Anda di halaman 1dari 23

PERILAKU KEORGANISASIAN

SIKAP DAN KEPUASAN KERJA


SAP 3

Oleh:
Kelompok 4
1. Ni Wayan Ardyanti NIM. 1607532101 / 19
2. Ni Komang Karmila Dewi NIM. 1607532104 / 20
3. Ni Kadek Ari Kusna Yanthi NIM. 1607532107 / 21
4. Ni Putu Lia Sumertiasih NIM. 1607532108 / 22
5. Ni Putu Swandewi NIM. 1607532113 / 23
6. I Nengah Ari Putra NIM. 1607532115 / 24

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2018/2019
BAGIAN 1: ARI PUTRA
2.1 KONSEP PERSEPSI
2.1.1 Pengertian Persepsi
Secara etimologi, persepsi berasal dari bahasa latin ‘perceptio’ yang
berarti menerima atau mengambil. Persepsi adalah suatu proses dengan mana
berbagai stimuli dipilih, diorganisir, dan diinterpretasi menjadi informasi yang
bermakna.
Menurut Stephen P. Robbins (1998), persepsi adalah suatu proses
pengorganisasian dan pemaknaan terhadap kesan-kesan sensori untuk memberi
arti pada lingkungannya. Fred Luthans (1992) mengatakan bahwa proses persepsi
dapat didefinisikan sebagai interaksi yang rumit dalam penyeleksian,
pengorganisasian, dan penafsiran stimulus. Sedangkan menurut Milton (1981),
persepsi adalah proses seleksi, organisasi dan interpretasi stimulus yang berasal
dari lingkungan.
Kesimpulannya, persepsi adalah sebuah proses dimana individu mengatur
dan menginterprestasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan
pengertian bagi lingkungannya. Apa yang kita nilai bisa jadi berbeda secara
substansial dengan realitas objeknya. Persepsi penting bagi perilaku organisasi
karena perilaku orang-orang didasarkan pada persepsi mereka tentang apa realita
yang ada, bukan mengenai realita itu sendiri.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Nugroho J. Setiadi (2003), faktor yang mempengaruhi persepsi
adalah penglihatan dan sasaran yang diterima dan dimana situasi persepsi terjadi
penglihatan. Tanggapan yang timbul atas rangsangan akan dipengaruhi sifat-sifat
individu yang melihatnya. Sifat yang dapat mempengaruhi persepsi, yaitu:

1
1. Sikap
Sikap yang dapat mempengaruhi positif atau negatifnya tanggapan
yang akan diberikan seseorang.
2. Motivasi
Motif merupakan hal yang mendorong seseorang mendasari sikap
tindakan yang dilakukannya.
3. Minat
Merupakan faktor lain yang membedakan penilaian seseorang terhadap
suatu hal atau objek tertentu, yang mendasari kesukaan ataupun
ketidaksukaan terhadap objek tersebut.
4. Pengalaman Masa Lalu
Dapat mempengaruhi persepsi seseorang karena kita biasanya akan
menarik kesimpulan yang sama dengan apa yang pernah dilihat dan
didengar.
5. Harapan
Mempengaruhi persepsi seseorang dalam membuat keputusan; kita
akan cenderung menolak gagasan, ajakan, atau tawaran yang tidak
sesuai dengan apa yang kita harapkan.
6. Sasaran
Sasaran dapat mempengaruhi penglihatan yang akhirnya akan
mempengaruhi persepsi.
7. Situasi
Situasi atau keadaan disekitar kita atau disekitar sasaran yang kita lihat
akan turut mempengaruhi persepsi. Sasaran atau benda yang sama
yang kita lihat dalam situasi yang berbeda akan menghasilkan persepsi
yang berbeda pula.
2.1.3 Karakteristik Seseorang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Robbins (1998), persepsi dapat dipengaruhi oleh karakter
seseorang. Karakter tersebut dipengaruhi oleh:

2
1. Attitudes
Dua individu yang sama, tetapi mengartikan sesuatu yang dilihat itu
berbeda satu dengan yang lain.
2. Motives
Kebutuhan yang tidak terpuaskan yang mendorong individu dan
mungkin memiliki pengaruh yang kuat terhadap persepsi mereka.
3. Interests
Fokus dari perhatian kita sepertinya dipengaruhi oleh minat kita,
karena minat seseorang berbeda satu dengan yang lain. Apa yang
diperhatikan oleh seseorang dalam suatu situasi bisa berbeda satu
dengan yang lain. Apa yang diperhatikan seseorang dalam suatu situasi
bisa berbeda dari apa yang dirasakan oleh orang lain.
4. Experiences
Fokus dari karakter individu yang berhubungan dengan pengalaman
masa lalu seperti minat atau interest individu. Seseorang individu
merasakan pengalaman masa lalu pada sesuatu yang individu tersebut
hubungkan dengan hal yang terjadi sekarang.
5. Expectations
Ekspektasi bisa mengubah persepsi individu dimana individu tersebut
bisa melihat apa yang mereka harapkan dari apa yang terjadi sekarang.
2.1.4 Proses Persepsi
Proses terjadinya persepsi meliputi:
1. Proses Fisis
Dimana objek menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat
indera.
2. Proses Fisiologis
Stimulus yang diterima alat indera kemudian dilanjutkan oleh saraf
sensoris ke otak.
3. Proses Psikologis
Terjadi proses pengolahan otak, sehingga individu menyadari tentang
apa yang ia terima dengan alat indera sebagai suatu akibat dari
stimulus yang diterima.

3
2.1.5 Persepsi Konsumen
Persepsi konsumen adalah proses dimana seseorang mengorganisir dan
mengartikan kesan dari panca indera dalam tujuan untuk memberi arti dalam
lingkungan mereka (Robbins, 1998). Persepsi konsumen ini sangat penting
dipelajari karena perilaku konsumen didasarkan oleh persepsi mereka tentang apa
itu kenyataan dan bukan kenyataan itu sendiri. Menurut Shiffman dan Kanuk
(1997), persepsi akan sesuatu berasal dari interaksi antara dua jenis faktor, yaitu:
1. Faktor Stimulus, yaitu karakteristik secara fisik seperti ukuran, berat,
warna atau bentuk. Tampilan suatu produk baik kemasan maupun
karakteristik akan mampu menciptakan suatu rangsangan pada indra
manusian, sehingga mampu menciptakan sesuatu persepsi mengenai
produk yang dilihatnya.
2. Faktor Individu, yang termasuk proses didalamnya bukan hanya pada
panca indra akan tetapi juga pada proses pengalaman yang serupa dan
dorongan utama serta harapan dari individu itu sendiri.
__________________________________________________________________
BAGIAN 2: LIA
Dalam persepsi seseorang juga melalui proses seleksi. Seleksi adalah
proses seseorang memilih dan menentukan marketing stimuli karena tiap individu
adalah unik dalam kebutuhan, keinginan dan pengalaman, sikap dan karakter
pribadi masing-masing orang. Menurut Shiffman dan Kanuk (2000), dalam
seleksi ada proses yang disebut selective perception concept. Adapun selective
selective perception concept, yaitu:
1. Selective Exposure
Konsumen secara efektif mencari pesan menemukan kesenangan atau
simpati mereka secara aktif, menghindari kesakitan atau ancaman
disisi lainnya. Mereka secara efektif membuka diri mereka kepada
iklan-ikaln yang menentramkan hati mereka mengenai kebijaksanaan
tentang kepuasaan pembeliannya.
2. Selective Attention
Konsumen mengadakan transaksi pemilihan yang bagus dengan tujuan
perhatian mereka berikan pada rangsangan komersial. Mereka

4
mempunyai kesadaran tinggi terhadap rangsangan yang sesuai dengan
minat dan kebutuhan mereka. Jadi, konsumen mungkin mengingat
iklan untuk produk yang dapat memuaskan kebutuhan mereka dan
mengabaikan yang tidak mereka butuhkan.
3. Perceptual Defense
Konsumen secara bawah sadar menyaring rangsangan yang mereka
temukan ancaman psikologikal, meskipun telah terdapat pembukaan.
Jadi, ancaman atau sebaliknya rangsangan yang merusak mungkin
lebih sedikit diterima secara sadar daripada rangsangan netral pada
level pembukaan yang sama.
4. Perceptual Blocking
Konsumen melindungi diri mereka dari rangsangan-rangsangan yang
mereka anggap negatif dan mempunyai pengaruh buruk bagi diri
mereka.

2.2 KONSEP SIKAP


2.2.1 Pengertian Sikap
Pengertian sikap menurut Stephen P. Robbins adalah pernyataan atau
pertimbangan evaluatif sebaik menyenangkan maupun tidak mengenai objek,
orang, atau peristiwa. Sikap atau attitude merupakan salah satu hal yang bisa
dinilai dari diri seseorang. Misalkan, baik buruknya seseorang dan sebagainya.
Melihat peran sikap sanggatlah vital dalam kehidupan sosial membuat seseorang
rela menghabiskan banyak uang untuk membentuk sikap dan kepribadian yang
baik melalui sekolah kepribadian. Secara umum, sikap bisa didefinisikan sebagai
perasaan, pikiran dan kecenderungan sikap seseorang yang bersifat permanen
untuk mengenal lingkungan sekitarnya. Dengan sikap juga orang-orang atau
masyarakat bisa menilai seseorang baik itu positif atau pun negatif tergantung
sikap orang tersebut terhadap orang lain. Sikap juga dinamakan sebagai perilaku.
Sikap menjadi pokok bahasan menarik karena sanggat berkaitan dengan orang
lain dan lingkungan sekitarnya.

5
2.2.2 Komponen Sikap
Saifudin (1995) menyatakan bahwa sikap memiliki tiga komponen yang
membentuk struktur sikap. Ketiga komponen tersebut saling mendukung dan
menunjang, yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif. Berikut penjelasan
secara ringkas mengenai ketiga komponen tersebut:
1. Kognitif (bagian dari sikap yang berupa pendapat atau kepercayaan).
Komponen kognitif dapat disebut juga dengan komponen persepsual,
yang berisi kepercayaan individu. Kepercayaan tersebut berhubungan
dengan hal-hal bagaimana individu memersepsikan objek sikap dengan
apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan,
pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional, dan informasi dari
orang lain. Misalnya, individu mengetahui bahwa kesehatan itu sangat
berharga karena ia menyadari bahwa apabila sakit, dirinya akan
merasakan betapa nikmatnya itu sehat.
2. Afektif (bagian dari sikap yang berupa perasaan atau emosional).
Komponen ini merujuk pada dimensi emosional subjektif individu,
terhadap objek sikap, baik yang positif (rasa senang) maupun negatif
(rasa tidak senang). Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh apa
yang kita percayai sebagai suatu yang benar terhadap objek sikap
tersebut. Misalnya, individu senang (sikap positif) terhadap profesi
keperawatan, berarti ia melukiskan perasaannya terhadap keperawatan;
masyarakat umumnya tidak senang (sikap negatif) terhadap tindakan
kekerasan, perjudian, pelacuran, dan kejahatan.
3. Konatif/Perilaku (kemauan untuk berperilaku tertentu terhadap
seseorang atau sesuatu).
Komponen konatif disebut juga komponen perilaku, yaitu komponen
sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau kecenderungan
bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya. Misalnya, individu
mengetahui bahwa profesi keperawatan adalah profesi yang mulia
sehingga banyak lulusan SMA yang masuk Akademi Keperawatan;
remaja putri lulusan SMA banyak memilih untuk melanjutkan sekolah

6
ke Akademi Kebidanan karena lulusan Akademi Kebidanan
menjanjikan pekerjaan yang jelas.
2.2.3 Sumber Sikap
Tiga sumber utama sikap menurut Calhoun dan Accocella (1990), yaitu:
1. Pengalaman Pribadi.
Sikap dapat merupakan hasil pengalaman yang menyenangkan atau
menyakitkan dengan objek sikap.
2. Pemindahan Perasaan yang Menyakitkan.
Pemindahan adalah secara tidak sadar mengalihkan perasaan yang
menyakitkan (terutama permusuhan) jauh dari objek sebenarnya pada
objek lain yang lebih aman.
3. Pengaruh Sosial.
Sumber ini dapat dimungkinkan menjadi sumber utama dalam sikap.
__________________________________________________________________
BAGIAN 3: ARI KUSNA
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap
Menurut Azwar, faktor-faktor yang mempengaruhi sikap antara lain:
1. Pengalaman Pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan
akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat
mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai
pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis yang akan
membentuk sikap positif dan sikap negatif. Pembentukan tanggapan
terhadap obyek merupakan proses kompleks dalam diri individu yang
melibatkan individu yang bersangkutan, situasi di mana tanggapan itu
terbentuk, dan ciri-ciri obyektif yang dimiliki oleh stimulus. Untuk
dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah
meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi
yang melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan

7
emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih
lama berbekas.
2. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu di antara komponen
sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap
penting akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap
sesuatu. Orang-orang yang biasanya dianggap penting bagi individu
adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman
sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri atau suami, dan lain-lain.
3. Pengaruh Kebudayaan
Kebudayaan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap
kita terutama kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan.
Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap
berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota
masyarakatnya, karena kebudayaan pula-lah yang memberi corak
pengalaman-pengalaman individu-individu yang menjadi anggota
kelompok masyarakatnya. Hanya kepribadian individu yang telah
mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominansi kebudayaan
dalam pembentukan sikap individual.
4. Media Massa
Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan
opini dan kepercayaan orang. Sebagai tugas pokoknya dalam
menyampaikan informasi, media massa membawa pesan-pesan yang
berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Informasi baru
mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang
dibawa oleh informasi tersebut, bila cukup kuat, akan memberi dasar
afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah sikap.
Walaupun pengaruh media massa tidak sebesar pengaruh interaksi
individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan
perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya.

8
5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Kedua lembaga di atas, mempunyai pengaruh dalam pembentukan
sikap karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral
dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah
antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari
pendidikan dan pusat keagamaan serta ajarannya. Karena konsep
moral dan ajaran agama sangat membentuk sistem kepercayaan maka
tidak mengherankan kalau konsep tersebut ikut berperan dalam
menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal.
6. Pengaruh Faktor Emosional
Terkadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari
oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap ini dapat merupakan sikap
yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang. Akan
tetapi dapat pula merupakan sikap yang dapat bertahan lama.
2.2.5 Tipe Sikap
Menurut Ardana (2009:22), terdapat 3 tipikal sikap seseorang, antara lain:
1. Job satisfaction (kepuasan kerja), berkenaan dengan sikap umum
individu terhadap pekerjaannya. Jika kepuasan kerja tinggi maka sikap
terhadap pekerjaannya adalah positif, begitu pula sebaliknya.
2. Job involvement (keterlibatan kerja), menunjukkan tingkat pengenalan
dan keterlibatan diri dengan pekerjaan, serta kesadaran seseorang
bahwa performance penting bagi dirinya. Orang yang memiliki tingkat
keterlibatan kerja tinggi maka ia akan lebih memperhatikan
pekerjaannya.
3. Organizational commitment (komitmen kepada organisasi),
menunjukkan tingkat pengenalan, keterlibatan dan kesetiaan kepada
organisasi, serta harapan dapat mempertahankan status
keanggotaannya.

9
2.2.6 Fungsi Sikap
Menurut Atkinson, Smith, dan Bem (1996), mengungkapkan bahwa sikap
memiliki lima fungsi, yaitu instrumental, pertahanan ego, ekspresinilai,
pengetahuan, dan penyesuaian nilai.
1. Fungsi Instrumental
Fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat, dan
menggambarkan keadaan keinginan. Bahwa untuk mencapai suatu
tujuan, diperlukan suatu sarana yang disebut sikap. Apabila objek
sikap dapat membantu individu mencapai tujuan, individu akan
bersikap positif terhadap objek tersebut atau sebaliknya.
2. Fungsi Pertahanan Ego
Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari
kecemasan atau ancaman harga dirinya.
3. Fungsi Ekspresi
Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu. Sistem
nilai yang terdapat pada diri individu dapat dilihat dari sikap yang
diambilnya bersangkutan terhadap nilai tertentu.
4. Fungsi Pengetahuan
Sikap ini membantu individu memahami dunia yang membawa
keteraturan terhadap bermacam-macam informasi yang perlu
diasimilasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap individu memiliki
motif ingin tahu, ingin mengerti, dan pengetahuan.
5. Fungsi Penyesuaian Sosial
Sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari masyarakat.
Dalam hal ini sikap yang diambi individu tersebut akan sesuai dengan
lingkungannya.
__________________________________________________________________

10
BAGIAN 4: KARMILA
2.2.7 Pengukuran Sikap
Sikap dapat diukur dengan metode/teknik sebagai berikut:
1. Measurement by scales, yaitu pengukuran sikap dengan menggunakan
skala, munculah skala sikap.
2. Measurement by rating, yaitu pengukuran sikap dengan meminta
pendapat atau penilaian para ahli yang mengetahui sikap individu yang
dituju.
3. Indirect method, yaitu pengukuran sikap secara tidak langsung yakni
mengamati (eksperimen) perubahan sikap/pendapat.

2.3 KONSEP KEPUASAN KERJA


2.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Banyak pakar mendifinisikan tentang kepuasan kerja, seperti Locke,
Wexley, Blum, Porter, dan Robbins. Agar lebih mudah memahami, maka sengaja
diambil definisi Porter (1961) yang pendapatnya hingga kini tetap dirujuk oleh
berbagai pakar yang tertarik untuk membahas tentang kepuasan kerja, yang mana
pendapat Porter tentang kepuasan kerja yang dimaksud adalah “selisih dari
sesuatu yang seharusnya ada dengan sesuatu yang sesungguhnya ada dengan
kondisi yang sesungguhnya ada (faktual) seseorang cenderung merasa semakin
puas”.
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor kerja yang sangat penting
untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Seseorang dengan tingkat kepuasan
kerja yang tinggi dapat mempunyai sikap yang positif dalam pekerjaannya, dan
seseorang yang tidak puas akan mempunyai sikap negatif terhadap pekerjaannya.
Kepuasaan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal
ini terlihat dari sikap karyawan nya itu sendiri terhadap pekerjaannya dan segala
sesuatu yang dihadapi di lingkungan pekerjaannya. Oleh karena itu, kepuasan
dalam bekerja dapat membuat karyawan berupaya semaksimal mungkin dengan
segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas dan
presentasinya sehingga prestasi kerja dapat mudah tercapai.

11
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Ghiselli dan Brown, ada 5 faktor kepuasan kerja, yaitu:
1. Kedudukan/Posisi
Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada
pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada karyawan
yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa
penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi
justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi
kepuasan kerja.
2. Pangkat/Golongan
Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan),
sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada
orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit
banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat dan kebanggaan
terhadap kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku dan
perasaannya.
3. Usia
Penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja
dengan umur karyawan. Umur di antara 25 tahun sampai 34 tahun dan
umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur yang bisa
menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.
4. Jaminan Finansial dan Jaminan Sosial
Masalah finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh
terhadap kepuasan kerja. Masalah finansial secara langsung mengacu
pada gaji, upah, intensif, bonus, dan komisi serta masalah yang
berhubungan dengan sosial karyawan yaitu Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) dalam bekerja selama didalam atau diluar
lingkup perusahaan.

12
5. Mutu Pengawasan
Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting
artinya untuk menaikkan produktivitas kerja. Kepuasan karyawan
dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari
pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa
dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja (Sense of
Belonging).
__________________________________________________________________
BAGIAN 5: TUTIK
2.3.3 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja
Meskipun hanya merupakan salah satu faktor dari banyak faktor
berpengaruh lainnya, kepuasan kerja juga mempengaruhi tingkat kinerja
karyawan. Dengan kepuasan kerja yang diperoleh, diharapkan kinerja karyawan
yang tinggi dapat dicapai para karyawan. Tanpa adanya kepuasan kerja, karyawan
akan bekerja tidak seperti apa yang diharapkan oleh perusahaan, maka akibatnya
kinerja karyawan menjadi rendah, sehingga tujuan perusahaan secara maksimal
tidak akan tercapai.
Sehingga dapat diketahui bahwa tidak hanya kemampuan karyawan saja
yang diperlukan dalam bekerja, tetapi juga motivasi dalam bekerja pun sangat
mempengaruhi karyawan agar kinerjanya lebih baik. Salah satu upaya yang dapat
ditempuh oleh para manajer/atasan untuk memotivasi karyawannya adalah dengan
menciptakan kepuasan dalam bekerja agar tercapainya kinerja karyawan didalam
perusahaan tersebut meskipun disadari bahwa hal itu tidak mudah.
Kepuasan kerja merupakan sikap positif yang menyangkut penyesuaian
karyawan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi kerja, meliputi:
1. Faktor Kepuasan Finansial, yaitu terpenuhinya keinginan karyawan
terhadap kebutuhan finansial yang diterimanya untuk memenuhi
kebutuhan mereka sehari-hari sehingga kepuasan kerja bagi karyawan
dapat terpenuhi. Hal ini meliputi: sistem dan besarnya gaji, jaminan
sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan serta
promosi (Moh. As’ad, 1987 : 118).

13
2. Faktor Kepuasan Fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi
fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini meliputi:
jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, perlengkapan
kerja, keadaan ruangan/suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi
kesehatan karyawan dan umur (Moh. As’ad, 1987 : 117).
3. Faktor Kepuasan Sosial, yaitu faktor yang berhubungan dengan
interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya
maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. Hal ini meliputi:
rekan kerja yang kompak, pimpinan yang adil dan bijaksana, serta
pengarahan dan perintah yang wajar (Drs. Heidjrachman dan Drs.
Suad Husnan, 1986 : 194-195).
4. Faktor Kepuasan Psikologi, yaitu faktor yang berhubungan dengan
kejiwaan karyawan. Hal ini meliputi: minat, ketentraman dalam
bekerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan (Moh. As’ad,
1987 : 11.7).
Dari definisi faktor-faktor diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
faktor-faktor tersebut mempengaruhi kepuasan kerja yang memiliki peran yang
penting bagi perusahaan dalam memilih dan menempatkan karyawan dalam
pekerjaannya dan sebagai partner usahanya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan atau sepantasnya dilakukan.
2.3.4 Metode Pengukuran Kinerja
Secara teoretikal, berbagai metode dan teknik mempunyai sasaran yang
sama, yaitu menilai prestasi kerja para karyawan secara obyektif untuk suatu
kurun waktu tertentu dimasa lalu yang hasilnya bermanfaat bagi organisasi atau
perusahaan, seperti untuk kepentingan mutasi pegawai maupun bagi pegawai yang
bersangkutan sendiri dalam rangka pengembangan karirnya. Untuk mencapai
kedua sasaran tersebut maka digunakanlah berbagai metode pengukuran kinerja
karyawan. Menurut Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan dalam bukunya
“Manajemen Personalia” (1984:122-127) yang dewasa ini dikenal dan digunakan
adalah:

14
1. Rangking, adalah dengan cara membandingkan karyawan yang satu
dengan karyawan yang lain untuk menentukan siapa yang lebih baik.
2. Perbandingan karyawan dengan karyawan, adalah suatu cara untuk
memisahkan penilaian seseorang ke dalam berbagai faktor.
3. Grading, adalah suatu cara pengukuran kinerja karyawan dari tiap
karyawan yang kemudian diperbandingkan dengan definisi masing-
masing kategori untuk dimasukkan kedalam salah satu kategori yang
telah ditentukan.
4. Skala gratis, adalah metode yang menilai baik tidaknya pekerjaan
seorang karyavvan berdasarkan faktor-faktor yang dianggap penting
bagi pelaksanaan pekerjaan tersebut. Masing-masing faktor tersebut.
seperti misalnya kualitas dan kuantitas kerja, keterampilan kerja,
tanggung jawab kerja, kerja sama dan sebagainya.
5. Checklists, adalah metode penilaian yang bukan sebagai penilai
karyawan tetapi hanya sekedar melaporkan tingkah laku karyawan.
2.3.5 Mengukur Kepuasan Kerja
Terdapat 3 cara mengukur kepuasan kerja, yaitu:
1. Rating Scale, yaitu suatu instrumen atau alat pengukur kepuasan kerja
yang dirancang demikian rupa yang di dalamnya memuat secara rinci
unsur-unsur yang terkategorikan dalam unsur kepuasan dan unsur
ketidakpuasan.
2. Critical Incidents, yaitu mengukur kepuasan kerja dengan mengajukan
pertanyaan kepada para karyawan tentang faktor-faktor apa yang saja
yang membuat mereka puas dan tidak puas.
3. Interview, yaitu mengukur kepuasan kerja dengan menggunakan
wawancara yang dilakukan terhadap para karyawan secara individu.
Dengan metode ini dapat diketahui secara mendalam mengenai
bagaimana sikap karyawan terhadap berbagai aspek pekerjaan.

15
2.4 KONSEP TENTANG STRES
2.4.1 Pengertian Stres
Istilah stres berasal dari bahasa latin, yaitu strictus yang berarti ketat atau
sempit, dan menjadi kata kerja stringere yang artinya “mengetatkan”. Masalah-
masalah tentang stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan dengan pengertian
stres yang terjadi dilingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara
seseorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya. Didalam membicarakan
stres kerja ini perlu terlebih dahulu mengertikan stres secara umum.
Menurut Charles D. Spielboger (Ilandoyo, 2001) menyebutkan bahwa
stres adalah tuntutan-tuntan eksternal mengenai seseorang, misalnya objek-objek
dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya.
Stres juga bisa diartikan sebagai tekanan, ketegangan, atau gangguan yang tidak
menyenangkan yang berasal dari luar seseorang.
2.4.2 Jenis-jenis Stres
Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
1. Eustress, yaitu hasil dari respons terhadap stres yang bersifat sehat,
positif dan konstruktif (bersifat membangun).
2. Distres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat,
negatif dan destruktif (bersifat merusak).
__________________________________________________________________
BAGIAN 6: ARDYANTI
2.4.3 Gejala Stres di Tempat Kerja
Adapun gejala stres di tempat kerja sebagai berikut:
1. Kepuasan kerja rendah
2. Kinerja yang menurun
3. Semangat dan energi jadi hilang
4. Komunikasi tidak lancar
5. Pengambilan keputusan jelek
6. Kreativitas dan inovasi kurang
7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif

16
Semua yang disebutkan di atas perlu dilihatkan dalam hubungannya
dengan kualitas kerja dan interaksi normal individu sebelumnya. Menurut Braham
(2001), gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air
besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal,
punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang,
keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau
serangan jantung, kehilangan energi.
2. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif,
gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-rubah, sedih, mudah
menangis dan depresi, gugup, agresip terhadap orang lain dan mudah
bermusuhan serta mudah menyerang dan kelesuan mental.
3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun,
sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikirann hanya
dipenuhi satu pikiran saja.
4. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan
kepada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain,
senang mencari kesalahan orang lain atua menyerang dengan kata-
kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang
lain.
2.4.4 Penyebab Stres
Stresor adalah penyebab stres, yakni apa saja kondisi lingkungan tempat
tuntutan fisik dan emosional pada seseorang. Terdapat banyak stresor dalam
organisasi dan aktivitas hidup lainnya. Stresor yang berhubungan dengan
pekerjaan terbagi menjadi empat tipe utama, yaitu:
1. Lingkungan Fisik
Beberapa stresor ditemukan dalam lingkungan fisik pekerjaan, seperti
terlalu bising, kurang baiknya penerangan ataupun risiko keamanan,
stresor yang bersifat fisik juga keliatan pada setting kantor, teramasuk
rancangan ruang kantor yang buruk, ketiadaan privasi, lampu
penerangan yang kurang efektif dan kualitas udara yang buruk.

17
2. Stres karena Peran atau Tugas
Stresor karena peran atau tugas termasuk kondisi di mana para
pegawai mengalami kesulitan dalam memahami apa yang menjadi
tugasnya, peran yang dia mainkan dirasakan terlalu berat atau
memainkan berbagai peran pada tempat mereka bekerja. Stresor ini
memilik empat penyebab utama, yakni: konflik peran, peran mendua
atau ambiguitas, beban kerja dan karakteristik tugas.
3. Penyebab Stres Antarpribadi (Inter Personal Stressors)
Stresor ini akan semakin bertambah ketika karyawan dibagi dalam
divisi-divisi dalam suatu departemen yang berkompetisikan untuk
memenangkan target sebagai divisi terbaik dengan reward yang
menggiurkan. Perbedaan karakter, keprinadian, latar belakang,
persepsi dan lain-lainnya memungkinkan munculnya stres.
4. Organisasi
Banyak sekali ragam penyebab stres yang bersumber dari organisasi.
Pengurangan jumlah pegawai merupakan salah satu penyebab stres
yang tidak hanya untuk mereka yang kehilangan pekerjaan, namun
juga untuk mereka yang masih tinggal. Secara khusu mereka yang
masih tinggal mengalami peningkatan beban kerja, peningkatan rasa
tidak aman dan tidak nyaman dalam bekerja serta kehilangan rekan
kerja. Renstrukturisasi, privatilasi, merger dan bentuk-bentuk lainnya
merupakan kebijakan perusahaan yang berpotensi munculnya stres.
Para pekerja harus menghadapi peningkatan ketidak-amanan dalam
bekerja, bimbang dengan tuntutan pekerjaan yang semakin banyak dan
bentuk-bentuk baru dari konflik antarpribadi.

18
2.4.5 Manajemen Stres atau Cara Mengatasi Stres
Ada dua pendekatan dalam manajemen stres, yaitu:
1. Pendekatan Individual
a. Penerapan manajemen waktu
Pengaturan waktu yang sangat tepat akan menjamin seseorang
tidak akan menjadi stres. Dikarenakan setiap orang pastinya
memiliki rasa lelah yang sangat besar dan perlukan pembagian
waktu untuk istirahat dan merelaksasikan tubuh dari kepadatan
jadwal kerja. Pola pembagian waktu yang baik antar waktu
bekerja, beridah, dan waktu istirahat. Waktu bekerja antara jam7
pagi sampai jam 6 sore, setelah itu kemungkinan daya tingkat
kejenuhan seseorang akan meningkat disaat itulah diperlukan
istirahat yang cukup untuk mengembalikan rasa lelah.
b. Penambahan waktu olahraga
Dalam tubuh manusia diperlukan olah raga yang dapat mengatur
dan merangsang syaraf motorik dan otot-otot sehingga membuat
badan kita menjadi bugar. Ketahanan fisik yang dimiliki pun akan
semakin baik. Olah raga pun bisa dilakukan seminggu 3 kali atau 1
minggu sekali. Bisa dengan joging di pagi atau di sore hari, cukup
melakukan olah raga yang ringan.
c. Pelatihan relaksasi
Setelah melakukan kerja yang cukup padat dan banyak, tentunya
membuat tubuh menjadi lelah dan diperlukan relaksasi yang
membantu menenangkan tubuh yang tegang menjadi relaks.
Merefresh otak yang sudah di pakai untuk bekerja setiap hari. Cara
yang ampuh dalam relaksasi bisa dengan mendengarkan musik
atau menonton film sambil bersantai. Namun ada juga yang
malakukan meditasi atau yoga.

19
d. Perluasan jaringan dukungan sosial
Berhubungan dengan banyak orang memang sangat diperlukan.
Selain dengan mempermudah dalam pekerjaan, dengan memiliki
banyak jaringan pertemanan juga bisa kita manfaatkan sebagai
tempat berbagi dalam memecahkan masalah yang di alami.
Terkadang setiap orang hal seperti ini sangat diperlukan sekali.
Karena itu manusia adalah makhluk sosial yang saling
membutuhkan.
2. Pendekatan Organisasional
a. Menciptakan iklim organisasi yang mendukung.
Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur
birokratik yang tinggi yang menyertakan infleksibel. Ini dapat
membawa stres kerja yang sungguh-sungguh. Strategi pengaturan
mungkin membuat struktur lebih desentralisasi dan organik dengan
membuat keputusan partisipatif dan aliran keputusan ke atas.
Perubahan struktur dan proses struktural mungkin akan
menciptakan iklim yang lebih mendukun bagi pekerja, memberikan
mereka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan
mungkin akan mencegah atau mengurangi stres kerja mereka.
b. Adanya penyeleksian personel dan penempatan kerja yang lebih
baik.
Pada dasarnya kemampuan ilmun atau skill yang dimiliki oleh
setiap orang mungkin akan berbeda satu dengan yang lainnya.
Penempatan kerja yang sesuai dengan keahlian sangat menunjang
sekali terselesaikannya suatu pekerjaan. Penyesuaiaan penempatan
yang baik dan penseleksian itu yang sangat diperluakan suatu
perusahaan atau organisasi agar setiap tujuan dapat tercapai dengan
baik. Seperti halnya seorang petani yang tidak tahu bagaimana
seorang nelayan yang mencari ikan, tentunya akan kesulitan.

20
c. Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasi.
Konflik dalam sebuah organisasi mungkin adalah hal yang wajar
dan mungkin sering juga terjadi. Konflik apapun yang terjedi
tentunya akan menimbulkan ketidak jelasan peran suatu organisasi
tersebut. Mengidentifikasi konflik penyebab stres itu sangat
diperlukan guna mengurangi atau mencegah stres itu sendiri.
Setiap bagian yang dikerjakan membutuhkan kejelasan atas setiap
konflik sehingga ambisi itu tidak akan terjadi. Peran organisasi itu
yang bisa mengklarifikasikan suatu konflik yang terjadi sehingga
terjadilah suatu kejelasan dan bisa menegosiasikan konflik.
d. Penetapan tujuan yang realistis.
Setiap organisasi pastinya memiliki suatu tujuan yang pasti. Baik
bersifat profit maupun non profit. Namun tujuan organisasi itu
harus juga bersifat real sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
oleh organisasi tersebut. Kemampuan suatu organisasi dapat dilihat
dari skill yang dimiliki oleh setiap orang anggotanya. Dengan
tujuan yang jelas dan pasti tentunya juga sesuai dengan
kemampuan anggotanya maka segala tujuan pasti akan tercapai
pula. Namun sebaliknya jika organisasi tidak bersikap realistis dan
selalu menekan anggotanya tanpa adanya kordinasi yang jelas stres
itu akan timbul.
e. Pendesainan ulang pekerjaan.
Stres yang terjadi ketika bekerja itu kemungkinan terjadi karena
faktor kerjaan yang sangat berat dan menumpuk. Cara menyikapi
dan mengatur program kerja yang baik adalah membuat teknik cara
pengerjaannya. Terkadang setiap orang mengerjakan pekerjaan
yang sulit terlebih dahulu dari pada yang mudah. Seseorang akan
terasa malas dan enggan untuk mengerjakan pekerjaannya ketika
melihat tugas yang sudah menumpuk maka akan timbul stres.
Strategi yang dilakukan adalah melakukan penyusunan pekerjaan
yang mudah terlebih dahulu atau pekerjaan yang dapat dikerjakan
terlebih dahulu. Sedikit demi sedikit pekerjaan yang menumpuk

21
pun akan terselesaikan. Dengan kata lain stres pun bisa dihindari
dan bisa dikurangi.
f. Perbaikan dalam komunikasi organisasi.
Komunikasi itu sangatlah penting sekali dalam berorganisasi.
Komunikasi dapat mempermudah kerja seseorang terutama dalam
team work. Sesama anggota yang tergabung dalam satu kelompok
selalu berkordinasi dan membicarakan program yang akan
dilakukan. Komunikasinya pun harus baik dan benar. Perbedaan
cara kordinasi dan instruksi ke atasan mau pun bawahan. Sering
sekali terjadi kesalahan dan tidak mampu menempatkan posisi dan
jabatan sehingga terjadi kesalahan dalam mengkomunikasikan.
g. Membuat bimbingan konseling.
Bimbingan konseling ini bisa dirasakan cukup dalam mengatasi
stres. Konseling yang dilakukan kepada psikolog yang lebih
kompeten dalam masalah kejiwaan seseorang. Psikologis
seseorang terganggu sekali ketika stres itu menimpa. Rasa yang
tidak tahan dan ingin keluar dari tekanan-tekanan yang dirasakan
tentunya akan menambah rasa stres yang dihadapinya. Konseling
dengan psikolog sedikitnya mungking bisa membantu keluar dari
tekanan stres.

22

Anda mungkin juga menyukai