Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

Kulit adalah lapisan atau jaringan yang menutup seluruh tubuh dan

melindungi tubuh dari bahaya yang datang dari luar. Bagi seorang Dokter apa yang

pada kulit dapat membantu menemukan penyakit yang diderita pasiennya.(Wibowo

Daniel,2008)

Penyakit kulit semakin berkembang, hal ini dibuktikan dari data Profil

Kesehatan Indonesia 2010. Menunjukkan bahwa penyakit kulit dan jaringan subkutan

menjadi peringkat ketiga dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah

sakit se-Indonesia berdasarkan jumlah kunjungan yaitu sebanyak 192.414. Hal ini

menunjukkan bahwa penyakit kulit masih sangat dominan terjadi di Indonesia

(Kemenkes,2011).

PRP termasuk penyakit kronis yang jarang dijumpai dengan perkiraan angka

kejadian antara 1:5000 sampai 1:50000 pada pasien dengan penyakit kulit. Angka

kejadiannya di Indonesia sendiri belum diketahui karena tidak ada sumber yang

menyatakannya. PRP dapat ditemukan pada pria maupun wanita dengan prevalensi

yang sama. Penyakit ini sering kali muncul pada dekade pertama dan kelima dalam 1

kehidupan (Gerharz DB dkk, 2012)

Pityriasis rubra pilaris (PRP) pertama kali ditemukan pada tahun 1828 oleh

Tarral dan dinamai oleh Besnier pada tahun 1889. PRP adalah kelainan

papulosquamous kronis dengan etiologi yang tidak diketahui yang ditandai dengan

Page | 1
plak bersisik oranye kemerahan, keratoderma palmoplantar, dan keratotik folikel

papula. Penyakit ini dapat berkembang menjadi eritroderma dengan area berbeda dari

kulit yang tidak terlibat atau terlihat seperti pulau pulau kecil. (Medscape, 2018)

Pitiriasis rubra pilaris merupakan penyakit yang berbentuk eritoskuamosa

dengan karakteristik papul folikuler keratotik yang progresif membentuk plak atau

bahkan eritroderma disertai dengan keratoderma palmoplantar

Page | 2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pitiriasis rubra pilaris

Pitiriasis rubra pilaris merupakan penyakit yang berbentuk eritoskuamosa

dengan karakteristik papul folikuler keratotik yang progresif membentuk plak

atau bahkan eritroderma disertai dengan keratoderma palmoplantar. (Djuanda,

A., 2018)

Pityriasis rubra pilaris (PRP) adalah kelainan kulit langka yang

menyebabkan peradangan pada kulit, penebalan kuku dan kadang-kadang

menumpahkan rambut. Namanya berarti kerak (pityriasis), kemerahan (rubra),

dan keterlibatan folikel rambut (pilaris). Biasanya, PRP muncul pertama sebagai

tempat kecil di suatu tempat di wajah dan kemudian menyebar ke belakang dan

seluruh tubuh. (Rarediseases,2017)

Ini dapat berdampak pada bagian tubuh yang berbeda dengan cara yang

berbeda untuk periode waktu yang tidak dapat diprediksi. Peradangan dapat

menutupi seluruh tubuh atau hanya bagian tubuh seperti siku, lutut, telapak

tangan, dan telapak kaki. Penyakit ini dapat berkembang dan meninggalkan

daerah-daerah berbeda dari kulit yang tidak terlibat, yang disebut "pulau-pulau

hemat" atau "daerah lompatan" (Rarediseases,2017)

Page | 3
2.2 Epidemiologi

Penyakit ini jarang ditemukan atau sekitar satu dari 5000 hingga 50.000

kunjungan pasien ke dermatologis. Di RS Cipto Mangunkusumo, data

menunjukan hanya satu kasus baru ditemukan pada waktu 2013. Kepustakaan

menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan insidennya sama. Pada tipe

herediter, Umumnya penyakit dimulai sejak usia anak-anak, sedangkan tipe

yang didapat dimulai pada dekade ke 5 dan ke 6. (Kurniati DD, 2016)

Jenis Classic Adult adalah subkategori yang paling umum, sebelumnya

telah dilaporkan sembuh dalam waktu tiga tahun. Seri kasus terbesar hingga

saat ini, bagaimanapun, menunjukkan bahwa kursus seringkali lebih lama dari

ini. Jenis pediatrik cenderung lebih lama.(Rarediseases,2017)

2.3 Etiopatogenesis

Diperkirakan adanya disfungsi metabolisme vitamin A tetapi etiologi dan

patogenesis pityriasis rubra belum diketahui secara pasti. Defisiensi retinol

binding protein mengakibatkan transport vitamin A yang inadekuat ke kulit.

Pada beberapa kasus PRP merupakan hasil dari disregulasi sistem imun dan

respon yang abnormal kepada triger antigen. Pada akhirnya faktor genetik

dengan autosomal dominan menjadi peran penting dalam induksi PRP. Peran

familial juga diduga ada epidermal timidine yang meningkat dan sehingga

meningkatkan laju pertumbuhan. Adanya penurunan retinol binding protein

juga terjadi pada penyakit ini dan Celluler retinoic acid banding protein

Page | 4
(CRABP) pada PRP sangat menurun menunjukan salah satu kemungkinan

penyebabnya.

2.4 Gambaran Klinis

Terdapat skuama moderat pada kulit kepala, diikuti perluasan ke dahi

dan telinga, kemudian timbul hiperkeratosis palmo plantaris yang jelas

berangsur – angsur menjadi papul folikularis disekeliling tangan dan

menyebar kekulit berambut. (Siregar,2015)

Distribusi penyakit ini biasanya simetris dan sisa kulit normalnya

menyerupai gambaran pulau kecil, eksfoliasi dapat terus meluas sehingga

gambaran papul tidak jelas lagi membentuk gambaran eritroderma, kulit

menjadi kemerahan, sensitif terhadap perubahan temperatur dan pada bagian

penonjolan tulang dapat menjadi ulserasi. Hiperkeratosis pada palmoplantar,

biasanya disertai dengan fisura terutama pada plantar pedis hiperkeratosis

pada telapak tangan dan meluas ke pinggiran dan sangat padat sehingga

memberikan kesan menyerupai sandal.

Diagnosa PRP dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, karena

tidak khas secara histopatologi. (Kurniati,2017)

Page | 5
Gambar: Keratoderm pada telapak tangan dan telapak kaki berwarna orange

Gambar : Bercak putih dan skuama pada kepala

Page | 6
Tipe I: Merupakan tipe yang paling sering terjadi. Karakteristik adalah

munculnya papula folikuler hiperkeratotik yang menyebar dengan

arah cephalocaudal. Lesi folikuler hiperkeratotik ini memberikan

sensasi seperti 'parutan buah pala' (nutmeg grater) pada perabaan.

Tanda khas untuk diagnosis PRP adalah pulau-pulau berbatas tegas

dari kulit sehat (nappes claires) yang tersebar secara acak dimana

saja, dan muncul dermatitis bersisik berwarna oranye kemerahan.

Tipe II: Dapat berkembang dalam waktu sepuluh tahun atau lebih.

Hiperkeratosis folikuler dan iktiosis yang berbentuk seperti sisik

dapat muncul pada area sama, terutama pada tungkai

Page | 7
Tipe III: Muncul pada anak usia 0-2 tahun, distribusi lesi sama seperti tipe 1

Tipe IV: Muncul beberapa tahun setelah kelahiran, biasanya sekitar usia

puber, dan ditandai dengan plak hiperkeratotik kemerahan yang

terbatas pada daerah tertentu pada siku dan lutut, menyerupai

psoriasis local.

Tipe V: Biasanya muncul pada tahun-tahun awal kehidupan dan lebih

kronis. Tipe ini dibedakan oleh gambaran hiperkeratosis folikuler

dengan hanya eritema yang minimal dan penampakan seperti

skleroderma pada tangan dan kaki.

Tipe I dan III merupakan tipe yang sering ditemukan dengan gambaran klinis

yang sama dan mempunyai prognosis yang baik. Dua kasus tipe IV ditemukan

berhubungan dengan down syndrome

2.5 Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan histopatologi

Pada pemeriksaan histopatologi ptyriasis rubra pilaris dilapisan

epidermis akan tampak adanya hyperkeratosis, folikular plug dan

parakeratosis fokal pada orifisium folikel yang memberikan efek bahu

(shoulder effect), stratum basal akan mengalami degenerasi liquefaksi. Di

lapisan dermis akan ditemukan infiltrasi sel sel inflamasi yang ringan yang

terdiri atas sel mononuclear. Tidak di temukan abses munro.

Page | 8
 Pemeriksaan kadar vitamin A serum

Penyakit phytiriasis rubra pilaris dapat disebabkan oleh karena

defisiensi vitamin A atau malfungsi metabolisme daripada vitamin A. Hal ini

terlihat dari penurunan kadar CRBP(Celular retinoid binding protein) Dan

CRABP (cellular retinoid acid binding protein).

2.6 Diagnosis

Diagnosis PRP dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan

pemeriksaan histopatologi. Gambaran klinis dapat digunakan untuk

menegakkan diagnosis PRP, namun oleh karena gambaran klinisnya

sangat tergantung dari perjalanan penyakit, maka seringkali PRP yang

terjadi terutama pada fase awal, sulit dibedakan dengan psoriasis yang

merupakan diagnosis banding utama (Gerharz DB, 2012)

Gambaran lengkap penyakit ini dengan papul folikuler hiperkeratotik

yang berwarna kekuningan pada punggung jari, tepi leher, permukaan

ekstensor ekstremitas, Hiperkeratosis palmoplantar dan gambaran pulau pada

kulit normal dapat menegakkan diagnosis. (Kurniati Detty, 2017)

2.7 Diagnosis banding Pitiriasis Rubra Piliaris

a) Psoriasis : Skauma lebih tebal dan keperakan

b) Liken Planus : Papul Hiperkeratotik lebih datar berwarna keunguan dan

jarnag terdapat pada wajah, palmar dan scalp

Page | 9
c) Pharynoderma

2.8 Tata Laksana

Medikamentosa :

Penggunanaan emolien atau yang berisi zat aktif, seperti propilrn glikol

atau asam laktat dengan oklusi menggunakan bahan plastik selama 2 atau 4 jam

dan diikuti dengan salap kortikosteroid yang dioklusi selama 2 atau 8 jam, dapat

memperbaiki kelainan kulit pada penyakit ini.

Kalsipotriol salap 50µg/g, 2 kali sehari dapat memperbaiki pitiriasis rubra

pilaris dengan cara menekan poliferasi epidermal. Pemaikaiannya bervariasi

dari beberapa minggu sampai beberapa bulan.

Dapat diberikan keratolitik seperti asam salisilat dan urea.

Sistemik :

Pada zaman dahulu, digunakan vitamin A dosis tinggi dengan dosis

300.000 samapai 500.000 IU per hari atau dapat dikombinasi dengan vitamin E

400 IU, 2 atau 3 kali sehari. Obat ini lebih dimungkinkan untuk dewasa, tetapi

isotretionin lebih dianjurkan terutama pada aitan usia dewasa dengan dosis 1

sampai 2 mg/kgBB/hari. Golongan asitretin 0,5-0,75 mg/kgBB/hari disebutkan

memberikan hasil lebih baik. Mungkin diperlukan waktu 6-9 bulan untuk dapat

sembuh sepenuhnya, tappering off dapat mencegah kekambuhan.

Page | 10
Metrotreksat 10-20 mg/minggu juga dapat memperbaiki penyakit ini.

Akan tetapi, kombinasi metrotreksat dengan asitretin memberikan hasil lebih

baik. Demikian juga kombinasi UVB sprektrum sempit dengan asitretin.

Kepustakaan lain menyebutkan bahwa fototerapi tidak memberikan hasil yang

baik, hanya satu pasien yang memberikan efek yang baik dengan penggunanaan

PUVA dikombinasikan dengan Re-PUVA.

Penggunaan Kortikosteroid sistemik hanya bermanfaat pada

pengobatan jangka pendek fase akut, tapi tidak disarankan pada fase kronik.

2.9 Komplikasi

Pityriasis rubra pilaris dapat menyebabkan keratoderma palmoplantar

yang menyakitkan dan melumpuhkan, Distrofi kuku dapat terjadi.

Erythroderma adalah pola reaksi kulit yang dapat terjadi dalam beberapa

kelainan kulit yang berbeda, paling umum termasuk psoriasis, eksim,

limfoma, reaksi obat, dan pityriasis rubra pilaris. Ini ditandai dengan eritema

umum dan sisik, rambut rontok, dan onikolisis.

Gejala sistemik termasuk malaise, kelelahan, anoreksia, demam, dan

kedinginan. Pasien dengan eritroderma dapat mengalami kelainan

limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, dan elektrolit karena

meningkatnya kehilangan air transepidermal. Gagal jantung dapat terjadi pada

pasien dengan kondisi jantung yang sudah ada sebelumnya

Page | 11
2.10 Prognosis

Setiap jenis pityriasis rubra pilaris memiliki prognosisnya sendiri. Secara

umum, bentuk familial dari penyakit ini mungkin menetap selama hidup, dan

bentuk penyakit yang didapat dapat sembuh secara spontan dalam 1-3 tahun.

Pasien dengan pityriasis rubra pilaris dapat mengalami keratoderma

palmoplantar yang menyakitkan dan melumpuhkan.

Prognosis PRP berdasarkan type :

a. Classical adult onset : Prognosis yang baik. 80% pasien mengalami

remisi spontan dalam 3 tahun

b. Atypical adult onset : Dapat bertahan selama 20 tahun atau lebih

c. Classical juvenile onset : Biasanya kambuh antara 5 dan 10 tahun

d. Circumscribed juvenile : Biasanya kambuh pada massa pubertas

e. Atypical juvenile onset : Terkadang diwariskan; mungkin tumpang

tindih dengan jenis ichthyosis

Page | 12
DAFTAR PUSTAKA

Bruch-Gerharz D, Ruzicka T. Pityriasis rubra pilaris. In : Goldsmith LA, Katz


SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K. Fitzpatrick's
dermatology in general medicine. 8th ed. New York : McGraw-hill ;
2012. Hal. 279.

Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook's textbook of dermatology.

Page | 13
7th ed. Massachusetts : Blackwell science ; 2004. hal. 34.64.

Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology. 3Thed. London: Blackwell


Science; 2002. hal. 67.

Djuanda, A., 2018. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta:

Badan Penerbit FKUI,

Goldsmith, L, A., Stephen, I.K., Barbara, A.G., Amy, S.P., David, J.L., and

Klaus, W., 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th

edition. New York: McGrawHill, p. 2141.

Pangowo, C., et al, 2015. Profil Pioderma Pada Anak Di Poliklinik Kulit Dan

Kelaminrsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari-

Desember 2012. Jurnal e-Clinic (eCl), 3 (1), 218.

Kurniati, Detty dwi.Erdina Hd. 2017. Pitiriasis Rubra Piliaris “Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin” , edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Siregar RS.Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Ed.3th.Jakarta: EGC,

2015.h.241-3.

NORD , 2017 . Pitiaris Rubra Piliaris “https://rarediseases.org/rare-

diseases/pityriasis-rubra-pilaris/”

https://reference.medscape.com/article/1107742-clinical

Tiyas, M., Rochman, B., Kanti, R., 2015. Buku ajar system Integumen.

Semarang: Unimus Press, hal. 9-16.

Page | 14
Kemenkes RI, (2011) profil kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010, Jakarta:

Kemenkes RI.

Wibowo,Daniel. 2008”Anatomi tubuh manusia”. Grasindo: Jakarta

Medscape, 2018. Pityriasis Rubra Pilaris.

https://reference.medscape.com/article/1107742-overview. diakses 10

maret 2019

Gerharz DB, Ruzicka T. Pityriasis rubra pilaris. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest

BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K, editors. Fitzpatrick's th dermatology in

general medicine, 8 ed. New York: The McGraw-Hill Companies. 2012. p.

279-84.

Kurniati DD, Pusponegoro EHD. Pitiriasis rubra pilaris. Dalam: Linuwi S,


Bramono K, Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed.7th.
Jakarta: FKUI, 2016.h.228.

Page | 15
Page | 16

Anda mungkin juga menyukai