Full PDF
Full PDF
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
SKRIPSI
Diajukan oleh :
NIM : 108114156
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
i
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Almamaterku……
iv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
Saluran Pernafasan Akut Kelompok Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi
kepada pihak-pihak yang turut membantu penulisan skripsi ini, antara lain :
1. Dra. Th.B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt selaku Dosen
2. Direktur Rumah Sakit, Unit Personalia, Unit Rekam Medik serta seluruh staff
3. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. dan Ibu Dita Maria Virginia, M. Sc., Apt. selaku
Penulis
vii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................. iv
INTISARI.................................................................................................... xvi
viii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3. Manfaat penelitian............................................................... 8
A. Antibiotika....................................................................................... 10
b. Faringitis .................................................................. 17
c. Sinusitis ................................................................... 18
a. Pneumonia ............................................................... 19
b. Bronkiolitis .............................................................. 21
D. Keterangan Empiris......................................................................... 25
B. Definisi Operasional........................................................................ 27
C. Subjek Penelitian............................................................................. 29
D. Bahan Penelitian............................................................................. 30
ix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
E. Instrumen Penelitian........................................................................ 30
berdasarkan dosis................................................................ 47
x
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
A. Kesimpulan ..................................................................................... 53
B. Saran................................................................................................ 54
LAMPIRAN ................................................................................................ 59
xi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR TABEL
xii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Usia ...................................................................................... 39
xiii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
xiv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
xv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
INTISARI
Jumlah penderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada pediatri
sangat tinggi dan menempati urutan pertama penyebab kematian di Indonesia.
Penelitian di Jawa Timur dan Jawa Tengah menunjukkan penggunaan antibiotika
kurang rasional mencapai 80%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan
evaluasi penggunaan antibiotika pasien ISPA periode Juli-September 2013.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif evaluatif non-
eksperimental, dengan pengambilan data secara retrospektif. Kriteria inklusi
meliputi umur ≤14 tahun yang menerima terapi antibiotika dan menjalani rawat
inap di RSPR Yogyakarta yang mendapat diagnosis utama keluar ISPA tanpa
penyakit penyerta. Kriteria eksklusi meliputi pasien pediatri yang mendapatkan
diagnosis akhir ISPA dengan penyakit penyerta dan data rekam medis tidak
lengkap. Dari 69 pasien ISPA, yang memenuhi kriteria inklusi adalah 16 pasien.
Data dianalisis dengan metode kualitatif secara deskriptif dan dibandingkan
dengan Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan.
Hasil penelitian menunjukkan pasien ISPA terbanyak pada laki-laki 11
pasien (68,75%), usia terbanyak ≤4 tahun 14 pasien (87,5%). Pasien dengan
diagnosis akhir ISPA tanpa penyakit penyerta 16 pasien (42,11%), dan lama hari
perawatan 3 hari sebanyak 6 pasien (37,5%). Pola penggunaan antibiotika untuk
sub golongan terbanyak yaitu golongan sefalosporin generasi III sebanyak 13
jumlah antibiotika (68,42%) dengan jenis antibiotika tertinggi yaitu sefiksim
sebanyak jumlah 7 antibiotika (36,84%). Durasi penggunaan antibiotika tertinggi
adalah sefiksim selama 3 hari sebanyak 3 jumlah antibiotika (15,80%). Evaluasi
antibiotika menunjukan adanya ketidaktepatan dosis, dosis kurang sebanyak 6
jumlah antibiotika (33,33%) dan dosis lebih sebanyak 3 jumlah antibiotika
(16,67%). Tidak ditemukan ketidaktepatan rute pemberian, dan dapat dilihat rute
pemberian peroral sebanyak 12 jumlah antibiotika (63,16%) dan parenteral
sebanyak 7 jumlah antibiotika (36,84%). Tidak ditemukan ketidaktepatan
frekuensi/interval waktu.
Kesimpulannya yaitu dosis dan frekuensi/interval waktu penggunaan
antibiotika masih belum sesuai dengan Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan yang disarankan.
xvi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRACT
xvii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
umur, baik orang dewasa, remaja, atau balita. ISPA pun tidak mengenal tempat
baik di negara maju maupun negara yang kurang berkembang. Oleh karena itu,
tingginya kejadian ISPA yakni faktor intrinsik (umur, status gizi, status imunisasi,
jenis kelamin) dan faktor ekstrinsik (perumahan, sosial ekonomi dan pendidikan).
merupakan kematian anak balita yang disebabkan oleh ISPA ( Ernawati, 2012).
meskipun sebagian besar penyebab dari penyakit ini adalah virus. Salah satu
terutama untuk mencegah infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri, yang
1
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2
sebetulnya tidak bisa dicegah. Dampak dari semua ini adalah meningkatnya
di seluruh dunia. Penelitian di dua rumah sakit besar di Jawa Timur dan Jawa
Tengah pada tahun 2001 menunjukkan bahwa penggunaan antibiotika secara tidak
bijak mencapai 80%. Kasus di RSU Dr. Soetomo, angka resisten terhadap
antibiotika lini pertama (penyakit infeksi ringan) bisa mencapai 90% dan lini
kedua (infeksi sedang) mendekati 50% (Bisht, 2009). Salah satu cara mengatasi
Indonesia sebesar 43% (WHO, 2010). Hal ini menjadi penyebab utama terjadinya
tepat indikasi (sesuai dengan indikasi penyakit), tepat obat, diberikan dengan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3
dosis yang sesuai (tepat dosis) dan cara pemberian, tepat pasien, serta waspada
rumah sakit ini termasuk salah satu rumah sakit swasta kelas B dengan 370 tempat
Sehingga diperkirakan banyak pasien yang berobat di rumah sakit ini. Dengan
jumlah pasien yang cukup banyak, khususnya pasien pediatri, dapat memberikan
gambaran yang cukup lengkap dan jelas mengenai penggunaan antibiotika untuk
(2004), dapat diketahui bahwa dari 85 pasien ditemukan 122 antibiotika masih
tepat indikasi, kurang tepat obat, kurang tepat aturan pakai, kurang tepat pasien,
dan adanya interaksi dengan obat lain. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin
1. Perumusan masalah
Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (Depkes RI, 2005) pada pasien
2. Keaslian penelitian
Saluran Pernafasan Akut Kelompok Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
a. Infeksi Saluran Nafas Akut pada Balita di Daerah Urban Jakarta oleh Nasution,
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution, dkk terletak pada tahun
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5
dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitrianingrum, dkk terletak pada tahun
c. Hubungan Tingkat Kesehatan Rumah dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita
antara tingkat kesehatan rumah terhadap kejadian ISPA pada anak Balita di
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6
dilaksanakan mulai bulan April sampai Juli 2006. Analisis data menggunakan
uji statistik Chi Square untuk menganalisis hubungan antara tingkat kesehatan
rumah terhadap kejadian ISPA pada anak Balita. Selanjutnya terhadap variable
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Safitri dan
Keman terletak pada tahun penelitian, tempat penelitian, dan metode penelitian
d. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA pada Bayi oleh
kuantitatif. Subjek penelitian terdiri atas subjek kasus yaitu bayi berumur 6-12
Subjek kontrol adalah bayi berumur 6-12 bulan yang selama 1 bulan terakhir
tidak mempunyai riwayat ISPA. Responden penelitian adalah ibu bayi yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7
terpilih sebagai kasus dan kontrol. Besar sample yang diperlukan untuk kasus
kuesioner. Data sekunder didapatkan dari buku KIA atau KMS. Analisis data
terdiri dari analisis univariat, bivariat menggunakan uji chi square. Hasil yang
diperoleh pada analisis bivariat ini adalah nilai chi square, nilai p value, nilai
OR dan confidence interval (CI) 95%. Tingkat kemaknaan pada penelitian ini
penelitian yang dilakukan oleh Widarini dan Sumasari, yaitu penelitian ini
Pernafasan Akut.
Kelompok Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih pada periode
3. Manfaat penelitian
B. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (Depkes RI, 2005) pada
waktu.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Antibiotika
Antibiotika adalah suatu zat atau senyawa obat alami maupun sintesis
yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan jamur yang memiliki khasiat untuk
Obat yang digunakan untuk membunuh mikroba harus memiliki sifat toksisitas
selektif, yang artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik bagi mikroba
namun tidak menimbulkan efek toksik pada manusia. Berdasarkan sifat toksisitas
kelompok, antara lain antibiotika yang dapat menghambat sintesis dinding sel
dengan merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri Gram
plasma sel bakteri yang menyebabkan sel tidak mampu lagi berfungsi sebagai
10
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11
berikatan pada ribosom subunit 30S sehingga terjadi kesalahan pembacaan mRNA
bekerja terhadap lebih banyak jenis kuman, baik jenis kuman Gram negatif
maupun jenis kuman Gram positif. Contoh antibiotika spektrum luas adalah
antibiotika yang hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri gram negatif
saja atau gram positif saja. Contoh antibiotika spektrum sempit adalah
berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan turun atau hilangnya
efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk
mencegah atau mengobati infeksi. Bakteri yang mampu bertahan hidup dan
yang meluas dan irasional. Lebih dari separuh pasien dalam perawatan rumah
terjadinya seleksi Darwinian berupa hasil dari tekanan evolusi spesifik dalam
manusia maupun pada hewan. Peristiwa ini membuat resistensi infeksi antibiotika
global, karena terkadang agen antimikroba yang tersedia untuk mengobati infeksi
umum dan penyembuhan yang semakin sulit. Perlu diperhatikan bahwa resistensi
antimikroba tidak hanya ditemukan pada bakteri tetapi juga pada patogen lain
(penyebab malaria), dan jamur (infeksi Candida) yang resisten terhadap agen
lama dan resiko kematian semakin besar. Selain itu, resistensi dapat meningkatkan
waktu rawat pasien di rumah sakit, meningkatkan angka kesakitan, kematian dan
Penggunaan antibiotika yang tidak tepat dalam hal indikasi, maupun cara
yang perlu diperhatikan adalah dosis obat yang tepat bagi anak-anak, cara
memperkecil efek samping yang akan terjadi (Bueno dan Stull, 2009).
infeksi bakteri karena tiga faktor. Pertama, karena sistem imunitas anak yang
belum berfungsi secara sempurna, kedua, akibat pola tingkah laku anak yang lebih
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14
banyak berisiko terpapar bakteri, dan ketiga, karena beberapa antibiotika yang
cocok digunakan pada dewasa belum tentu tepat jika diberikan kepada anak
pada anak berbeda dengan dewasa, serta tingkat maturasi organ yang berbeda
sehingga dapat terjadi perbedaan respon terapetik atau efek sampingnya (Shea,
dengan 14 hari yang bersifat kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh
Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian atas ini disebabkan oleh virus dan bakteri
termasuk nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis akut, rhinitis,
nasofaringitis kronis, dan sinusitis. Saluran pernafasan bagian bawah lebih mudah
Pernafasan Akut bagian bawah meliputi trakeitis, bronkitis akut, bronkiolitis, dan
timbulnya gejala biasanya cepat, mulai dari jam ke hari setelah timbulnya infeksi.
Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering sakit tenggorokan, pilek, sesak
napas, mengi, atau kesulitan bernapas. Patogen yang menyebabkan penyakit ini
(WHO, 2014).
Contoh Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian atas antara lain Otitis
Media, Faringitis, dan Sinusitis. Faringitis akut dan infeksi pada telinga sering kali
berkembang menjadi komplikasi yang parah pada anak-anak seperti ketulian dan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16
Kusnandar, 2009).
1) Otitis Media
bakteri yang secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otitis media akut
dan otitis media efusi. Otitis media akut dapat terjadi bila ada infeksi bakteri atau
dan tandanya lebih dari satu serta muncul secara cepat seperti demam, otalgia,
efusi, terjadi penumpukan cairan di bagian ruang tengah telinga. Hal ini terjadi
yang tidak dapat direfleksi, menonjol, dan tidak bergerak saat dilakukan otoskopi
catarrhalis (10%), dan sekitar 20-30% diduga etiologi oleh virus. Antimikroba
oral amoksisilin menjadi pilihan pertama untuk mengatasi otitis media (Sukandar
dkk, 2009).
dosis tinggi (80-90 mg/kgBB/hari) terbagi dalam dua dosis setiap harinya. Pasien
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17
azitromisin, dan klaritromisin. Jika gejalanya parah, misalnya suhu tubuh di atas
390C dan terjadi otalgia yang parah maka pilihan pertamanya adalah amoksisilin-
2) Faringitis
sekitarnya akibat infeksi bakteri atau virus. Faringitis biasanya timbul bersama-
sama dengan rhinitis, tonsillitis, dan laryngitis. Faringitis dapat disebabkan oleh
Gejala yang timbul akibat bakteri seperti demam yang muncul secara tiba-tiba,
disfagia (kesulitan menelan), sakit tenggorokan, dan mual. Jika infeksi yang
pembengkakan kelenjar limfa, tidak batuk, demam dengan suhu tubuh > 380C.
Gejala yang timbul akibat virus seperti demam, nyeri menelan, batuk, kongesti
adalah penisilin. Jika alergi terhadap penisilin maka dapat digunakan makrolida,
dosis antimikroba untuk faringitis dapat dilihan pada table I (Dipiro et al, 2008).
3) Sinusitis
disebabkan alergi, virus, bakteri, atau jamur (jarang). Sinusitis merupakan infeksi
pada sinus yang terjadi secara akut (sampai dengan 4 minggu). Bakteri yang
berwarna dari hidung, sumbatan di hidung, nyeri muka, sakit gigi, dan demam.
diobati dengan amoksisilin atau kotrimoksazol. Jika terjadi resistensi maka bisa
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19
Penyebab yang paling sering adalah virus RSVs dan virus parainfluenza.
bronkitis.
1) Pneumonia
produktif dengan sputum berwarna atau berdarah, nyeri dada, takikardi, takipnea,
(1). Pneumonia anaerobik, gejalanya adalah batuk, demam ringan, hilang berat
badan, dan sputum yang berabu menjadi ciri khas. Abses paru berkembang dalam
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20
1-2 minggu pada 20% pasien. (2). Pneumonia mikoplasma, gejalanya adalah
demam bertahap, sakit kepala, malaise, batuk yang awalnya nonproduktif, sakit
leher, sakit telinga, rhinorrhea dan ronkhi. Gejala ekstrapulmonal bisa terjadi
2) Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah infeksi virus akut pada saluran pernafasan bawah bayi
yang menunjukan pola musiman yang tetap, puncaknya selama musim dingin dan
bayi yang berusia 2-10 bulan. Penyebab utamanya adalah virus Respiratory
sekunder hanya terjadi pada sedikit kasus. Gejalanya adalah gelisah, nafas cepat,
Bronkiolitis dapat sembuh sendiri dan umumnya tidak memerlukan terapi, selain
menghilangkan kecemasan dan sebagai antipiretik, kecuali bila bayi hipoksia atau
ribavirin akan menyebabkan pasien lebih lama dirawat di rumah sakit, semakin
lama di ICU, dan semakin lama menggunakan ventilasi mekanik (Dipiro et al,
2008).
3) Bronkitis akut
Bronkitis akut sebenarnya penyakit yang dapat sembuh sendiri dan jarang
Gejalanya adalah batuk lebih dari 5 hari dengan sputum purulen, sakit
tenggorokan, sakit kepala, dan demam dengan suhu tubuh >390C. Antibiotika
pilihan pertama yang digunakan untuk terapi bronkitis akut adalah azitromisin,
(Misnadiarly, 2008).
tubuh. Virus masuk ke saluran pernafasan sebagai antigen dan menyebabkan silia
arah faring, jika gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa
gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah
sehingga bakteri yang biasanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah
diperhatikan aspek imunologis saluran pernafasan terutama dalam hal sistem imun
di saluran pernafasan yang sebagian besar terdiri dari mukosa. Sistem imun
saluran pernafasan yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas sistem imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa
(Sheffy,2009).
rendah dan menengah. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh virus sendiri atau
infeksi bakteri yang disertai dengan virus yang dapat menular dan menyebar
berkembang, bukti saat ini menunjukkan bahwa cara penularan infeksi saluran
pernapasan akut yang paling utama adalah melalui droplet, tapi penularan melalui
kontak (termasuk kontaminasi tangan yang diikuti oleh inokulasi) atau aerosol
pernapasan infeksius dalam jarak dekat bisa juga terjadi untuk beberapa patogen
dalam keadaan tertentu. Dua cara penularan agen infeksi yaitu penularan secara
langsung dan penularan secara tidak langsung. Penularan secara langsung meliputi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
24
orang yang terinfeksi dengan orang yang rentan terinfeksi. Penularan secara tidak
langsung meliputi kontak dari orang yang rentan terinfeksi dengan objek perantara
dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu ISPA ringan dengan satu atau lebih gejala
seperti batuk, pilek dengan atau tanpa demam; ISPA sedang meliputi gejala ISPA
ringan ditambah satu atau lebih gejala pernafasan cepat, mengi (sakit dan keluar
cairan lewat telinga), bercak kemerahan, dan panas 390C atau lebih; ISPA berat
meliputi gejala ISPA ringan/sedang ditambah satu atau lebih gejala seperti
waktu yang tepat, dan biaya yang terendah untuk individu dan komunitasnya
(WHO, 2012). Kriteria penggunaan obat yang rasional adalah tepat diagnosis
yaitu obat diberikan sesuai dengan diagnosis karena apabila diagnosis tidak
ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat akan salah; tepat indikasi penyakit
yaitu obat yang diberikan harus yang tepat bagi suatu penyakit; tepat pemilihan
obat yaitu obat yang dipilih harus memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit;
tepat dosis yaitu dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat
karena bila salah satu dari empat hal tersebut tidak dipenuhi akan mengakibatkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
25
efek terapi tidak tercapai. Tepat jumlah yaitu jumlah obat yang diberikan harus
dalam jumlah yang cukup. Tepat cara pemberian, misalkan antibiotika tidak boleh
mungkin dan praktis agar mudah ditaati oleh pasien. Tepat lama pemberian harus
waspada terhadap efek samping yaitu obat dapat menimbulkan efek samping yang
merupakan efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis
terapi, seperti timbulnya mual, muntah, gatal-gatal, dan lain sebagainya; efektif,
aman, mutu terjamin, tersedia setiap saat, dan harga terjangkau, untuk mencapai
kriteria ini obat dibeli melalui jalur resmi; tepat tindak lanjut (follow up) yaitu
dokter; tepat penyerahan obat (dispensing) yaitu resep yang dibawa ke apotek atau
tempat penyerahan obat akan dipersiapkan obatnya dan diserahkan kepada pasien
dengan informasi yang tepat; pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang
D. Keterangan Empiris
sehingga diperlukan suatu terapi antibiotika yang efektif. Adanya peristiwa yang
tidak diinginkan juga seringkali terjadi pada pasien terkait terapi antibiotika yang
pediatri dengan diagnosa Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Instalasi Rawat Inap
BAB III
METODE PENELITIAN
observasinya dilakukan secara apa adanya, tanpa ada intervensi serta perlakuan
dari peneliti terhadap subjek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010). Rancangan
fakta atau karakteristik populasi yang ada, mengidentifikasi masalah yang terjadi,
kemudian melakukan evaluasi atau penilaian dari data yang telah dikumpulkan
terdahulu yang diambil dari rekam medis pasien pada periode tertentu
(Notoatmodjo, 2010).
B. Definisi Operational
1. Pasien pediatri adalah pasien anak yang berusia ≤14 tahun sesuai dengan
2005.
27
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
28
bagian atas meliputi otitis media, faringitis, dan sinusitis sedangkan untuk
4. Total kasus merupakan total semua kasus ISPA kelompok pediatri yang ada
di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pada periode
5. Diagnosis yang digunakan adalah diagnosis keluar pasien yaitu ISPA dan
7. Lama perawatan pasien adalah jumlah hari yang menunjukan bahwa pasien
ISPA dirawat, dihitung mulai dari pasien masuk menginap di rumah sakit
untuk pasien pada data rekam medik. Contoh: Sporetik (Sefiksim 100
9. Rekam medis adalah catatan yang berisi data pasien meliputi nomor rekam
medis, nama pasien, usia, jenis kelamin, tanggal masuk dan tanggal keluar
non laboratorium dan data laboratorium, nama obat yang digunakan, dosis,
C. Subjek Penelitian
ISPA di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli-
September 2013.
1. Kriteria inklusi subyek adalah pasien pediatri berumur ≤14 tahun yang
menerima terapi antibiotika dan menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti
akhir ISPA dengan penyakit penyerta dan pasien pediatri yang data rekam
69 populasi
pasien ISPA
Inklusi 16 Eksklusi 53
pasien pasien
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah data rekam
medis pasien pediatri yang mendapat diagnosis utama keluar ISPA tanpa penyakit
penyerta yang terdapat di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli-
September 2013.
E. Instrumen Penelitian
1. Tahap perencanaan
Proses yang dilakukan pada tahap ini adalah mencari informasi mengenai
prevalensi penyakit ISPA melalui media cetak maupun media internet seperti
buku, penelitian, dan jurnal, kemudian mengajukan proposal dan surat ijin
penelitian untuk dapat melakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Rapih. Setelah
permohonan penelitian disetujui oleh pihak rumah sakit, maka penelitian dapat
jumlah pasien ISPA yang sedang menjalani rawat inap pada tahun 2013.
Berdasarkan hasil printout nomor rekam medis dan jumlah pasien ISPA tersebut,
mendapatkan diagnosis akhir ISPA dengan penyakit penyerta, dan 2 pasien yang
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan pencatatan data pasien ISPA
dari rekam medik. Data yang diperoleh dari rekam medik meliputi nomor rekam
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
32
medis, nama pasien, jenis kelamin, umur, berat badan, tanggal masuk dan keluar
rumah sakit, diagnosis (meliputi diagnosis awal dan akhir), lama rawat inap,
keluhan, hasil pemeriksaan non laboratorium dan data laboratorium, nama obat
yang diberikan, dosis obat yang diberikan, frekuensi pemberian, serta lama
pemberian.
Dalam tahap ini, data yang sudah ada kemudian dikelompokan dan
G. Analisis Hasil
perawatan.
1.) Distribusi jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin yaitu perempuan dan
dikali 100 %.
2.) Distribusi jumlah pasien berdasarkan kelompok umur yang dibagi menjadi
umur ≤4 tahun, umur 5-11 tahun, dan umur 12-≤14 tahun. Persentase
dihitung dengan cara membagi jumlah pasien pada setiap kelompok umur
100%.
4.) Distribusi lama hari rawat dikelompokkan berdasarkan lamanya hari rawat
pada setiap banyaknya lama hari rawat dengan jumlah pasien secara
golongan dan jenis antibiotika dibagi dengan jumlah total kasus dan
cara menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok dibagi dengan jumlah
1) Ketidaktepatan dosis yaitu dosis kurang dan dosis lebih. Persentase dosis
dikalikan 100%.
H. Keterbatasan Penelitian
terjadinya error pada saat mencatat sumber data. Hal ini dapat disebabkan karena
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
35
kesulitan dalam pembacaan data rekam medis dengan tulisan perawat atau dokter
antibiotika yang digunakan untuk pasien pediatri diagnosis ISPA. Maka data yang
BAB IV
pemberian antibiotika.
sebagai subyek penelitian sebanyak 16 pasien. Dari total pasien ISPA sejumlah 16
pasien, 11 diantaranya adalah laki-laki sebesar 68,75%. Hal ini dikarenakan anak
laki-laki lebih suka bermain di tempat yang kotor, berdebu, dan banyak bermain
diluar rumah, sehingga kontak dengan penderita ISPA lain yang memudahkan
penularan dan anak terkena ISPA (Suyami dan Sunyoto, 2004). Proses penularan
penyakit ISPA ternyata tidak merata untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Hal ini berkaitan dengan faktor penularan ISPA yang tidak hanya akibat terpapar
lingkungan. ISPA dapat juga ditularkan melalui kontak langsung dengan anggota
Klampok oleh Hapsari dan Astuti (2007) juga menemukan pasien laki-laki lebih
36
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
37
banyak daripada pasien ISPA yang berjenis kelamin perempuan, dimana penderita
penderita dengan jenis kelamin perempuan (44,2%). Hal ini diperkuat dengan
pendapat Hapsari (2004) bahwa pneumonia lebih sering terkena pada laki-laki
berusia kurang dari 6 tahun, hal ini berkaitan dengan respon pada anak, karena
perempuan.
Secara ringkas hasil penelitian ini akan disajikan pada gambar 3 sebagai
berikut:
Laki-laki
31.25 Perempuan
68.75
menderita ISPA. Pembagian klasifikasi umur menjadi ≤ 4 tahun, 5-11 tahun, 12-
Yogyakarta paling banyak terjadi pada kelompok usia anak-anak yaitu umur ≤ 4
tahun sebesar 87,5% dengan banyak pasien yaitu 14 pasien (n=16). Hasil
sebelumnya.
Oktober 2013 di Puskesmas Kemiling Kota Bandar Lampung terdapat 184 kasus
infeksi saluran pernafasan akut pada balita dan semuanya 100% didiagnosis
bahwa penderita kelompok umur 12 - 35 bulan paling banyak yakni 52,2%. Usia
merupakan salah satu faktor risiko utama pada beberapa penyakit. Hal ini
anak yang berusia 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit pneumonia
dibanding anak-anak yang berusia diatas 2 tahun. Hal ini disebabkan oleh
imunitas yang belum sempurna dan saluran pernafasan yang relatif sempit. Selain
itu, pada pediatri kondisi tubuh anak masih lemah, dimana fungsi hampir seluruh
Pada masa balita belum mempunyai daya tahan tubuh yang kuat untuk
melawan kuman/virus yang masuk ke dalam tubuh. Batuk dan pilek merupakan
salah satu bentuk ISPA yang sering menyerang balita. ISPA paling banyak terjadi
pada usia fase awal balita hingga usia 6-7 tahun. Pada masa ini balita cenderung
memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Hal ini bisa sebagai perantara masuknya
itu, lingkungan keluarga harus mendukung agar balita dapat tumbuh dan
Secara ringkas hasil penelitian ini akan disajikan pada gambar 4 sebagai
berikut:
12.5 0
87.5
akhir.
ISPA dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu pasien ISPA tanpa penyakit
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
40
penyerta dan pasien ISPA dengan penyakit penyerta. Hasil penelitian menunjukan
bahwa pasien ISPA dengan penyakit penyerta paling banyak terjadi yaitu sebesar
Secara ringkas hasil penelitian ini disajikan pada tabel III sebagai
berikut:
Lama perawatan berkisar 1-7 hari, dengan paling banyak selama 3 hari.
Lama perawatan yang tidak panjang dan pemulangan yang lebih awal membuat
pasien dapat segera kembali melakukan aktifitas normalnya. Selain itu, dapat pula
Menurut Penelitian Puteri (2012), lama rawat inap pasien ISPA kelompok umur
pediatri yang dirawat di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil
Padang dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu kategori efektif yaitu dengan
lama rawat inap ≤ 9 hari dan kategori tidak efektif dengan lama rawat inap ≥ 10
hari. Penelitian ini termasuk dalam kategori efektif karena lama perawatan
berkisar 1-7 hari dan paling banyak selama 3 hari terdapat 6 pasien (37,5%) yang
Secara ringkas hasil penelitian ini akan disajikan pada gambar 5 sebagai
berikut:
40 37.5
35 31.25
30
Jumlah Pasien
25
18.75
20
15 12.5 Lama Hari
10 Rawat
5
0
1 2 3 4 5 6 7
Lama Hari Rawat
mengetahui jenis dan golongan antibiotika apa saja yang diresepkan dokter
Berdasarkan data dari rekam medis, antibiotika yang digunakan dari total
berspektrum luar terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negatif, seperti
golongan sefalosporin oral yang lain, sefiksim mempunyai aktivitas yang poten
1c) dan 3, dengan tempat aktivitas yang bervariasi tergantung jenis organismenya.
yang berikatan dengan PBP yang terletak di dalam maupun permukaan membran
sel sehingga dinding sel bakteri tidak terbentuk yang berdampak pada kematian
sampai sedang (akut maupun kronik) yang disebabkan Entamoeba histolytica dan
sebagai terapi penunjang untuk koma hepatikum. Dosis pada amubiasis adalah 25-
35 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3 dosis, selama 5-10 hari dan pada koma
hepatikum adalah 4g sehari dalam dosis terbagi, 5-6 hari (BPOM Republik
Indonesia dan Ikatan Apoteker Indonesia, 2013). Pada penelitian ini, antibiotika
berikut:
15.79 5.26
sefiksim
36.84 amoksisilin
21.05 seftriakson
sefotaksim
eritromisin
Pada beberapa kejadian, pasien menerima terapi lebih dari 1 (satu) jenis
antibiotika. Tujuan pemberian antibiotika lebih dari satu jenis ini dimaksudkan
kombinasi digunakan pada kasus khusus dan untuk beberapa tujuan tertentu
mendadak, mendapatkan manfaat dari dua atau lebih antibiotika yang mekanisme
disebabkan oleh lebih dari satu jenis bakteri, dan untuk menangani suatu kasus
18.75
Terapi Tunggal
Terapi Kombinasi
81.25
Gambar 7. Persentase Distribusi profil penggunaan terapi Antibiotika
Tunggal dan Kombinasi untuk pengobatan ISPA Kelompok Pediatri di
Instalasi Rawat Inap RS. Panti Rapih Yogyakarta
periode Juli-September 2013 (n=16)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
45
aktivitas spektrum yang luas serta aktif terhadap bakteri gram negatif.
berikut:
pengobatan ISPA apabila digunakan selama kurang lebih 5-10 hari. Sefotaksim
diasumsikan dapat membunuh bakteri penyebab ISPA dalam waktu kurang lebih
5-10 hari. Apabila durasi pengobatan ditambah, efek yang akan dihasilkan tidak
jauh berbeda dengan durasi optimal bahkan bisa meningkatkan resiko resistensi
sefalosporin generasi ketiga seperti seftriakson selama 4-14 hari dan sefiksim
selama 10 hari.
pasien ISPA paling sering digunakan adalah sefiksim selama 3 hari yaitu
Secara ringkas hasil penelitian ini disajikan pada tabel V sebagai berikut:
adalah dosis pemberian obat yang lebih besar dari dosis yang diperhitungkan
berdasarkan pustaka dan dosis kurang yaitu dosis pemberian obat yang lebih kecil
kurang dapat dilakukan dengan maksud untuk mengurangi risiko pada pasien
yang mengalami gangguan fungsi ginjal (Anggriani dkk, 2012). Pustaka yang
digunakan pada penelitian ini adalah Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi
penyakit, tingkat keparahan infeksi, mekanisme kerja obat, serta efek samping
dari obat tersebut. Adanya ketepatan dalam pemberian dosis antibiotika maka efek
yang diharapkan juga akan semakin optimal. Efek terapi yang optimal dipengaruhi
Jika resistensi antibiotika tidak terdeteksi dan tetap bersifat patogen maka akan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
48
Organ-organ yang digunakan untuk melakukan metabolisme obat (ginjal dan hati)
belum sempurna pada anak-anak. Apabila pemberian dosis pada anak tidak tepat,
bisa jadi obat tersebut akan menjadi racun di dalam tubuh anak. Penggunaan
antibiotik yang tidak sesuai atau tidak tepat dapat mengakibatkan hal-hal yang
dosis yaitu dosis kurang sebanyak 6 jumlah antibiotika (33,33%) yaitu sefotaksim
antibiotika sefiksim, dan dosis lebih sebanyak 3 jumlah antibiotika (16,67%) yaitu
ISPA kelompok umur pediatri di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta
antibiotika (50%). Hal ini disebabkan karena penggunaan oral yang lebih nyaman,
antibiotika (63,16%) diberikan kepada pasien secara peroral. Untuk tujuan terapi
serta efek sistematik yang dikehendaki, penggunaan oral adalah yang paling
menyenangkan dan murah, serta umumnya paling aman. Hanya beberapa obat
yang mengalami perusakan oleh cairan lambung atau usus. Pada keadaan pasien
sefotaksim dan seftriakson ada 2 jumlah antibiotika seftriakson, dan untuk sub
secara parenteral diberikan pada penelitian ini adalah kemungkinan pasien tidak
dapat menerima obat secara oral karena kesulitan menelan, misalnya karena
ini juga terhindar dari perusakan obat atau inaktivasi dalam saluran
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
50
gastrointerstinal, dapat menghasilkan efek obat yang cepat tetapi durasinya yang
berat gejala klinik suatu penyakit berat untuk membutuhkan waktu cepat dalam
mencapai kadar obat dalam plasma sehingga cepat meredakan penderitaan pasien
Secara ringkas hasil penelitian ini disajikan pada gambar 8 berikut ini:
36.84%
oral
parenteral
63.16%
dalam proses keberhasilan suatu terapi. Rute pemberian suatu obat harus
disesuaikan dengan kebutuhan klinis dan kondisi pasien saat itu. Rute pemberian
obat harus dipilih rute yang paling aman dan bermanfaat bagi pasien (Djatmiko et
farmakokinetika obat, misalnya tiap 4 jam, 6 jam, 8 jam, 12 jam atau 24 jam. Jika
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
51
obat dalam tubuh akan habis dalam waktu 8 jam, sebaiknya obat diberikan 3 kali
sehari (WHO, 2012). Hal yang perlu diperhatikan dalam suatu farmakokinetika
obat adalah waktu paruh eliminasi obat (t½ eliminasi), t½ eliminasi sering
obat adalah waktu yang dibutuhkan oleh obat untuk mencapai penurunan
konsentrasi obat sebesar 50% dari konsentrasi sebelumnya dalam plasma (Wahab,
konsentrasi obat dalam cairan plasma agar selalu berada pada konsentrasi
terapetik minimal sehingga obat dapat bekerja dan memberikan efek. Kondisi
ginjal dan hati sebagai organ ekskresi utama juga mempengaruhi interval/
frekuensi pemberian obat. Jika organ ekskresi mengalami gangguan, maka proses
didapatkan hasil total pasien sebanyak 16 pasien dengan total jumlah antibiotika
antibiotika yang tidak tepat rute pemberian antibiotika karena semua antibiotika
rute pemberian antibiotika, dan dapat dilihat cara pemberian secara peroral
waktu dan sudah sesuai/tepat dengan standart/pustaka yang diacu karena telah
frekuensi/interval waktu.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB V
A. Kesimpulan
berikut:
pasien (87,5%). Jumlah pasien dengan diagnosis akhir ISPA tanpa penyakit
penyerta yaitu 16 pasien (42,11%), dan lama hari perawatan untuk pasien
2. Pola penggunaan antibiotika pada pasien ISPA untuk sub golongan paling
53
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
54
B. Saran
ISPA dengan tujuan agar terapi antibiotika yang diberikan pada pasien
pada setiap kasus agar dapat diketahui antibiotika yang sesuai untuk
DAFTAR PUSTAKA
Anggriani, Y., Purwanggana, A., Subhan, A., Wardhani, R.P., 2012, Evaluasi
Penggunaan dan Biaya Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi
Rawat Inap di IRNA-B Rumah Sakit Umum Pusat X Periode Juli-
Desember 2010, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 10, No. 2,
115-116.
Berawi, M., Advisedly, dan Tarigan, 2013, Kajian Peresepan Antibiotik Penyakit
Pneumonia pada Balita di Puskesmas Kemiling Kota Bandar Lampung
Periode Januari-Oktober 2013, Universitas Lampung Fakultas Farmasi,
18.
Betz, C.L., dan Sowden, L.A., 2009, Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, pp. 489-496.
Bisht, R., Katiyar, A., Singh, R., Mittal, P., 2009, Antibiotic resistance- A global
issue of concern, Asian journal of pharmaceutical and clinical research,
Volume 2.
BPOM Republik Indonesia dan Ikatan Apoteker Indonesia, 2013, ISO Indonesia,
Volume 48, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta, pp. 178.
Deshpande, J.D., and Mohini, J., 2011, Antimicrobial resistance: the global public
health challenge, International Journal of Students’ Research Volume 1,
Issue 2, 41-43.
Djatmiko, M., Sugiyanti, dan Anas, Y., 2008, Analisis Biaya dan Gambaran
Penggunaan Antibiotik pada Pasien Demam Tifoid Rawat Inap di
55
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
56
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.B., and Posey,
L.M., 2005, Seventh Edition PHARMACOTHERAPY A Pathophysiologic
Approach, McGraw-Hill, New York, pp. 1761-1790.
Ernawati, Farich, A., 2012, Hubungan Faktor Lingkungan Rumah dan Faktor
Anak dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Desa Way Huwi
Puskesmas Karang Anyar Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung
Selatan Tahun 2012, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Malahayati, 2.
Fitrianingrum, N., Impartina, A., dan Martini, D.E., 2011, Gambaran Pengetahuan
Ibu Balita Tentang Penyakit ISPA di Puskesmas Pembantu Sidomulyo
Wilayah Kerja Puskesmas Deket Kecamatan Deket Kabupaten
Lamongan, Surya, Vol.01, No. VIII, 27-31.
Hapsari, I., Astuti, I.W.B., 2007, Pola Penggunaan Antibiotika pada Infeksi
Saluran Pernafasan Akut Pneumonia Balita pada Rawat Jalan Puskesmas
Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara Tahun 2004, Pharmacy,
Vol. 05 No. 02, 53.
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri., Wardhani, W.I., dan Setiowulan, W., 2000,
Gastroenterologi, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media
Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Merson, M.H., 2012, Global Health, Disease, Programs, Systems, and Policies,
3rd edition, Jones & Bartlett Learning, London, pp. 262.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
57
Murray, P.R., Rosenthal, K.R., and Pfaller, M.A., Medical Microbiology 6th
edition, Elsevier Inc., USA, pp. 235-247.
Nasution, K., Sjahrullah, M.A.R., Brohet, K.E., Wibisana, K.A., Yassien, M.R.,
Ishak, L.M., et al., 2009, Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita di
Daerah Urban Jakarta, Sari Pediatri, Vol. 11, No.4, 223-228.
Ngastiyah, 2002, Perawatan Anak Sakit, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp.48.
Nugroho, F., Utami, P.I., Yuniastuti, I., 2011, Evaluasi Penggunaan Antibiotik
Pada Penyakit Pneumonia di Rumah Sakit Umum Daerah Purbalingga,
Pharmacy, Vol.08, No. 01, 147,150-151.
Phoenix, D.A., Harris, F., and Dennison, S.R., 2013, Novel Antimicrobial Agents
and Strategies, Willey-VCH Verlag Gmbh & Co. KGaA, Germany, pp.
4-5.
Puteri, T.D., 2012, Analisa Biaya Penggunaan Antibiotik pada Pasien Pneumonia
di Instalasi Rawat Inap IRNA Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang,
Artikel, Universitas Andalas, Padang
Sadikin, Z., 2011, Penggunaan Obat yang Rasional, J Indon Med Assoc, Volume:
61, Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 145.
Safitri, A.D., dan Keman, S., 2007, Hubungan Tingkat Kesehatan Rumah Dengan
Kejadian ISPA pada Anak Balita di Desa Labuhan Kecamatan Labuhan
Badas Kabupaten Sumbawa, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.3 No.2,
139-150.
Schmitz, G., Hans, L., Michael, H., 2009, Farmakologi dan Toksikologi, Edisi 3,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 487-494.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
58
Setiabudy, R., 2007, Pengantar Antimikroba, Edisi kelima, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, pp. 585.
Shea, K., Florini, K., and Barlam, T., 2011, When Wonder Drugs don’t Work,
How Antibiotic Resistance Threatens Children, Senior, and The
Medically Vulnerable, www.environmentaldefense.org, diakses tanggal
10 Novcember 2011.
Sheffy, N., 2009, Infectious Disease, Phatogenesis, Prevention, and Case Studies,
Willey-Blackwell, UK, pp. 251.
Sukandar, Y.E., Andrajati, R., Sigit, I.J., Adnyana, K.I., Setiadi, P.A., dan
Kusnandar, 2009, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta, pp.
765-767.
Suyami dan Sunyoto, 2004, Karakteristik Faktor Resiko ISPA pada Anak Usia
Balita di Puskesmas Pembantu Krakitan, Bayat, Klaten, 4.
Syamsuni, H., 2005, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 36.
Wahab, A.S., 2000, Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 1. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 367.
Widarini, N.P., dan Sumasari, N.L., 2010, Hubungan Pemberian Asi Eksklusif
dengan Kejadian ISPA pada Bayi, JIG, Vol. 1, No. 1, 28-41.
LAMPIRAN
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
60
No. Berat
Suhu
No. Rekam Umur JK Badan Anamnesis Diagnosis Awal Diagnosis Akhir
Tubuh
Medis (kg)
1 817549 8 bln P 7,5 Demam, panas, batuk 39,6 0C Obs. Febris hari-1 ISPA
Demam, keringat dingin, badan
2 688891 4 thn P 13 35 0C Febris hari-4 ISPA
dingin
3 854609 3 thn L 18 Panas, batuk, nyeri telan 37,1 0C Febris hari-2 ISPA
Panas, makan susah, batuk, telinga
4 854887 6 thn P 21 39,5 0C Febris leukositosis ISPA
kanan sakit
Panas, batuk, pilek, tidak mau
5 855767 1 thn L 9,9 38,5 0C Obs. vomitus dehidrasi ISPA
makan, muntah
Panas, tidak mau makan dan minum,
6 781313 1 thn L 10,7 36,9 0C Febris hari-3, ISPA ISPA
batuk, pilek, muntah
7 856960 2 thn L 10,5 Demam, batuk, pilek, muntah 37,1 0C ISPA, obs. febris hari-7 ISPA
8 857570 1 thn L 9,3 Demam, batuk, pilek, kejang 38 0C Obs. febris hari-1, ISPA ISPA
Febris hari-1, vomitus
9 760718 6 thn L 15 Panas, batuk, mual, muntah, pusing 36,4 0C ISPA
dehidrasi
Demam, mual, muntah, makan dan
10 754999 2 thn P 12 39 0C Prolonged Fever ISPA
minum sulit
11 858416 2 thn P 9,5 Demam, batuk, muntah 37 0C Obs. febris hari-3 ISPA
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
61
No. Berat
Suhu
No. Rekam Umur JK Badan Anamnesis Diagnosis Awal Diagnosis Akhir
Tubuh
Medis (kg)
Bronchopneumonia
12 859008 3 thn L 11 Batuk, sesak nafas 37 0C ISPA
bilateral
Vomitus frequent, febris
13 768063 3 thn L 12,5 Panas, muntah 39,30C ISPA
hari-1
14 771543 3 thn L 24 Panas, diare, muntah, batuk 39,20C Obs.febris hari-3, ISPA ISPA
Panas, batuk, pilek, muntah, tidak
15 702630 3 thn L 15 39,3 0C Obs. febris hari-4 ISPA
mau makan
Obs. febris berulang,
16 734907 3 thn L 15 Panas, batuk, pilek, pusing, muntah 36,7 0C ISPA
ISPA
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
62
Lampiran 3. Dosis dan interval waktu antibiotika yang diberikan pada pasien ISPA
Tepat interval
No. Berat Tepat dosis/
Dosis waktu/ tidak
No. Rekam Badan Nama Antibiotika Dosis menurut literatur tidak tepat
pemberian tepat interval
Medis (kg) dosis
waktu
Amoxan® drop
anak: 25-50 mg/ kgBB/ hari Tepat interval
1 817549 7,5 (Amoksisilin 100 mg/1 3 x 1 ml Tepat dosis
terbagi dalam 3 dosis waktu
ml )
anak: 50 mg/ kgBB; max 1 Tepat interval
2 688891 13 Seftriakson Na 1 g 2 x 500 mg Tepat dosis
g; i.m waktu
Sporetik® (Sefiksim 100 Tepat interval
2 x 2,5 ml anak: 8 mg/ kgBB/ hari Dosis kurang
mg/5 ml) waktu
terbagi dalam 1-2 dosis
3 854609 18
Clacef® (Sefotaksim 500 Tepat interval
2 x 500 mg anak: 50-75 mg/ kgBB/ hari Tepat dosis
mg, 1 g) waktu
Clacef® (Sefotaksim 500 Tepat interval
4 854887 21 2 x 500 mg anak: 50-75 mg/ kgBB/ hari Dosis kurang
mg, 1 g) waktu
Sporetik® (Sefiksim 100 anak: 8 mg/kgBB/hari Tepat interval
5 855767 9,9 2 x 2,5 ml Dosis lebih
mg/5 ml) terbagi dalam 1-2 dosis waktu
Clacef® (Sefotaksim 500 Tepat interval
6 781313 10,7 2 x 250 mg anak: 50-75 mg/ kgBB/ hari Dosis kurang
mg, 1 g) waktu
Erysanbe® (Eritromisin Anak: 30-50 mg/ kgBB/ hari Tepat interval
7 856960 10,5 3 x 125 mg Tepat dosis
stearat chewable 200 terbagi dalam 3-4 dosis waktu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
68
Tepat interval
No. Berat Tepat dosis/
Dosis waktu/ tidak
No. Rekam Badan Nama Antibiotika Dosis menurut literatur tidak tepat
pemberian tepat interval
Medis (kg) dosis
waktu
mg)
Erysanbe® (Eritromisin
Anak: 30-50 mg/ kgBB/ hari Tepat interval
8 857570 9,3 stearat chewable 200 3 x 150 mg Tepat dosis
terbagi dalam 3-4 dosis waktu
mg)
Amoxan® (Amoksisilin anak: 25-50 mg/ kgBB/ hari Tepat interval
9 760718 15 3 x 250 mg Tepat dosis
Na 500 mg, 1 g) terbagi dalam 3 dosis waktu
Starcef® (Sefiksim 50 anak: 8 mg/kgBB/hari Tepat interval
10 754999 12 2 x 40 mg Dosis kurang
mg, 100 mg, 200 mg) terbagi dalam 1-2 dosis waktu
Erysanbe® (Eritromisin
Anak: 30-50 mg/ kgBB/ hari Tepat interval
11 858416 9,5 stearat chewable 200 3 x 150 mg Tepat dosis
terbagi dalam 3-4 dosis waktu
mg)
Tepat interval
No. Berat Tepat dosis/
Dosis waktu/ tidak
No. Rekam Badan Nama Antibiotika Dosis menurut literatur tidak tepat
pemberian tepat interval
Medis (kg) dosis
waktu
anak: 50 mg/ kgBB; max 1 Tepat interval
Seftriakson Na 1 g 3 x 250 mg Tepat dosis
g; i.m waktu
Cefspan® (Sefiksim 50 anak: 8 mg/kgBB/hari Tepat interval
16 734907 15 2 x 75 mg Dosis lebih
mg, 100 mg, 200 mg) terbagi dalam 1-2 dosis waktu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
70
BIOGRAFI PENULIS