Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan maternal adalah salah satu aspek dalam kesehatan reproduksi perempuan,
yang didalamnya menyangkut mortalitas (angka kematian) dan morbiditas (angka kesakitan)
pada wanita hamil dan bersalin, hal ini merupakan masalah besar di negara berkembang
seperti Indonesia. Pernyataan tersebut dapat di perkuat oleh hasil survey berikut. Tahun 2002
AKI (Angka Kematian Ibu) 307/100.000, AKB (Angka Kematian Bayi) 35/ 1000.
· Tahun 2007
Dari data tersebut menjadikan Indonesia sebagai pemilik data AKI terbesar di
ASEAN. Penyebab utama kematian ibu sendiri menurut (WHO) adalah Pendarahan, Retentio
Plasenta, Infeksi, pre-eklamsia, dan prolog labour. Faktor tertinggi kematian ibu adalah
perdarahan, salah satu penyebab perdarahan adalah terlambatnya plasenta keluar melebihi 30
menit setelah bayi dilahirkan, hal ini biasa disebut dengan Retensio Plasenta.
Perdarahan postpartum dini jarang disebabkan oleh retensi plasenta yang kecil, tetapi
plasenta yang sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Inspeksi plasenta
setelah pelahiran harus dilakukan secara rutin, apabila ada bagian plasenta yang hilang uterus
harus dieksplorasi dan plasenta dikeluarkan.

1.2. Batasan Masalah


Makalah yang saya buat ini dibatasi pada hal-hal yang mengenai solusio plasenta.
Tentang definisi Retensio plasenta, etiologi, patofisiologi, gambaran klinik Retensio
plasenta, penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang, , diagnosis, asuhan keperawatan pada
pasien dengan kasus retensio plasenta.

1.3. Rumusan Masalah


a. Apa definisi dari retensio plasenta ?
b. Apa etiologi retensio plasenta?
c. Bagaimana patofisiologi dari retensio plasenta ?
d. Bagaimana gambaran klinik pada pasien dengan retensio plasenta ?
e. Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan retensio plasenta ?
f. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan retensio plasenta ?
g. Apa diagnosis yang akan muncul pada retensio plasenta ?
h. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan solusio plasenta ?
1.4. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian dari retensio plasenta.
b. Untuk mengetahui etiologi dari retensio plasenta
c. Untuk mengetahui patofisiologi dan retensio plasenta.
d. Untuk mengetahui gambaran klinik dari retensio plasenta.
e. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari retensio plasenta.
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk retensio plasenta.
g. Untuk mengetahui diagnosis dari retensio plasenta.
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan retensio plasenta.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Denifisi
Retensio Plasenta adalah tertahannya plasenta atau belum lahirnya plasenta Hingga
atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. (Taufan Nugroho, 2011:158).
Retensio Plasenta adalah plasenta lahir terlambat lebih dari 30 menit (Manuaba, 2007)

2.2 Etiologi
Pada sebagian besar kasus plasenta terlepas secara spontan dari tempat implantasinya
dalam waktu beberapa menit setelah janin lahir. Penyebab pasti tertundanya pelepasan setelah
waktu ini tidak selalu jelas, tetapi tampaknya cukup sering adalah gangguan pelepasan
plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.
Plasenta yang sudah lepas tetapi belum dilahirkan juga merupakan salah satu
penyebab dari retensio plasenta. Keadaan ini dapat terjadi karena atonia uteri dan dapat
menyebabkan perdarahan yang banyak dan adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim.
Hal ini dapat disebabkan karena penanganan kala III yang keliru/salah dan terjadinya
kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta inkaserata).

Berikut ini merupakan klasifikasi Retensio Plasenta menurut tingkat perlekatanya :


1) Plasenta Akreta adalah implantasi plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus terlalu
kuat, vilus/ jonjot korion plasenta melekat ke miometrium.
2) Plasenta inkreta adalah implantasi plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus terlalu
kuat, vilus plasenta benar-benar menginvasi miometrium.
3) Plasenta perkreta adalah implantasi plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus
terlalu kuat, vilus plasenta menembus miometrium.
4) Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
mengakibatkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
5) Plasenta Inkarserata adalah tertahannya pllasenta di dalam kavum uteri, disebabkan
kontriksi ostitum uteri
Tabel : Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta
Separasi/ akreta Plasenta
Gejala Plasenta Akreta
parsial Inkaserata
Konsistensi
Kenyal Keras Cukup
Uterus
2 jari bawah
Tinggi Fundus Sepusat Sepusat
pusat
Bentuk Uterus Diskoid Agak Globuler Diskoid
Perdarahan Sedang-Banyak Sedang Sedikit/tidak ada
Tali Pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi Melekat
Lepas sebagian Sudah lepas
plasenta seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali

2.3 Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah di dalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum
sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan
menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan
terhenti. Pada kondisi retensio plasenta, lepasnya plasenta tidak terjadi secara bersamaan
dengan janin, karena melekat pada tempat implantasinya. Menyebabkan terganggunya
retraksi dan kontraksi otot uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta
menimbulkan perdarahan.

2.4 Penatalaksanaan
a) Retensio plasenta dengan sparasi parsial
1) Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan
yang akan diambil. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk
mengedan. Bila ekspulsi tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
2) Beri drips oksitosin dalam infuse NS/RL. Bila perlu kombinasikan
dengan misoprostol per rectal. (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin
karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta
terperangkap dalam kavum uteri)
3) Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual
plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya
perforasi dan perdarahan. Lakukan trasnfusi darah apabila di perlukan.
4) Beri antibiotika profilaksis (ampisilin IV/ oral + metronidazol
supositoria/oral)
5) Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi syok
neurogenik.

b) Plasenta inkaserata
1) Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan
pemeriksaan.
2) Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan
kontriksi serviks dan melahirkan plasenta.
3) Pilih fluethane atau eter untuk kontriksi serviks yang kuat, siapkan drips
oksitosin dalam cairan NS/RL untuk mengatasi gangguan kontraksi yang
diakibatkan bahan anestesi tersebut.
4) Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilakukan cunam
ovum, lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plsenta.
Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital,
kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca tindakan. Tambahan
pemantauan yang di perlukan adalah pemantauan efek samping atau komplikasi
dari bahan –bahan sedative, analgetika atau anastesi umum misalnya mual,
muntah, hipo/ atonia uteri, pusing/ vertigo, halusinasi, mengantuk

c) Plasenta akreta
1) Tanda penting untuk diagnosis pada pemerisaan luar adalah ikutnya
fundus atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit
di tentukan tepi plasenta karena imolantasi yang dalam.
2) Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah
menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit
rujukan karena kasus ini memerlukan operatif bagan.

d) Sisa plasenta
1) Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan
pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa
plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar
pasien akan kemabali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan
perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi
uterus
2) Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis.
Antibiotika yang di pilih adalah ampisilin IV dilanjutkan oral
dikombinasikan dengan metronidazol supositoria.
3) Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan
bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh
instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuretase.
4) Bila kadar Hb<8g/dL berikan transfuse darah. Bila kadar Hb> 8g/ dL,
berikan ferosus.
Pada kelainan yang luas, perdarahan menjadi berlebihan sewaktu
dilakukan upaya untuk melahirkan plasenta. Pada sebagian kasus plasenta
menginfasi ligamentum latum dan seluruh serviks (Lin dkk., 1998).
Pengobatan yang berhasil bergantung pada pemberian darah pengganti
sesegera mungkin dan hampir selalu dilakukan tindakan histerektomi (operasi
pengangkatan rahim).
Pada plasenta akreta totalis, perdarahan mungkin sangat sedikit atau
tidak ada. Paling tidak sampai di lakukan upaya pengeluaran plasenta secara
manual. Kadang-kadang tarikan tali pusat dapat menyebabkan inversion uteri.
Inversion uteri adalah uterus terputar balik sehingga fundus uteri terapat
dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Inversion uteri paling
sering menimbulkan perdarahan akut yang mengancam nyawa.

2.5 Gejala Klinis


a. Anamnesis,
meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai
episode perdarahan post partum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
polihidramnion.Serta riwayat postpartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara
spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.

b. Pada pemeriksaan pervaginam,


plasenta tidak ditemukandidalam kanalis servikalistetapi secara parsial atau
lengkap menempel di dalam uterus.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb)
dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit.
Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time
(PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan
Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT).
Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

2.7. Komplikasi
Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi / komplikasi
yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure yang
berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah apabila
ditemukan plasenta akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus desidua dan memasuki
miometrium dan tergantung dari dalamnya tembusan itu dibedakan antara plasenta inakreta
dan plasenta perkreta. Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk dilepaskan melainkan
sepotong demi sepotong dan disertai dengan perdarahan. Jika disadari adanya plasenta akreta
sebaiknya usaha untuk mengeluarkan plasenta dengan tangan dihentikan dan segera
dilakukan histerektomi dan mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio
placenta adalah sebagai berikut:
a. Identitas klien
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu,
riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas)
b. Keluhan Utama
Klien mengatakan panas
c. Sirkulasi :
1) Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai kehilangan
darah bermakna)
2) Pelambatan pengisian kapiler
3) Pucat, kulit dingin/lembab
4) Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
5) Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
6) Haemoragi berat atau gejala syok diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
d. Eliminasi:
Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina.
e. Nyeri/Ketidaknyamanan :
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta
tertahan) dan nyeri uterus lateral.
f. Keamanan :
Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi)
Dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia
mayora/labia minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie,
ekstensi episiotomi kedalam kubahvagina, atau robekan pada serviks.
g. Seksualitas :
1) Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen
placentayang tertahan)
2) Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel,
polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa. Pemeriksaan fisik
meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi).
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Risiko tinggi terhadap deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang di butuhkan untuk pengiriman oksigen/ nutrient ke sel.
c. Risiko sepsis berhubungan dengan infeksi pada pengambilan placenta.
d. Gangguan aktifitas berhubungan dengan penurunan sirkulasi, kelemahan.
e. Kecemasan berhubungan dengan tindakan invasive.

3.3 Intervensi
a. Diagnosa 1 : Risiko tinggi terhadap deficit volume cairan berhubungan
dengan perdarahan
Tujuan : Agar tidak terjadi deficit volume cairan, seimbang antara inteks
dan output baik jumlah maupun kualitas.
Intervensi :
a) Kaji kondisi status hemodinamika,
R/ Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan
kebutuhan penggantian.
b) Pantau pemasukan dan pengeluaran ciran harian
R/ Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan.
Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30-50 ml/jam
atau lebih besar.
c) Observasi nadi dan tekanan darah
R/ Hal ini dapat menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok. Perubahan pada
tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun
sampai 30 - 50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
d) Berikan diet makanan berstektur halus
R/ mudah untuk diabsorbsi sistem pencernaan sehingga tidak membutuhkan
energi banyak untuk metabolisme.
e) nilai hasil lab HB/HT
R/ Membantu dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml darah membawa
0,5mgHb.
f) Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi
R/ untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.

b. Diagnosa 2 : Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan


komponen seluler yang di butuhkan untuk pengiriman oksigen/
nutrient ke sel.
Tujuan : Agar tidak terjadi perubahan perfusi jaringan selama perawatan
perdarahan
Intervensi :
a) kaji tanda vital, warna kulit dan ujung jari.
R/ memastikan bahwa tidak adanya perfusi jaringan
b) Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh.
R/ Suhu lingkungan dan tubuh berpengaruh dalam vascular, apabila suhu tubuh
rendah maka akan membuat vascular kontriksi sehingga dapat menghambat
distribusi nutrient dan oksigen
c) Nilai hasil lab hb/ ht dan jumlah sel darah merah.
R/ Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak
system imun
d) Berikan sel darah merah dan tambahan o2 sesuai indikasi.
R/ penggantian sel darah merah yang hilang dan memaksimalkan ketersediaan
oksigen untuk transpor sirkulasi kejaringan.

c. Diagnosa 3 : Risiko sepsis berhubungan dengan infeksi pada pengambilan


placenta.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dirumah sakit
di harapkan tidak terjadi peningkatan suhu
Intervensi :
a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab panas
R/ Klien dan keluarga mengerti tentang penyebab panas
b) Anjurkan kompres air hangat
R/ Air hangat bias mendilatasi pori – pori
c) Anjurkan klien memakai pakaian yang tipis
R/ Pakaian yang tipis bias meningkatkan evaporasi
d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic
R/ Antibiotic akan membunuh bakteri dan kuman

d. Diagnosa 4 : Gangguan aktifitas berhubungan dengan penurunan sirkulasi,


kelemahan.
Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi :
a) kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktifitas
b) kaji pengaruh aktifitas terhadap kondisi uterus
c) bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktifitas sehari-hari
d) bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai kondisi klien
e) evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktifitas

e. Diagnosa 5 : Kecemasan berhubungan dengan tindakan invasive.


Tujuan : klien mampu beradaptasi dengan tindakan yang dilakukan
Intervensi :
a) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada pasien melalui keluarga
b) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut pasien terhadap perawat dan lingkungan RS
c) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan
pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri pasien akan keberanian dan kemampuannya
d) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal
maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman
pada klien

DAFTAR PUSTAKA
Prawirohadjo, Sarwono. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta
:Yayasan Bina Pustaka

JNPK – KR. 2008. Asuhan persalinan normal. Jakarta IBI. 2006. Bidan Menyonsong Masa
Depan.Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia

Manuaba.2007. Pengantar kuliah obstetric. Jakarta : buku kedokteran EGC


Kepmenkes Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Registrasi Dan Praktek Bidan.

Anda mungkin juga menyukai