PENYEMPURNAAN
Pengaruh Variasi Konsentrasi Tapioka Pada Proses Krep Kain Kapas
Disusun oleh:
Sri Artha Meiliza D (17020082)
Syafira Narendraduhita (17020083)
Utami Nurul Azijah (17020087)
Nabila Aristania (170200101)
Group : 2K4
KIMIA TEKSTIL
2019
I. Maksud dan Tujuan
1.1. Maksud
Melakukan proses penyempurnaan krep pada kain kapas.
1.2. Tujuan
Menganalisa pengaruh konsentrasi tapioka dalam proses
penyempurnaan krep pada kain kapas untuk mendapatkan nilai
optimum dari variasi tersebut.
2.2.4. Pencapan
Pencapan dapat dilakukan dengan berbagai sistem.
Pemilihan sistem pencapan didasarkan pada mesin pencapan
yang tersedia. Prosedur pencapan juga ditentukan oleh
macam zat warna yang digunakan. Berdasar peralatan yang
digunakan, pencapan yang dilakukan dalam praktikum ini
adalah sistem pencapan kasa (screen printing). Pencapan
kasa sering disebut sebagai sablon. Motif dibuat pada kain
penyaring yang disebut kasa yang selanjutnya dipasang pada
rangka dalam keadaan lurus dan tegang. Sistem ini banyak
digunakan karena macam coraknya tidak terbatas dan
coraknya mudah diubah dengan cepat. Penggunaannya,
pasta zat warna dituang pada kasa, kemudian ditekan dengan
rakel agar zat warna keluar dan mewarnai kain.
Bahan :
1. Kain Kapas Putih
2. Soda Kostik Keripik
3. Tapioka
4. Air
5. Zat Warna Reaktif Panas
6. Na2CO3
7. NaCl
8. Teepol
9. CH3COOH
IV. Resep
4.1. Resep Creping
NaOH : 300 g/kg
Tapioka : 7%
Jarak antar motif : 0,5 cm
Waktu kontak : 20 menit
V. Fungsi Zat
Soda kostik : zat penggembung kain dan pengkeret kain yang dapat
menimbulkan efek gelombang atau krep pada kain
Tapioka : Pasta pengental yang tahan terhadap alkali kuat dan
bertujuan untuk menghantarkan zat kimia pada kain sehingga dapat
merata pada permukaan kain
Zat warna : pemberi warna pada kain
NaCl : mendorong penyerapan zat warna pada kain
Na2CO3 : mengurangi kesadahan air, memperbaiki kelarutan zat
warna, menambah penyerapan zat warna, dan mengatur pH
Teepol : zat pencuci kain setelah pencelupan dilakukan
CH3COOH : menetralkan kain yang telah terkena NaOH
VI. Cara Kerja
7.1. Diagram Alir
Proses Kreping
Proses Penetralan
Proses Pengeringan
Proses Pencelupan
Proses Pencucian
Proses Pembilasan
Evaluasi
Efek kerut 6 7 2
Ketuaan 6 7 5
VIII. Pembahasan
Proses penyempurnaan kreping pada praktikum ini dilakukan
dengan variasi waktu proses kreping yaitu variasi pengental 5%, 10%
dan 15%. Proses kreping bertujuan untuk membuat kain tidak
rata/keriput. Penyempurnaan kreping dilakukan dengan metode
pencapan dengan membuat pasta cap menggunakan tapioka sebagai
pengental, air sebagai pelarut dan NaOH flakes untuk
menggelembungkan serat sehingga dapat menimbulkan efek krepping.
Motif pencapan yang digunakan adalah motif garis-garis atau salur yang
mempunyai jarak antar pola 0,5 cm. Evaluasi pada proses kreping ini
dilakukan secara visual melihat efek kerut pada kain dan juga melakukan
proses pencelupan. Proses pencelupan kain menggunakan zat warna.
Serat yang bersifat hidrofil cenderung sangat dipengaruhi oleh
sifat penggembungannya pada pembasahan, semakin besar
pengembungan seratnya semakin besar pula kecenderungan benang
untuk terbuka dari puntirannya. Penggembungan serat menghasilkan
kontraksi pada lebarnya, tetapi dikarenakan benang-benang pakannya
terpegang pada pinggiran-pinggiran kain maka benang-benang tersebut
tidak dapat membuka atau membalik sama sekali, akibatnya energi
tersebut digunakan untuk membuat gelungan-gelungan atau keriput-
keriput. Akan tetapi karena tenunan terjadi antara benang pakan dan
lusi, maka gelungan-gelungan atau kekusutan tersebut tidak terjadi
sempurna, tetapi hanya sebagian saja yang mengkerut atau
menggumpalkan benang dan menghasilkan gangguan pada permukaan
kain, yang memberikan kesan kerut-kerut atau keriput-keriput.
Berdasarkan hasil praktikum, kain contoh uji yang mempunyai
efek kerut paling baik adalah kain kreping variasi 10%. Lalu setelah
evaluasi pencelupan, kain yang diberi NaOH (motif salurnya) berwarna
lebih tua dibanding kain yang tidak di kreping. Hasil motif setelah
pencelupan yang menunjukkan warna paling tua adalah kain kreping
variasi 10%. Dan pada kain ke-3 yaitu dengan variasi pengental 15%
didapat hasil kain yang sangat kurang kerutannya, bahkan hampir tidak
ada, hal ini bisa diakibatkan oleh karena konsentrasi tapioka terlalu
banyak sehingga mengakibatkan pasta yang dibuat terlalu kental dan
mempersulit proses kreping sehingga tidak optimum pada konsentrasi
tersebut. Bisa pula terjadi karena:
Tidak meratanya NaOH saat proses pencapan sehingga tidak semua
kain (yang dimotif) terkena NaOH
Jarak waktu setelah membuat pasta cap dan proses pencapan
berselang terlalu lama sehingga pasta cap akan mengental/mengeras
sebelum digunakan dan tidak bisa maksimal memberikan efek kerut
pada kain
Tidak stabilnya ketahanan tapioka terhadap alkali sehingga pasta cap
yang digunakan tidak terlalu baik untuk melakukan proses kreping.
Hal ini disebabkan karena pengental dari tapioka dan turunannya
masih kurang baik karena dalam tapioka mengandung adanya rantai
cabang dalam bentuk amilopektin. sssPengental alam mempunyai
kestabilan yang rendah dibanding pengental sintetik karena mudah
terdegradasi oleh udara bebas. Sedangkan jika menggunakan
pengental sintetik yang berbasis polihidrokarbon, menurut litertaur
hasilnya akan sangat stabil dan lebih sulit terdegradasi. Sehingga
didapat hasil optimum proses kreping pada kain kapas dengan variasi
pengental adalah pada konsentrasi pengental dalam hal ini tapioka
sebesar 10%.
Dari hasil percobaan dapat disimpullkan bahwa konsentrasi
pengental juga menjadi pengaruh pada hasil krep. Semakin rendah
konsentrasi pengental maka akan semakin besar mengkeret pada kain
tersebut. Dan setelah dilakukan pencelupan, pada bagian kain yang
telah dilakukan pelapisan dengan NaOH, warna hasil celupnya juga lebih
tua. Hal tersebut disebabkan karena sifat larutan jika dilakukan
penambahan pengental dengan konsentrasi yang semakin tinggi maka
larutan akan semakin kental sehingga menyebabkan NaOH akan lebih
susah menyerap pada kain kapas.
IX. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum penyempurnaan kreping pada kain
kapas dengan variasi konsentrasi zat pengental, maka didapatkan hasil
optimum pada variasi 10%. Hal tersebut dikarenakan hasil kerutan
secara visual terlihat baik dan ketuaan warna pencelupan pun baik.
DAFTAR PUSTAKA