Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Diare akut adalah diare yang berlangsung ≤ 14 hari. Penyebab diare akut dapat
berupa infeksi ataupun noninfeksi. Secara patofisiologi, diare akut dapat dibagi
menjadi diare inflamasi dan noninflamasi. Berbagai patogen spesifik dapat
menimbulkan diare akut. Diare juga dapat terjadi pada pasien immunocompromised
dan pasien yang di rawat di rumah sakit. Untuk mendiagnosis diare akut diperlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang sesuai. Terapi
terpenting pada diare akut adalah rehidrasi, lebih disenangi melalui rute oral dengan
larutan yang mengandung air, garam, dan gula. Terapi antimikrobial empiris hanya
diperlukan pada keadaan khusus.

Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada dewasa. Diperkirakan


pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut
sebanyak 99.000.000 kasus. Di USA, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat ke
dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit tiap tahunnya (1,5%
merupakan pasien dewasa) yang disebabkan diare atau gastroenteritis. Berdasarkan
data WHO, angka prevalensi diare 2-3 kali lipat lebih besar pada negara
berkembang dibandingkan negara maju.

Penyakit Diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian di Negara


berkembang terutama akibat dehidrasi dan berujung kepada syok. Di Indonesia
penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, karena
tingginya angka kesakitan dan angka kematian terutama pada balita. Berdasarkan
SDKI tahun 2002 didapatkan insidens diare sebesar 11 %, 55 % dari kejadian diare
terjadi pada golongan balita dengan angka kematian diare pada balita sebesar 2,5
per 1000 balita. Berdasarkan data riskesdas 2013, Insiden dan period prevalence
diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 persen.
(Riskesdas, 2013)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa saluran


pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan atau usus besar. Gastroenteritis
ditandai dengan gejala utamanya yaitu diare, muntah, mual dan kadang disertai
demam dan nyeri abdomen (Beers H. et. al, 2003). Sekiranya tidak ditangani segera
dapat mengakibatkan kehilangan cairan (dehidrasi) dan gangguan keseimbangan
elektrolit sehingga dapat menyebabkan kematian terutama pada anak. Kebanyakan
kasus gastroenteritis bersifat infeksius, namun dapat juga terjadi akibat konsumsi
obat-obatan dan bahan-bahan toksik. Penularan gastroenteritis dapat melalui rute
fekal-oral dari orang ke orang atau melalui air dan makanan yang terkontaminasi.

Menurut Depkes RI (2005), diare didefinisikan sebagai bertambahnya


defekasi (buang air besar) lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan
konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah maupun lendir. Diare akut
diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau bertambah
banyaknya tinja yang dikeluarkan dan berlangsung tidak lebih dari dua minggu (14
hari). Apabila diare berlangsung lebih dari 14 hari maka hal tersebut dikatakan
sebagai diare kronik.

2.2 Etiologi

Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005,


etiologi diare akut dibagi menjadi 4 penyebab : bakteri, virus, parasit dan non
infeksi seperti dalam tabel 1. Pada diare akut lebih dari 90% disebabkan oleh infeksi
disertai dengan mual, muntah, demam, dan nyeri pada abdomen. Sedangkan 10%
sisanya disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. Pada
diare kronis biasanya disebabkan non infeksi. Berdasarkan data Depkes RI tahun
2000, penyebab diare akut adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E.coli dan
Entamoeba histolytica. Sedangkan pada anak, infeksi rotavirus merupakan
penyebab tersering dengan persentase sekitar 40-60%.

2
Tabel 1. Penyebab penyakit diare

2.3 Epidemiologi

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara


berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan
dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR
(incidence rate) penyakit diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374
/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010
menjadi 411/1000 penduduk. Berdasarkan SDKI tahun 2002 didapatkan insidens
diare sebesar 11 %, 55 % dari kejadian diare terjadi pada golongan balita dengan
angka kematian diare pada balita sebesar 2,5 per 1000 balita. Berdasarkan data
riskesdas 2013, Insiden dan period prevalence diare untuk seluruh kelompok umur
di Indonesia adalah 3,5 persen dan 7,0 persen. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare
juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi
KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR
2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756
orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi

3
KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73
orang (CFR 1,64 %) dengan penyebab utama kematian akibat diare adalah tata
laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan.

Tabel 2. Epidemiologi diare akut di negara maju dibandingkan negara berkembang

2.4 Faktor Resiko

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya


diare akut pada seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Baru saja bepergian ke daerah tropis, negara berkembang, kelompok
perdamaian dan sering berkemah.
2. Makanan atau keadaaan makanan yang tidak biasa : makanan laut dan shell
fish, terutama yang mentah, restoran fast food, tempat piknik.
3. Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, resiko infeksi
HIV/AIDS.
4. Baru saja menggunakan obat anti mikroba pada institusi kejiwaan dan rumah
sakit.
2.5 Patofisiologi

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi sebagai berikut:
1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik, 2) Sekresi cairan
dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik, 3) Malabsorbsi asam empedu,
malabsorbsi lemak, 4) Defek sistem pertukaran anion/ transport elektrolit aktif di
enterosit, 5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal, 6) Gangguan permeabilitas
usus, 7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik, 8) Infeksi dinding usus
disebut diare infeksi.

4
Diare osmotik, diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik
intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/ zat kimia yang
hiperosmotik ( MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi
mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa.

Diare sekretorik, diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan
elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara
klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan
tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare
tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau
Escherichia coli, reseksi ileum (gangguang absorpsi garam empedu), dan efek obat
laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat dll).

Malabsorbsi asam empedu atau malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan
pada gangguan pembentukan/produksi empedu dan penyakit-penyakit saluran
bilier dan hati.

Defek sistem pertukaran anion/traspor elektrolit aktif di enterosit: diare tipe


ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+, K+, ATPase di
enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal.

Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan
hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang
abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus,
pasca vagotomi, hipertiroid.

Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus


yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik
pada usus halus.

Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya
kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus
yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorpsi
air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri
Shigella) atau non infeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Crohn).

5
Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare.
Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif (tidak merusak
mukosa), dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non invasif menyebabkan diare
karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebut, yang disebut diare
toksigenik. Contoh diare toksigenik adalah kolera. Enterotoksin yang dihasilkan
kuman Vibrio cholera merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus,
yang lalu membentuk adenosine monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus
dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan
kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme
pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida diikuti ion
bikarbonat, air, natrium, ion kalium dapat dikompensasi oleh meningginya absorpi
ion natrium diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat dan klorida.
Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi
secara aktif oleh dinding sel usus.

Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien


yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan
dan minuman yang terkontaminasi.

2.6 Patogenesis

Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor
kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh
untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare
akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna
yaitu keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga lingkungan mikroflora
usus. Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa,
kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus
serta daya lekat kuman. Patogenesis diare karena infeksi bakteri / parasit terdiri
atas:

Diare karena bakteri non invasif (enterotoksigenik). Bakteri yang tidak


merusak mukosa misal V.cholerae Eltor, Enterotoxigenic E.coli (ETEC) dan C.
Perfringens, V. Cholerae eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus
halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan

6
kegiatan berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus,
sehingga meningkatkan kadar adenosine 3’,5’-siklik monofosfat (siklik AMP)
dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang
diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.

Tabel 3. Perbedaan diare inflamasi dengan non inflamasi

Diare karena bakteri/parasit invasive (enterovasif). Bakteri yang merusak


antara lain Enteroinvasive E.Coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia,
C.perfrinen tipe C. diare disebabkan oleh kerusaan dinding usus berupa nekrosis
dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur
lender dan darah. Walau demikian infeksi kuman-kuman ini dapat juga
bermanifestasi sebagai diare koleformis. Kuman Salmonella yang sering

7
menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B, Styphimurium, S. enterriditis, S.
choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E. histolitika dan G.lambia.

Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang
adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik
atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Pasien yang
kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah
kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi
serak.

Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik. Karena
kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan
sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).

Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa


renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan
kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai


timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit
nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

8
Tabel 4. Korelasi patogenesis dan gejala diare

2.7 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaaan penunjang. Dalam menganamnesis pasien diare akut perlu
ditanyakan mengenai onset, lama gejala, frekuensi, serta kuantitas dan karakteristik
feses. Feses dapat mengandung darah atau mukus. Adanya demam merupakan
temuan diagnostik yang penting karena menandakan adanya infeksi bakteri invasif
virus enterik, atau suatu patogen sitotoksik seperti, C. difficile dan E. histolytica.

Adanya feses yang berdarah mengarahkan kemungkinan infeksi oleh patogen


invasif dan yang melepaskan sitotoksin; infeksi EHEC bila tidak terdapat leukosit
pada feses; serta bukan infeksi virus atau bakteri yang melepaskan enterotoksin.
Muntah sering terjadi pada diare yang disebabkan oleh infeksi virus atau toksin
bakteri misalnya S. aureus. Tenesmus merupakan penanda dari diare inflamasi.
Walaupun demikian, tidaklah mudah untuk mengenali patogen spesifik penyebab
diare hanya berdasarkan gambaran klinisnya semata karena beberapa patogen dapat
menunjukkan gambaran klinis yang sama.

9
Untuk mengidentifikasi penyebab diare diperlukan juga data tambahan
mengenai masa inkubasi, riwayat perjalanan sebelumnya, riwayat mengkonsumsi
makanan tertentu, risiko pekerjaan, penggunaan antibiotik dalam 2 bulan terakhir,
riwayat perawatan, binatang peliharaan, serta risiko terinfeksi HIV. Waktu
timbulnya gejala setelah paparan terhadap makanan yang dicurigai juga dapat
mengarahkan penyebab infeksi, seperti berikut ini:

1. Gejala yang timbul dalam waktu < 6 jam kemungkinan disebabkan oleh
toksin bakteri Staphylococcus aureus atau Bacillus cereus.
2. Gejala yang timbul sesudah 6-24 jam kemungkinan disebabkan oleh toksin
bakteri Clostridium perfringens atau Bacillus cereus.
3. Gejala yang timbul lebih dari 16-72 jam mengarahkan infeksi oleh virus,
terutama bila muntah merupakan gejala yang paling prominen; atau
kontaminasi bakterial dari makanan oleh enterotoxigenic/enterohemorrhagic
E. coli, Norovirus, Vibrio, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Giardia, Cyclospora, atau Cryptosporidium.

Berbagai patogen spesifik dapat menimbulkan diare akut. Berikut ini akan
dibahas secara garis besar :

Vibrio. Terdapat banyak spesies Vibrio yang menimbulkan diare di negara-


negara berkembang. Vibrio cholerae dapat menimbulkan diare noninflamasi.
Organisme ini termasuk koloni patogen klasik. V. cholerae serogrup O1 dan O139
dapat menyebabkan deplesi volume yang cepat dan berat. Tanpa rehidrasi yang
cepat dan adekuat, syok hipovolemik dan kematian dapat terjadi dalam 12-18 jam
sesudah pertama kali timbul gejala. Feses biasanya encer, jernih, disertai bercak-
bercak mukus. Muntah biasa terjadi, tetapi jarang terdapat demam. Vibrio
nonkolera, seperti Vibrio parahemolyticus juga dapat menyebabkan diare. V.
cholerae O1, V. parahemolyticus, dan V. cholerae non-O1 merupakan penyebab
tersering pertama, ke-4, dan ke-7 dari diare yang dirawat di rumah sakit di
Indonesia, masing-masing sebesar 37,1%; 7,35; dan 2,4%.

Shigella. Shigella merupakan penyebab klasik diare inflamasi atau disentri


dan penyebab ke-2 tersering penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne
disease) di Amerika Serikat, serta sampai saat ini masih menjadi problem utama di
pusat perawatan harian atau institusi. Di Indonesia, Shigella spp merupakan

10
penyebab tersering ke-2 dari diare yang dirawat di rumah sakit, yakni sebesar
27,3%. Dari keseluruhan Shigella spp tersebut, 82,8% merupakan S. flexneri;
15,0% adalah S. sonnei; dan 2,2% merupakan S. dysenteriae. Hanya dibutuhkan 10
kuman untuk menginisiasi timbulnya penyakit ini dan penyebaran dari orang ke
orang amat mudah terjadi. Infeksi S. sonnei adalah yang teringan. Paling sering
terjadi di negara-negara industri. Infeksi S. flexneri akan menimbulkan gejala
disentri dan diare persisten. Paling sering terjadi di negara-negara berkembang. S.
dysenteriae tipe 1 (Sd1) menghasilkan toksin Shiga, sehingga dapat menimbulkan
epidemi diare berdarah (bloody diarrhea) dengan case fatality rate yang tinggi di
Asia, Afrika, dan Amerika Tengah. Infeksi Shigella dapat menimbulkan komplikasi
hemolytic-uremic syndrome (HUS) dan thrombotic thrombocytopenic purpura
(TTP).

Salmonella. Salmonellosis merupakan penyebab utama foodborne disease di


Amerika Serikat. Di Indonesia, Salmonella spp merupakan penyebab tersering ke-
3 dari diare yang dirawat di rumah sakit, yakni sebesar 17,7%. Terdapat lebih dari
2000 serotype Salmonella dan semuanya patogenik bagi manusia. Bayi dan orang
tua paling rentan terinfeksi. Hewan merupakan reservoir utama bagi kuman ini.
Gejala salmonellosis umumnya berupa diare noninflamasi. Akan tetapi, dapat juga
berupa diare inflamatif atau disentri (bloody diarrhea).

Campylobacter. Organisme ini dapat menimbulkan watery ataupun bloody


diarrhea. Meskipun jarang, Campylobacter juga dapat menimbulkan sindrom
Guillain-Barré. Infeksi asimtomatik sering terjadi di negara-negara berkembang
akibat kontak erat dengan hewan ternak. Campylobacter jejuni merupakan
penyebab tersering ke-6 dari diare yang dirawat di rumah sakit di Indonesia, yakni
sebesar 3,6%.

Escherichia coli diarrheogenic. Semua jenis E. coli diarrheogenic dapat


menimbulkan penyakit di negara-negara berkembang. Akan tetapi, infeksi
enterohemorrhagic E. coli (EHEC), termasuk E. coli O157:H7 lebih sering terjadi
di negara-negara industri. Enterotoxigenic E. coli (ETEC) dapat menimbulkan diare
pada wisatawan. Enteropathogenic E. coli (EPEC) jarang menyerang orang dewasa.
Enteroinvasive E. coli (EIEC) dapat menimbulkan diare lendir dan berdarah,

11
biasanya disertai demam. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) dapat menimbulkan
bloody diarrhea, dan Enteroaggregative E. coli (EAggEC) dapat menimbulkan
diare persisten pada pasien dengan human immunodeficiency virus (HIV).

Enterohemorrhagic E. coli (EHEC), terutama Escherichia coli 0157:H7,


merupakan penyebab tersering kolitis infektif di negara-negara industri. EHEC
dapat memproduksi suatu sitotoksin, seperti verotoksin (Shiga-like toxin) yang
menyebabkan bloody diarrhea. EHEC dapat menimbulkan komplikasi HUS dan
TTP. Kolitis hemoragik berat dengan HUS dilaporkan terjadi pada 6–8% pasien.
Tidak mudah untuk mengidentifikasi kuman ini karena media agar MacConkey-
Sorbitol untuk membiakannya tidak tersedia di semua laboratorium. Selain itu,
laboratorium juga tidak secara rutin mengidentifikasi nonserogroup O157:H7
EHEC yang sama manifestasi klinisnya dengan serogrup O157:H7.

Virus. Virus merupakan merupakan penyebab utama diare akut di negara-


negara industri. Berbagai virus dapat menimbulkan diare akut pada manusia, di
antaranya rotavirus, human calicivirus, enteric adenovirus, astrovirus,
cytomegalovirus, coronavirus, dan herpes simplex virus. Rotavirus sering
menimbulkan diare pada bayi, namun relatif jarang pada anak-anak dan dewasa
karena telah mempunyai antibodi protektif. Rotavirus dapat menimbulkan
gastroenteritis berat. Hampir semua anak-anak di negara-negara industri dan
negara-negara berkembang telah terinfeksi pada usia 3–5 tahun. Human calicivirus
(HuCV) termasuk ke dalam famili Caliciviridae, terdiri dari norovirus dan
sapovirus. Sebelumnya dinamakan “Norwalk-like virus” dan “Sapporo-like virus”.
Norovirus merupakan penyebab tersering kejadian luar biasa gastroenteritis pada
semua kelompok umur. Sapovirus lebih sering mengenai anak-anak. Beberapa
serotype adenovirus juga dapat menimbulkan diare akut, akan tetapi lebih sering
pada anak-anak.

Parasit. Berbagai spesies protozoa dan cacing dapat menimbulkan diare akut.
Di negara-negara maju, parasit jarang menjadi penyebab diare akut, kecuali pada
wisatawan. Giardia intestinalis, Cryptosporidium parvum, Entamoeba histolytica,
dan Cyclospora cayetanensis paling sering menimbulkan diare akut pada anak-
anak.

12
Diare pada pasien immunocompromise. Individu dengan penyakit
immunocompromise, seperti limfoma, transplantasi sumsum tulang, atau infeksi
HIV berisiko lebih tinggi untuk mengalami infeksi yang disebabkan oleh patogen
usus dibandingkan individu sehat. Diare dilaporkan terjadi pada 60% dari pasien
dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) di negara-negara industri
dan 95% pasien AIDS di negara-negara berkembang. Patogen yang paling sering
dijumpai adalah Cryptosporidium parvum, Isospora belli, Cyclospora,
Microsporidium, Salmonella enteritidis, Campylobacter, Shigella spp,
Mycobacterium avium complex, Cytomegalovirus, Herpes simplex, dan
Adenovirus. Prevalensi diare akibat berbagai patogen tersebut pada pasien AIDS
dilaporkan terus menurun dengan semakin luasnya pemberian terapi antiretroviral,
walaupun diare masih sering dijumpai pada kelompok pasien tersebut.
Infeksi oleh Cryptosporidium tampil sebagai penyakit diare dengan dehidrasi berat,
namun dapat sembuh sendiri pada pasien dengan hitung CD4 >150 sel/mm3 sama
seperti pada individu dengan fungsi imun yang normal. Sebaliknya, pada pasien
HIV dengan fungsi imun yang lebih buruk terjadi penyakit yang lebih berat dan
tidak dapat mengalami remisi. Cyclospora dan Microsporidium merupakan patogen
usus kecil. Gambaran klinis diare yang disebabkan oleh Cyclospora khas dengan
lamanya yang rerata >3 minggu, disertai rasa letih dan lemah yang kuat. Dehidrasi
pada diare akibat infeksi Microsporidium biasanya lebih ringan dibandingkan pada
diare yang disebabkan oleh Cryptosporidium. Gejala inflamasi, seperti perut
kembung, kram, dan banyak flatus biasa dijumpai. Microsporidium jarang
menyebabkan diare pada pejamu yang immunocompetent.

Diare Nosokomial. Diare nosokomial didefinisikan sebagai penyakit diare


dengan onset >72 jam sesudah masuk rumah sakit. Penyakit ini dapat menambah
lama perawatan di rumah sakit pada orang dewasa sampai >1 minggu, dan pada
usia lanjut sampai >1 bulan. Insiden dan mortalitas tertinggi dijumpai kelompok
pasien yang berusia >70 tahun. Diare nosokomial dapat disebabkan oleh infeksi
ataupun noninfeksi. Akan tetapi, diare nosokomial lebih sering disebabkan oleh
penyebab noninfeksi yang multipel, seperti penggunaan tube feeding atau obat-
obatan yang dapat menimbulkan diare. Penyebab infeksi tersering adalah
Clostridium difficile. Kolitis pseudomembranosa hampir selalu disebabkan oleh C.

13
difficile. Organisme ini juga menjadi penyebab dari 20% diare tanpa kolitis akibat
pemakaian antibiotik. Kolitis pseudomembranosa berkisar dari diare ringan-sedang
hingga kolitis berat. Sebenarnya semua antibiotik telah dihubungkan dengan infeksi
C. difficile, akan tetapi penyebab tersering adalah golongan penisilin berspektrum
luas, cephalosporin, dan clindamycin. Sebagian besar pasien mengalami gejala
selagi masih memakai antibiotik, tetapi diare dapat juga baru timbul 1-3 minggu
sesudah antibiotik dihentikan. Infeksi C. difficile juga dapat timbul pada pasien-
pasien yang mendapat kemoterapi.

Tabel 3. Gejala klinis diare berdasarkan sumber infeksi (Source: WHO guideline
practice guidelines)

Berdasarkan Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa


berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat
dibagi menjadi :

 Diare tanpa dehidrasi

Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi
diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.

 Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)

Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan

14
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.

 Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)

Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang
atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta
kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler
memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.

 Diare dengan dehidrasi berat (>10%)

Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi
yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada
penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak
ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis,
kesadarannya menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang
(≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.

Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai keadaan umum, kesadaran, berat badan,
temperatur, frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan darah, turgor kulit, kelopak mata,
serta mukosa lidah. Selain itu, perlu dicari tanda-tanda dehidrasi dan kontraksi
volume ekstraseluler, seperti denyut nadi >90 kali/menit dan lemah, hipotensi
postural/ortostatik, lidah kering, kelopak mata cekung, serta kulit yang dingin dan
lembab. Pemeriksaan abdomen merupakan sesuatu yang sangat penting pada kasus
diare. Kualitas bising usus dan ada tidaknya distensi abdomen serta nyeri tekan
dapat membantu klinisi dalam menentukan etiologi. Tanda-tanda peritonitis juga
perlu dicari karena merupakan petunjuk adanya infeksi oleh patogen enterik invasif.

Pada pasien yang mengalami dehidrasi, toksisitas atau diare yang


berlangsung selama beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan darah tepi lengkap, kadar elektrolit, ureum dan creatinin, feses
lengkap dan terkadang ELISA untuk mendeteksi giardiasis dan tes serologi
amebiasis serta x-ray abdomen.

15
Pasien dengan kecurigaan infeksi virus biasanya akan memperlihatkan
jumlam dan hitung leukosit yang normal atau limfositosis. Pada infeksi bakteri,
terutama pada infeksi bakteri yang ivasif ke mukosa akan memperlihatkan
leukosistosis dengan tingakat blast yang lebih tinggi. Neutropenia dapat timbul
pada infeksi salmonella.

Pemeriksaan ureum dan creatinin diperiksa untuk menilai adanya kekurangan


volume cairan dan mineral pada tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan unuk melihat
adanya leukosit pada tinja yang kemungkinanan mengarahkan kepada infeksi
bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa dengan hasil meta-analisis tentang
pemeriksaan ini menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas hanya sebesar 70% dan
50%. Akan tetapi, adanya darah samar dan leukosit pada feses mendukung
diagnosis diare akibat infeksi bakteri. Pada pasien yang mendapatkan pengobatan
antibiotik dalam 3 bulan terakhir atau yang mengalami diare di rumah sakit
sebaiknya dilakukan pemeriksaan tinja untuk pengukuran toksin Clostridium
difficile. Kultur tinja untuk memastikan kausa diare namun pemeriksaan ini
biasanya hanya dikerjakan pada pasien diare > 72 jam, diare akut setelah perawatan
di rumah sakit, dan pasien dengan imunocompromised. Pemeriksaan lain seperti
endoskopi umumnya tidak dibutuhkan dalam mendiagnosis diare akut. Akan tetapi,
pemeriksaan ini dapat digunakan untuk:

1. Membedakan inflammatory bowel disease dari diare akibat infeksi.


2. Mendiagnosis infeksi C. difficile dan menemukan pseudomembran pada
pasien yang toksik sambil menunggu hasil pemeriksaan kultur jaringan.
Namun, saat ini pemeriksaan enzyme linked immunosorbent assays (ELISA)
dari feses untuk toksin A telah mempersingkat waktu untuk mendiagnosis
infeksi C. difficile dan mengurangi kebutuhan pemeriksaan endoskopi pada
kasus-kasus tersebut.
3. Mendiagnosis adanya infeksi oportunistik (seperti, cytomegalovirus) pada
pasien immunocompromise.
4. Mendiagnosis adanya iskemia pada pasien kolitis yang dicurigai namun
diagnosisnya masih belum jelas sesudah pemeriksaan klinis dan radiologis.

16
2.8 Penatalaksanaan

Dalam penanganan diare terdapat beberapa komponen yang harus


diperhatikan, diantaranya: pencegahan, rehidrasi, diet, obat antidiare dan
antibiotika.

2.8.1 Pencegahan

Menurut dinas kesehatan tahun 2004, terdapat 3 cara yang dapat dilakukan
untuk mencegah diare trutama pada anak yaitu:
1. Minumlah air yang direbus hingga mendidih dan makanan yang sudah
dimasak hingga matang.
2. Susuilah atau beri ASI anak anda selama mungkin, disamping makanan
lainnya yang dapat diberikan sesuai dengan umur si kecil agar jika anak
sudah besar memiliki daya taha tubuh yang kuat.
3. Tetaplah memberikan ASI walaupun anak anda menderita diare.
Selain hal di atas, menyediakan sanitas dasar yang sehat seperti air bersih,
jamban yang representatif, mencuci tangan dengan sabun antiseptik akan
mengurangi insiden penyakit diare.

2.8.2 Rehidrasi

Hal utama yang perlu ditangani pada pasien gastroenteritis adalah dehidrasi.
Kebanyakan kasus gastroenteritis yang menyebabkan kematian adalah disebabkan
hidrasi yang tidak ditangani secepatnya (Burkhart M., 1999). Upaya Rehidrasi Oral
(URO) merupakan cara administrasi cairan secara oral untuk mencegah atau
mengkoreksi dehidrasi yang merupakan komplikasi diare. Dengan adanya URO
dapat menurunkan biaya dan meningkatkan efikasi terapi gastroenteritis akut. Oralit
dengan osmolaritas yang rendah berhubungan dengan penurunan gejala muntah,
BAB yang cair serta menurunkan kebutuhan pasien akan pemberian cairan secara
intravena dibandingkan dengan oralit standar. Cairan URS-WHO juga
direkomendasikan sebagai cairan rehidrasi pada dewasa dan anak dengan kolera.
Dalam memberikan URO pada pasien harus dinilai terlebih dahulu derajat dehidrasi
pasien. Prinsip dalam menentukan jumlah cairan harus disesuaikan dengan jumlah

17
cairan yang keluar dari tubuh. Terdapat beberapa macam perhitungan kehilangan
cairan, diantaranya:
1. BJ plasma dengan rumus :

2. Metode Pierce berdasarkan klinis


- Dehidrasi Ringan : 5% x BB (kg)
- Dehidrasi Sedang: 8% x BB (kg)
- Dehidrasi berat : 10% x BB (kg)
3. Metode Daldiyono berdasarkan skor

Tabel 5. Skor penilaian Klinis Dehidrasi


Klinis Skor
Rasa haus/muntah 1
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 kali/menit 1
Kesadaran apati 1
Kesadaran somnolen, spoor atau koma 2
Frekuensi napas > 30 kali/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer woman’s hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2

Bila skor kurang dari 3 dan tidak terdapat tanda syok, maka hanya diberikan
cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama
dengan 3 disertai syok maka diberikan cairan secara intravena.
Pada kasus diare sedang/berat pasien sebaiknya diberikan cairan secara
intravena. Sedangkan dehidrasi ringan/sedang dapat diterapi dengan pemberian

18
URO secara oral atau melalui selang nasogastrik (NGT). Pemberian cairan rehidrasi
terbagi atas:
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi awal) : jumlah total kebutuhan cairan
menurut BJ atau Daldiyono diberikan langsung agar tercapai rehidrasi
optimal secepat mungkin.
b. Satu jam berikutnya (tahap 2) pemberian diberikan atas kehilangan
cairan selama 2 jam tahap rehidrasi awal. Bila tidak terjadi syok atau skor
Daldiyono < 3 dapat diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan berdasarkan kehilangan cairan melalui
tinja dan IWL.
2.8.3 Diet

Pasien dengan gastroenteritis akut dianjurkan minum-minuman sari buah, teh,


makanan yang mudah dicerna seperti pisang, nasi dan sup, kecuali pasien muntah
hebat. Pemberian makanan sebaiknya diberikan setelah 4 jam URO atau cairan
intravena. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi laktase transien
yang disebabkan oleh infeksi vrus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol
harus dhindarkan karena akan meningkatkan motilitas dan sekresi usus.

2.8.4 Obat Antidiare

Penggunaan obat antidiare tidak membunuh kausa dari diare. Pada anak,
penggunakan obat initidak memiliki manfaat secara klinis. Beberapa obat yang
dapat digunakan diantaranya:

Antimotilitas. Loperamide merupakan agen pilihan pertama (pada dewasa 4-


6 mg/hari, dan 2-4 mg/hari pada anak > 8 tahun). Obat ini merupakan derivat opioid
yang tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil dibandingkan dengan
tinktur maupun difenoksilat-atropin. Obat ini merupakan pilihan pertama pada diare
pada traveler dengan dehidrasi ringan sedang tanpa gejala klinis yang mengarah ke
diare invasif. Obat ini bekerja dengan cara menginhibisi pengeluaran acetilkolin
melalui reseptor opioid prasinaps di usus sehingga mengakibatkan penurunan
peristaltik usus dan efek memiliki antisecretory yang ringan. Sebaiknya dihindari
penggunaannya pada bloody/mucoid diarrhea atau suspek inflamasi (dengan
demam). Nyeri abdomen hebat yang mengarahkan suatu diare inflamatif termasuk
kontraindikasi untuk pemberian loperamide.

19
Antisekretory. Bistmuth subsalicylate bisa menurunkan pengeluaran BAB
pada anak atau gejala seperti diare, mual dan nyeri abdomen diare pada traveler.
Bistmuth subsalisilat 30 ml atau 2 tablet tiap 30 menit sebanyak 8 dosis bermanfaat
pada beberapa pasien.

Racecadotril merupakan enkepalinase inhibitor (nonopiat) dengan aktivitas


antisekresi yang telah mendapatkan lisensi diberbagai negara diberikan dengan
dosis 3 x 100mg terutama pada diare anak dan kolera dewasa.

Adsorbent. Agen seperti kaolin-pectin, arang aktif , dan attapulgite bekrja


dengan cara mengabsorbsi air dan senyawa dari larutan dan kemngkinan mengikat
bahan yang berpotensi toksik pada usus. Menurut WHO efikasi pengobatan diare
dengan agen ini masih diragukan.

Probiotik. Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam


jumlah yang adekuat akan menguntungkan bagi kesehatan pejamu. Berbagai
penelitian menunjukkan manfaat probiotik dalam pengobatan diare infeksi dan
diare akibat pemberian antibiotik. Probiotik akan berkompetisi dengan bakteri
patogen pada tempat menempelnya bakteri di mukosa usus dan memodulasi sistem
imun pejamu. Terdapat beberapa spesies yang telah diteliti dan digunakan sebagai
probiotik, yakni Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus
casei, Lactobacillus GG, Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum,
Streptococcus thermophilus, Enterococcus faecium, dan Saccharomyces boulardi.
Yang umum digunakan adalah kelompok laktobasilus dan bifidobakteria.
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis yang tepat, jangka
waktu pemberian serta bentuk sediaan yang ideal agar probiotik yang diberikan
dapat efektif sesuai dengan yang diharapkan.

2.8.5 Antibiotika

Kebanyakan pasien memiliki gejala penyakit yang ringan, self limited disease
karena virus atau bakteri noninvasif, sehingga pengobatan empiris tidak dianjurkan
pada semua pasien diare. Pengobatan empiric diindikasikan pada pasien-pasien
yang diduga mengalami infeksi bakteri invasive (feses berdarah/mucoid, terdapat
darah samar atauleukosit pada feses), diare turis (traveler’s diarrhea) atau
imunosupresif. Obat pilihan yaitu kuinolon (siprofloksasin 500 mg 2 x/hari selama

20
5-7 hari). Obat ini baik terhadap bakteri pathogen invarsif termasuk Campylobacter,
Shigella, Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas species. Sebagai alternative yaitu
kotrimoksazol (trimetropin/sulfametoksazol), 160/800 mg/hari, atau erotromisin
250-500 mg 4 x/hari selama 7 hari diberikan bagi yang dicurigai giardiasis,
tetracyclin (doksisiklin 2 x 100 mg) pada kecurigaan kolera, serta pada amebiasis
dapat digunakan tetraciclin atau metronidazole.

Untuk turis tertentu yang berpergian ke daerah resiko tinggi, kuinolon


(misal siprofloksasin 500 mg/hari) dapat dipakai sebagai profilaktik yang
memberikan perlindungan sekitar 90%. Obat profilaktik lain termasuk trimetropim-
sulfametoksazol dan bismuth subsalisilat. Pathogen spesifik yang harus diobati
adalah Vibro cholera, Clostridium difficile, parasit, traveler’s diarrhea, dan infeksi
karena penyakit seksual (gonorrhea, sifilis, klamidiosis, and herpes simpleks).
Pathogen yang mungkin di obati termasuk Vibro non kolera, Yersinia, dan
Camphylobacter, dan bila gejala lebih lama pada infeksi aeromonas, Plesiomonas
dan E coli enteropathologenic. Obat pilihan bagi diare karena Clostridium difficile
yaitu metonidazol oral 25-500 mg 4 x/hari selama 7-10 hari. Vankomisin
merupakan obat alternative, tetapi bila diberikan secara parenteral. Metronidazol
intravena diberikan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi pemberian per oral.
Obat antimikroba dapat dilihat pada Tabel 4.

21
Tabel 4. Penggunaan antibiotika dalam terapi diare (dosis dewasa). Sumber:
PAPDI

22
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny.P
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 46 Tahun
Alamat : Tanah Bumbu
Bangsa : Indonesia
Suku : Bali
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Nomer RM : 13.95.22
Tanggal MRS : Senin, 3 Desember 2018
Tanggal Pemeriksaan : Senin, 4 Desember 2018

3.2 Anamnesis
Keluhan utama
BAB cair
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diperiksa di Ruang Canigara RS Balimed dengan keluhan
mencret sejak 1 hari yang lalu sekitar pukul 10.00 wita sebanyak + 5 kali/hari.
BAB dikatakan berwarna kuning, konsistensi cair, ampas (+) sedikit, lendir
(+), dan darah (-). Pasien juga mengeluhkan nyeri perut yang hilang timbul
dikatakan seperti melilit terutama saat akan BAB. Pasien juga mengeluhkan
mual sejak 1 hari yang lalu + pukul 17.00 wita disertai muntah sebanyak 3
kali dengan volume 30 – 50 cc tiap muntah, isi sisa makanan dan air, tanpa
darah maupun lendir. Selain itu pasien juga dikatakan demam sejak pukul
07.00 wita namun tidak dilakukan pengukuran suhu tubuh. Makan dan minum
dikatakan berkurang karena pasien mual, dan sejak pukul 07.00 wita pasien

23
tidak makan apapun namun minum dikatakan hanya sedikit karena takut
muntah. BAK dikatakan sedikit dan terakhir pukul sekitar pukul 11.00 wita.
Saat di ruangan Canigara RS Balimed, pasien mengatakan badannya
lemas, mual sudah berkurang, muntah (-), BAB (+) 1 kali dikatakan masih
cair, minum baik namun makan hanya sedikit.
Riwayat Pengobatan
Pasien tidak ada mengkonsumsi obat sebelumnya. Pasien mengatakan
dirinya tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan dan makanan
tertentu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan dirinya memiliki riwayat hipertensi sejak 2 tahun
yang lalu namun hanya minum obat (pasien lupa nama obat) 2x1 saat nyeri
kepala dan berhenti saat obat tersebut habis. Saat ini pasien tidak sedang
mengkonsumsi obat tersebut. Riwayat DM dan penyakit kronis disangkal.
Riwayat operasi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien diketahui bahwa ayah pasien pernah menderita
hipertensi selama 10 tahun kemudian meniggal. Riwayat penyakit jantung,
penyakit ginjal, penyakit hati, diabetes dan asma pada keluarga disangkal oleh
keluarga pasien.
Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya
membersihkan rumah dan membuat banten untuk upacara keagamaan. Pasien
mengatakan dirinya jarang mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.
Makanan di rumah biasanya dimasak sendiri dan untuk minum menggunakan
air mineral dalam kemasan galon. Riwayat makan makanan pedas maupun
berminyak disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Tanda-tanda Vital saat pemeriksaan
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)

24
Tekanan darah : 100/60 mmHg pasien sempat didapatkan TD 150/80 saat
di UGD
Nadi : 90 kali/menit, regular, isi cukup
Pernapasan : 20 kali/menit, tipe torakoabdominal
Suhu aksila : 37,7 oC, pada saat di UGD suhu tubuh pasien 38,4◦C
Nyeri : 4-5, Reg. epigatrium dan umbilikal
Berat badan : 55 Kg
Tinggi badan : 155 Cm
BMI : 22,89 Kg/m2

Status General
Mata : konjungtiva pucat (-), sklera ikterus (-/-), reflex
pupil (+/+) isokor, mata cowong (+)

THT :
Telinga : bentuk normal (+/+), inflamasi (-/-), discharge (-/-)
Hidung : bentuk normal, discharge (-/-), deviasi septum (-)
Tenggorokan : mukosa bibir kering (+),atropi papil lidah (-),
tonsil (T1/T1), faring hiperemis (-)
Leher : JVP PR + 0 cmH2O, pembesaran kelenjar getah
bening (-/-)
Aksila : pembesaran kelenjar getah bening (-/-)

Thoraks :
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba 2 jari MCL S ICS VI
Perkusi : batas atas MCL S ICS II, batas kanan PSL D, batas
bawah MCL S ICS V, batas kiri 2 jari MCL S ICS
VI
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler murmur (-)

25
Pulmo
Inspeksi : dinding dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : vokal fremitus N N
N N
N N

Perkusi : Sonor Sonor


Sonor Sonor
Sonor Sonor

Auskultasi : vesikuler ronchi wheezing


+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

Abdomen :
Inspeksi : distensi (-), denyut epigastrial (-)
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Palpasi : nyeri tekan (+) epigastrium dan umbilikal, hepar &
lien tidak teraba, ginjal kanan & kiri tidak teraba,
vesika urinaria kosong, turgor kulit agak kurang
Perkusi : timpani (+), shifting dullnes (-), undulating wave
(-)

Inguinal : pembesaran kelenjar getah bening (-/-)


Genital : tidak ada abnormalitas
Ekstremitas : hangat edema , CRT < 2”

+ + - -
+ + - -

26
3.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Darah Lengkap (3 Desember 2018)
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Remarks
3
WBC 8,99 10 µL 4,80 - 10,80
% Neut 88,5 % 37,00 - 72,00
% Lymph 5,6 % 20,00 - 50,00
% Mono 5,8 % 0,00 - 14,00
% Eos 0,0 % 0,00 - 5,00
% Baso 0,1 % 0,00 - 1,00
3
# Neut 7,96 10 µL 1,50 - 7,00
3
# Lymph 0,50 10 µL 1,00 - 3,70 Rendah
3
# Mono 0,52 10 µL 0,00 - 0,70
3
# Eos 0,00 10 µL 0,00 – 0,40
3
# Baso 0,01 10 µL 0,00 - 0,10
6
RBC 4,65 10 µL 4,40 - 5,90
Hemoglobin 12,30 g/dL 11,70 - 15,50
Hematokrit 36,90 % 35,00 – 47,00
MCV 79,4 fL 80,00 - 100,00
MCH 26,5 Pg 26,00 - 34,00
MCHC 33,3 g/dL 31,00 - 36,00
RDW-SD 39,6 fL 37,0 – 54,0
RDW-CV 14,1 % 11,00 - 16,00
3
PLT 175 10 µL 150,00 - 450,00
MPV 12,2 fL 9,00 - 13,00
PCT 0,21 % 0,17 – 0,35
PDW 16,9 fL 9,0 – 17,0

Kesan : Normal

Elektrolit (3 Desember 2018)


Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Remarks
Na 130 mmol/L 136 – 145 Rendah
K 3,0 mmol/L 3,5 – 5,1 Rendah

Kesan : Hiponatreamia dan Hipokalemia

27
3.5 Assesment
Diagnosis Utama :
1. Gastroenteritis akut ec bakterial infection
Diagnosis Komplikasi :
1. dehidrasi ringan sedang dengan hipokalemia ringan dan
hiponatremia
3.6 Penatalaksanaan
Rencana Terapi
 MRS
 IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
 Ceftriaxone 1gr/12 Jam
 Loperamide 1 tab/Bab
 Ondancentron 2 x 4 mg
 Omperazole 40mg/24 jam

28

Anda mungkin juga menyukai