Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya cedera
kepala. Cedera kepala adalah keadaan serius dimana trauma yang mengenai calvaria, atau
basis cranii yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga dapat mengakibatkan
gangguan kesadaran, gangguan emosi, gangguan fisik dan gangguan kognitif maupun soc
ial. Cedera kepala primer merupakan cedera kepala yang paling sering ditemukan dan dap
at menyebabkan kerusakan pada kulit kepala, tulang, wajah, jaringan otak, yang nantinya
dapat menimbulkan perdarahan otak.

Oleh, karena itu sangat penting untuk mengetahui dan mempelajari tentang cedera
kepala mulai dari definisi sampai prognosis. Selain itu, yang harus dipahami dalam modul
ini yaitu dapat menilai cedera kepala dengan menggunakan GCS dan indikasi seseorang u
ntuk masuk rumah sakit, rontgen, CT-Scan, ruang ICU serta manifestasi klinik menurut lo
kasi cedera kepala untuk dapat mendiagnosis secara dini dan dapat menangani secara cep
at.

Sebagai klasifikasi dari cedera kepala, sebagai dokter yang berada pada lini perta
ma, diharapkan dapat mendiagnosa cedera kepala secara tepat dan dapat melakukan pena
nganan awal pada pasien dengan cedera kepala. Oleh karena itu dianggap sangat penting
bagi mahasiswa kedokteran untuk memahami mengenai topik-topik tersebut lebih dalam
lagi.

B. Tujuan

Tujuan modul 3 blok 20 ini adalah mempelajari dan memahami tentang definisi, e
tiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplik
asi dan prognosis dari cedera kepala .

1
BAB II

ISI
SKENARIO

KEJATUHAN KELAPA

Seorang laki-laki 30 tahun dibawa oleh keluarganya ke IGD RS.Sehat karena tidak
sadar sesudah kepalanya kejatuhan buah kelapa 1 jam yang lalu,sewaktu bekerja di kebun. Dari
heteroanamnesa didapatkan muntah proyektil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan,vital sign
menunjukan : tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi : 96x/menit, RR : 26x/menit, suhu : 36,8oC,
GCS : E2V3M4. Saat diperiksa tampak terdapat otthorea aurikular dekstra, pupil anhisokor
(diameter pupil kanan 6mm, kiri 3mm), hematoma subkutan di frontal kanan ukuran 4x4 cm.
Untuk diagnosis lebih lanjut, selanjutnya dokter jaga akan melakukan pemeriksaan penunjang
pada pasien ini setelah ABC (Airway,Breathing,Circulation) Stabil.

STEP 1. IDENTIFIKASI ISTILAH

 Muntah proyektil : muntah yang tiba tiba tanpa didahului perasaan mual, biasanya
karena peningkatan tekanan intracranial
 Pupil anisokor : perbedaan ukuran pupil antara pupil dextra dan sinistra
 GCS (Glasgow Coma Scale) : penilaian kesadaran secara kuantitatif, terdiri dari
penilaian Eye, Motoric, Verbal
 Otorrhea auricular dextra : keluarnya cairan serebrospinal dari telinga kanan
 Hematoma subkutan : kumpulan darah yang tidak normal dan terjadi di luar pembuluh
darah

STEP 2. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Bagaimana mekanisme cedera kepala bisa membuat pasien tidak sadar?


2. Bagaimana mekanisme otorrhea auricular, hematoma subkutan, pupil anisokor,
muntah proyektil?
3. Apa interpretasi dari pemeriksaan di scenario?
4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis?

2
5. Bagaimana penanganan awal pada pasien?

STEP 3. ANALISA MASALAH

1. Hilangnya kesadaran dapat terjadi akibat adanya gangguan pada pusat kesadaran yaitu
ARAS (ascending reticular activating system) dan atau pada bilateral hemisfer serebri.
Gangguan tersebut dapat berupa gangguan SEMENITE (sirkulasi, ensefalitis,
metabolik, elektrolit, neoplasma, intoksikasi, trauma maupun epilepsi).
2. Proses terjadinya gejala gejala di skenario diantaranya :

 Muntah proyektil dapat terjadi karena adanya peningkatan tekanan intrakranial


yang merangsang pusat muntah yang menyebabkan kontraksi duodenum dan
antrum lambung yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdominal
sehingga lambung terisi penuh dan menyebabkan sfinter esophagus membuka
dan terjadi muntah tanpa didahului mual.
 Pupil anisokor terjadi akibat penekanan pada nervus occulomotor (N.III)
sehingga menyebabkan pupil dilatasi ipsilateral.
 Otorrhea: menandakan adanya fraktur basis cranii fosa media.
 Hematoma subdural: adanya penggumpalan darah karena adanya pendarahan
atau trauma di lapisan subkutan.

3. Interprestasi kasus di atas


 Tekanan darah: normal
 Nadi: normal
 RR: takipneu
 GCS: cedera kepala sedang
4. Pemeriksaan yang di lakukan :
 Pemeriksaan kesadaran, GCS
 Pemeriksaan tanda vital
 Ct scan
 Foto polos
 Pemeriksaan darah

3
5. Tatalaksana awal;
 Buka Airway dengan jaw thrust karena waspada cedera servikal
 Cek pernapasan dengan look. Listen and feel.
 Cek nadi karotis dan kontrol perdarahan bila ada.
Fiksasi leher dengan alat yang ada, dapat kardus, sendal dan semacamnya karena bersifat
darurat.

Penanganan di RS
1. Airway  pasang intubasi
2. Breathing  beri O2 dengan memantau PaCO2
3. Circulation  beri kristaloid dan hentikan perdarahan
4. Posisikan kepala pasien lebih tinggi 30 0  untuk venous return dan
menurunkan tekanan intrakranial
- Beri manitol
- Pasang neck collar
- Periksa foto polos servikal dan leher
- CT-scan
- Pada bowel dan bladder harus dikosongkan, karena jika tidak hal ini
dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

4
STEP 4. STRUKTURISASI

Cedera kepala Ringan

Sedang

Penurunan Berat
kesadaran

Muntah proyektil Heteroanamnesis -TD 120/80 mmHg

-nadi 96x/menit
Pemeriksaan Fisik
-RR 26x/menit

-suhu 36.8o C
Pemeriksaan
penunjang -GCS E2V3M4

Penanganan Awal

STEP 5. LEARNING OBJECTIVE

Menjelaskan definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologis, manifestasi klinis, diagnose,


penatalaksanaan, komplikasi, prognosis dari cedera kepala

STEP 6. BELAJAR MANDIRI

Setelah diskusi kelompok kecil yang pertama, kami berusaha untuk mencari bahan yang
akan didiskusikan lagi pada diskusi kelompok kecil kedua.

5
STEP 7. SINTESIS

Learning Objective I

Cedera Kepala

DEFINISI

Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya
(Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera
mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan Luka
di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.

ETIOLOGI

Cedera kepala dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain:

1. Kecelakaan lalu lintas

2 Kecelakaan kerja

3. Trauma pada olah raga

4. Kejatuhan benda

5. Luka tembak

KLASIFIKASI

Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah
cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepala.
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek, secara praktis dikenal 3 deskripsi
klasifikasi yaitu berdasarkan:

6
1. Mekanisme Cedera kepala

Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala
tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau
pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya
penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau
cedera tumpul.

2. Beratnya Cedera

Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis
dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala.

a. Cedera Kepala Ringan (CKR)

GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau
mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral
maupun hematoma.

b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)

GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Cedera Kepala Berat (CKB)

GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia
lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.

3. Morfologi Cedera

Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :

a.Fraktur kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis
atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan
pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur
dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.

7
Tanda-tanda tersebut antara lain :

- Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)

- Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )

- Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan

- Parese nervus facialis ( N VII )

Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal
dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.

b. Lesi Intrakranial

Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering
terjadi bersamaan.

Termasuk lesi lesi local ;

- Perdarahan Epidural

- Perdarahan Subdural

- Kontusio (perdarahan intra cerebral)

Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan
klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada
dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio
ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).

1) Perdarahan Epidural

Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon
temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998).
Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval
lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan
neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil
anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial. Perdarahan epidural

8
difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan
menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi
kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung

2) Perdarahan subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 %


dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan
yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat
terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural
biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih
berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.

3) Kontusio dan perdarahan intracerebral

Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga
pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja
terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan
intracerebral.

Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut.

4) Cedera Difus

Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan
deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala. Komosio
Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun terjadi disfungsi
neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun
karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah
keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan amnesia
pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera klasik adalah cedera yang
mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan
amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya
kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik
penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan
komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist, namun pada beberapa penderita

9
dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya : kesulitan
mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala lainnya. Gejala-gejala ini dikenal
sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat. Cedera Aksonal difus ( Diffuse
Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita mengalami coma pasca cedera yang berlangsung
lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita
dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu, penderita sering
menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat
berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom
seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak
primer.

MANIFESTASI KLINIS

1. Fraktur Kranium

Fraktur basis kranii :

a. anterior : periorvital hematoma unilateral/bilateral (brill hematoma/racoon eyes),


kerusakan saraf kranial I,II, kerusakan kiasma optikum, III, rinore+epistaksis

b. media : battle sign, rinore, otore, kerusakan saraf kranial III,IV,VI, kerusakan arteri
karotis (epistaksis, iskemia, infark serebri, fistula kortiko-kavernosus), kerusakan
saraf kranial VII,VIII, kerusakan telinga dalam, organ vestibuli, kerusakan membran
timpani, tulang pendengaran, hemotimpanum, kerusakan hipofisis

c. posterior : cedera batang otak, cedera saraf kranial IX, X,XI,XII, fraktur kondilus
oksipitalis, ekstensi fraktur ke tulang petrosus, klivus, sela tursika, kematian

2. Cedera otak difus : pada konkusi, pasien biasanya menderita kehilangan gangguan
neurologis non fokal sementara, yang seringnya termasuk kehilangan kesadaran.

3. Hematoma intraserebral : nyeri kepala, mual, muntah, penurunan kesadaran, kejang

4. Hematoma epidural : lucid interval, penurunan kesadaran, defisit neurologis (hemiparese


kontralateral, dilatas pupil ipsilateral), nyeri kepala, mual, muntah

10
Ciri-ciri dari peningkatan TIK

a. Tingkat kesadaran: gelisah, iritabilitas, perubahan personality, bingung,


agitasi,penurunan GCS.
b. Pupil: ptosis, lambatnya reaktifity, perubahan unilateral ukuran pupil karena tekanan
nervus okulomotor.

c. Mata : blurred vision, diplopia, penurunan ketajaman penglihatan karena penekanan


pada nervus yang mengontrol pergerakan mata ( N II, IV, VI).

d. Motor : pronatot drift, penurunan kekuatan menggenggam, kontralateral hemiparese.

e. Sensori: penurunan respon pada sentuhan.

f. Sakit kepala : sakit kepala dengan mual atau muntah,sakit kepala jika tegang.

g. Bicara : lambat.

h. Memori : gangguan memori sedikit.

1. Cedera otak ringan : GCS 14-15


Penderita-penderita tersebut sadar namun dapat mengalami amnesia berkaitan
dengan cedera yang dialaminya. Dapat disertai riwayat hilangnya kesadaran yang singkat
namun sulit untuk dibuktikan terutama bila di lawah pengaruh alkohol atau obat-obatan.

2. Cedera otak sedang : GCS 9-13


Sepuluh persen dari penderita cedera kepala di UGD menderita cedera otak
sedang. Mereka umumnya masih mampu menuruti perintah sederhana, namun biasanya
tampak bingung atau mengantuk dan dapat disertai defisit neurologis fokal seperti
hemiparesis.

3. Cedera otak berat : GCS 3-8


Penderita dengan cedera kepala berat tidak mampu melakukan perintah
sederhana walaupun status kardiopulmonernya telah stabil.

11
DIAGNOSIS

Anamnesis

Informasi yang diperlukan adalah:

 Identitas pasien: Nama, Umur, Sex, Suku, Agama, Pekerjaan, Alamat


 Keluhan utama
 Mekanisma trauma
 Waktu dan perjalanan trauma
 Pernah pingsan atau sadar setelah trauma
 Amnesia retrograde atau antegrade
 Keluhan : Nyeri kepala seberapa berat, penurunan kesadaran, kejang, vertigo
 Riwayat mabuk, alkohol, narkotika, pasca operasi kepala
 Penyakit penyerta : epilepsi, jantung, asma, riwayat operasi kepala, hipertensi dan
diabetes melitus, serta gangguan faal pembekuan darah

Pemeriksaan fisik Umum

Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, serta pemeriksaan


khusus untuk menentukan kelainan patologis, dengan metode:

 Dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki atau,


 Per organ B1 – B6 (Breath, Blood, Brain, Bowel, Bladder, Bone)
Pemeriksaan fisik yang berkaitan erat dengan cedera otak adalah:

1) Pemeriksaan kepala, mencari tanda :


a. Jejas di kepala meliputi; hematoma sub kutan, sub galeal, luka terbuka, luka
tembus dan benda asing.
b. Tanda patah dasar tengkorak, meliputi; ekimosis periorbita (brill
hematoma), ekimosis post auricular (battle sign), rhinorhoe, dan otorhoe
serta perdarahan di membrane timpani atau leserasi kanalis auditorius.
c. Tanda patah tulang wajah meliputi; fraktur maxilla (Lefort), fraktur rima
orbita dan fraktur mandibula
d. Tanda trauma pada mata meliputi; perdarahan konjungtiva, perdarahan bilik
mata depan, kerusakan pupil dan jejas lain di mata.

12
e. Auskultasi pada arteri karotis untuk menentukan adanya bruit yang
berhubungan dengan diseksi karotis
2) Pemeriksaan pada leher dan tulang belakang, mencari tanda adanya cedera pada
tulang servikal dan tulang belakang dan cedera pada medula spinalis. Pemeriksaan
meliputi jejas, deformitas, status motorik, sensorik, dan autonomik.

Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan status neurologis terdiri dari :

a. Tingkat kesadaran : berdasarkan skala Glasgow Coma Scale (GCS).


Glasgow Coma Scale
Membuka Mata (E) Secara Spontan 4
Bila diajak bicara 3
Bila ada rangsangan nyeri 2
Tidak ada reaksi 1
Respon Verbal (V) Orientasi baik 5
Pembicaraan membingungkan 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara-suara yg tidak berarti 2
Tidak ada reaksi 1
Respon Motorik (M) Menuruti perintah 6
Melokalisir nyeri 5
Reaksi menghindar 4
Reaksi fleksi (dekortikasi) 3
Reaksi ekstensi (deserebrasi) 2
Tidak ada reaksi 1

Cedera kepala berdasar GCS, yang dinilai setelah stabilisasi ABC diklasifikasikan:
GCS 14 – 15 : Cedera otak ringan (COR)

GCS 9 – 13 : Cedera otak sedang (COS)

GCS 3 – 8 : Cedera otak berat (COB)

b. Saraf kranial, terutama:

13
 Saraf II-III, yaitu pemeriksaan pupil : besar & bentuk, reflek cahaya, reflek
konsensuil → bandingkan kanan-kiri.
 Tanda-tanda lesi saraf VII perifer.
c. Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil, perdarahan pre retina, retinal detachment.
d. Motoris & sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah mencari tanda
lateralisasi.
e. Autonomis: bulbocavernous reflek, cremaster reflek, spingter reflek, reflek tendon,
reflek patologis dan tonus spingter ani.

Pemeriksaan Foto Polos Kepala

Indikasi pemeriksaan foto polos kepala :

1) Kehilangan kesadaran, amnesia


2) Nyeri kepala menetap
3) Gejala neurologis fokal
4) Jejas pada kulit kepala
5) Kecurigaan luka tembus
6) Keluar cairan cerebrospinal atau darah dari hidung atau telinga
7) Deformitas tulang kepala, yang terlihat atau teraba
8) Kesulitan dalam penilaian klinis : mabuk, intoksikasi obat, epilepsi, anak
9) Pasien dengan GCS 15, tanpa keluhan dan gejala tetapi mempunyai resiko :
benturan langsung atau jatuh pada permukaan yang keras, pasienusia > 50 tahun.

Pemeriksaan CT Scan

Indikasi pemeriksaan CT kepala pada pasien cedera kepala :

1) GCS< 13 setelah resusitasi.


2) Deteorisasi neurologis : penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis, kejang.
3) Nyeri kepala, muntah yang menetap
4) Terdapat tanda fokal neurologis
5) Terdapat tanda Fraktur, atau kecurigaan fraktur
6) Trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus
7) Evaluasi pasca operasi
8) pasien multitrauma ( trauma signifikan lebih dari 1 organ )
14
9) Indikasi sosial

TATALAKSANA

15
16
17
18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kegawatdaruratan bedah merupakan aspek yang sangat luas. Berbagai macam penyak
it dapat memiliki kriteria gawat dan darurat. Kasus gawat darurat yang terbanyak dan dapat m
engacam jiwa adalah salah satunya cedera kepala. Cedera kepala merupakan suatu trauma yan
g disebabkan oleh gaya mekanik dari luar yang dapat mengakibatkan gangguan kesadaran, em
osi, kognitif, perilaku, dll. Pada cedera kepala yang terpenting adalah penanganan dan diagno
sa cepat bila terlambat dapat menimbulkan kerusakan otak sekunder yang mengakibatkan kec
acatan bahkan kematian. Transfer pasien yang memenuhi syarat dengan segera akan mengura
ngi morbiditas dan mortalitas. Selain cedera kepala, perdarahan yang berada di otak seperti he
matoma epidural, hematoma subdural, hematom intraserebral, dan hematom subarachnoid me
merlukan penanganan yang cepat dan sesegera mungkin.

Setelah mempelajari topik-topik tersebut diharapkan mahasiswa mampu menerapkan i


lmu-ilmu yang sudah didapat apabila sudah memasuki lingkungan klinis dan ketika menjadi d
okter umum, mahasiswa sudah mengetahui batas-batas penanganannya dan membuat surat ru
jukan.

B. Saran

Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi diskusi k
elompok, penulisan tugas tertulis , dan sebagainya, untuk itu kami sangat mengharapkan kriti
k dan saran dari dosen-dosen yang mengajar dan teman-teman angkatan

19
DAFTAR PUSTAKA

Tim Neurologi RSU dr. Soetomo. (2014). Guidline for Management of Traumatic Brain Injury.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

20

Anda mungkin juga menyukai