Gambaran umum lokasi penelitian menguraikan tentang kondisi umum dua lokasi
penelitian, adapun isi dari bagian ini mencakup letak geografis, topografi, jumlah
kabupaten/kota, jumlah dan kepadatan penduduk, tingkat pertumbuhan ekonomi, penganggaran,
indeks pembangunan manusia, umur harapan hidup, pelayanan publik dan kondisi kemiskinan.
4.1.11 Kemiskinan
• Perkembangan Tingkat Kemiskinan 2006 – 2009
Angka Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Selatan selama periode Maret 2006-
Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode Maret 2008 ke Maret 2009
menunjukkan kecenderungan menurun, Maret 2008 sebesar 11,07 % menjadi 9,30 % atau
turun 1,77 poin . Pada periode tahun 2008 ke tahun 2009 jumlah penduduk miskin turun
dari 508,78 ribu orang menjadi 434,77 ribu orang. Hal ini berarti bahwa jumlah penduduk
miskin berkurang sekitar 74,01 ribu.
Jika dilihat menurut daerah, persentase penurunan jumlah penduduk miskin di
perkotaan lebih tinggi yaitu 2,74 % sementara di pedesaan turun 1,40 %. Namun secara
jumlah dipedesaan turun sebanyak 40,5 ribu orang dan diperkotaan sebanyak 33,51 ribu
orang.
Untuk menentukan jumlah penduduk miskin, BPS menggunakan konsep
”kemampuan memenuhi kebutuhan dasar”, jadi kemiskinan yang dimaksud adalah
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan (diukur
Identifikasi basis evaluasi dilakukan dua tahap yaitu tahap pertama; identifikasi
dokumen perencanaan yang didalamnya mencakup penanggulangan kemiskinan, tahap
kedua; dari fokus dan kegiatan penanggulangan kemiskinan yang teridentifikasi akan dipilih
fokus dan kegiatan yang berkaitan langsung dengan penanggulangan kemiskinan sebab jika
program jenis ini berhasil dilaksanakan maka seluruh manfaatnya bisa dinikmati orang
miskin dan program yang diperuntukkan untuk semua orang akan tetapi jika dilaksanakan
dengan baik maka kelompok miskin akan mendapat keuntungan yang lebih banyak dari
kelompok lainnya.
• Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang RPJMN Tahun 2004 – 2009
• Penyediaan Beasiswa
1. Penyediaan beasiswa bagi siswa miskin jenjang SMP
2. Penyediaan beasiswa bagi siswa miskin jenjang SD
3. Beasiswa untuk siswa miskin MI
4. Beasiswa untuk siswa miskin MTs
5. Beasiswa untuk siswa miskin SMA
6. Beasiswa untuk siswa miskin SMK
7. Beasiswa untuk siswa miskin MA
• Pelayanan Kesehatan Gratis
8. Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III rumah sakit
9. Pelayanan kesehatan dasar bagi seluruh penduduk miskin di Puskesmas
10. Jaminan pelayanan KB berkualitas bagi rakyat miskin
• Subsidi Beras
11. Penyediaan dan pelaksanaan subsidi beras untuk masyarakat miskin
• Bantuan Langsung Tunai (BLT)
12. Penyediaan dan pelaksanaan bantuan langsung tunai bagi rumah tangga sangat
miskin, rumah tangga miskin dan rumah tangga hampir miskin
Program-Program
Penanggulangan Kemiskinan
KEMANDIRIAN
Jaminan Sosial Masyarakat UKM dsb
Berdasarkan penjelasan pada pragraf pertama bagian 5.1 bahwa “akan dipilih fokus
dan kegiatan yang berkaitan langsung dengan penanggulangan kemiskinan sebab jika
program jenis ini berhasil dilaksanakan maka seluruh manfaatnya bisa dinikmati orang
miskin dan program yang diperuntukkan untuk semua orang akan tetapi jika dilaksanakan
dengan baik maka kelompok miskin akan mendapat keuntungan yang lebih banyak dari
kelompok lainnya”, dengan demikian ketiga kluster di atas akan dijadikan sebagai basis
evaluasi.
Tabel 5.1
Kesesesuain Antara RKP 2009 dengan RKPD 2009
Sulawesi Selatan dan Kalimantan Barat
Fokus/Program dan
Kegiatan RKPD yang
Mendukung Program dan
No Fokus/Program dan Kegiatan RKP 2009
Kegiatan RKP 2009
Sulawesi Kalimantan
Selatan Barat
A Kluster 1: Pembangunan dan
Penyempurnaan Sistem Perlindungan Sosial
Khususnya Bagi Masyarakat Miskin
1 Penyediaan beasiswa bagi siswa miskin Ada Ada
jenjang SMP
2 Penyediaan beasiswa bagi siswa miskin Ada Ada
jenjang SD
Sumber: RKP 2009 dan RKPD 2009 Sulawesi Selatan dan Kalimantan Barat
Berdasarkan identifikasi data sekunder pada dokumen RKPD maka kegiatan kluster
1 yang relevan dengan RKP 2009 dari RKPD 2009 di Sulawesi Selatan adalah pendidikan
gratis SD dan setara SMP kepada seluruh penduduk Sulawesi Selatan. Kegiatan ini dibiayai
oleh Bantuan Operasional Sekolah dengan didukung APBD Provinsi dan Kab/Kota. Porsi
pemerintah provinsi adalah maksimun sebesar 40% dari sisa kebutuhan dana yang tidak
tercover oleh dana BOS, pelayanan kesehatan gratis kepada seluruh penduduk Sulawesi
Selatan, rujukan di kelas III rumah sakit, pelayanan kesehatan gratis kepada seluruh
penduduk Sulawesi Selatan di Puskesmas, peningkatan layanan penduduk miskin,
khususnya berkaitan dengan mekanisme distribusi beras miskin (Raskin), kegiatan RKPD
2009 Sulawesi Selatan yang relevan dengan kluster 2 RKP 2009 adalah kegiatan dalam
rangka mewujudkan desa sebagai komunitas yang utuh dan mandiri melalui pembangunan
Baruga Sayang (Balai Rujukan Keluarga dan Pusat Layanan Pembangunan) - program ini
memberikan dukungan kepada lembaga pemberdayaan masyarakat dan dukungan bagi
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), kegiatannya lebih bersifat regulasi
dan koordinasi, penguatan kelembagaan masyarakat – mewujudkan desa sebagai komunitas
mandiri, entitas sosial ekonomi yang berkeadilan-sementara itu pembangunan perkotaan
diarahkan pada upaya mewujudkan kota sebagai kawasan produksi, pusat pelayanan sosial
ekonomi sekaligus sebagai hunian yang nyaman, entitas sosial ekonomi yang berkeadilan-
menggalakkan aktivitas sosial ekonomi masyarakat perdesaan dengan pembangunan jalan
desa dan irigasi desa sehingga masyarakat desa tumbuh menjadi komunitas yang mandiri
dan tangguh, Pembangunan berbasis komunitas lebih diarahkan pada penguatan
kelembagaan masyarakat seperti lembaga kepemudaan dengan sasaran sebagai basis
tumbuhnya pemimpin baru, lembaga keagamaan, lembaga olahraga, organisasi profesi
(komponen ini dimasukkan dalam komponen sasaran prioritas penguatan kelembagaan
masyarakat (kepemudaan, agama). Kegiatan Sulawesi Selatan yang relevan dengan kluster
3 adalah penetapan kerangka pembiayaan, kelembagaan dan regulasi koperasi dan UMKM,
pengembangan kewirausahaan dan keunggulangan kompetitif UMKM, pembangunan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana koperasi dan UMKM, berdirinya pasar lelang komoditas
pada sejumlah kabupaten/kota dan berkembangnya sistem informasi pasar yang transparan.
Berdasarkan program dan kegiatan yang ada dalam RKPD 2009 di dua provinsi
tersebut, maka dapat diketahui tingkat relevansi RKP 2009 dengan RKPD 2009 berdasarkan
persepsi pemangku kepentingan (seperti pada tabel 5.2), dimana informan diminta untuk
melakukan penilaian berdasarkan skala nilai yang telah disiapkan dan memberikan alasan
penilaian seperti:
1. Skala nilai 1: jika tidak ada keserasian (tidak relevan) kegiatan dengan RKPD Provinsi
2. Skala nilai 5: jika terdapat keserasian fokus tetapi tidak memiliki keserasian kegiatan
dengan RKPD Provinsi
2. Skala nilai 10: jika terdapat keserasian fokus dan kegiatan dengan RKPD Provinsi
Berdasarkan penelusuran data sekunder pada tabel 5.1 di atas dan hasil evaluasi
pemangku kepentingan terhadap relevansi kebijakan penanggulangan kemiskinan dalam
RKPD 2009 Sulawesi Selatan dan Kalimantan Barat dengan RKP 2009 tabel 5.2 di atas,
terdapat kesamaan jumlah kegiatan di RKPD 2009 didua provinsi yang mendukung
kegiatan kluster 1 RKP 2009 dan hasil penilaian pemangku kepentingan juga hampir
menunjukkan kesamaan yakni skor 7,42 di Sulawesi Selatan dan 7, 78 di Kalimantan Barat,
skor ini menunjukkan bahwa sebagian besar kegiatan sudah menunjukkan adanya keserasian
fokus dan kegiatan, demikian halnya dengan kluster 2 sedangkan kluster 3 terdapat
perbedaan jumlah kegiatan yang mendukung, dimana di Sulawesi Selatan terdapat 3
kegiatan sedangkan di Kalimantan Barat terdapat 5 kegiatan dan hasil evaluasi pemangku
kepentingan juga menunjukkan perbedaan yakni di Sulawesi Selatan rata-rata skor untuk
kluster 3 sebesar 4,67 dan di Kalimantan Barat dengan skor 5,27, skor ini menunjukkan
bahwa pada kluster 3 tidak ada keserasian fokus, namun menunjukkan adanya keserasian
kegiatan. Rata-rata skor jika semua kluster digabung maka total rerata skor Sulawesi
Selatan 6,70, sedangkan Kalimantan Barat sebesar 7,15, dengan demikian dapat diketahui
bahwa RKPD 2009 Kalimantan Barat memiliki tingkat relevansi fokus dan kegiantan
dengan RKP yang cukup bagus. Sementara itu RKPD 2009 Sulawesi Selatan, memiliki
keserasian yang cukup rendah dengan RKP. Tingginya keserasian RKPD Kalimantan Barat
seperti yang diungkapkan oleh informan di Bappeda bahwa:
”Proses perencanaan RKPD dimulai dari bawah yaitu dari tingkat Desa/Kelurahan,
Kecamatan, Kabupaten, kemudian hasil musyawarah di Kabupaten/Kota disampaikan
pada forum Musrenbang di Provinsi, disinilah sarana pemerintah daerah untuk
menyusun RKPD, disamping itu kami tetap memperhatikan RKP Nasional, kami
lebih mengutamakan kegiatan bersifat lokal, walaupun sebenarnya mendukung juga
program/kegiatan pemerintah pusat. Pemerintah pusat kadang memaksa kita untuk
menyamakan programnya tetapi ini tidak mungkin, karena yang dibutuhkan di
Sulawesi Selatan berbeda” (Hasil Wawancara dengan informan Bappeda, pada
tanggal 30 Maret 2010).
“Hampir seluruh kegiatan /program di daerah dapat terlaksana dengan baik, namun
saya melihat kendala yang dihadapi adalah kurangnya koordinasi antar pemerintah
daerah, penyaluran dari dana yang ada sangat diperlukan koordinasi dan pengawasan
yang lebih jelas, semua program kluster 1 sudah terlaksana dengan baik, namun
dalam penyampaian kepada penerima manfaat masih berbelit-belit” (Hasil
Wawancara dengan Informan Akademisi Kalimantan Barat tanggal 5-11 Mei 2010).
Pada proses pelaksanaan fokus/program kegiatan kluster 2,. Hasil wawancara dengan
3 informan di Sulawesi Selatan menyampaikan bahwa “terdapat tim panitia pelaksana di
tingkat kelurahan/desa sehingga pelaksanaannya lebih tepat sasaran”. Sementara itu di
Kalimantan Barat informan menyampaikan bahwa:
Hal yang sama pula telah dilaksanakan dengan proses yang cukup baik di Kalimantan
Barat dimana “kegiatan yang dilaksanakan sudah sesuai dengan kebutuhan daerah termasuk
didalamnya kegiatan percepatan pertumbuhan daerah tertinggal”, ungkap informan LSM
Kalimantan Barat.
Selain hasil wawancara dengan informan di atas, dalam melakukan evaluasi pada
proses pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan di Sulawesi Selatan dan
Kalimantan Barat, informan diminta untuk menjawab kuesioner dengan skala penilaian
sebagai berikut:
• Skala nilai 1: jika rencana penanggulangan kemiskinan dalam RKP tidak dilaksanakan
• Skala nilai 5: jika kegiatan penanggulangan kemiskinan dilaksanakan tetapi
pelaksanaannya tidak sesuai dengan rencana.
• Skala nilai 10: jika kegiatan penanggulangan kemiskinan mampu dijabarkan secara
baik dan pelaksanaannya dinilai telah baik dan sesuai kebutuhan daerah.
Berdasarkan skala nilai tersebut maka diketahui hasil evaluasi proses pelaksanaan
kebijakan penanggulangan kemiskinan RKP 2009 di Sulawesi Selatan dan Kalimantan Barat
berdasarkan rata-rata penilaian tiga pemangku kepentingan (Bappeda, LSM, Akademisi)
seperti pada tabel di bawah ini.
“Ini merupakan komitmen Gubernur, dan kelihatannya para pelaksana serius untuk
melakukannya, sehingga hasilnya cukup menggembirakan, di beberapa kab/kota,
pendidikan dan kesehatan gratis telah mampu untuk diakses oleh penduduk miskin,
Output kluster 2 di Sulawesi Selatan dinilai oleh informan walaupun terdapat yang
tepat sasaran tetapi menurut informan LSM “Lurah lebih dominan dalam menentukan
lokasi dan penerima manfaat PNPM Mandiri”.
Sedangkan output kluster 3 di Sulawesi Selatan dinilai cukup bagus oleh informan
LSM, namun pemerintah daerah tidak memiliki data kuantitatif tentang jumlah koperasi
yang telah dibina termasuk peningkatan kesejahteraan anggotanya.
Selain informan diminta untuk memberikan komentarnya terhadap output
pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan, informan juga diminta untuk menjawab
kuesioner dengan skala penilaian sebagai berikut:
• Skala nilai 1: jika kegiatan tidak dilaksanakan sehingga tidak ada keluaran sama sekali
• Skala nilai 5: jika kegiatan dilaksanakan tetapi hasilnya tidak sesuai dengan keluaran
yang diharapkan
• Skala nilai 10: jika kegiatan dilaksanakan dan keluarannnya sesuai dengan yang
diharapan
Tabel 5.4
Evaluasi Pemangku Kepentingan Terhadap Keluaran
Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Sulawesi Selatan dan
Kalimantan Barat
• Skala nilai 1: jika program tidak dilaksanakan sehingga tidak ada hasil sama sekali
• Skala nilai 5: jika program dilaksanakan tetapi hasilnya tidak sesuai yang diharapkan
• Skala nilai 10: jika program dilaksanakan dan hasilnya sesuai dengan hasil yang
diharapan
Total Rerata
No Provinsi Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3
Skor
1 Sulawesi Selatan 8,03 7,60 5,53 7,05
2 Kalimantan Barat 7,08 7,87 6,90 7,28
Sumber: Diolah dari hasil evaluasi pemangku kepentingan
Berdasarkan tabel tersebut di atas total rata-rata skor hasil pelaksanaan fokus/program
kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kalimantan Barat sebesar 7,28, ini berarti
kesuksesan hasil pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan telah mampu
mendayagunakan output yang diperoleh, walaupun belum menunjukkan nilai yang maksimal,
hal ini terjadi pula di Sulawesi Selatan yang mampu mendayagunakan secara maksimal dari
output di kluster 1 terutama terkait dengan pendidikan dan kesehatan gratis yang juga
merupakan komitmen Gubernur.
Dalam menguji efektifitas biaya penanggulangan kemiskinan pada dua lokasi tersebut
maka evaluasi efektifitas biaya akan fokus pada program kegiatan kluster 2: Penyempurnaan
dan Perluasan Cakupan Program Pembangunan Berbasis Masyarakat dengan 5 program yaitu
1) Peningkatan keberdayaan masyarakat dan PNPM Perdesaan, 2) Penanggulangan
kemiskinan perkotaan (PNPM Perkotaan), 3) Pengembangan infrastruktur sosial ekonomi
wilayah (PNPM PISEW), 4) Peningkatan infrastruktur pedesaan skala komunitas (PPIP/RIS-
PNPM) dan 5) Percepatan pembangunan daerah tertinggal (PNPM Daerah Tertingal).
5.6.1 Perbandingan proporsi BLM APBD Kab/Kota dengan proporsi penduduk miskin per
Kab/Kota
Gambar di bawah ini menunjukkan proporsi Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM) dalam APBD dibandingkan dengan proporsi penduduk miskin di Sulawesi
Selatan.
Gambar 5.2
16,00
14,00
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00 Proporsi
Penduduk
2,00 Miskin
Proporsi BLM
APBD
Sumber:
Diolah dari data alokasi dana PNPM perkabupaten/kota
Berdasarkan grafik tersebut di atas maka dari 22 kabupate/kota terdapat 9
kabupaten/kota dii Provinsi Sulawesi Selatan yang tidak efektif dalam pengalokasian
dana BLM dari APBD untuk penanggulangan kemiskinan atau sebanyak 41%
kabupaten/kota yang tidak efektif pembiayaannya.
Gambar di bawah ini menunjukkan proporsi Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM) dalam APBD dibandingkan dengan proporsi penduduk miskin di Kalimantan
Barat.
Gambar 5.3
Sumber:
Proporsi BLM APBD Dibandingkan Proporsi Penduduk Miskin
Provinsi Kalimantan Barat Diolah
dari data
25,00
alokasi
20,00
15,00
dana
10,00 PNPM
5,00 perkabup
- aten/kota
Proporsi
Penduduk
Miskin
Proporsi BLM
APBD
5.6.2 Perbandingan proporsi BLM APBN untuk kab/kota dengan proporsi penduduk
miskin per Kab/Kota
Gambar di bawah ini menunjukkan proporsi Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM) dalam APBN dibandingkan dengan proporsi penduduk miskin kabupateb/kota
di Sulawesi Selatan.
Gambar 5.4
16,00
14,00
12,00
10,00
8,00 Proporsi
6,00 Pendudu
k Miskin
4,00
2,00 Proporsi
‐ PANGKAJENE … BLM
SIDENRENG …
BULUKUMBA
PARE‐PARE
BANTAENG
APBN
MAKASSAR
JENEPONTO
ENREKANG
TAKALAR
SINJAI
BONE
PINRANG
BARRU
GOWA
MAROS
SOPPENG
Wajo
LUWU UTARA
SELAYAR
PALOPO
LUWU
TANA TORAJA
Sumber:
Diolah dari data alokasi dana PNPM perkabupaten/kota
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00 Proporsi
Penduduk
‐
Miskin
Proporsi
BLM APBN
Sumber:
Diolah dari data alokasi dana PNPM perkabupaten/kota
Berdasarkan grafik tersebut di atas diketahui terdapat 4 kabupaten/kota dari 10
kabupaten/kota yang tidak efektif pengalokasian dana PNPM dari BLM APBN, dengan
demikian persentase kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat yang tidak efektif
dalam pengalokasian dana BLM dari APBN untuk penanggulangan kemiskinan sebanyak
40%.
Sementara itu untuk mengkombinasikan antara data sekunder di atas dengan hasil
penilaian pemangku kepentingan, maka berikut adalah hasil pengolahan penilaian
pemangku kepentingan terhadap efektifitas biaya kebijakan penanggulangan kemiskinan.
Dengan skal penilaian sebagai berikut:
• Skala nilai 1: jika tidak ada alokasi biaya untuk penanggulangan kemiskinan.
• Skala nilai 5: jika alokasi biaya lebih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk
miskin.
• Skala nilai 10: jika alokasi dana proporsional dibandingkan dengan jumlah penduduk
miskin.
Total Rerata
No Provinsi Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3
Skor
1 Sulawesi Selatan 7,33 8,67 6,23 7,41
2 Kalimantan Barat 7,61 8,47 5,93 7,34
Sumber: Diolah dari hasil evaluasi pemangku kepentingan
“Ada, yaitu program perumahan untuk penduduk miskin, tapi ini tidak saya
rekomendasikan untuk menjadi program nasional. Mengapa? Pelaksanaan program
ini kurang berdampak baik terhadap penduduk miskin, bahkan lebih banyak
masyarakat yang mampu yang mengajukan diri untuk mendapatkan program ini,
sehingga menjadikan masyarakat sangat tergantung kepada pemerintah” (Hasil
Wawancara dengan Informan Bappeda Sulawesi Selatan, tanggal 30 Maret 2010).
Gambar 5.6
Perbandingan Kinerja Penanggulangan Kemiskinan
di Sulawesi Selatan dan Kalimantan Barat
45
42 40 40
39 41 41
36
33
30
27
24
21
18
15
12 7.44 7.28
9 7.15 7.22 7.34
6 6.7 7.62 7.18 7.05 Sulsel
7.41
3
0 Kalbar
Sumber:
Hasil rata-rata skor persepsi informan
Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan informan, maka dapat diketahui
faktor-faktor penyebab tren penurunan penduduk miskin di Kalimantan Barat dan Sulawesi
Selatan dalam penerapan kebijakan penanggulangan kemiskinan RKP 2009 adalah:
• Tingkat relevansi dokumen RKP 2009 dengan RKPD Kalimantan Barat memiliki
sinergitas yang cukup bagus dengan skor 7,15, hal ini didukung dengan intensifnya
koordinasi Pemda Provinsi Kalimantan Barat ke Pemerintah Pusat, sedangkan Sulawesi
Selatan dengan skor 6,7, hal ini disebabkan oleh adanya keinginan kuat dari pemerintah
Atas dasar inilah kemudian faktor lain diidentifikasi, berdasarkan hasil identifikasi
kebijakan lokal dan identifikasi kegiatan masyarakat yang mendukung penurunan persentase
penduduk miskin maka ditemukan faktor lain yang secara kualitatif dinilai cukup
berpengaruh terhadap penurunan persentase penduduk miskin di Kalimantan Barat yaitu
adanya Credit Union yang dikembangkan oleh masyarakat.
Walaupun penelitian ini telah menemukan salah satu aspek lokal yang mendorong
penurunan penduduk miskin di Kalimantan Barat tetapi tidak menutup kemungkinan masih
ada faktor lainnya yang berpengaruh, diluar jangkauan peneliti untuk mengidentifikasinya
karena keterbatasan waktu dan biaya penelitian. Selanjutnya dapat dilakukan penelitian
lanjutan tentang Credit Union tersebut untuk mengetahui secara pasti tingkat kontribusinya
terhadap penanggulangan kemiskinan di Kalimantan Barat.