilakukan dengan pengerusan secara
manual di mortir di dalam ruang racik, tidak perlu di lemari aseptis.
Pengerusan tidak boleh menggunakan blender / mixer untuk menghindari
“compound” serbuk di ruang peracikan seperti halnya peracikan obat antibiotik.
- Perhitungan dosis obat ARV untuk anak berdasarkan berat badan mengacu pada
pedoman tatalaksana no 87.

ARV Pada Anak Dengan BB Dibawah 25 Kg

ARV Berat Badan Lama Terapi


d4T FDC junior BB 3- 5,9KG
d4T/3TC/NVP 1 x 0,5 TABLET Selama 14 hari
(12MG/60MG/100MG) Tiap pagi

d4T /3TC 1 X 0,5 TABLET Selama 14 hari,


(12 MG/60MG) Tiap malam

Setelah 14 hari: 2X 0,5 Tablet BERUBAH JIKA BB


d4T/3TC/NVP BERUBAH
(12MG/60MG/100 Diminum tiap 12 jam

25
ARV Berat Badan Waktu Minum
d4T FDC junior BB 6- 9,9KG
d4T/3TC/NVP 1 x 1 TABLET Selama 14 hari
(12MG/60MG/100MG) Tiap pagi

d4T /3TC 1 X 0,5 TABLET Selama 14 hari,


(12 MG/60MG) Tiap malam

Setelah 14 hari: 1 X 1 Tablet Tiap pagi hari


d4T/3TC/NVP Diminum tiap 12 jam
(12MG/60MG/100
d4T/3TC/NVP 1 X 0,5 TABLET Tiap malam hari
(12MG/60MG/100

ARV Berat Badan Waktu Minum


d4T FDC junior BB 10- 13,9KG
d4T/3TC/NVP 1 x 1 TABLET Selama 14 hari
(12MG/60MG/100MG) Tiap pagi

d4T /3TC 1 X 1 TABLET Selama 14 hari,


(12 MG/60MG) Tiap malam

Setelah 14 hari: 2 X 1 Tablet Tiap pagi hari 1 tab


d4T/3TC/NVP Diminum tiap 12 jam Tiap malam 1 tab
(12MG/60MG/100

ARV Berat Badan Waktu Minum


d4T FDC junior BB 14- 19,9KG
d4T/3TC/NVP 1 x 1,5 TABLET Selama 14 hari
(12MG/60MG/100MG) Tiap pagi

d4T /3TC 1 X 1 TABLET Selama 14 hari,


(12 MG/60MG) Tiap malam

Setelah 14 hari: 1 X 1,5 Tablet Tiap pagi hari


d4T/3TC/NVP Diminum tiap 12 jam
(12MG/60MG/100

d4T/3TC/NVP 1 X 1 Tablet Tiap malam hari


(12MG/60MG/100

26
ARV Berat Badan Waktu Minum

d4T FDC junior BB 20- 24,9KG


d4T/3TC/NVP 1 x 1,5 TABLET Selama 14 hari
(12MG/60MG/100MG) Tiap pagi

d4T /3TC 1 X 1 ,5 TABLET Selama 14 hari,


(12 MG/60MG) Tiap malam

Setelah 14 hari: 2 X 1,5 Tablet Tiap pagi hari


d4T/3TC/NVP Diminum tiap 12 jam
(12MG/60MG/100

ARV Untuk PPP/PEP

ARV Aturan Pakai Lama Terapi


AZT (300 MG) + 2 X 1 Tablet, Diminum Tiap SATU BULAN
3TC (150 MG) 12 Jam, Sesudah
(Duviral) Makan,Segera Setelah
Terpajan SATU BULAN
EFAVIRENZ (600 MG)/LPV/r
(200 mg/50) 1 X 1 TABLET/2 x 2 tablet
Diminum Tiap 24 Jam,
Malam Hari , Sebelum
Tidur, Perut Kosong
Jika yang terpajan penderita 1 X 1 TABLET/IMINUM SATU BULAN
Hepatitis B TIAP 24 JAM, MALAM
TDF (300 mg) + 3TC (300) + HARI , SEBELUM TIDUR,
Efavirenz (600 mg) (Atripla) PERUT KOSONG1 x 1
tablet, SATU BULAN
/LPV/r (200 mg/50 mg)
diminum 2 x 2 tablet, tdk
boleh bersama TDF

ARV untuk PMTCT


Bayi baru lahir, terapi ARV sebagai berikut:

Zidovudin (2 mg/kg), diberikan 4X1bungkus, diminum setiap 6 jam, diberikan


selama 6 minggu, atau
Zidovudin (4 mg/kg), diberikan 2X1bungkus, diminum setiap 12 jam, diberikan
selama 6 minggu.

Selanjutnya, sesuai dengan kondisi bayi, dapat dilihat pada tabel berikut:

27
Kondisi Bayi Dosis Zidovudin
Bayi cukup bulan 4 mg/kg.bb/12 jam selama 6 minggu , atau
disederhanakan:
● Berat lahir 2000 – 2499 g = 10 mg 2 x sehari
● Berat lahir ≥ 2500 g = 15 mg 2 x sehari
●< 2000 g = 2 mg/kg.BB sekali sehari.
Bayi prematur < 30 minggu 2 mg/KG.BB/12 jam selama 4 minggu pertama,
kemudian 2 mg/Kg.BB/8 jam selama 2 minggu
Bayi prematur 30-35 minggu 2 mg/KG.BB/12 jam selama 2 minggu pertama,
kmd. 2 mg/KG.BB/8 jam selama 2 minggu,
lalu 4 mg/Kg.BB/12 jam selama 2 minggu.

Pelayanan Resep Pasien Transit


Bagi pasien transit, perlu dilakukan :
• Pengecekan kartu pasien HIV/ART untuk memastikan bahwa pasien tersebut benar
terdaftar sebagai pasien on ARV
• Pada kartu pasien tercantum
- No.Register Nasional, No telp dan Alamat layanan ARV tempat pasien tersebut
rutin mendapatkan ARV, Alamat ODHA/ pendamping .
- Rejimen obat yang sedang digunakan dan dosisnya
- Tanggal kunjungan terakhir pasien di layanan asal pasien dan tanggal kunjungan
berikutnya.
 Pada saat memberikan obat mengingatkan kepada pasien supaya menginformasikan
ke petugas PDP tempat pasien terdaftar bahwa pasien masih mengkonsumsi ARV
walaupun tidak berkunjung ke layanan ARV tempat pasien tersebut terdaftar supaya
pasien terkait tetap terhitung sebagai pasien on ARV

Sampai di sini peserta dapat melakukan


Latihan Penyiapan obat ARV, sesuai dengan
petunjuk Latihan yang ada pada fasilitator

28
POKOK BAHASAN 5. KONSELING ADHERENCE SAAT PENYERAHAN OBAT ARV

Konseling Kepatuhan Minum Obat ARV

Adherence dalam istilah medis digunakan untuk menjelaskan pemberian obat yang benar.
Artinya : meminum semua obat yang diresepkan, pada waktu yang benar, dosis yang benar
dan cara yang tepat. Adherence adalah faktor kunci dalam keberhasilan terapi antiretroviral.
Konseling kepatuhan minum obat adalah kegiatan konseling yang dilakukan untuk
mengevalusi aspek non medis yang dapat menghambat seseorang untuk minum obat.
Faktor non medis, sistem layanan dan dampak dari obat yang diminum dan gejala dari
infeksi oportunistik yang pernah diderita.

Kepatuhan pasien untuk minum obat mutlak harus dievaluasi baik secara medis maupun
non medis, hal ini disebabkan karena:
1. Virus HIV selalu bermutasi
2. Mudah terjadi resisten pada pengobatan yang salah
3. Terbatasnya jenis dan pilihan ARV di Indonesia
4. Pendanaan yang terbatas

Resistensi pada pengobatan, terutama disebabkan karena :


1. Rejimen ARV yang salah
2. Dosis ARV yang tidak adekuat
3. Cara minum obat yang salah
4. Pasien lupa atau tidak minum obat (kepatuhan yang buruk)

Dalam proses konseling, farmasis mengevaluasi hambatan yang dapat mengganggu


kepatuhan dan melakukan koreksi pada setiap pertemuan.

Konseling kepatuhan minum obat (adherence) diberikan pada:


 ODHA yang memulai syarat secara medis untuk ARV dan direncanakan untuk
dimulai pengobatan ARV (konseling PRa ART)
 ODHA yang sudah mendapatkan pengobatan dan tidak patuh
 ODHA yang gagal dalam pengobatan dan masuk dalam lini ke-2
 ODHA yang akan mendapatkan ARV untuk pencegahan penularan dari ibu ke
anak (PPIA)
 ODHA yang mendapatkan pengobatan TB
 ODHA yang akan mendapatkan profilaksis untuk infeksi oportunistik
 Pasien lama agar tidak putus obat (drop out)

29
No Penyebab Ketidakpatuhan minum ARV No Daftar Ketidakpatuhan Pasien
Banyaknya obat yang harus diminum dan Lupa. Karena sibuk, terjadi perubahan
1 1
lamanya pengobatan (seumur hidup) rutinitas
2 Kompleksitas regimen 2 Bepergian, tidak bawa obat
3 Penyimpanan khusus 3 Ketiduran
Mempengaruhi gaya hidup pasien (waktu
4 4 Tidak ada makanan atau air minum
makan dan waktu tidur)
Komunikasi yang buruk dengan pemberi
5 5 Tidak ada transport ke Layanan ARV
layanan kesehatan
Ukuran tablet yang besar dan ESO yang
6 IDU 6
tidak nyaman
Tingkat Stres yang tinggi, Depresi / Obat dirasa tidak membantu malah
7 7
Pesimisme memperparah (terkait ESO ARV)
Ketaatan semakin memburuk seiring dengan Berada di lokasi banyak orang, tidak ingin
8 8
waktu ketahuan orang lain

Panduan praktis keterampilan konseling adherence bagi farmasis :


a. Keterampilan Komunikasi, perbanyak menggunakan “open question”
b. Mendengarkan pasien dengan perhatian dan empati
c. Menciptakan suasana hening dan nyaman
d. Perhatikan prilaku Non-Verbal Pasien

PERILAKU NON-VERBAL

BAHASA TUBUH PARALINGUISTIK

- Gerakan dan pastur tubuh - Hembusan nafas


- Ekspresi wajah, kontak mata - Bersungut-sungut
- Orientasi tubuh - Berkeluh Kesah
- Kedekatan tubuh/jarak - Perubahan tinggi nada
- Menjadi cermin - Perubahan Keras Suara
- Menghilangkan jarak/ - Kelancaran suara
pembatas (mis Kursi) - Senyum yang dipaksakan

30
Contoh Prilaku Suportif pada beberapa budaya

VERBAL NON-VERBAL
Gunakan bahasa yang dipahami pasien Nada suara sesuai dengan pasien
Ulangi carita pasien dengan kata-kata lain Tatap mata pasien (jika sesuai norma)
Klarifikasi pernyataan pasien Mengangguk
Katakan dengan jelas dan cukup (tidak
Gunakan ekspresi wajah
berlebihan kata-kata)
Merespon atas pesan utama Gunakan gerakan tubuh yang sesuai
Buat satu-dua kata penerimaan yang
Jaga jarak nyaman
mendukung “ya” “Mmm”
Tanggapan sesuai usia pasien Irama bicara yang tepat
Berikan informasi yang diperlukan Tubuh santai
Sikap
Membuat rangkuman / Kesimpulan
tubuh terbuka

Contoh Prilaku Non-Suportif pada beberapa Budaya

VERBAL NON-VERBAL
Menasehati Sering mengalihkan tatapan mata
Moralisasi Jarak tidak cukup nyaman
Suara dari rekasi tubuh: sendawa terus
Menuduh, menghakimi, dan memberi label menerus, bersin-bersin, menyeka ingus terus
menerus, mendengkur
Menghela nafas, mengeryitkan dahi, menguap
Bujuk rayu berlebihan
atau tarik nafas dalam
Mengajukan pertanyaan “Mengapa”
Nada suara tidak menyenangkan
menginterogasi
Menuntut Berbicara terlalu cepat atau terlalu pelan
Terlalu sering menjamin rasa aman Pandangan kosong
Meluas dari topic Terus menatap
Mempolakan sikap Terlalu banyak bergerak
Mengkritik atau mencela atau menyalahkan Menguap
Lingkungan yang dapat menghambat atau
Mendorong ketergantungan
mengganggu perhatian

A. KONSELING PRA-ART
Merupakan tahap awal dari konseling adherence. Pada dasarnya merupakan
konseling untuk proses persiapan ART, menerapkan konsep 5 A, yaitu:
1. Assess / menilai
2. Advice / menyarankan
3. Agree / menyepakati
4. Assist / membantu
5. Arrange / merencanakan

31
1. Assess/Menilai
Merupakan kegiatan untuk mengases/menilai, tentang:
a. Kondisi Klinis Pasien
b. Motivasi mendapat perawatan dan menerima ARV
c. Pemahaman pasien tentang HIV/AIDS dan ART
d. Sosio Ekonomi pasien, pekerjaan (potensi hambatan kepatuhan )
e. Psikologi dan Emosi pasien
f. Disclosure/membuka diri (siapa saja yang sudah tahu statusnya)

Menilai pemahaman tentang ART, dapat dilakukan dengan mengajukan serangkaian


pertanyaan sebagai berikut:
• Apa yg anda ketahui tentang HIV&AIDS dan ART ?
• Apa sudah mengetahui keuntungan dari ART ?
• Apakah ART dapat menyembuhkan HIV ?
• Berapa lama anda harus minum ART ?
• Apa dampak ART pada sistem pertahanan tubuh ?
• Mengapa anda harus teratur berkunjung ke klinik VCT, bila dapat ART ?
• Apa yang anda ketahui tentang efek samping ART?
• Mengapa penting sekali untuk tidak lupa minum ARV?
• Apa yang akan terjadi bila anda minum ARV dengan benar?
• Mengapa ART sering tidak baik untuk dibarengi dengan obat lain, tanpa
konsultasi?

2. Advice/Saran
Dari hasil penggalian data di tahap pertama, farmasis memberikan saran sesuai
kondisi pasien :
• Saran menjaga diri dan menghindari diri dari IO
• Saran persiapan untuk memulai ARV seperti perubahan rutinitas harian
• Saran untuk membangun disiplin diri untuk adherence ARV

3. Agree
• Memastikan ulang kesediaan/kemantapan pasien untuk memulai ART
• Memastikan peserta setuju dan akan mencoba untuk melakukan perubahan
prilaku, rutinitas harian (bila diperlukan) dll
• Bersedia minum terus..?

4. Assist
Pada tahap ini, farmasis melakukan eksplorasi kepada pasien, apa yang kira-kira
bisa dibantu ketika pasien mendapatkan pengobatan ARV
• Pasokan obat secara teratur dan berkesinambungan. Bagaimana dengan
ketersediaan dana?
• Menginformasikan Efek Samping obat ARV yang mungkin dihadapi.

5. Arrange

32
• Mengatur jadwal kapan pasien akan pertama kali memulai minum obat
• Menjelaskan kemungkinan rejimen yang akan diterima dan jelaskan cara
pemakaian
• Mengatur jadwal untuk tes lab yang diperlukan untuk memulai ARV (CD4,
SGPT/SGOT, dll)
• dan mengatur jadwal untuk pertemuan berikutnya (konseling pra-ART kedua bila
diperlukan)

Sampai di sini peserta dapat melaku


kan Bermain peran Konseling
adherence Pra ART, sesuai dengan
petunjuk dan skenario Bermain peran
yang ada pada fasilitator

B. KONSELING ADHERENCE PASIEN PERTAMA MEMULAI ARV


Pada konseling adherence pasien pertama memulai ARV, menerapkan prinsip“ 5 P ”,
yaitu:

Tahapan Konseling :
1. Perkenalan
2. Penilaian Awal
3. Penjelasan
4. Penilaian Akhir
5. Penutup/ follow up

1. Perkenalan
Tujuan tahap perkenalan adalah untuk memberikan keyakinan pada pasien
bahwa dirinya telah berkomunikasi dengan orang yang tepat. Kegiatan yang
dilakukan:
 Sapa pasien dengan ramah, perkenalan apabila belum pernah bertemu di
konseling pra ART.
 Perkenalkan diri anda : “Saya farmasis di Puskesmas …, yang akan
membantu pengobatan bapak/Ibu/saudara”
 Jelaskan tujuan konseling
 Lama waktu yang dibutuhkan
 Tanyakan identitas konseli (nama, umur, BB, alamat, nomor telpon, status
perkawinan, kesuburan, jenis obat yang akan diminum, nama pendamping
minum obat, hubungan dengan konseli, alamat & no.telp) catat dalam Kartu
follow up ART

33
2. Penilaian Awal Pasien
Seperti yang dilakukan pada tahap awal konseling pra ART, bila sebelumnya
pasien belum pernah di konseling Pra ART), yaitu menilai:
 Kondisi Klinis Pasien
 Tujuan / motivasi mendapat perawatan dan menerima ARV
 Pemahaman pasien tentang HIV/AIDS dan ART
 Sosio Ekonomi pasien, pekerjaan (potensi hambatan kepatuhan )
 Psikologi dan Emosi pasien
 Disclosure (siapa saja yang sudah tahu statusnya)
Gunakan form follow up ART

Penilaian awal pasien, meliputi:


a. Pelajari Detail kesehatan pasien melalui rekam medis pasien
b. Pelajari tentang rasa percaya diri dan attitude pasien tentang HIV dan
pengobatannya.
c. Pelajari sumber dukungan sosialnya
d. Pelajari tentang situasi sosio-ekonomi pasien
e. Pelajari tentang hambatan adherence yang mungkin muncul dari pasien
terkait (barriers adherence)

Penjelasan Detail
a. Pelajari Detail kesehatan pasien melalui rekam medis pasien
- Pelajari kondisi pasien secara umum, apakah: Baring/ambulatory/kerja
- Pelajari kesehatan mental pasien, adakah tanda-tanda
stress/tertekan/curiga dsb
- Hal-hal terkait alkohol dan narkotika
- Pemakaian obat lain. Apakah pasien sedang mengkonsumsi obat lain?
Atau dalam pengobatan penyakit lain? Obat apa saja? Sudah berapa
lama? Mendapatkan obat tersebut dari mana?

b. Pelajari tentang rasa percaya diri dan attitude pasien tentang HIV dan
pengobatannya. Cobalah menggali pendapat pasien tentang :
- Efektifitas pengobatan dengan ARV
- Komitmen terhadap pengobatan
- Persepsi pasien tentang tingkat keseriusan penyakitnya
- Kebiasaan untuk pencegahan dan perlindungan.

c. Pelajari sumber dukungan sosialnya


- Apakah pasien sudah membuka statusnya. Kepada siapa saja pasien
sudah membuka statusnya?
- Cari tahu apakah pasien tinggal dengan orang tua/keluarga atau
tinggal sendiri

34
- Apakah ada dukungan dari keluarga atau teman. Dalam bentuk apa
dukungan terse- but?
- Apakah ada dukungan diluar dari keluarga, misalnya dari NGO/ LSM
dll. Apa bentuk dukungan tersebut?

d. Pelajari tentang situasi sosio-ekonomi pasien


- Apakah pasien tinggal di rumah sendiri/kontrak
- Apakah pasien bekerja /punya penghasilan atau tidak
- Apakah ada ketergantungan sosial ? Kepada siapa?
- Jarak lokasi rumah pasien dengan layanan CST

Hambatan terhadap adherence, dapat dinilai dengan menggunakan matriks


berikut:

No Potensi Hambatan Adherence Ya Tidak


Tidak bisa berkomunikasi dengan baik (kendala
1
bahasa, konsentrasi dll)
2 Kurangnya Pemahaman tentang HIV/AIDS
3 Kurangnya dukungan sosial
Belum membuka status ke keluarga atau orang
4
terdekat
5 Peminum alkohol atau pengguna Narkoba
6 Kondisi Mental

3. Penjelasan
Selanjutnya berikan penjelasan kepada pasien:
 Atur waktu minum obat bersama pasien, melakukan pemilihan waktu minum
obat bersama pasien dan yang paling memungkinkan untuk bisa meminimalis
kelupaan minum obat. Gunakan form petunjuk minum obat.
 Tunjukan obat ARV pasien dan cara pemakaian, sambil melakukan konseling
berubahan rutinitas/prilaku (bila diperlukan)
 Penjelasantentang cara mengenali ESO dari ARV yang diterima pasien dan
cara mengatasinya.
 Menjelaskan interaksi obat ARV, makanan yang perlu dikonsumsi dan yang
perlu dihindarkan sesuai dengan rejimen pasien terkait
 Jelaskan bagaimana kalau tertinggal dosis
 Jelaskan apa yang harus dilakukan apabila pasien bepergian, atau apabila
terpaksa harus mengambil obat ARV di layanan ARV lain (transit)

4. Penilaian Akhir:
Lakukan penilaian akhir, dengan cara:
 Minta pasien mengulang kembali apa saja yang sudah di jelaskan yang
meliputi :

35
- Cara pemakaian obat (sesuai dengan petunjuk minum obat) yang telah
disepakati bersama
- Cara mengenali ESO dan apa yang harus dilakukan
- Apa saja yang perlu dilakukan untuk menghindari penularan ke orang lain
dan atau menjaga diri dari IO.
 Beri kesempatan pasien untuk bertanya

5. Penutup/Follow up
Sebagai penutup dari konseling adherence pada tahap ini:
 Akhiri pembicaraan dengan memberikan obat dan form Petunjuk minum obat
kepada pasien
 Meminta pasien untuk menandatangani Register pemberian obat
 Ingatkan kapan harus kembali mengambil obat.
”Jadi kita ketemu lagi bulan depan tanggal berapa pak/bu..”
 Simpan semua file pencatatan pasien Kartu Follow ART dengan baik.

Sampai di sini peserta dapat melakukan


Bermain Peran Konseling adherence
pada pasien yang memulai ART, sesuai
dengan petunjuk dan skenario bermain
peran yang ada pada fasilitator

36
POKOK BAHASAN 6. MONITORING PENGGUNAAN ARV

Monitoring Penggunaan ARV dilakukan melalui konseling pasien dalam terapi ARV yang
disesuaikan dengan hasil pemantauan tingkat kepatuhan pasien

Konseling ini ditujukan kepada:


1. Pasien dalam terapi ARV, dengan adherence yang bervarisi:
- Adherence >95%
- Adherence 80 – 95%
- Adherence <80%
2. Pasien dalam terapi dengan kondisi khusus : Hamil, TB, Hepatitis dan ada IO lain
3. Pasien yang mengalami perubahan rejimen / kombinasi obat ARV

Tahapan Konseling :
1. Menyapa akrab pasien
2. Monitor adherence
3. Monitor efek samping obat
4. Penjelasan
5. Penutup/ follow up

1. Menyapa pasien

 Menyapa dengan ramah


 Membuka file/ kartu follow up ART pasien, dengan mencocokkan nama dan
nomer register nasional.
 Membuka dengan pertanyaaan yang ramah (ice breaking)

2. Penilaian (lengkapi form follow up ART)


Jika rejimen obat tetap, tanyakan :
• Apa ada keluhan – keluhan yang dialami selama minum obat? – monitoring ESO
• Berapa jumlah obat yang masih tersisa ? Apakah selama ini obat diminum teratur
dan tepat waktu, jika tidak berapa kali lupa dan berapa kali tidak tepat waktu ? –
monitoring adherence
• Apakah masih minum obat lain/ food suplement atau herbal alternatif lain, selain
obat ARV ?

Jika rejimen obat berbeda dengan sebelumnya, tanyakan :


• Apa yang telah terjadi selama minum obat rejimen sebelumnya?
• Apa saudara tahu kenapa obat ini diganti ?.
• Tanyakan data – data yang menunjang pengganti rejimen obat (misalnya alergi,
nilai SGOT, SGPT; Hb; kondisi kesuburan/program hamil atau sedang hamil).

37
• Apakah dokter sudah menjelaskan bagaimana cara minum obatnya ?.
• Apakah dokter sudah menjelaskan kemungkinan efek samping yang akan terjadi?

3. Penjelasan
Bila rejimen obat tetap (mintalah pasien yang menjelaskan cara pakai obat)

• Ingatkan kembali:
- minum obat secara teratur, tepat waktu,waktu dan cara minum obat lain selain
ARV
- makanan yang sebaiknya dikonsumsi dan dihindari,

Jika rejimen obat diganti


• Jelaskan alasan penggantian obat:
- Efek samping
- Resistensi
- Ada IO TB dll
• Beri tahu kapan, cara dan waktu minum obat yang benar dan perbedaan dengan
obat sebelumnya apabila terjadi pergantian rejimen ARV
• Jelaskan tentang kemungkinan efek samping yang mungkin terjadi dan bagaimana
cara menanggulanginya.
• Jelaskan tentang manfaat obat lain yang diberikan dokter dan bagaimana cara
meminumnya.
• Ingatkan kembali tentang konsumsi makanan dan minuman yang dianjurkan dan
yang dihindari.

4. Verifikasi
Memberi kesempatan untuk bertanya,
• Apakah ada sesuatu yang ingin ditanyakan ?.
• Jika ada dengarkan dan beri jawaban, jika tidak, lanjutkan.
• Menawarkan pasien untuk bergabung dengan komunitas atau mendapatkan
pendampingan sebaya (bila memungkinkan).

5. Penutup
 Akhiri pembicaraan
- memberikan obat dan meminta untuk menandatangani lembar register
pemberian obat ARV
- ingatkan kapan harus kembali mengambil obat.
“Jadi kita ketemu lagi disini bulan depan tanggal…..”.

 Lakukan pencatatan di Kartu Follow up ART


 Simpan semua file pencatatan pasien Kartu Follow up ART dengan baik.

Sampai di sini peserta dapat melakukan Bermain


Peran Konseling adherence pada pasien on ART ,
sesuai dengan petunjuk dan skenario bermain peran
yang ada pada fasilitator

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI, 2014, Peraturan Kementerian Kesehatan RI Nomor No. 87


tahun 2014 Tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral
2. Kementerian Kesehatan RI, 2011, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penye
hatan Lingkungan, Modul Pelatihan Konseling Lanjutan bagi Konselor HIV terlatih di
Sarana Kesehatan
3. Kementerian Kesehatan RI, 2010, Pedoman Konseling Adherence Anti Retroviral tahun
2010, Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan,

39

Anda mungkin juga menyukai