Disusun Oleh :
Kelompok VI
1. Anggi arindi C051171720
2. Hasmiati C051171718
3. Syafitri utami pamili C051171715
B. ETIOLOGI
1. Cairan panas (air, minyak, kuah)
2. Api (Bensin, Minyak tanah, Gas LPG)
3. Listrik (PLN, Petir )
4. Zat kimia (Asam, Basa, Kosmetik )
5. Radiasi (Matahari, Radioterapi, Bom)
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
E. PATOFISIOLOGI .
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas
kepada tubuh.panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik.
Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel.
Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan
yang dalam termasuk organ visera, dapat mengalami kerusakan karena luka bakar
elektrik atau kontak yang lama dengan agens penyebab (burning Agent ) nekrosis
dan kegagalan organ dapat terjadi.
1. Respon sistemik.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat
selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan
hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan
diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Pada pasien yang luka
bakarnya tidak melampaui 20 % dari luas total permukaan tubuh akan
memperlihatkan respon yang terutama bersifat local.
Insidensi, intensitas dan durasi perubhan patofisiologik pada luka bakar
sebanding dengan luasnya luka bakar dengan respon maksimal terlihat pada luka
bakar yang mengenai 60 % atau lebih daru luas permukaan tubuh. Kejadian
sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidak stabilan
hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi nya
perpindahan cairan, natrium serta protein dari raung intravaskuler kedalam ruang
interstisial. Ketidak stabilan hemodinamika bukan hanya melibatkan mekanisme
kardiovaskuler tetapi juga keseimbangan cairan serta elektrolit, volume darah,
mekanisme pulmonar dan pelbagai mekanisme lainnya.
2. Respon kardiovaskuler.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada
volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler,maka curah jantung akan terus menurun dan
terjadi penurunan tekanan darah.keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar.
Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan katekolamin
yang meningkatkan resistensi perifer ( Vasokontriksi ) dan frekuensi denyut
nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah
jantung. Umunya jumlah kebocoran cairan yang terbesar terjadi dalam 24 jam
hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam
tempo 6 hingga 8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka
bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali kedalam kompartemen
vaskuler. Setelah cairan diabsorpsi kembali dari jaringan interstisial kedalam
kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Dan jika fungsi renal dan
dan kardiak masih memadai haluaran urin akan menningkat. Diuresis berlajut
selama beberapa hari hingga dua minggu.
Pasien luka bakar yang lebih parah akan mengalami edema yang massif.
karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar
(sirkumferensial), tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstrimitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen ( compartment syndrome).
Dokter harus melakukan tindakan eskaratomi ( insisi pada leher ) untuk
mengurangi efek konstriksi dari jaringan yang terbakar.
3. Efek pada cairan, elektrolit dan volume darah.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat
terjadi syok luka bakar. Di samping itu kehilangan cairan akibat evaporasi lewat
luka bakar dapa mencapai 3 hingga 5 L atau lebih selama periode 24 jam
sebelum permukaan kulit yang terbakar tertutup. Selama syok luka bakar, respon
kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan berfariasi.
Hyponatremia juga sering dijumpai dalam minggu pertama fase akut
karena air akan pindah dari ruang interstisial kedalam ruang vaskuler. Segerah
setelah terjadi luka bakar, hyperkalemia akan dijumpai sebagai akibat dari
destruksi sel yang massif. Hiperkalemia dapat terjadi kemudian dengan
berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.
Pada saat luka bakar, sebagian sel darah merah dihancurkan dan sebagian
lainnya mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia. Kendati terjadi keadaan
ini, nilai hemaatokrit pasien dapat meninggi akibat kehilangan plasma.
Abnormalitas koagulasi yang mencakup penurunan jumlah thrombosis dan
masa pembekuan serta waktu prothrombin yang memanjang juga ditemukan
pada luka bakar.
4. Respon pulmonal.
Sepertiga dari pasien luka bakar akan mengalami masalah pulmoner.
Meskipun tidak terjadi cedera pulmoner, hopoksia dapat dapat dijumpai . pada
luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh pasien akan meningkat
dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon local (
white, 1993). Untuk memastikan tersedianya oksigen bagi jaringan. Cedera
inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada korban-korban kebakaran.
Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu : cedera
saluran nafas atas dan cedera inhalasi dibawah glotis.
5. Respon sistemik lainnya.
Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume
darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cedera akan menghasilkan
hemoglobin bebas dalam urine. Jika tejadi kerusakan otot myoglobin akan
dilepaskan dari sel-sel otot dan diekskesikan oleh ginjal. Bila aliran darah lewat
tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mieglobin menyumbat tubulus
dan gagal ginjal. Pertahanan immunologic tubuh sangat berubah akibat luka
bakar, semua tingkat respon imun akan dipengaruhi secara merugikan.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan factor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan kadar immunoglobulin serta komplemen
serum, gangguan fungsi neutrophil dan penurunan jumlah limfosit. Imunosupresi
membuat pasien luka bakar beresiko tinggi untuk mengalami sepsis.
Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidak mampuan tubuh untuk
mengatur suhunya. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat memperlihatkan
suhu tubuh yang rendah dalam beberapa jam pertama pasca luka bakar tetapi
kemudian setelah keadaan hipermetabolisme menyetel kembali suhu inti tubuh,
pasien luka bakar akan mengalami hipertermia selama sebagian besar periode
pasca luka bakar kendati tidak terdapat infeksi. Ada dua komplikasi
gastrointestinal yang potensial yaitu ; ileus paralitik dan ulkus curling.
F. PENATALAKSANAAN.
a. Perawatan sebelum di rumah sakit.
Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian
luka bakar dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi.
Pre-hospital care dimulai dengan memindahkan/menghindarkan klien dari
sumber penyebab LB dan atau menghilangkan sumber panas.
Tindakan perawatannya meliputi :
1. Jauhkan penderita dari sumber Luka Bakar
a) Padamkan pakaian yang terbakar
Upayakan pendinginan dengan menggunakan air sejuk (20ºC) dibawah
15 menit. Kemudian keringkan gunakan selimut kering dan bersih
b) Hilangkan zat kimia penyebab luka bakar
Bila luka bakar karena zat kimia Siram dengan air sebanyak-banyaknya
c) Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek
yang kering dan tidak menghantarkan arus (nonconductive)
2. Kaji ABC (Air way, breathing, cirkulation)
a) Perhatikan jalan nafas (airway)
b) Pastikan pernafasan (breathing) adekuat
c) Kaji sirkulasi
3. Kaji trauma yang lain
4. Pertahankan panas tubuh
5. Perhatikankebutuhan untuk pemberian cairan intravena
6. Transportasi (segera kirim klien ka rumah sakit
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mengurangi risiko terkontaminasi
radiasi:
Pergunakan APD yang memadai
Melawan arah angin
Isolasi sumber radiasi
Peraturan tidak boleh makan dan minum diarea bencana
Personal hygiene
8. Pemberian cairan
Cairan intravena jarang diperlukan dilapangan pada saat awal, kecuali jika
terjadi keterlambatan datangnya transportasi ke RS tidak terhindarkan.
b. Penanganan di bagian emergensi.
Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan
yang telah diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau
penanganan yang dilakukan tidak adekuat, maka pre hospital care di berikan di
bagian emergensi.Penanganan luka (debridemen dan pembalutan) tidaklah
diutamakan bila ada masalah-masalah lain yang mengancam kehidupan klien,
maka masalah inilah yang harus diutamakan ;
1. Pengkajian primer
a) Air way dan breating
Semua pasien luka bakar harus menerima tambahan oksigen oeh
petugas medis IGD, pemberian oksigen harus dilanjutkan sampai tidak
dibutuhkan. Intubasi harus dipertimbangkan segera pada pasien dengan
gejala dari gangguan jalan napas.
Cedera Inhalasi
Trauma inhalasi tidak bisa begitu saja disingkirkan sampai 3 komponen
trauma inhalasi diketahui.
Segitiga cedera inhalasi:
Mekanisme cedera
Mekanisme cedera
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mekanisme cedera , yaitu
1. Kaji adanya luka bakar yang terjadi pada ruang tertutup yang panas atau terpajan asam
pada periode yang lama. Kemungkinan cedera jalan napas lebih besar terjadi pada
runagan tertutup dari pada ruangan terbuka.
2. Pertimbangan adanya yang bisa terjadi ketika ada objekyang terbakar pada ruang tertutup
3. Kerusakan silia pada saluran jalan napas menyebabkanketidakmampuanuntuk
mengeluarkan lendir atau bakteri yang ditujukan adanya bronchitis tranchea.
Beberapa hal berikut ini bisa muncul berdasarkan penelitian pada cedera inhalasi :
1. Dyspnea
2. Suara serak (parau)
3. Batuk
4. Kecemasan, agitasi
5. Stridor
6. Whezing
7. Muka terbakar, tanda pada rambut hidung
8. Adanya sputum yang mengandung karbon
Sebagian besar kefatalan yang terjadi ditempat kejadian kebakaran diakibatkan karena
aspirasi atau keracunan karbonmonoksida. Pada kasus keracunan karbon monoksida sangat
penting diatasi segera untuk penyelamatan nyawa dari cedera inhalasi karena
karbonmonoksida dapat mengikat oksigen 200 kali lebih efektif dari pada oksigen itu sendiri
: hipoksia jaringan terjadi jika hemoglobin tidak mampu mengikat karbon monoksida.
Kulit pasien yang kadar karbon monoksidanya tinggi berwarna seperti merah cherry, tetapi
hanya bisa diobservasi pada penderita yang mengalami keracunan karbon monoksida hebat.
Walaupun jumlah oksigen dalam darah menurun, jumlah oksigen larut dalam plasma (PaO2)
tidak dipengaruhi oleh keracunan karbon monoksida, hasil analisa gas darah normal.
Oksimetri digunakan untuk mendeteksi saturasi hemoglobin dan tidak mengukur karbon
monoksida, sehingga kadar saturasi oksigen akan terlihat normal.Namun, Kadar serum
karbon monoksida harus diperhatikan pada setiap pasien yang beresiko terpapar karbon
monoksida setelah kebakaran.
Untuk penanganan pada kasus keracunan karbonmonoksida dan cedera inhalasi, segera
berikan oksigen 100%, jika hal tersebut tidak bisa dicapai oleh petugas EMS terutama ketika
sampai di IGD Jika terjadi gangguan jalan napas, intubasi endotracheal harus dilakukan dan
alat-alat untuk mengatasi kesulitan jalan napas harus tersedia. Intubasi mungkin bisa sangat
sulit karena pasien –pasien tersebut mengalami bengkak pada wajah dan hipolaring.
Pengkajian pengembangan dada sangat penting pada luka bakar sirkumferensial dengan
kedalaman penuh. Pengembangan dinding dada menjadi terganggu dan akhirnya akan
menghalangi kemampuan pasien untuk melakukan ventilasi secara adekuat.
Jaringan yang tidak elastis (eschar) dapat mengkibatkan compartement syndrome karena
luka bakar sebagai akibat akumulasi cairan ekstraseluler dan ekstravaskular pada ruang
anatomi yang terbatas
Tekanan kompartemen 30mmHg adalah tekanan yang diterima pada level yang
membutuhkan intervensi untuk mencegah kematian jaringan.
Escharatomi dan fasiotomi adalah prosedur operasi untuk mengembalikan sirkulasi dan
mencegah komplikasi lebih lanjutdari luka bakar sirkumferensial kedalaman penuh dan luka
bakar listrik tegangan tinggi.
b) Cirkulation
1. Pengkajian dan perawatan sirkulasi yang adekuat adalah komponen yang penting
dalam manajemen luka bakar. Kegagalan dalam melakukan manajemen dapat
berdampak langsung untuk terjadinya syok luka bakar. Berikut adalah tindakan untuk
menjamin sirkulasi yang adekuat.:
2. Pastikan akses intravena
3. Pasang dua jalur Iv kateter ukuran besar untuk resusitasi cairan dan manajemen
nyeri, melalui jaringan yang tidak terbakar. Akses melalui jaringan luka bakar
dimungkinkan jika tidak ada pilihan yang memungkinkan.
4. Jika tidak bisa diberikan melalui IV kateterperifer, bisamenggunakan vena sentral
atau intraosseus
5. Pemilihan cairan untuk dewasa adalah ringer laktat
6. Hindarinormal salin untuk resusitasi intravena karen anormal saline dapat barrier
aliran darah otak, pengunaan normal saline dapat menyebabkan perpindahan
elektrolit yang menimbulkan edema yang berlebihan.
7. Monitor kecukupan resusitasi cairan dengan mengukur pengeluaran urine. Target
pengeluaran urine pada dewasa adalah 0,5-1 mL/kg/jam sedangkan pada anak-anak
1-1,5 mL/kg/jam.
8. Kaji adanya pengaruh ketidakcukupan resusitasi cairan.
9. Kaji adanya akibat kelebihan cairan resusitasi
10. Monitor stabilisasi hemodinamik. Penurunan kardiakoutput dan penurunan tekanan
darahyang berlanjut setelah cedera luka bakar jarang terjadi
11. Meninggikan area cedera luka bakar daripada jantung, membantu mengurangi edema
12. Kaji adanya masalah sirkulasi dan jantung pada pasien dengan cedera luka bakar
karena kilat.
Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan adalah untuk menjaga perfusi jaringan dan fungsi organ.
Kelebihan resusitasi cairan dapat menyebabkan edema yang berlebihan,
terganggunya aliran darah kejaringan luka bakar. Resusitasi yang kurang dapat
menyebabkan shock dan kerusakan jaringan.formula parkland adalah salah satu
metode yang digunakan dalam resusitasi cairan.
Formula Parkland
Digunakan untuk mengukur jumlah cairan yang diberikan dalam 24 jam pertama
setelah terjadi cedera luka bakar. Dihitung mulai dari saat kejadian nyata bukan
waktu saat datang di IGD. Setengah dari hasil perhitungan total volume cairan
resusitasi harus diberikan dalam 8 jam pertama setelah cedera luka bakar dan sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Cairan yang direkomendasikan adalah ringer
laktat. Untuk volume resusitasi memperkirakan jumlah cairan yang akan dibutuhkan,
dilanjutkan evaluasi pasienterhadap usaha resusitasi, termasuk pengukuran urine
output perjam, merupakan hal penting dalam resusitasi cairan yang sesuai.
Terbakar adalah salah satu cedera yang paling menyebabkan nyeri intensif. Nyeri pada
pasien luka bakar disebabkan langsung oleh keruskan jaringan langsung. Tetapi nyeri juga
disebabkan oleh stimulasi inflamasi dan hiperalgesia (sensitivitas terhadap rangsang nyeri ).
Reaksi peradangan dari luka bakar temasuk pengeluaran histamine, bradikinin, dan
prostaglandin, substansi yang peka dan menstimulasi akhir saraf perifer dan memproduksi
nyeri tambahan.
1. Setiap pasien dengan luka bakar akan mengalami pengalaman nyeri yang berkaitan
dengan ukuran, kedalaman atau mekanisme terjadinya cedera.
2. Menjamin efektifitas analgesik di IGD harus mempertimbangkan prioritas utama bahwa
pengkajian primer dan sekunder telah dilengkapi.
3. Pemberian opioid dapat menurunkan nyeri dengan cepat dan harus dititrasi untuk
mencapai tingkat kenyamanan pada setiap pasien.
4. Pemberian analgesik secara intravena adalah pilihan untuk penderita luka bakar. Berikut
adalah pemilihan obat-obat di IGD, berikut garis besar petunjuk dosis di rumah sakit :
a. Morphine
b. Hydromorphone
c. Fentanyl
5. Hindari pemberian obat nyeri melalui intramuskuler dan oral pada pasien luka bakar akut,
karena pembrerian dengan cara tersebut tidak dimetabolisme secara adekuat untuk
kontrol nyeri karena adanya penurunan perfusi pada pasien luka bakar.
6. Cedera luka bakar membutuhkan analgetik dosis tinggi.waspada untuk memonitor
keadekuatan jalan napas dan depresi pernapasan merupakan hal yang sangat penting
7. Jika memungkinkan dapat diberikan pengubah efek samping opioid. Agen pengubah
termasuk dalam berikut ini. Dibawah ini petunjuk dosis menurut petunjuk rumah sakit :
a. Flumazenil
b. Naloxone
c. Disabiliti
Tidak seperti pada pasien cedera lainnya, pasien cedera luka bakar biasanya terjaga dan
sadar walaupun mengalami luka bakar luas. Jika ada penurunan kesadaran dan
gangguan status neurologis, pertimbangkan adanya cedera kepala, penggunaan zat-zat
terlarang, keracunan gas monoksida, hipoksia, atau kondisi medis yang mendahului.
Lakukan pengkajian neurologi mendalam dan menyeluruh pada pengkajian sekunder
jika diperlukan.
2. Pengkajian sekunder
A: alergi
4. Dapatkan informasi penting dari petugas IGD berhubugan dengan kejadian sekitar cedera
luka bakar
a. Lokasi dimana pasien ditemukan
b. Durasi terpajan asap dan api
c. Lingkungan sekitar cedera kebakaran
d. Cedera yang menyertai
e. Waktu kejadian terjadinya Cedera kebakaran (buka waktu masuk IGD)
5. Harus waspada adanya perbedaan antara riwayat dengan adanya luas cedera fisik. Selalu
mempertimbangkan kemungkinan dari pengobatan yang tidak tepat, bunuh diri dan
pembunuhan.
Perawatan Luka
Perawatan untuk pasien luka bakar harus dilakukan secara rutin seperti pada pasien
trauma dengan primary survey segera setelah memindahkan pasien ke tempat yang aman.
Pada saat menentukan pasien stabil atau sedang load and go segera alihkan perhatian pada
luka bakar untuk menghentikan proses progresifitas luka bakar tersebut secepat mungkin
dengan cara mendinginkan setelah memindahkan pasiendari tempat kebajkaran. Pendinginan
dilakukan dengan cara menyiram air dalam jumlah yang banyak tetapi harus dikerjakan
maksimum 1 menit saja mulai dari tejadi luka bakar. Jika pasien dengan luka bakar akan
dikirim ke pusat luka bakar, luka pasien harus ditutup dengan sesuatu yang bersih seperti
kain kering dan selimut jika dibutuhkan untuk menjaga suhu. Pemeriksaan pada pasien luka
bakar harus mencatat mekanisme keadaan seperti penyebab, ledakan, mekanisme trauma
lainnya seperti kepulan asap, percikan bahan kimia, dan listrik. Menanyakan riwayat
penyakit terdahulu , melakukan dengan standar secondary survey pada pasien yang stabil.
Pathway
Agen penyebab luka bakar
( Api, Bahan kimia, Cairan panas, Arus listrik, Radiasi)
EDEMA FARING
PENINGKATAN RESIKO INFEKSI RESIKO CIDERA
CO MENINGKAT
PERMEABILITAS VASKULER
OBSTRUKSI JALAN NAFAS DAN
GANGGUAN
PENINGKATAN MUKUS RBC DAN HB
HB TIDAK MAMPU PERGESERAN CITRA TUBUH
MENGIKAT OKSIGEN RUSAK
PROTEIN, AIR, NA
KETIDAK EFEKTIFAN
BERSIHAN JALAN NAFAS ODEMA DILEPAS KE URINE PEMAJANAN UJUNG
TEKANAN SARAF
OSMOTIK
RESIKO HIPOLEMIA PENURUNAN VOL. DARAH MENURUN
OBSTRUKSI TUBULUS
PENURUNAN
SIRKULASI NYERI AKUT
GINJAL KEKURANGAN VISKOSITAS CAIRAN INTRAVASKULER
VOLUME CAIRAN MENURUN GANGGUAN SIRKULASI
3. Sirkulasi:
Pada Klien dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT akan ditemukan tanda-
tanda hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok
listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan
oedema jaringan (semua luka bakar).
4. Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
5. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan
bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai
stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
6. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
7. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD)
pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan
retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok
listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
8. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang
derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua
tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
9. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan
nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret
jalan nafas dalam (ronkhi).
10. Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak
terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase
intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa
hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut
dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat
kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau
jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara
perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.
Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif),
luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik
sehubungan dengan syok listrik)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d obstruksi jalan nafas, cedera inhalasi
2. Kekurangan volume cairan b/d kerusakan integritas kulit
3. Risiko kekurangan volume cairan
4. Kerusakan integritas kulit b/d trauma: kerusakan permukaan kulit
5. Risiko perfusi renal tidak efektif
6. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer
7. Nyeri akut b/d kerusakan kulit/jaringan
8. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskuler , nyeri
9. Ansietas b/d krisis situasi
10. Defisit pengetahuan b/d kurang sumber pengetahuan
11. Risiko Infeksi
12. Risiko Cedera
13. Gangguan citra tubuh b/d krisis situasi, kejadian traumatik
C. RENCANA KEPERAWATAN
No. Dx. NOC NIC
Keperawatan
1. Risiko Bersihan jalan nafas tetap 1. Kaji refleks menelan , ketidakmampuan
bersihan jalan efektif. menelan ,serak, batuk
nafas tdk Kriteria hasil : 2. Awasi frekuensi, irama, kedalaman
efektif 1.RR dlm batas normal ( pernafasan: perhatikan adanya pucat/sianosis
16 – 20 x / mnt ) 3. Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi
2. Bunyi nafas vesikuler 4. Perhatikan adanya perubahan warna kulit (
3. Bebas dyspnea , sianosis pucat / warna buah ceri merah pada kulit yang
cidera)
5. Dorong batuk/ latihan nafas dalam dan
perubahan posisi sering
6. Lakukan kolaborasi : kaji ulang seri rontgen
2. Risiko Kekurangan olume cairan 1. Monitor adanya
kekurangan tidak terjadi tanda-tanda dehidrasi ( mis. Turgor kulit buruk,
volume cairan Kriteria hasil : CRT melambat, nadi lemah, membrane
1.TTV dlm bts normal mukosa kering )
TD :110/70 Mmhg 2. Monitor adanya sumber-sumber kehilangan
N : 60-80x/mnt cairan( mis..mutah, perdarahan ,kerngat
RR: 16-20x/mnt berlebih )
2.Turgor kulit baik 3. Hitung kebutuhan cairan didasarkan pada
3. Keseimbangan intake area permukaan tubuh dan ukuran tubuh yg
dan output dalam 24 jam terbakar
4. Dukung asupan cairan oral bila tidak ada
kontraindikasi
5. Jaga kepatenan akses IV
6. Berikan cairan IV isotonic yang diresepkan (
mis. Cairan NAcl, RL unk rehidrasi
ekstraseluler
7. Monitor integritas kult pasien yg tdk dpt
bergerak & memiliki kulit kering
8. Montor rongga mulut unk kekeringan/
membrane mukosa yg pecah