Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI

PENYEMPURNAAN
Pengaruh Variasi Konsentrasi Tapioka Pada Proses Krep Kain Kapas

Disusun oleh:
Sri Artha Meiliza D (17020082)
Syafira Narendraduhita (17020083)
Utami Nurul Azijah (17020087)
Nabila Aristania (170200101)
Group : 2K4

Nama Dosen : Wulan S., S.ST,M.T.


Asisten : 1. Sukirman , S. ST., MIL
2. Mia K., S.ST.

KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2019
I. Maksud dan Tujuan
1.1. Maksud
Melakukan proses penyempurnaan krep pada kain kapas.
1.2. Tujuan
Menganalisa pengaruh konsentrasi tapioka dalam proses
penyempurnaan krep pada kain kapas untuk mendapatkan nilai
optimum dari variasi tersebut.

II. Dasar Teori


2.1. Serat Kapas
Serat kapas mentah memiliki kandungan utama berupa
selulosa, selain itu terdapat pektin, lemak/malam, pigmen alam,
mineral dan air. Komposisi serat kapas berbeda-beda tergantung
dari berbagai hal, antara lain jenis tanaman kapasnya, kondisi tanah,
cuaca, kualitas air untuk irigasi, dan pupuk yang digunakan.
Serat kapas memiliki morfologi penampang melintang dan
membujur yang sangat bervariasi. Namun, pada umumnya
penampang membujur serat ini berbentuk pita berpilin sedangkan
penampang melintangnya berbentuk seperti ginjal. Penampang
melintang yang berbentuk ginjal ini terdiri dari kutikula, dinding
primer, dinding sekunder, dan lumen.

2.1.1. Struktur Kimia Molekul Serat Kapas


Serat kapas tersusun atas selulosa yang komposisi
diketahui sebagai zat yang terdiri dari unit-unit anhidro-beta-
glukosa dengan rumus empiris (C6H10O5)n dengan n adalah
derajat polimerisasi yang tergantung dari besarnya molekul.
Selulosa dengan rumus empiris (C6H10O5)n merupakan
suatu rantai polimer linier yang tersusun dari kondensat
molekul-molekul glukosa yang dihubungkan oleh jembatan
oksigen pada posisi atom karbon nomor satu dan empat.
Stuktur rantai-rantai molekul selulosa disusun dan diikat satu
dengan yang lainnya melalui ikatan Van der Waals. Struktur
kimia dari selulosa dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Setiap satuan glukosa mengandung tiga gugus hidroksil
(-OH). Gugus hidroksil pada atom karbon nomor lima
merupakan alkohol primer (-CH2OH), sedangkan pada posisi
2 dan 3 merupakan alkohol sekunder (HCOH). Kedua jenis
alkohol tersebut mempunyai tingkat kereaktifan yang berbeda.
Gugus hidroksil alkohol primer lebih reaktif daripada gugus
hidroksil alkohol sekunder. Gugus hidroksil merupakan gugus
fungsional yang sangat menentukan sifat kimia serat kapas,
sehingga serat selulosa dinotasikan sebagai sel-OH dalam
penulisan mekanisme reaksi.

Struktur selulosa merupakan rantai dari glukosa yang


panjang dan membentuk cincin yang dihubungkan oleh atom-
atom oksigen. Pada ujung rantai yang mengandung aldehida
yang mempunyai gugus pereduksi, sedangkan pada rantai
bagian tengah mempunyai gugus hidroksil. Bila rantai tersebut
dipecah menjadi dua atau lebih dengan suatu proses kimia
maka ujung-ujung rantai akan terhapus membentuk gugusan
aldehida atau karboksilat.

2.1.2. Struktur Fisika Molekul Serat Kapas

Serat kapas tersusun dari suatu rantai panjang


anhidrida glukosa yang diorientasikan dan diikat satu dengan
lainnya melalui ikatan atau gaya hidrogen danvan der Waals.
Orientasi rantai molekul seluosa tersebut tidak semuanya
sempurna, karena dipisahkan oleh bagian-bagian disorientasi
secara berselang-seling. Sesunan rantai molekul selulosa
yang teririentasi teratur disebut kristalin, sedangkan yang tidak
teratur (disorientasi) disebut amorf. Dari difraksi sinar X
diketahui bahwa selulosa terdiri dari 75 % bagian kristalin dan
sisanya bagian amorf. Bagian amorf mempunyai daya serap
yang lebih besar dan kekuatan yang lebih rendah
dibandingkan dengan kristalin.
Pada bagian kristalin letak dan jarak antara molekul-
molekul selulosa tersusun sangat teratur dan sejajr satu sama
lain. Pada bagian amorf letak dan jarak antara molekul-
molekul selulosa tidak teratur (ada jarak antara masing-
masing molekul selulosa yang besar dan kecil). Pada jarak
yang besar inilah molekul-molekul air dapat masuk sehingga
volume seat akan bertambah.

2.1.3. Sifat Kimia Serat Kapas


a. Pengaruh Asam
Dengan adanya asam, selulosa akan terhidrolisis
dan menghasilkan rantai-rantai molekul yang lebih pendek
karena pecahnya ikatan glukosida antara satuan glukosa
dalam rantai selulosa. Larutan encer asam klorida dan
asam sulfat dapat mengurangi kekuatan tarik serat kapas,
sedangkan asam asetat mempunyai pengaruh yang lebih
kecil daripada asam-asam tersebut diatas. Larutan asam
pekat seperti asam klorida 40% dalam keadaan dingin akan
merusak serat kapas secara total karena terjadinya
hidrolisis selulosa. Contoh terjadinya kerusakan terutama
pada proses penghilangan kanji.
b. Pengaruh Alkali
Kapas tahan terhadap alkali, alrutan alkali encer
tidak mempengaruhi kapas meskipun pada suhu mendidih.
Larutan alkali pekat pada suhu kamar hanya akan
menggelembungkan serat kapas dan tidak merusak
seratnya, tetapi pada suhu tinggi dapat merusak serat
karena terbentuk oksiselulosa. Contoh terjadinya kerusakan
ini terutama pada proses pemasakan dan mersersasi.
c. Pengaruh Oksidator
Oksidator seperti hipoklorit dan permanganat dapat
menurunkan kekuatan tarik serat. Penurunan kekuatan
serat ini terjadi karena terbentuknya oksiselulosa oleh zat
pengoksidasi. Hal ini sering terjadi pada proses
pengelantangan.
d. Pengaruh panas
Serat kapas tahan terhadap proses pada suhu
mendidih. Hal tersebut dapat dibuktikan bila kapas
dipanaskan pada suhu kurang lebih 120 selama 5 jam
tidak menunjukkan perubahan kekuatan serat kapas.

2.1.4. Sifat Fisika Serat Kapas


a. Warna
Warna kapas tidak betul-betul putih biasanya sedikit
krem. Adanya warna inidisebabkan oleh pigmen alam yang
terkandung di dalam serat kapas. Pigmenyang
menimbulkan warna pada kapas belum diketahui dengan
pasti. Warna kapas akan semakin tua setelah penyimpanan
selama 2 sampai 5 tahun. Karena pengaruh cuaca yang
lama, debu, dan kotoran akan menyebabkan warna keabu-
abuan.
b. Kekuatan
Kekuatan serat perbundelnya adalah 70.000 sampai
96.700 pon per inci persegi. Kekuatan serat terutama
dipengaruhi oleh kadar selulosa dalam serat, panjang rantai
dan orientasinya. Dalam suasana basah, serat kapas akan
memiliki kekuatan yang lebih besar dibanding dalam
keadaan kering. Hal ini disebabkan karena pada keadaan
basah bentukserat akan mengelembung sehingga puntiran
hilang. Dengan demikian gaya tarik yang diderita akan
tersebar sepanjang serat
c. Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi
diantara serat-serat selulosa yang lainnya yaitu berkisar 4-
13 % dengan rata – rata 7% bergantung pada jenis serat
kapasnya dan rata-rata mulur sebesar 7%.
d. Kekakuan (stiffness)
Kekakuan adalah daya tahan terhadap perubahan
bentuk atau perbandingan kekuatan saat putus dengan
mulur saat putus.
e. Keliatan (toughness)
Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan
kemampuan suatu benda untuk menerima kerja. Serat
kapas memiliki keliatan yang relatif tinggi jika dibandingkan
dengan serat-serat selulosa yang diregenerasi.
f. Mouisture regain
Serat kapas mempunyai affinitas yang besar
terhadap air. Serat kapas yang kering bersifat kasar, rapuh
dan kekuatannya rendah. Moisture regain serat kapas
bervariasi sesuai dengan perubahan kelembaban relatif,
pada kondisi standar kandungan air serat kapas berkisar
antara 7-8,5%.
g. Berat jenis
Berat jenis serat kapas adalah 1,5-1,56.

2.2. Penyempurnaan Krep


Penyempurnaan krep bertujuan untuk membuat kain menjadi
tidak rata (berkeriput). Benang dengan puntiran tinggi (high twist)
mempunyai kecenderungan yang besar untuk terbuka lagi
puntirannya apabila dibebaskan dari penahannya. Bila benang yang
dipuntir dipertahankan dalam keadaan terpuntir dan dibasahi, maka
akan terjadi penggembungan serat-seratnya dan benang tersebut
cenderung untuk terbuka puntirannya. Oleh sebab itu untuk
membuat bahan krep dapat dilakukan dengan cara membasahi kain
tersebut dimana energi torsionalnya tetap laten (diam).
Pada kain, penggembungan serat menghasilkan kontraksi
pada lebarnya, tetapi karena benang-benang pakannya terpegang
pada pinggiran-pinggiran kain maa benang-benang tersebut tidak
dapat membuka atau membalik sama sekali akibatnya energi
tersebut digunakan untuk membuat gelungan-gelungan. Akan tetapi
karena tenunan terjadi antara benang pakan dan lusi, maka
gelungan-gelungan atau kekusutan tersebut tidak terjadi sempurna,
tetapi hanya sebagian saja yang mengkerut atau menggumpalkan
benang dan menghasilkan gangguan pada permukaan kain, yang
memberikan kesan kerut-kerut atau keriput-keriput yang dinamakan
krep (crepe).
2.2.1. Penyempurnaan Krep untuk Kapas
Proses kreping kain kapas dilakukan dengan dua cara,
yaitu menggunakan benang puntiran tinggi atau melalui
penggembungan dengan pereaksi kimia.
Hasil proses kreping melalui penggembungan setempat
tidak menampakkan efek riak seperti yang diperoleh dari
penggunaan benang puntiran tinggi, meskipun demikian ada
kesamaan dalam hal efek mulur seperti yang biasa ditemukan
pada struktur krep. Pembentukan krep dengan cara ini lebih
merupakan hasil proses struktur krep. Pembentukan krep
dengan cara ini lebih merupakan hasil proses kimia dengan
menggunakan zat penggembung (swelling agent) seperti soda
kostik, asam sulfat, seng klorida, dan sering dilakukan untuk
memdapatkan krep dari jenis seersucker, blister, dan crinkle.
Penggembungan setempat melalui teknik pencapan
(langsung maupun rintang) merupakan prinsip dari proses ini.
Kain kapad dicap dengan pasta yang mengandung soda
kostik 26-32°Be dengan motif salur (stripe). Untuk
mendapatkan hasil yang baik luas motif sebaiknya tidak
kurang dari 50% luas permukaan kain. Pada perendaman di
dalam air serat pada bagian kain yang mengandung soda
kostik akan menggembung dan mengkeret dan
mengakibatkan timbulnya efek gelombang pada kain.
Alternatif lain adalah mencap kain dengan pasta yang
mengandung zat perintang, lalu kain direndam dalam larutan
soda kostik. Bagian yang tidak terkena pasta rintang akan
mengkeret dan menghasilkan efek yang sama seperti diatas.

2.2.2. Faktor yang berpengaruh


 Jarak antar motif
 Konsentrasi NaOH
 Jenis Motif
 Waktu kontak
 Jenis pengental

2.2.3. Pasta Cap


Pasta cap pada umumnya dibuat dari larutan atau
disperse cat dalam air atau dalam zat pelarut lain, dengan
obat-obat bantu seperti asam, alkali, garam, dan pengental.
Penggunaan pengental bertujuan untuk menghasilkan pasta
cap dengan kekentalan yang optimal. Syarat pengental yang
digunakan dalam pencapan adalah sebagai berikut :
 Sesuai dengan bahan yang akan dicap
 Sesuai dengan alat atau metode pencapan
 Tidak mengubah sifat zat warna dan tidak berwarna
 Stabil dalam penyimpanan
 Tidak bereaksi secara kimia dengan zat warna
Pengental harus mempunyai kekentalan yang optimal.
Jika terlalu kental akan susah dituangkan, sedangkan jika
terlalu encer akan mudah keluar dari motif yang dibentuk.
Kekentalan dapat diukur dengan menuangkan pengental
tersebut. Kekentalan optimal yang dicapai jika selama
penuangan pengental tersebut mengalir tidak terputus.
Pemilihan bahan pengental disesuaikan dengan zat
warna yang digunakan. Misalnya, zat warna yang mempunyai
afinitas rendah terhadap serat hendaknya dipadukan dengan
pengental yang mempunyai afinitas tinggi terhadap serat.
Begitupun sebaliknya.

2.2.4. Pencapan
Pencapan dapat dilakukan dengan berbagai sistem.
Pemilihan sistem pencapan didasarkan pada mesin pencapan
yang tersedia. Prosedur pencapan juga ditentukan oleh
macam zat warna yang digunakan. Berdasar peralatan yang
digunakan, pencapan yang dilakukan dalam praktikum ini
adalah sistem pencapan kasa (screen printing). Pencapan
kasa sering disebut sebagai sablon. Motif dibuat pada kain
penyaring yang disebut kasa yang selanjutnya dipasang pada
rangka dalam keadaan lurus dan tegang. Sistem ini banyak
digunakan karena macam coraknya tidak terbatas dan
coraknya mudah diubah dengan cepat. Penggunaannya,
pasta zat warna dituang pada kasa, kemudian ditekan dengan
rakel agar zat warna keluar dan mewarnai kain.

2.2.5. Proses Evaluasi


 Ketuaan warna hasil pencelupan
Ketuaan warna pada kain menentukan berapa
banyaknya zat warna yang terserap ke dalam serat. Pada
proses kreping, daerah yang terkena efek krep akan
memiliki warna lebih tua dibandingkan daerah yang tidak di
kreping.
 Efek kerut
Efek kerut yang terjadi akibat adanya proses kreping
dengan menggunakan NaOH pada kain kapas, sehingga
konstruksi serat berubah yang asalnya penampang serat
melintang berbentuk ginjal, menjadi bulat atau
menggelembung.

III. Alat dan Bahan


Alat :
1. Kasa Cap
2. Rakel
3. Gelas Ukur
4. Piala gelas
5. Batang pengaduk
6. Neraca

Bahan :
1. Kain Kapas Putih
2. Soda Kostik Keripik
3. Tapioka
4. Air
5. Zat Warna Reaktif Panas
6. Na2CO3
7. NaCl
8. Teepol
9. CH3COOH

IV. Resep
4.1. Resep Creping
NaOH : 300 g/kg
Tapioka : 7%
Jarak antar motif : 0,5 cm
Waktu kontak : 20 menit

4.2. Resep Pencelupan


Zat warna : 1%
NaCl : 10 g/L
Na2CO3 : 30 g/L
Vlot : 1:20
Waktu : 30 menit
Suhu : 70°C

4.3. Resep penetralan


CH3COOH : 1%

4.4. Resep Pencucian Sabun


Teepol : 1 cc/L
Na2CO3 : 1 g/L
Vlot : 1:20
Waktu : 10 menit
Suhu : 70°C

V. Fungsi Zat
 Soda kostik : zat penggembung kain dan pengkeret kain yang dapat
menimbulkan efek gelombang atau krep pada kain
 Tapioka : Pasta pengental yang tahan terhadap alkali kuat dan
bertujuan untuk menghantarkan zat kimia pada kain sehingga dapat
merata pada permukaan kain
 Zat warna : pemberi warna pada kain
 NaCl : mendorong penyerapan zat warna pada kain
 Na2CO3 : mengurangi kesadahan air, memperbaiki kelarutan zat
warna, menambah penyerapan zat warna, dan mengatur pH
 Teepol : zat pencuci kain setelah pencelupan dilakukan
 CH3COOH : menetralkan kain yang telah terkena NaOH
VI. Cara Kerja
7.1. Diagram Alir

Motif dibuat di kertas HVS

Kertas HVS ditempel pada screen


kosong

Proses Kreping

Proses Penetralan

Proses Pengeringan

Proses Pencelupan

Proses Pencucian

Proses Pembilasan

Evaluasi

7.2. Skema Proses

Timbang Pembuat Proses Cuci


Angin -angin
bahan an pasta pencapan panas Cuci
Penetralan Pengeringan
cap dingin
Skema Pencelupan
Na2CO3
Pembasah
Zat Warna
Zat NaCl Na2CO3
70oC
10’
30oC
10’ 15 5’

Pencelupan Cuci sabun panas

VII. Data Percobaan


7.1. Perhitungan Resep
Variasi : Tapioka (5-10-15%)
- Perhitungan Resep Kreping
300 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑓𝑙𝑎𝑘𝑒 = 𝑥 20 = 6 𝑔𝑟𝑎𝑚 (untuk setiap variasi)
1000 𝑔𝑟𝑎𝑚
5 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙 𝑇𝑎𝑝𝑖𝑜𝑘𝑎 = 100 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 20 = 1 𝑔𝑟𝑎𝑚 (Variasi 5%)
10 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙 𝑇𝑎𝑝𝑖𝑜𝑘𝑎 = 100 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 20 = 2 𝑔𝑟𝑎𝑚 (Variasi 10%)
15 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙 𝑇𝑎𝑝𝑖𝑜𝑘𝑎 = 100 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 20 = 3 𝑔𝑟𝑎𝑚 (Variasi 15%)

- Perhitungan Resep Pencelupan


Vlot = 1 : 20
= 20 x 18 gram = 360 ml
1
Zat warna 1% = 1000 𝑥 18 = 0,18 𝑔𝑟𝑎𝑚
100 𝑚𝑙
= 0,18 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 1 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 18 𝑚𝑙
10
NaCl = 10 g/l = 1000 𝑥 360 = 3,6 𝑔𝑟𝑎𝑚
30
Na2CO3 = 1000 𝑥 360 = 10,8 𝑔𝑟𝑎𝑚

Kebutuhan air = 360 – 18


= 342 ml
- Perhitungan Reser Penetralan
1
CH3COOH = 1000 𝑥 360 = 0,36 𝑚𝑙

Kebutuhan air = 360 – 0,36 = 359,64 ml


- Perhitungan Resep Pencucian
1
Teepol = 𝑥 360 = 0,36 𝑚𝑙
1000
1
Na2CO3 = 1000 𝑥 360 = 0,36 𝑚𝑙

Kebutuhan air = 360 – (0,36+0,36)


= 359,28 ml

7.2. Hasil Evaluasi


Tabel Penilaian Secara Visual

Aspek Penilaian Variasi 5% Variasi 10% Variasi 15%

Efek kerut 6 7 2

Ketuaan 6 7 5

Keterangan : Range nilai antara 1-10

Urutan kain dari paling mengkeret yaitu variasi pengental 10%, 5%


dan 15%. Urutan kain hasil pencelupan yang hasil kreping-nya
menghasilkan warna lebih tua : variasi 10%, 5% dan 15%

VIII. Pembahasan
Proses penyempurnaan kreping pada praktikum ini dilakukan
dengan variasi waktu proses kreping yaitu variasi pengental 5%, 10%
dan 15%. Proses kreping bertujuan untuk membuat kain tidak
rata/keriput. Penyempurnaan kreping dilakukan dengan metode
pencapan dengan membuat pasta cap menggunakan tapioka sebagai
pengental, air sebagai pelarut dan NaOH flakes untuk
menggelembungkan serat sehingga dapat menimbulkan efek krepping.
Motif pencapan yang digunakan adalah motif garis-garis atau salur yang
mempunyai jarak antar pola 0,5 cm. Evaluasi pada proses kreping ini
dilakukan secara visual melihat efek kerut pada kain dan juga melakukan
proses pencelupan. Proses pencelupan kain menggunakan zat warna.
Serat yang bersifat hidrofil cenderung sangat dipengaruhi oleh
sifat penggembungannya pada pembasahan, semakin besar
pengembungan seratnya semakin besar pula kecenderungan benang
untuk terbuka dari puntirannya. Penggembungan serat menghasilkan
kontraksi pada lebarnya, tetapi dikarenakan benang-benang pakannya
terpegang pada pinggiran-pinggiran kain maka benang-benang tersebut
tidak dapat membuka atau membalik sama sekali, akibatnya energi
tersebut digunakan untuk membuat gelungan-gelungan atau keriput-
keriput. Akan tetapi karena tenunan terjadi antara benang pakan dan
lusi, maka gelungan-gelungan atau kekusutan tersebut tidak terjadi
sempurna, tetapi hanya sebagian saja yang mengkerut atau
menggumpalkan benang dan menghasilkan gangguan pada permukaan
kain, yang memberikan kesan kerut-kerut atau keriput-keriput.
Berdasarkan hasil praktikum, kain contoh uji yang mempunyai
efek kerut paling baik adalah kain kreping variasi 10%. Lalu setelah
evaluasi pencelupan, kain yang diberi NaOH (motif salurnya) berwarna
lebih tua dibanding kain yang tidak di kreping. Hasil motif setelah
pencelupan yang menunjukkan warna paling tua adalah kain kreping
variasi 10%. Dan pada kain ke-3 yaitu dengan variasi pengental 15%
didapat hasil kain yang sangat kurang kerutannya, bahkan hampir tidak
ada, hal ini bisa diakibatkan oleh karena konsentrasi tapioka terlalu
banyak sehingga mengakibatkan pasta yang dibuat terlalu kental dan
mempersulit proses kreping sehingga tidak optimum pada konsentrasi
tersebut. Bisa pula terjadi karena:
 Tidak meratanya NaOH saat proses pencapan sehingga tidak semua
kain (yang dimotif) terkena NaOH
 Jarak waktu setelah membuat pasta cap dan proses pencapan
berselang terlalu lama sehingga pasta cap akan mengental/mengeras
sebelum digunakan dan tidak bisa maksimal memberikan efek kerut
pada kain
 Tidak stabilnya ketahanan tapioka terhadap alkali sehingga pasta cap
yang digunakan tidak terlalu baik untuk melakukan proses kreping.
 Hal ini disebabkan karena pengental dari tapioka dan turunannya
masih kurang baik karena dalam tapioka mengandung adanya rantai
cabang dalam bentuk amilopektin. sssPengental alam mempunyai
kestabilan yang rendah dibanding pengental sintetik karena mudah
terdegradasi oleh udara bebas. Sedangkan jika menggunakan
pengental sintetik yang berbasis polihidrokarbon, menurut litertaur
hasilnya akan sangat stabil dan lebih sulit terdegradasi. Sehingga
didapat hasil optimum proses kreping pada kain kapas dengan variasi
pengental adalah pada konsentrasi pengental dalam hal ini tapioka
sebesar 10%.
Dari hasil percobaan dapat disimpullkan bahwa konsentrasi
pengental juga menjadi pengaruh pada hasil krep. Semakin rendah
konsentrasi pengental maka akan semakin besar mengkeret pada kain
tersebut. Dan setelah dilakukan pencelupan, pada bagian kain yang
telah dilakukan pelapisan dengan NaOH, warna hasil celupnya juga lebih
tua. Hal tersebut disebabkan karena sifat larutan jika dilakukan
penambahan pengental dengan konsentrasi yang semakin tinggi maka
larutan akan semakin kental sehingga menyebabkan NaOH akan lebih
susah menyerap pada kain kapas.

IX. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum penyempurnaan kreping pada kain
kapas dengan variasi konsentrasi zat pengental, maka didapatkan hasil
optimum pada variasi 10%. Hal tersebut dikarenakan hasil kerutan
secara visual terlihat baik dan ketuaan warna pencelupan pun baik.
DAFTAR PUSTAKA

Soeprijono, P., Poerwati, Widayat & Jumaeri. 1974. Serat-Serat Tekstil.


Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
Ichwan, Muhammad, dkk. 2004. Pedoman Praktikum Teknologi Persiapan
Penyempurnaan. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
Suprapto, Agus dan Muhammad Ichwan. 2005. Teknologi Persiapan
Penyempurnaan. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
Lubis, Arifin, dkk. 1994. Teknologi Persiapan Penyempurnaan. Bandung:
Institut Teknologi Tekstil.
Soeparman, dkk. 1977. Teknologi Penyempurnaan Tekstil. Bandung: Institut
Teknologi Tekstil.

Anda mungkin juga menyukai