Anda di halaman 1dari 53

DETEKSI GEN CTX-M PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE

(ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SISWA SEKOLAH DASAR DI


KOTA MAKASSAR, SULAWESI SELATAN

OLEH:

Muh. Bayu Setiono

C11114025

PEMBIMBING:

Dr. dr. Dianawaty Amiruddin, Sp.KK

DISUSUN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN


STUDI PADA PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
DEPARTEMEN PARASITOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAHASANUDDIN
MAKASSAR

TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK

Judul Skripsi :
“DETEKSI GEN CTX-M PADA EXTENDED SPECTRUM BETA
LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SISWA
SEKOLAHDASAR DI KOTA MAKASSAR, SULAWESI SELATAN”

Makassar, 6 Desember 2017

Pembimbing,

(Dr. dr. Dianawaty Amiruddin, Sp.KK)

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Departemen


MikrobiologiFakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan judul:

“ DETEKSI GEN CTX-M PADA EXTENDED SPECTRUM BETA


LACTAMASE (ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SISWA SEKOLAH
DASAR DI KOTA MAKASSAR, SULAWESI SELATAN”

Hari/Tanggal : Rabu/ 6 Desember 2017

Waktu : 13.00 WITA

Tempat : Departemen Mikrobiologi Fakultas


Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar, 6 Desember 2017

Pembimbing,

(Dr. dr. Dianawaty Amiruddin, Sp.KK)

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Muh. Bayu Setiono
NIM : C11114025
Fakultas/Program Studi : Kedokteran/Pendidikan Dokter
Judul Skripsi : Deteksi Gen CTX-M pada Extended-Spectrum Beta
Lactamase (ESBL) Enterobacteriaceae pada Siswa
Sekolah Dasar di Kota Makassar, Sulawesi Selatan
Telah diperiksa, disetujui, dan dipertahankan di hadapan dewan penguji dan
diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. dr. Dianawaty Amiruddin, Sp.KK (………………….)

Penguji : dr. Firdaus Hamid, Ph.D (………………….)

dr. Airin Rizkianty Nurdin, Sp.KK, M.Kes (………………….)

Ditetapkan di : Makassar

Tanggal : 6 Desember 2017

iv
PERNYATAAN ANTI PLAGIATISME

Dengan ini saya menyatakan bahwa seluruh skripsi ini adalah hasil karya
saya. Apabila ada kutipan atau pemakaian dari hasil karya orang lain baik berupa
tulisan, data, gambar atau ilustrasi baik yang telah dipublikasikan atau belum
dipublikasi, telah direferensi sesuai dengan ketentuan akademis.

Saya menyadari plagiatisme adalah kejahatan akademik dan melakukannya


akan menyebabkan sanksi yang berat berupa pembatalan skripsi dan sanksi akademik
yang lain.

Muh. Bayu Setiono

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala


yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang merupakan syarat untuk menyelesaikan studi pada
jenjang preklinik pendidikan dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Shalawat serta taslim senantiasa tersampaikan kepada Nabi Besar Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sahabat, keluarga, serta para pengikutnya yang
senantiasa istiqamah di jalan Islam.

Dengan rahmat dan petunjuk Allah Yang Maha Kuasa, serta usaha, doa,
arahan dan bimbingan dokter pembimbing, maka skripsi yang berjudul “Deteksi Gen
CTX-M pada Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Enterobacteriaceae pada
Siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar, Sulawesi Selatan” dapat terselesaikan.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis menemui beberapa


hambatan, namun atas izin Allah serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,
hambatan tersebut dapat teratasi.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orangtua


Ayahanda Bambang Budiono dan Ibunda Yuyun Kustia Hastini atas doa dan bantuan
selama ini. Ucapan terima kasih penulis haturkan pula kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, para Pembantu Dekan,


para dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada
penulis.
2. Dr. dr. Dianawaty Amiruddin, Sp.KK selaku pembimbing atas kesediaan,
keikhlasan, dan kesabaran meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal sampai pada penyusunan
skripsi ini.

vi
3. dr. Firdaus Hamid, Ph.D dan dr. Airin Rizkianty Nurdin, Sp.KK, M.Kes selaku
dewan penguji yang telah memberikan masukan dan arahan pada skripsi ini.
4. Kepala Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin serta staf bagian
penelitian atas bantuan dan kesediaan waktunya membantu penulis.
5. Staf Laboratorium Mikrobiologi HUM-RC Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Hasanuddin atas bantuan, arahan, kritikan, dan saran dalam penyusunan skripsi
ini.
6. Para Kepala Sekolah dan Guru SDN Kompleks Mangkura Makassar dan SDN
Kompleks Cambayya Makassar.
7. Keluarga besar Neutroflavin angkatan 2014 program studi pendidikan dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
8. Seluruh pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis selama penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
dari semua pihak. Semoga skripsi ini bisa berkontribusi dalam perbaikan upaya
kesehatan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Makassar, 6 Desember 2017

Penulis

vii
DETEKSI GEN CTX-M PADA EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASE
(ESBL) ENTEROBACTERIACEAE PADA SISWA SEKOLAH DASAR DI
KOTA MAKASSAR, SULAWESI SELATAN
Muh. Bayu Setiono, Dianawaty Amiruddin
Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

ABSTRAK

Latar Belakang: Penggunaan antibiotik adalah pilihan utama dalam pengobatan


infeksi saluran kemih. Antibiotik beta laktam merupakan salah satu golongan yang
sering digunakan. Di rumah sakit banyak digunakan antibiotik beta laktam
diantaranya golongan sefalosporin. Infeksi saluran kemih paling banyak disebabkan
oleh bakteri Enterobacteriaceae. Namun, pada saat ini telah ditemukan bahwa bakteri
memiliki kemampuan perlawanan terhadap kerja obat golongan beta-laktam. Hal ini
sebagian besar disebabkan akibat resistensi terhadap beta-laktam dengan cara
mengeluarkan enzim beta-laktamase. Di Indonesia juga telah terdeteksi gen CTX-M
pada isolat E. coli dari sampel urin yang dilakukan di Surabaya sebesar 90% (27/30).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi gen CTX-M dari
Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL dari sampel urin siswa sekolah dasar di
Kota Makassar.
Metode: Penelitian ini akan dilaksanakan selama tujuh bulan dengan menggunakan
metode deskriptif observational. Penelitian dilaksanakan di dua Sekolah Dasar di
Kota Makassar. Pengumpulan data dilakukan mulai pengumpulan sampel urin,
ekstraksi sampel, lalu deteksi gen CTX-M dengan metode PCR dan Elektroforesis.
Kemudian data akan dianalisis dan disimpulkan pada hasil penelitian.
Hasil: Dari 100 sampel yang telah diteliti, tidak ditemukan gen CTX-M pada sampel.
Kesimpulan: Prevalensi gen CTX-M pada ESBL Enterobacteriaceae belum
ditemukan pada sampel urin komunitas anak Sekolah Dasar di Kota Makassar.
Kata Kunci: CTX-M, ESBL, Enterobacteriaceae, Siswa Sekolah Dasar

viii
CTX-M GENE DETECTION ON EXTENDED SPECTRUM BETA
LACTAMASE (ESBL) ENTEROBATERIACEAE ENTEROBATERIACEAE IN
ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS AT MAKASSAR CITY, SOUTH
SULAWESI
Muh. Bayu Setiono, Dianawati Amiruddin
Parasitology Department Hasanuddin University Faculty of Medicine

ABSTRACT

Background: Use of antibiotics is the primary choice in the treatment of urinary tract
infections. The beta lactam antibiotic is one of the most commonly used classes. In
hospitals widely used beta lactam antibiotics including cephalosporins. Urinary tract
infections are most commonly caused by Enterobacteriaceae bacteria. However, it has
now been discovered that bacteria have the ability to fight against beta-lactam drug
action. This is largely due to resistance to beta-lactam by secreting the beta-lactamase
enzyme. In Indonesia, CTX-M gene has been detected in E. coli isolate from urine
sample in Surabaya by 90% (27/30). The purpose of this study was to detect the
CTX-M gene from Enterobacteriaceae producing ESBL from a sample of urine of
elementary school students in Makassar City.
Method: This research was conducted over seven months using descriptive
observational method. The research was conducted in two elementary schools in
Makassar. Data collection was done from collecting urine sample, sample extraction,
then detection of CTX-M gene by PCR method and electrophoresis. Then the data
will be analyzed and concluded on the research results.
Results: From 100 samples examined, no CTX-M gene was found
Conclusion: The prevalence of CTX-M gene on ESBL Enterobacteriaceae has not
been found in urine samples of elementary school children in Makassar.
Keywords: CTX-M, ESBL, Enterobacteriaceae, Elementary School Students

ix
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. x
DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM ......................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiv
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 3
BAB II ........................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 4
2.1 Enterobacteriaceae ............................................................................................ 4
2.2 Extended Spectrum β-Lactamase (ESBL) ........................................................... 4
2.3 Gen CTX-M ....................................................................................................... 7
2.4 Polymerase Chain Reaction (PCR) .................................................................... 8
BAB III ......................................................................................................................... 9
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN .............................. 9
3.1 Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ............................................................... 9
3.2 Definisi Operasional .......................................................................................... 10
3.3 Hipotesis Penelitian ........................................................................................... 11
BAB IV ....................................................................................................................... 12
METODE PENELITIAN ............................................................................................ 12
4.1 Tipe dan Desain Penelitian ................................................................................ 12
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................... 12

x
4.3 Variabel ............................................................................................................. 12
4.4 Populasi dan Sampel ......................................................................................... 12
4.5 Kriteria Seleksi .................................................................................................. 13
4.6 Instrumen Penelitian .......................................................................................... 14
4.7 Teknik Analisis Data ......................................................................................... 15
4.8 Prosedur Penelitian ............................................................................................ 16
4.9 Bagan alur penelitian ......................................................................................... 22
BAB V......................................................................................................................... 23
HASIL PENILITIAN .................................................................................................. 23
5.1 Karakteristik Sampel ......................................................................................... 23
5.2 Analisis Hasil Pemeriksaan PCR ...................................................................... 24
BAB VI ....................................................................................................................... 28
PEMBAHASAN ......................................................................................................... 28
6.1 Karakteristik Sampel ......................................................................................... 28
6.2 Distribusi Gen CTX-M pada Bakteri Enterobacteriaceae dengan Pemeriksaan
Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) ............................................................ 28
BAB VII ...................................................................................................................... 31
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 31
7.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 31
7.2 Saran .................................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 32
LAMPIRAN ................................................................................................................ 36

xi
DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM
Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Sampel ................................................................ 23
Diagram 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Sampel ........................................................... 23
Tabel 5.2 Tabel Distribusi Umur Sampel ................................................................... 24
Diagram 5.2 Diagram Distribusi Umur Sampel.......................................................... 24
Tabel 5.3 Distribusi Gen CTX-M pada sampel urin ................................................... 27
Diagram 5.3 Distribusi Gen CTX-M pada sampel urin .............................................. 27

xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well atas) ................ 25
Gambar 5.2 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well tengah) ............ 25
Gambar 5.3 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well bawah) ............ 25
Gambar 5.4 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel B (well atas) ................ 26
Gambar 5.5 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well tengah) ............ 26
Gambar 5.6 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well bawah) ............ 26

xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Biodata Peneliti ....................................................................................................... 36
2. Izin Etik Penelitian .................................................................................................. 37
3. Distribusi Hasil ....................................................................................................... 38

xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan
keberadaan mikroorganisme di dalam urin. Pada individu yang normal urin selalu
steril dari mikroorganisme. Sebagian besar infeksi saluran kemih terjadi karena
masuknya mikroorganisme melalui uretra. Mikroorganisme tersebut melakukan
invasi asending dari uretra ke kandung kemih, bahkan bisa sampai ke ginjal
(Enday, 2009). Mikroorganisme tersebut antara lain Escherichia coli, Klebsiella
sp., Proteus mirabilis, Enterobacter sp., Pseudomonas aeurginosa,
Staphylococcus saprophyticus, dan Staphylococcus aureus (Porth dkk, 2008).
Penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa Enterobacteriaceae
menempati tiga urutan teratas bakteri penyebab ISK yaitu E. coli merupakan
kuman penyebab tersering (79,4%) ISK pada neonatal hingga anak-anak,
Klebsiella spp. diurutan kedua sebesar 7,8 % dan Proteus spp. diurutan ketiga
dengan temuan 3,8% (Rima dkk, 2015). Penelitian di RSUD Dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh menunjukkan bahwa infeksi saluran kemih paling banyak
disebabkan oleh bakteri Enterobacteriaceae (Syafruddin, 2012).
Penggunaan antibiotik adalah pilihan utama dalam pengobatan infeksi
saluran kemih (Santoso, 1990). Antibiotik beta laktam merupakan salah satu
golongan yang sering digunakan (Adamski, 2014). Di rumah sakit banyak
digunakan antibiotik beta laktam diantaranya golongan sefalosporin
(Sastroasmoro dkk, 2005). Sefalosporin sering digunakan pada kasus ISK karena
mempunyai efek bakterisid yang kuat terutama sefalosporin generasi yang ketiga
(sefoperazon, sefotaksim, seftazidim, seftizoksim, seftriakson, sefiksim dan
moksalaktam) (Katzung, 1998). Selain itu, sefalosporin generasi ketiga lebih
aktif terhadap bakteri gram negatif seperti Enterobacteriaceae dibandingkan
generasi sebelumnya namun kurang aktif melawan bakteri gram positif (Joyce,
1996)

1
Namun, pada saat ini telah ditemukan bahwa bakteri memiliki kemampuan
perlawanan terhadap kerja obat golongan beta-laktam. Hal ini sebagian besar
disebabkan akibat resistensi terhadap beta-laktam dengan cara mengeluarkan
enzim beta-laktamase (Adamski et.al, 2014). Produksi dari Extended Spectrum
Beta Lactamase (ESBL) memutus cincin amida pada cincin beta-laktam,
sehingga mengakibatkan antibiotik menjadi tidak aktif (Farmer dkk, 2007). Uji
kepekaan antibiotik yang sudah dilakukan laboratorium Mikrobiologi Klinik
RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada sampel urin menunjukkan bahwa 100% isolat
E.coli resisten terhadap sefotaksim dan ampisillin, 96.67% resisten terhadap
levofloksasin, 93.33% resisten terhadap tetrasiklin, 10% resisten terhadap
meropenem dan 20% resisten terhadap fosfomisin. (Yulianto, 2014)
Ada berbagai enzim yang terkait dengan aktivitas ESBL yang sering
ditemukan, yaitu tipe cefotaximase (CTX-M), temoneira (TEM), dan sulfhidril
variabel (SHV) (Karanika et.al, 2016). Enzim tipe CTX-M memiliki kemampuan
hidrofilik melawan sefalosporin terutama sefotaksim sehingga dinamakan CTX-
M (Paterson, 2005). Pada penelitian yang dilakukan antara tahun 2005 hingga
2012, tipe gen CTX-M telah menjadi penyebab dominan resistensi yang paling
tinggi (Daoud et al, 2015). Di Indonesia juga telah terdeteksi gen CTX-M pada
isolat E. coli dari sampel urin yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
sebesar 90% (27/30). (Yulianto, 2014)
Berdasarkan permasalahan diatas peneliti memandang perlu untuk
melakukan penelitian terkait ESBL, mengingat belum adanya penelitian yang
dilakukan untuk mendeteksi gen CTX-M pada ESBL yang diproduksi oleh
Enterobacteriaceae di komunitas anak-anak, serta perlunya mengetahui
persebaran ESBL dalam upaya penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakit
infeksi, maka peneliti tertarik melakukan penelitian ini untuk melihat prevalensi
gen CTX-M pada ESBL Enterobacteriaceae dari sampel urin anak Sekolah
Dasar di Kota Makassar.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan suatu masalah yaitu apakah
terdapat gen CTX-M pada Extended Spectrum β-Lactamase (ESBL)
Enterobacteriaceae dari sampel urin Siswa Sekolah Dasar di Kota Makassar,
Sulawesi Selatan, dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction
(PCR)?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah mendeteksi CTX-M pada
Extended Spectrum β-Lactamase Enterobacteriaceae pada sampel urin anak usia
sekolah dasar di Kota Makassar menggunakan metode PCR.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui prevalensi infeksi Enterobacteriaceae dari sampel urin anak
sekolah dasar.
2. Mengetahui prevalensi gen CTX-M dari Enterobacteriaceae yang
menghasilkan Extended Spectrum Beta Lactamase dari sampel urin anak
sekolah dasar.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran
umum dan informasi terkait keberadaan gen CTX-M pada ESBL
Entrobacteriaceae pada anak-anak sekolah dasar di Kota Makassar yang
kemudian dapat digunakan oleh pelaksana medis maupun masyarakat umum
sebagai informasi dalam penatalaksanaan terhadap penyakit yang disebabkan
oleh gen CTX-M pada ESBL Enterobacteriaceae.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Enterobacteriaceae
Enterobacteriaceae adalah famili bakteri basil gram negatif yang besar dan
heterogen, dengan habitat alami di saluran cerna manusia dan hewan.
Enterobacteriaceae dapat menyebabkan penyakit infeksi seperti Infeksi Saluran
Kemih (ISK), pneumonia, septikemia, kolesistitis, kolangitis, peritonitis,
gastroenteritis dan meningitis. Enterobactericeae memiliki morfologi bentuk
batang pendek, gram negatif, tidak menghasilkan spora, bersifat motil dengan
flagel peritrik atau nonmotil, dan tumbuh secara fakultatif aerob atau anaerob.
(Brooks et al, 2008).
Enterobacteriaceae memiliki beberapa genus seperti Escherichia,
Salmonella, Klebsiella, Shigela, Enterobacter, Proteus, Serratia dan lain-lain.
Enterobacteriaceae terdiri dari 25 genus dan 110 spesies, tetapi hanya 20-25
spesies yang memiliki arti klinis, dan spesies lainnya jarang ditemukan (Brooks
et al, 2008).

2.2 Extended Spectrum β-Lactamase (ESBL)


Extended-Spectrum Beta Lactamase (ESBL) merupakan enzim yang dapat
menghidrolisis penicillin cephalosporin generasi I, II, III dan aztreonam (kecuali
cephamycin dan carbapenem) (Winarto, 2009). ESBL dikenal sebagai extended-
spectrum karena dapat menghidrolisis antibiotik β-lactam yang spektrumnya
lebih luas dari antibiotik β–laktam generasi sebelumnya. β-laktamase merupakan
kekebalan yang diperantarai plasmid. Enzim ini memiliki kemampuan
menginaktivasi antibiotik golongan β-laktam yang berisi oxymino-group seperti
oxymino-cephalosporin (misalnya ceftazidime, ceftriaxone, cefotaxime) juga
pada oxymino-monobactam (aztreonam). Biasanya, enzim ESBL dapat dihambat

4
dengan β-lactamase inhibitor seperti clavulanate dan tazobactam (Paterson,
2005).
Saat ini ESBL telah ditemukan pada beberapa bakteri. Tidak hanya bakteri
golongan Enterobactericeae, tetapi ESBL juga telah ditemukan pada bakteri non-
Enterobactericeae, seperti Pseudomonas spp, Stenotrophomonas spp,
Acinetobacter spp, Vibrio spp, dan Haemophilus spp. Bakteri golongan
Enterobactericeae seperti Escherichia coli dan Klebsiella pneumonia adalah
bakteri yang paling sering menghasilkan enzim ESBL ini, biasanya
menyebabkan infeksi saluran kemih (ISK) dan bakteremia (Thenmozhi S et.al
,2014).
Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) dibagi menjadi 3 kelompok,
yaitu TEM, SHV, dan CTX-M. (Pitout & Laupland, 2008). Sebuah penelitian
dari bulan Januari 2001 sampai bulan Desember 2004 di spanyol menunjukkan
bahwa 73,4% (113/154) produksi Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL)
ruangan isolasi rumah sakit. (Romero et al, 2007). Sedangkan di wilayah Barat
dan Eropa Selatan prevalensinya adalah 63% (832/1313), kemudian di Africa
prevalensinya 31% (655/2081) untuk K. pneumonia dan 4% (200/4515) untuk E.
coli. (Bell et. al, 2007).
Terdapat beberapa metode untuk mendeteksi ELBS, yaitu:
1. Uji Double Disk Synergy
Metode ini pertama kali ditemukan oleh Jarlier et.al pada tahun 1988
dengan menggunakan agar Mueller Hinton (Rupp dan Fey, 2003). Skrining
dengan metode uji Double Disk Synergy memiliki tingkat kesulitan yang tidak
tinggi dan menggunakan alat dan bahan yang cukup sederhana (Rupp dan Fey,
2003). Uji double disk synergy dilakukan dengan menggunakan cakram
augmentin (20 μg amoxicillin dan 10 μg asam klavulanat) dan cakram cefotaxim
(30 μg), ceftazidime (30 μg) serta cefpodoxime (30 μg) yang diletakkan di sekitar
cakram augmentin sekitar 16-20 mm.

5
Metode double disk synergy memilki tingkat sensitivitas yang cukup baik
yaitu berkisar 79%-96%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Giriyapur
dari 313 sampel Enterobacteriaceae, 176 sampel (56,23%) merupakan bakteri
penghasil ESBL yang diskrining dengan metode double disk synergy, sementara
200 sampel (63,89%). (Giriyapur et al, 2011)
2. Uji Phenotypic Confirmatory
Metode ini menggunakan cefotaxime, ceftazidime, cefotaxim yang
dikombinasikan dengan asam klavulanat dan juga ceftazidime yang
dikombinasikan dengan asam klavulanat. Biakan bakteri yang telah disesuaikan
kekeruhannya 0,5 McFarland diinokulasikan ke dalam agar Muller Hinton.
Cefotaxime dan cefotaxime klavulanat diletakkan dengan jarak 20 mm diantara
keduanya.
Hal yang sama juga dilakukan pada ceftazidime dan ceftazidime
klavulanat. Isolat bakteri dinyatakan positif ESBL jika setelah diinkubasi 1
malam pada suhu 37o C, terdapat peningkatan diameter > 5 mm pada zona
inhibisi dengan cakram antibiotik (cefotaxim, ceftazidim) yang dikombinasikan
dengan asam klavulanat dibandingkan dengan zona inhibisi dengan cakram
antibiotik tanpa kombinasi (Umadevi et al, 2011).
3. Polymerase Chain Reaction
Selain kedua metode diatas yang akurat saat ini adalah PCR. Reaksi
berantai polymerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode
enzimatis untuk amplifikasi DNA dengan cara in vitro tahun 1985 oleh Kary B.
Mullis. Amplifikasi DNA pada PCR dapat dicapai bila menggunakan primer
oligonukleotida yang disebut amplimers. Kemampuan PCR dalam memproduksi
substansi DNA dalam jumlah kecil merupakan revolusi dalam dunia
mikrobiologi. (Kristin 1991)
Metode PCR mulai dengan Denaturasi DNA yang merupakan proses
pembukaan DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal. Proses selanjutnya
adalah Annealing (penempelan primer) yang selanjutnya akan berikatan dengan

6
DNA yang telah di denaturasi. Tahap selanjutnya adalah Pemanjangan Primer
(Extention) Selama tahap ini Taq polymerase memulai aktivitasnya
memperpanjang DNA primer dari ujung 3’. Kecepatan penyusunan nukleotida
oleh enzim tersebut pada suhu 72 derajat Celcius diperkirakan 35 – 100
nukleotida/detik. Reaksi-reaksi tersebut di atas diulangi lagi dari 25 – 30 kali
(siklus) sehingga pada akhir siklus akan diperoleh molekul-molekul DNA rantai
ganda yang baru yang merupakan hasil polimerasi dalam jumlah yang jauh lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan. Banyaknya
siklus amplifikasi tergantung pada konsentrasi DNA target dalam campuran
reaksi. (Yusuf, 2010)
Produk PCR dapat diidentifikasi melalui ukurannya dengan menggunakan
elektroforesis gel agarosa. Metode ini terdiri atas menginjeksi DNA ke dalam gel
agarosa dan menyatukan gel tersebut dengan listrik. Hasilnya untai DNA kecil
pindah dengan cepat dan untai yang besar diantara gel menunjukkan hasil positif.
(Yusuf, 2010)

2.3 Gen CTX-M


Urutan gen berdekatan dengan gen CTX-M Enterobacteriaceae mirip
dengan yang mengelilingi gen b-laktamase di kromosom spesies Kluyvera. Gen
ini diberi nama berdasarkan enzim yang kerjanya lebih dominan terhadap
sefotaksim dibandingkan dengan substrat oxyimino-β-laktam lainnya (misalnya
Ceftazidime, ceftriaxone, atau cefepime) (Barthe’le’my et al., 1985). Asal mula
enzim tipe CTX-M berbeda dengan enzim tipe TEM dan tipe SHV. Dimana
SHV dan TEM akibat dari substitusi asam amino, CTX-M diperoleh dengan
transfer gen horizontal dari bakteri lain. (Sibhghatulla et al., 2015).
Enzim tipe CTX-M mempunyai aktivitas hidrolitik poten terhadap
cefotaxime. Enzim ini juga dapat menghidrolisis ceftazidime dan cefepime, serta
dapat menyebabkan bakteri resisten terhadap cephalosporin. (Paterson, 2005).
Sampai saat ini terdapat banyak jenis enzim tipe CTX-M yang telah ditemukan.

7
CTX-M-9 dan CTX-M-14 sangat aktif dalam menghdirolisis cefotaxime dan
ceftazidime. CTX-M-15, CTX-M-16, CTX-M-19, dan CTX-M-27 juga secara
signifikan dapat menyebabkan resistensi ceftazidime. (Rao, 2015)
2.4 Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reaksi berantai polymerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah
suatu metode enzimatis untuk amplifikasi DNA dengan cara in vitro tahun 1985
oleh Kary B. Mullis. Amplifikas DNA pada PCR dapat dicapai bila
menggunakan primer oligonukleotida yang disebut amplimers. Kemampuan PCR
dalam memproduksi substansi DNA dalam jumlah kecil merupakan revolusi
dalam dunia mikrobiologi. (Kristin 1991)
Metode PCR mulai dengan denaturasi DNA yang merupakan proses
pembukaan DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal. Proses selanjutnya
adalah annealing (penempelan primer) yang selanjutnya akan berikatan dengan
DNA yang telah di denaturasi. Tahap selanjutnya adalah Pemanjangan Primer
(Extention) Selama tahap ini Taq polymerase memulai aktivitasnya
memperpanjang DNA primer dari ujung 3’. Kecepatan penyusunan nukleotida
oleh enzim tersebut pada suhu 72 derajat Celcius diperkirakan 35 – 100
nukleotida/detik. Reaksi-reaksi tersebut di atas diulangi lagi dari 25 – 30 kali
(siklus) sehingga pada akhir siklus akan diperoleh molekul-molekul DNA rantai
ganda yang baru yang merupakan hasil polimerasi dalam jumlah yang jauh lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan. Banyaknya
siklus amplifikasi tergantung pada konsentrasi DNA target dalam campuran
reaksi (Yusuf, 2010). Untuk mendeteksi Gen CTX-M, digunakan primer forward
5’- ATG TGC AGY ACC AGT AAR GT 3’ dan primer reverse ‘5 – TGG GTR
AAR TAR GTS ACC AGA 3’ (Ahmed, et. al. 2013).
Produk PCR dapat diidentifikasi dengan menggunakan elektroforesis gel
agarosa. Metode ini terdiri atas menginjeksi DNA ke dalam gel agarosa dan
menyatukan gel tersebut dengan listrik. Hasilnya untai DNA kecil pindah dengan
cepat dan untai yang besar diantara gel menunjukkan hasil positif. (Yusuf, 2010)

8
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori dan Kerangka Konsep


3.1.1 Kerangka Teori

Infeksi Enterobacteriaceae
Saluran Kemih

Gen CTX-M Gen TEM Gen SHV

Produksi ESBL

3.1.2 Kerangka Konsep

CTX-M

Sampel Urin Deteksi ESBL Enterobacteriaceae


SHV
Siswa SD dengan metode PCR

TEM

9
3.2 Definisi Operasional
3.2.1 Gen CTX-M pada ESBL Enterobacteriaceae
a. Defenisi : Gen yang mengkode dan menghasilkan enzim yang dapat
menghidrolisis cincin beta lactam dari antibiotic golongan beta
lactam dan sefalosporin generasi ketiga
b. Hasil : Positif gen CTX-M pada ESBL Enterobacteriaceae apabila
hasil elektroforesis sampel menggambarkan fragmen yang
sama dengan kontrol positif dengan panjang gen 743 bp.
Negatif gen CTX-M pada ESBL Enterobacteriaceae apabila
hasil elektroforesis sampel tidak menggambarkan fragmen
yang sama dengan kontrol positif.
3.2.2 Gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae
a. Defenisi : Gen yang mengkode dan menghasilkan enzim yang dapat
menghidrolisis cincin beta lactam dari antibiotic golongan beta
lactam dan sefalosporin generasi ketiga.
b. Hasil : Positif gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae apabila hasil
elektroforesis sampel menggambarkan fragmen yang sama
dengan kontrol positif dengan panjang gen 445bp.
Negatif gen TEM pada ESBL Enterobacteriaceae apabila hasil
elektroforesis sampel tidak menggambarkan fragmen yang
sama dengan kontrol positif.
3.2.3 Gen SHV pada ESBL Enterobacteriaceae
a. Defenisi : Gen yang mengkode dan menghasilkan enzim yang dapat
menghidrolisis cincin beta lactam dari antibiotic golongan beta
lactam dan sefalosporin generasi ketiga.

10
b. Hasil : Positif gen SHV pada ESBL Enterobacteriaceae apabila hasil
elektroforesis sampel menggambarkan fragmen yang sama
dengan kontrol positif dengan panjang gen 747bp.
Negatif gen CTX-M pada ESBL Enterobacteriaceae apabila
hasil elektroforesis sampel tidak menggambarkan fragmen
yang sama dengan kontrol positif.

3.3 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dari penelitian ini adalah tidak terdapat Gen CTX-M pada
Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Enterobacteriaceae dari sampel urin
siswa sekolah dasar di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

11
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Tipe dan Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan deskriptif observasional. Peneliti akan
mencoba untuk mendeteksi Gen CTX-M pada Extended Spectrum Beta
Lactamase (ESBL) Enterobacteriaceae pada sampel urin siswa sekolah dasar di
Kota Makassar, Sulawesi Selatan, dengan menggunakan metode PCR.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2017 sampai November 2017.
Pengumpulan sampel dilakukan di satu sekolah yang akan ditentukan di Kota
Makassar.

4.3 Variabel
4.3.1 Variabel dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah Extended Spectrum Beta
Lactamase (ESBL) yang dihasilkan Enterobacteriaceae.
4.3.2 Variabel independen
Variabel independen pada penelitian ini adalah gen CTX-M pada
Enterobacteriaceae

4.4 Populasi dan Sampel


4.4.1 Jumlah Populasi
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil populasi yakni siswa/siswi
Sekolah Dasar di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Sedangkan sampel
penelitian adalah siswa/siswi di satu Sekolah Dasar yang dipilih secara acak.

12
4.4.2 Jumlah Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah siswa/siswi dari satu Sekolah Dasar di
Kota Makassar yang dipilih secara tertentu dan dianggap mewakili populasinya.
Pada uji ini rancangan acak lengkap, besar sampel penelitian yang digunakan
ditentukan dengan menggunakan rumus Lameshow untuk jumlah populasi yang
tidak diketahui:

2
n = Zα x P(1-P)
d2

n= 1,962 x 0.5(1-0.5)
0,12
n = 96,04
Keterangan :
n : Jumlah Sampel
Zα: skor Z pada kepercayaan 95% = 1.96
P : Maksimal estimasi = 0,5
d : Limit dari error (10%)
Sehingga jika berdasarkan rumus tersebut maka n yang didapatkan adalah
96,04 = 96 sampel sehingga pada penelitian ini setidaknya peneliti harus
mengambil data dari sampel sekurang-kurangnya sejumlah 96 orang.
4.4.3 Metode sampling
Sampel dipilih dengan metode volunteer based sampling.

4.5 Kriteria Seleksi


4.5.1 Kriteria inklusi :
Siswa/siswi sekolah dasar yang sekolahnya sudah ditentukan di Kota
Makassar, Sulawesi Selatan yang bersedia melakukan pengambilan sampel
urin.
4.5.2 Kriteria ekslusi :

13
1. Siswa/siswi sekolah dasar yang sekolahnya sudah ditentukan di Kota
Makassar yang tidak bersedia melakukan pengambilan sampel urin.
2. Siswa/siswi dari sekolah dasar yang sekolahnya sudah ditentukan di Kota
Makassar yang tidak bisa dilakukan pengambilan sampel urin.
3. Siswa/siswi dari sekolah dasar yang sekolahnya sudah ditentukan di Kota
Makassar yang tidak hadir.

4.6 Instrumen Penelitian


a. Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain :
- Lapangan :
1. Mangkuk styrofoam
2. Tabung sentrifus
3. Pipet tetes
4. Label identitas
5. Box kontainer
6. Kuesioner
- Laboratorium:
1. Mesin PCR ( Biorad ) 9. Cetakan Agarosa
2. Gel DOC 10. Tips (1000 ul,100 ul,20
3. Mesin Elektroforesis ul,10 ul)
4. Sentrifuge 11. Tabung efendorf
5. Waterbath 12. Tabung PCR
6. Laminal Flow 13. Erlenmeyer
7. BSC Tipe II 14. Gelas Ukur
8. Mikropipet (1000
ul,100ul,20ul,10ul)

14
- Bahan Laboratorium
1. Sampel
2. Enzim PCR (Kappa Hot Star Taq DNA polymerase)
3. RNAse Free water
4. Agarosa
5. Ethidium Bromida
6. TAE 0,5
7. Loading Dey
8. DNA Leader / Marker ( 100 bp )
9. Prime
b. Peralatan lainnya :
1. Alat transportasi
2. Alat dokumentasi

4.7 Teknik Analisis Data


Ada 2 jenis data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini, yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer adalah Gen Cefotaxime (CTM-X) pada Extended
Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Enterobacteriaceae pada sampel urin anak usia
sekolah dasar di Kota Makassar dan informasi identitas siswa/siswi yang memberikan
sampel yang diperoleh dari kuesioner. Data sekunder adalah informasi tentang
identitas siswa/siswi yang memberikan sampel urin yang diperoleh dari guru di
sekolah yang berkaitan.
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan software IBM SPSS
Statistik 21.

15
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1 Tahap persiapan
Tahap persiapan penelitian terdiri dari enam langkah, yaitu :
1. Penyusunan proposal penelitian.
2. Pengajuan proposal kepada pembimbing.
3. Pengusulan perizinan berupa etik penelitian dan perizinan pengambilan
sampel penelitian di lokasi pengambilan sampel.
4. Pengajuan surat kerjasama laboratorium kepada pihak Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin untuk pelaksanaan penelitian.
5. Pengumpulan alat untuk pengambilan sampel penelitian.
6. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dalam analisis sampel
penelitian.
4.8.2 Tahap pelaksanaan
4.8.2.1 Pengumpulan sampel
Pengumpulan sampel terdiri dari 7 langkah sebagai berikut :
1. Mengunjungi Sekolah Dasar yang telah ditetapkan.
2. Melakukan sosialisasi kepada siswa tentang penelitian, tujuan penelitian
dilakukan, dan manfaat penelitian.
3. Mendaftar siswa yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian
beserta data identitasnya.
4. Memberikan penjelasan teknik pengambilan sampel urin yang benar.
5. Membagikan perlengkapan (Mangkuk Styrofoam, Label) kepada siswa
yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian untuk pengambilan
sampel urin yang akan dilaksanakan dalam jangka waktu satu hari.
6. Sampel urin dari wadah mangkuk Styrofoam kemudian dipindahkan ke
tabung sentrifus
7. Sampel dibawa ke dalam laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan.

16
4.8.2.2 Analisis metode PCR dan Elektroforesis
Analisis metode PCR dan Elektroforesis dilaksanakan dengan melakukan
tahap persiapan sampel terlebih dahulu menggunakan metode Geneaid untuk
ekstraksi DNA lalu dilakukan tahap pemeriksaan menggunakan metode PCR
lalu elektroforesis. Adapun langkah dari tiga tahap tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Ekstraksi DNA
a. Buat larutan S2 Buffer Preparation
b. Dengan cara ambil 1 ul Carrier RNA tambahkan 200 ul S2 buffer
persampel.
c. Masukkan sampel (Urine) kedalam tabung ependorf 1,5 ml. sentrifuge
dengan kecepatan 6.000 X g selama 2 menit. Buang Supernatan
tambahkan 500 ul larutan Elution Buffer dan vortex selama 5 detik.
Sentrifuge dengan kecepatan 6.000 X g selama 2 menit, buang
supernatant tambahkan 200 ul S1 Buffer dan 20 ul Proteinase K
(sebelumnya ditambahkan ddH2O add 1 ml), vortex selama 10 detik.
Inkubasi pada suhu 60 C selama 30 menit tiap 10 menit di vortrex.
Tambahkan 200 ul S2 Buffer, mix dan vortex. Inkubasi pada suhu 60 C
selama 20 menit tiap 10 menit di vortrex
d. Tambahkan 200 ul Ethanol vortex selama 10 detik. Masukkan kedalam
GD Column dalam 2 ml collection tube. Sentrifuge 14.000 – 16.000 rpm
selam 1 menit buang cairan pada collection tube.
e. Tambahkan 400 ul W1 Buffer, sentrifuge 14.000 – 16.000 rpm selam 30
detik.buang cairan pada collection tube, tambahkan 600 ul Wash Buffer
Sentrifuge 14.000 – 16.000 rpm selam 30 detik. Ganti collection tube
dengan yang baru, sentrifuge dengan kecepatan 14.000 – 16.000 rpm
selam 3 menit.
f. Pindahkan GS Column ke tabung ependorf steril, tambahkan 100 ul
Elution Buffer yang sebelumnya telah dipanaskan. Sentrifuge dengan

17
kecepatan 14.000 – 16.000 rpm selam 30 detik. Buang GS
Column.Cairan yang terdapat pada tabung ependorf merupakan DNA
produk yang siap untuk di PCR.
2. Dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan metode PCR
 Mix PCR Primer CTX-M
 Go Taq Master Mix : 12,5 ul
 Primer CTX-M-U1 : 0,5 ul
 Primer CTX-M-U2 : 0,5 ul
 Nuclesa Free Water : 6,5 ul
 DNA Sampel : 5,0 ul
 Total : 25 ul
 Running PCR
 Cycle 1 sebanyak 1x Suhu 95 ⁰C selama 15 Detik (Pre-Denaturasi)
 Cycle 2 sebanyak x 35 Siklus
 Step 1 Suhu 94 ⁰C selama 30 detik (Proses Denaturasi)
 Step 2 Suhu 61 ⁰C selama 40 detik (Proses Aneling)
 Step 3 Suhu 72 ⁰C selama 2 menit (Proses extension)
 Cycle 3 sebanyak 1x suhu 72 ⁰C selama 2 menit ( Final extension )
3. Elektroforesis
a. Buat gel
1) Ditimbang 2gr agarose dan dilarutkan dalam 100 ml TAE Buffer
0,5x untuk mendapatkan larutan agarose 2 %
2) Campuran agarose dan TBE Buffer 0,5x dipanaskan hingga larut
kemudian ditunggu hingga agak dingin kemudian ditambah 5μl
Ethidium Bromida
3) Larutan agarose dituang kedalam cetakan dan ditunggu hingga
beku.
b. Pembuatan DNA Marker

18
1) Sebanyak 25 µl DNA 100 bp ladder dimasukkan kedalam tube
berisi 1 ml Blue Juice Loading Dye, dan dicampur untuk marker
2) Laber tube dicopot dan diganti menjadi marker
c. Persiapan Running Elektroforesis
1) Gel yang telah beku dimasukkan kedalam elektroforesis dan
direndam dalam larutan TAE 0,5x
2) Sebanyak 8 μ lamplicon hasil PCR ( Kontrol Positif, Kontrol
negatif, sampel ) ditambah dengan 2 μl Blue Juice Loading Dye
(tanpa marker), dicampur dan dimasukkan kedalam sumur-sumur
gel sebanyak 10 μl.
3) Pada lubang pertama tambahkan 10 ul DNA leader 100 bp
dimasukkan kedalam sumur di dekat control positif
d. Running Elektroforesis
1) Elektroforesis dihidupkan dan dijalankan dari muatan negatif
(katode) ke muatan positif (anode) pada 100 A dan 40 menit
2) Setelah elektroforesis dilihat pita yang terbentuk. Apabila pita
sejajar dengan control positif berarti hasil positif.
e. Prosedur Kerja Gel Doc
Cara menggunakan alat Gel Doc dibagi menjadi 4 tahap, yaitu :
1) Menyalakan Alat Gel Doc
2) Mengatur posisi gel
3) Mengatur gambar
4) Save dan Print gambar

19
f. Menyalakan Alat Gel Doc
Nyalakan Gel Doc dengan menekan tombol ON pada bagian belakang sebelah
kiri alat

Nyalakan komputer

Buka software Quantity One dengan cara Double Klik pada ikon Quantity
One

Pilih Gel Doc XR dari menu File

g. Mengatur Posisi Gel


Pintu alat Gel Doc dibuka

Tekan tombol Epi White (On) jika diperlukan/optional

Letakkan Gel pada dibagian tengah kemudian pintu alat ditutup

Iris, zoom, dan focus diatur dengan melihat ke layar monitor pada software
Quantity One

Pintu alat dibuka kembali dan posisi gel diatur kembali jika diperlukan

20
h. Mengatur Image
Setelah pengaturan gel selesai, Tekan tombol Trans UV (On). Pada kondisi
ini, lampu UV akan mati secara otomatis apabila pintu dibuka kecuali tombol
Hold ditekan

Pilih Auto Expose apabila ingin mengambil gambar secara otomatis atau pilih
Manual expose apabila ingin mengambil gambar manual dengan menaikkan
atau menurunkan waktu exposure (Exposure Time)

Apabila gambar yang diinginkan sudah terlihat dengan baik dan jelas, Klik
Freeze

Untuk memberikan tulisan pada gambar, pilih Annotate

i. Save dan Print Gambar


Setelah selesai di edit, kemudian gambar dapat di save dan
kemudian klik Print untuk mendapatkan hasil dalam bentuk foto gel.
4.8.2.3 Pengolahan data
Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium, selanjutnya melakukan
pengolahan data hasil laboratorium sebagai berikut:
1. Peneliti mengumpulkan data hasil laboratorium.
2. Peneliti melakukan pengolahan dan penyajian data hasil penelitian.
3. Peneliti merekapitulasi dan mengarsipkan seluruh hasil penelitian yang
telah terkumpulkan untuk disusun menjadi laporan penelitian.
4. Peneliti melakukan evaluasi hasil data bersama pembimbing
5. Peneliti melakukan penarikan kesimpulan dari penelitian.

21
4.8.3 Tahap pelaporan
Tahap pelaporan penelitian berupa :
1. Penulisan hasil analisis dan kesimpulan penelitian
2. Penyusunan laporan penelitian
3. Pencetakan hasil penelitian
4. Publikasi penelitian

4.9 Bagan alur penelitian

Pengambilan urin

Ekstraksi DNA

PCR

Elektroforesis

(+) Gen CTX-M (-) Gen CTX-M

22
BAB V
HASIL PENILITIAN

Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar dengan mengambil sampel dari 2


Sekolah Dasar yaitu SDN Kompleks Mangkura Makassar dan SDN Kompleks
Cambayya Makassar. Banyaknya sampel yang digunakan yaitu 100 sampel yang
kemudian sampel yang telah diambil dianalisis di Laboratorium HUM-RC berupa
pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mengidentifikasi adanya gen
CTX-M pada bakteri Enterobacteriaceae. Hasil olah data disajikan dalam bentuk
table dan diagram dilengkapi dengan narasi sebagai berikut.

5.1 Karakteristik Sampel


Dari populasi sampel diambil 100 partisipan secara acak dan memenuhi
kriteria penelitian. Adapun distribusi sampel dapat dilihat pada tabel dan diagram
berikut.
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 50 50
Perempuan 50 50
Jumlah 100 100
Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Sampel
Jenis Kelamin

Laki-laki
Perempuan

Diagram 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Sampel

23
Umur Jumlah (Orang) Persentase (%)
8 Tahun 3 3
9 Tahun 9 9
10 Tahun 35 35
11 Tahun 40 40
12 Tahun 13 13
Jumlah 100 100
Tabel 5.2 Tabel Distribusi Umur Sampel

Umur

8 Tahun
9 Tahun
10 Tahun
11 Tahun
12 Tahun

Diagram 5.2 Diagram Distribusi Umur Sampel


Sampel ini terdiri dari 50 anak (50%) laki-laki dan 50 anak (50%) perempuan,
dengan rentang umur 8-12 tahun, terdiri dari 3 sampel (3%) usia 8 tahun, 9 sampel
(9%) usia 9 tahun, 35 sampel (35%) usia 10 tahun, 40 sampel (40%) usia 11 tahun,
dan 13 sampel (13%) usia 12 tahun.

5.2 Analisis Hasil Pemeriksaan PCR


Sebanyak 100 sampel yang telah dilakukan Polymerase Chain Reaction
(PCR) selanjutnya dilakukan dengan elektroforesis untuk menilai hasil akhir. Adapun
hasil PCR disajikan sebagai berikut.

24
Gambar 5.1 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well atas)

Gambar 5.2 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well tengah)

Gambar 5.3 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well bawah)

25
Gambar 5.4 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel B (well atas)

Gambar 5.5 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well tengah)

Gambar 5.6 Hasil Elektroforesis Pemeriksaan PCR Sampel A (well bawah)

26
Dari hasil elektroforesis 100 sumur yang berisi sampel tidak ditemukan ikatan
yang membentuk pita berwarna putih pada gel sesuai dengan control positif, yang
artinya tidak terdapat gen CTX-M pada 100 sampel urin siswa sekolah dasar di Kota
Makassar. Data sampel yang terdeteksi gen CTX-M dapat dilihat dari tabel dan grafik
berikut.
Hasil PCR Jumlah %

Gen CTX-M + 0 0

Gen CTX-M - 100 100

Total 100 100

Tabel 5.3 Distribusi Gen CTX-M pada sampel urin

Hasil PCR

Gen CTX-M +
Gen CTX-M -

Diagram 5.3 Distribusi Gen CTX-M pada sampel urin


Dari hasil pemeriksaan elektroforesis pada 100 sampel urin tidak terdapat gen
CTX-M.

27
BAB VI
PEMBAHASAN

Berdasarkan proses pengambilan sampel urin dari siswa sekolah dasar di Kota
Makassar, diperoleh 100 partisipan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Sampel urin tersebut kemudian diekstraksi untuk mendapat gen yang selanjutnya
diperbanyak dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) lalu hasil PCR
dilanjutkan dengan elektroforesis untuk mengidentifikasi adanya gen CTX-M pada
Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) Enterobacteriaceae. Berikut merupakan
penjelasan dari hasil penelitian yang akan dibahas dengan membandingkan dengan
penelitian-penelitian lain yang telah ada sebelumnya.

6.1 Karakteristik Sampel


Penelitian ini dilakukan pada sampel urin siswa sekolah dasar SDN Kompleks
Mangkura dan SDN Kompleks Cambayya Kota Makassar sebanyak 100 sampel yang
diperoleh secara sukarela. Sampel tersebut terdiri dari 50 sampel laki-laki dan 50
sampel perempuan dengan rentang usia 8-12 tahun terdiri dari 3 sampel (3%) usia 8
tahun, 9 sampel (9%) usia 9 tahun, 35 sampel (35%) usia 10 tahun, 40 sampel (40%)
usia 11 tahun, dan 13 sampel (13%) usia 12 tahun.

6.2 Distribusi Gen CTX-M pada Bakteri Enterobacteriaceae dengan


Pemeriksaan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)
Penggunaan antibiotik adalah pilihan utama dalam pengobatan infeksi saluran
kemih (Santoso, 1990). Antibiotik beta laktam merupakan salah satu golongan yang
sering digunakan (Adamski, 2014). Di rumah sakit banyak digunakan antibiotik beta
laktam diantaranya golongan sefalosporin (Sastroasmoro dkk, 2005). Sefalosporin
sering digunakan pada kasus ISK karena mempunyai efek bakterisid yang kuat
terutama sefalosporin generasi yang ketiga (sefoperazon, sefotaksim, seftazidim,

28
seftizoksim, seftriakson, sefiksim dan moksalaktam) (Katzung, 1998). Selain itu,
sefalosporin generasi ketiga lebih aktif terhadap bakteri gram negatif seperti
Enterobactericeae dibandingkan generasi sebelumnya namun kurang aktif melawan
bakteri gram positif (Joyce, 1996).
Pada hasil analisis urin menggunakan metode PCR, tidak ditemukan sampel
yang memiliki gen CTX-M. Hal ini membuktikan bahwa gen CTX-M masih belum
terdeteksi pada sampel urin anak sekolah dasar di Kota Makassar, berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yulianto pada tahun 2014 di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya. Pada penelitian tersebut terdeteksi gen CTX-M pada isolat E. coli dari
sampel urin sebesar 90% (27/30), gen SHV sebesar 40% dan gen TEM sebesar 30%.
Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penilitian yang dilakukan oleh
Naomi pada tahun 2006 yang menyebutkan bahwa gen varian yang paling banyak di
temukan adalah CTX-M. Peningkatan prevalensi CTX-M dalam ESBL dimulai pada
sekitar tahun 2000. Gen CTX-M pertama kali ditemukan pada tahun 1990 di Jerman,
dan kemudian banyak dilaporkan di negara-negara lainnya. Di Asia yang paling
sering ditemukan adalah tipe 14 dan tipe 3.
Namun terdapat sebuah penelitian yang dilakukan oleh Moosavian dan
Dieham pada tahun 2012 tentang prevalensi gen TEM, SHV dan CTX-M pada ESBL
Enterobacteriaceae di Iran memiliki hasil yang sama dengan penelitian ini yang
menyatakan bahwa gen CTX-M tidak ditemukan pada 420 isolat Enterobacteriaceae
yang mereka teliti.
Perbedaan hasil penelitian ini dibandingkan dengan penelitian lain yaitu pada
penelitian ini sampel yang digunakan merupakan sampel asimtomatik terinfeksi
Enterobacteriaceae berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh Yulianto pada tahun
2014 atau yang dilakukan oleh Naomi yang dimana sampel yang digunakan
merupakan sampel yang terinfeksi Enterobacteriaceae sehingga bisa saja pada
sampel urin tidak terdapat Enterobacteriaceae sehingga secara otomatis pada
penelitian ini tidak terdapat gen CTX-M Enterobacteriaceae yang menghasilkan

29
ESBL. Hal itu bisa saja terjadi karena pada penelitian ini tidak dilakukan identifikasi
Enterobacteriaceae sebelum dilakukan identifikasi gen CTX-M.
Sebagai kesimpulannya, peneliti tidak menemukan gen CTX-M pada
Enterobacteriaceae yang memproduksi ESBL pada sampel urin siswa Sekolah Dasar
di Kota Makassar.

30
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan prevalensi gen CTX-M pada
ESBL Enterobacteriaceae belum ditemukan pada sampel urin komunitas anak SD di
Kota Makassar. Adapun penyebab tidak ditemukannya gen CTX-M pada penelitian
ini dibandingkan penelitian di tempat lain dipengaruhi perbedaan jenis sampel.

7.2 Saran
a. Kedepannya dapat dilakukan penelitian lebih lanjut di tingkat populasi yang
lain bukan hanya pada anak SD untuk menggambarkan tingkat resistensi
antibiotik pada komunitas
b. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan deteksi gen ESBL yang lebih
spesifik kepada bakteri tertentu dengan melakukan identifikasi bakteri pada
sampel terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan metode PCR untuk
menggambarkan bakteri apa yang diidentifikasi telah resisten antibiotik
c. Untuk tenaga kesehatan agar lebih bijak dalam pemberian antibiotik terhadap
pasien mengingat persentase bakteri peghasil ESBL telah berkembang di
masyarakat
d. Untuk pemerintah dan pihak regulasi terkait lainnya agar mempertimbangkan
adanya aturan dalam penggunaan antibiotik
e. Untuk masyarakat agar dapat mencegah infeksi dengan melakukan pola hidup
bersih dan sehat serta menggunakan antibiotik sesuai petunjuk tenaga
kesehatan

31
DAFTAR PUSTAKA

Adamski, Caroline J. Et al. Molecular Basis for the Catalytic Specificity of the
CTX-M Extended-Spectrum β-Lactamases. American Chemical Society. 2014

Al-Agamy MHM, Shibl AM, Tawfik AF. Prevalence and molecular characterization
of extended-spectrum β-lactamase-producing Klebsiella pneumoniae in
Riyadh, Saudi Arabia. Ann. Saudi Med. 2009. 29: 253-257

Bensman A, Dunand O, Ulinski T. Urinary tract infection. Dalam: Avner ED,


Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, penyunting. Pediatric Nephrology,
edisi ke-6, Springer-Verlag, Berlin Heidelberg, 2009,h.1229-310.

Brooks., et al. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Ed. 23. Jakarta : EGC

Drieux L, Brossier F, Sougakoff W, Jarlier V. 2008. Phenotypic detection of


extended-spectrum beta-lactamase production in Enterobacteriaceae: review
and bench guide. Clinic Microbiology Infect.

Hannson S, Jodal U: Urinary tract infection. Dalam: Barrat TM, Avner ED,
penyunting, Pediatric Nephrology, edisi ke-4. Baltimore: Lippincott Williams
& Wilkins, 1999;h.835-50

Jodal U. Urinary tract infection: Significance, pathogenesis, clinical features and


diagnosis. Dalam: Postlethwaite RJ, penyunting, Clinical Paediatr
Nephrology, edisi ke-2, Oxford, Butterworth-Heinemann, 1994;h.151-9

Jones KV, Asscher AW. Urinary tract infection and vesico-ureteral reflux. Dalam:
Edelmann CM, Bernstein J, Meadow SR, Spitzer A, Travis LB, penyunting.
Pediatric Kidney Disease vol. II edisi ke-2. Boston: Little Brown,
1992;h.1943-91

Joyce L. Kee, Evelin R. Hayes. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.


Jakarta: EGC. 1996

32
Karanika, Styliani. Fecal Colonization With Extended-spectrum Betalactamase–
Producing Enterobacteriaceae and Risk Factors Among Healthy Individuals:
A Systematic Review andMetaanalysis. Oxford University Press for the
Infectious Diseases Society of America. 2016

Kanellopoulos TA, Salakos C, Spiliopoulou I, Ellina A, Nikolakopoulou NM,


Papanastasiou DM. First urinary tract infection in neonate, infants, and young
children: a comparative study. Pediatr Nephrol 2006;21;1131-7.

Katzung, B. G. Farmakologi Dasar dan Klinik,(4th ed), (Anwar Agoes). Palembang.


1998.

Kementrian kesehatan RI. Pedoman penggunaan antibiotic. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI 2011

Kementrian Kesehatan. Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS). 2013

Kher KK, Leichter HE. Urinary tract infection. Dalam: Kher KK, Makker SP,
penyunting. Clinical Pediatric Nephrology. New York; McGraw-
Hill;1992:h.277-321.

Lambert H, Coultard M. The child with urinary tract infection. Dalam: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, penyunting, Clinical Paediatric Nephrology, edisi ke-3,
Oxford, Oxford University Press, 2003,h.197-225.

Moosavian, M., and Deiham, B. (2012). Distribution of TEM, SHV and CTX-M
Genes among ESBL-producing Enterobacteriaceae isolates in Iran. African
Journal of Microbiology Research; 6(26), 5433-5439.

Paterson, David L., Bonomo, Robert A. 2005. Extended-Spectrum β-Lactamases : a


Clinical Update. Clinical Microbiology Review vol 18. pp:657-686

Porth, Carol Mattson, Glenn Matfin. Pathophysiology Concepts of Altered Health


States. Edisi ke-8. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.

33
Pitout Johann, Kevin Laupland. Extended Spectrum Beta Lactamase producing
Enterobacteriaceae: an emerging public-health concern. The Lancet Infectious
Journal. Vol. 8, No. 3, p-159-166, March 2008.

Rao, Sridhar. Extended Spectrum Beta-Lactamases: A Comprehensive Review. 2015

Samirah, Darwati, Windarwati, Hardjoeno. Pola dan sensitivitas kuman pada


penderita infeksi saluran kemih. Indonesian journal of clinical pathology and
medical laboratory. 2006;12:110-11.

Sardjono, Teguh Wahju. Strategi Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit Parasitik


di Masyarakat. Malahj Kedokteran Indonesia, Volum: 59. 2009.

Sasaki T, et.al. High prevalence of CTX-M beta-lactamase-producing


Enterobacteriaceae in stool specimens obtained from healthy individuals in
Thailand. J. Antimicrob. Chemother. 65:666–668.2010.

Sastroasmoro, S., Suseno, U., Pakaya, R.S., Soebijanto, N., Penggunaan


Siprofloksasin di Indonesia. Kajian Health Technology Assestment. 2005.
Available from: http://www.yanmedik-depkes.net/hta/hasil%20kajian.htm.

Schollum J. Urinary tract infection. In: Barrat J, Opham P, Harris K, editors. Oxford
desk reference: nephrology. 1st ed. New York: Oxford University Press; 2009.
p. 243.

Sibhghatulla Shaikh, Jamale Fatima, Shazi Shakil, Syed Mohd. Danish Rizvi,
Mohammad Amjad Kamal. Antibiotic resistance and extended spectrum beta-
lactamases: Types, epidemiology and treatment. Saudi Journal of Biological
Sciences (2015) 22, 90–101

Stamm WE. Urinary tract infection. Dalam: Greenberg A, Cheny AK, Coffman TM,
Falk RJ, Jennette JC, penyunting, Primer on kidney diseases: San Diego:
National Kidney Foundation, Academic Press, 1994;h.243-6

34
Sukandar, Enday. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Dalam: Sudoyo Aru W.,
Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus, Siti Setiati, editor (penyunting).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing; 2009. hlm
1008-14.

Tambunan T, Suarta K, Trihono PP, Pardede SO. Infeksi saluran kemih kompleks di
Poliklinik Ginjal Anak RSUP Nasional Dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta.
Majalah Kedokteran Indonesia 2000;50:372-6

Thenmozhi S, et al. Antibiotic Resistance Mechanism of ESBL Producing


Enterobactericeae in Clinical Field: A Review. International Journal Of Pure
& Applied Bioscience. 2014

35
LAMPIRAN

1. Biodata Peneliti

1. Nama Lengkap Muh. Bayu Setiono

2. Jenis Kelamin Laki-Laki

3. Program Studi Pendidikan Dokter

4. NIM C11114025

5. Tempat/ Tanggal Wotu, 17 Januari 1997


Lahir

6. E-mail muhammad.bayu.setiono@gmail.com

7. No. Telepon/ Hp 085394268736

8. Riwayat Pendidikan:

Jenjang Nama Institusi Jurusan Tahun masuk -


Tahun lulus

SD SDN 046 Saele 2002 – 2008

SMP SMP Negeri 1 2008 – 2011


Burau

SMA SMA Negeri 1 IPA 2011 – 2014


Masamba

Perguruan Tinggi Universitas Pendidikan Dokter 2014 – Sekarang


Hasanuddin

36
2. Izin Etik Penelitian

37
3. Distribusi Hasil
Kode Kode
No CTX No CTX
Sampel A Sampel B
1 32 Negatif 1 13 Negatif
2 34 Negatif 2 14 Negatif
3 35 Negatif 3 19 Negatif
4 36 Negatif 4 33 Negatif
5 38 Negatif 5 42 Negatif
6 59 Negatif 6 59 Negatif
7 66 Negatif 7 61 Negatif
8 80 Negatif 8 63 Negatif
9 82 Negatif 9 64 Negatif
10 84 Negatif 10 71 Negatif
11 85 Negatif 11 72 Negatif
12 87 Negatif 12 81 Negatif
13 99 Negatif 13 82 Negatif
14 100 Negatif 14 86 Negatif
15 105 Negatif 15 100 Negatif
16 106 Negatif 16 106 Negatif
17 107 Negatif 17 129 Negatif
18 114 Negatif 18 130 Negatif
19 116 Negatif 19 131 Negatif
20 126 Negatif 20 138 Negatif
21 128 Negatif 21 139 Negatif
22 150 Negatif 22 140 Negatif
23 153 Negatif 23 141 Negatif
24 154 Negatif 24 148 Negatif
25 157 Negatif 25 151 Negatif
26 31 Negatif 26 11 Negatif
27 39 Negatif 27 15 Negatif
28 40 Negatif 28 23 Negatif
29 41 Negatif 29 27 Negatif
30 42 Negatif 30 28 Negatif
31 48 Negatif 31 60 Negatif
32 49 Negatif 32 73 Negatif
33 51 Negatif 33 75 Negatif
34 53 Negatif 34 78 Negatif
35 63 Negatif 35 85 Negatif
36 65 Negatif 36 99 Negatif
37 69 Negatif 37 102 Negatif
38 71 Negatif 38 111 Negatif
39 72 Negatif 39 113 Negatif

38
40 73 Negatif 40 116 Negatif
41 81 Negatif 41 133 Negatif
42 90 Negatif 42 134 Negatif
43 93 Negatif 43 142 Negatif
44 94 Negatif 44 145 Negatif
45 95 Negatif 45 155 Negatif
46 112 Negatif 46 156 Negatif
47 124 Negatif 47 158 Negatif
48 125 Negatif 48 159 Negatif
49 144 Negatif 49 160 Negatif
50 145 Negatif 50 164 Negatif

39

Anda mungkin juga menyukai