Anda di halaman 1dari 18

Pengertian

HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang system
kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS,
sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam
waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi
imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang
sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia
(H. JH. Wartono, 1999 : 09).
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh (dr. JH.
Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).

ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV, yang
nama ilmiahnya di sebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang berupa agen viral yang di
kenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap
limfosit.

Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-sahara. Penularan
HIV diduga berasal dari kera hijau Afrika yang mengidap SIV tetapi banyak yang tidak sakit,
namun menyebabkan simian AIDS pada kera di Asia. AIDS pertama dilaporkan pada tanggal 5
juni 1981 di Los Angeles oleh Centers for Desease Control and Prevention (Amerika serikat).
Spesies HIV yang menginfeksi manusia yaitu HIV-1 dan HIV-2:

1) HIV-1
Lebih mematikan, mudah masuk kedalam tubuh sumber mayoritas infeksi HIV di dunia.
Berasal dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang di temukan di kamerun selatan.
2) HIV-2
Sulit dimasukan, kebanyakan berada di Afrika barat. Berasal dari sooly mangabey
(Cercocebusatys), monyet dari guinae bissau, gabon, dan kamerun.

Banyak ahli berpendapat, bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan
primata lainnya.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun,
diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi
neurologist.
PROSES PENULARAN HIV AIDS
Cara penularan HIV:
1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi. Kondom
adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah.
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah tersebut belum
dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.
3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah
terinfeksi.
4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan atau
persalinan dan juga melalui menyusui.

Penularan secara perinatal


1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang dikandungnya.
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi
kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada
bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam kandungan atau juga melalui
ASI
4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI

Kelompok resiko tinggi:


1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
ANATOMI FISIOLOGI
1.Gentalia Eksterna

(Buku Panduan Materi Kesehatan Reproduksi,2015)

a. Rambut Kemaluan (Mons Pubis)

Bagian yang menonjol meliputi simphisis yang terdiri dari jaringan dan lemak, area ini mulai
di tumbuhi buku (pubis hair) pada masa pubertas.Batas atasnya melintang sampai pinggir atas
simphisis, sedangkan klebawah sampai sekitar anus dan paha.
 Fungsi:Sebagai bantal pada waktu hubungan seks.
b. Labia Mayora

Kelanjutan dari mons pubis, dan berbetuk lonjong. Kedua bibir ini bertemu dibagian bawah
dan membentuk perineum. Labia mayora bagioanj liar tertutup rambut, yang merupakan
kelanjutan dari rambut mons veneris. Ukuran labia mayora pada wanita dewasa panjang 7-8
cm, lebar 2-3 cm tebal 1-1,5 cm. Pada anak-anak kedua labia mayora sangat berdekatan.

 Fungsi:Menutupi organ-organ genitalia di dalamnya dan menjaga kelembapan vagina


bagian luar.

c. Labia Minora

Bibir kecil yang merupakan lipatan bagian dalam bibir besar (labia mayora), tanpa rambut.
Setiap l;abia minora terdiri dari suatu jaringan tipis yang lembab dan berwarna kemerahan.
Bagian atas labia minora akan bersatu membentuk preputium dan frenulumclitoridis.

 Fungsi: Untuk menutupi organ-organ di bagian dalam.

d. Klitoris

Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erketil. Terdiri dari glans,corpus
dan dua buah crura, dengan panjang rata-rata tidak melebihi 2 cm.

 Fungsi: Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan


seksual.

e. Vestibulum

Merupakan rongga yang berada antara bibir kecil (labia minora) pada vestibula terdapat 6 buah
lubang orivisium,uretra eksterna, introiutus vagina, dua buah mura kelenjar bartolini, dan dua
buah muara parauretra.

 Fungsi: Didalam vestibulum terdapat kelenjar bartolini dengan fungsi untuk


mengsekresikan cairan mukoid ketika terjadi rangsangan seksual
f. Hymen (Selaput Darah)

Terdiri dari jaringan ikat,kolagen dan elastis. Lapisan tipis ini yang menutupi sebagian besar
liang senggama, tengahnya berlubang sehingga kotoran menstruasi dapat mengalir
keluar.Bentuk dari hymen dari masing-masing wanita berbeda-beda, ada yang berbentuk
seperti bulan sabit, konsistensi yang kaku dan ada yang lunak,lubangnya ada yang seujung
jari,ada yang dapat di lalui satu jari.

 Fungsi utama himen adalah sebagai penilaian terhadap keperawanan seorang wanita.
Himen mudah robek berbentuk lingkaran, maka dari itu himen akan robek pada saat
pertama kali melakukan hubungan s*ksual dan mengeluarkan darah.
g. Perineum
Terletak diantara vulva dan anus, panjangnya ≥ 4 cm. Dibatasi oleh otot-otot
muskuluslevator ani dan muskulus coccygeus. Otot-otot berfungsi untuk menjaga kerja
dari sphyncter ani.
 Fungsi: Mereka memainkan peran penting dalam berkemih, buang air besar, hubungan
seksual dan melahirkan.

2. Genetalia Interna

a. Vagina
Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva. Vagina
terletak diantara kandung kemih dan rektum. Panjang bagian depanya sekitar 9 cm dan dinding
belakangnya sekitar 11 cm bagian serviks yang menonjol kedalam di sebut portio.

 Fungsi: Saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi, alat
hubungan seks, dan jalan lahir pada waktu persalinan.
b. Uterus

Merupakan jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor dan diantara kandung kemih dan
rektum. Dinding belakang,depan, dan atas tertutup peritonium, sedangkan bagain bawah
berhubungan dengan kandung kemih. Dinding uterus terdiri dari 3 lapisan yaitu:

1. Peritonium

Meliputi dinding rahim bagian luar. Menutupi bagian luar uterus. Peritonium meliputi tuba dan
mencapai dinding abdomen.

2. Lapisan Otot

Lengkungan serabut otot ini membentuk angka 8 sehingga saat terjadi kontraksi pembulu darah
terjepit rapat, dengan demikian pendarahan dapat terhenti.Bgaian rahim yang terletak antara
osteum uteri internum anantomikum, yang merupakan batas dari kavum uteri dan kanalis
servikalis dengan osteum uteri histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir kavum
uteri menjadi selaput lendir serviks) diisebut isthmus.

3. Endometrium

Pada endometrium terdapat lubang kecil yang merupakan muara dari kelenjar endometrium.
Variasi tebal, tipisnya, dan fase pengeluaran lendri endometrium ditentukan oleh perubahan
hormonan dalam siklus menstruasi.

 Fungsi: pada setip bulan berfungsi dalam siklus haid, tempat janin tumbuh kembang,
dan berkontraksi terutama sewaktu beralin dan sesudah bersalin.

c. Tuba Falopii

Tuba falopii merupakan tubulo-muskuler dengan panjang 12 cm dan diamter 3-8 ml.
 Fungsi: Untuk menangkap ovum yang di lepaskan saat ovulasi, sebagai saluran dari
spermatozoa ovum dan hasil konsepsi, tempat terjadinya konsepsi, dan tempat
pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai bentuk blastula yang
siap melakukan implantasi.
d. Ovarium

Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak di kiri dan kanan uterus dibawah tuba
uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus.Setiap bulan sebuah
folikel berkembang dan sebuah ovum di lepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari ke 14)
siklus menstruasi.

 Fungsi: Memproduksi ovuum, memproduksi hormon estrogen dan memproduksi


progesteron.

PATOFISIOLOGI
Infeksi HIV dapat berasal dari wanita hamil pada anaknya dan sejak hamil, saat kelahiran
maupun saat menyusui. Jika virus HIV masuk kedalam tubuh, akan meresap pada sel reseptor
terhadap virus HIV yang terdapat pada permukaan sel limfosit sel T helper, monosit, makrofag.
HIV merusak sel limfosit T helper secara bertahap dengan cara RNA yang ada dalam tubuh akan
diubah menjadi DNA oleh enzyme transcrytase yang paling dimiliki HIV. DNA provirus itu
kemudia diintegrasikan kedalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen
virus. HIV cenderung menyerang sel-sel tertentu yaitu sel-sel yang mempunyai permukaan CD4,
terutama limfosit T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan
system kekebalan tubuh. Selain limfosit T4, Virus juga dapat menginfeksi sel monosit dan
makrofag, sel langerhans pada kulit, sel retina, sel dendrite folikuler pada kelenjar limfe, makrofag
pada alveoli paru, sel serviks uteri, dan sel microglia otak. Virus yang masuk pada limfosit T4
selanjutnya mengadakan replika sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel
limfosit itu sendiri.

HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis
dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurapan bertahap bersamaan
dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.

HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan peran kritis
dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pemgurangan bertahap
bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan
penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu
sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen;
penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral pejamu dan kematian atau
disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat
meninfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit
CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperan sebagai reservoir
virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan
menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel kromafin
mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus
yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak
organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi
virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.

Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terahkir, meskipun “priode
inkubasi” atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat dari pada
infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi
imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenan dengan fungsi selB;
hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara anak-
anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan.
Ketidak mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin
secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperan pada infeksi dan
keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4
sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkolerasi dengan status simtomatik.
Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit yang nornmal, dan 15%
pasien dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang
normal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang
berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan
frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.
PROSES PENULARAN DARI IBU KE JANIN
1. Periode Prenatal
Timbulnya HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat (Minkoff, 1987). Sejarah
kesehatan, uji fisik dan tes laboratorium harus merefleksikan pengharapan ini jika wanita dan
bayinya menerima perawatan yang tepat. Para wanita yang termasuk dalam kategori beresiko
tinggi terhadap infeksi HIV mencakup:
a. Wanita dan atau pasangannya yang berasal dari wilayah geografis dimana HIV merupakan
sesuatu yang umum.
b. Wanita dan atau pasangannya yang menggunakan obat-obatan yang disuntikkan melalui
pembuluh darah.
c. Wanita yang menderita STD tetap dan kambuhan.
d. Wanita yang menerima tranfusi darah dari pengidap HIV.
e. Wanita yang yakin bahwa dirinya mungkin terjangkit HIV.
Tes HIV sebaiknya ditawarkan kepada wanita beresiko tinggi pada awal mereka memasuki
perawatan prenatal. Namun, soronegativitas pada uji prenatal pertama bukan jaminan untuk titer
negative yang berlangsung. Misalnya, seorang wanita berusia 24 tahun yang mendapatkan
perawatan prenatal selama 8 minggu mempunyai hasil tes western blot yang negative. Namun,
setelah terinfeksi HIV, serum antibody membutuhkan waktu sampai 12 minggu untuk
berkembang. Tes western blot harus diulangi dalam 1 atau 2 bulan dan pada trimester ketiga. Tes
prenatal rutin dapat membantu mengidentifikasi wanita yang terinfeksi HIV (Foster, 1987; Kaplan
et al, 1987; Minkoff, 1987; Rhoads et al, 1987).
Tes ini juga dapat mengungkap Gonhorhea, Siphilis, Herpes yang tetap dan menjadi lebih
lama, C.Trakomatis, Hepatic B, Micobacterium tuberculosis, Candidiasis (oropharingeal atau
infeksi Vagian Chronic), Cytomegalo Virus (CMV), dan Toxophlasmosis. Sekitar separuh
penderita AIDS mengalami peningkatan titer CMV. Karena masuknya penyakit CMV memiliki
bahaya yang serius terhadap janin, para wanita hamil dianjurkan dengan yang terinfeksi HIV.
Sejarah vaksinasi dan kekebalan telah didokumentasikan. Titer untuk cacar dan rubella ditentukan
dan tes kulit tuberkulosa (Derivasi protein yang dimurnikan/puriviet protein derivatif (PPD)) telah
dilakukan vaksinasi sebelumnya dengan vaksin rekonbivak Hb dicatat karena vaksin tersebut
berisi produk darah manusia (Vaksin ini sekarang bebas dari darah manusia dan produk-produk
darah). Wanita dapat menjadi calon yang menerima Rho D Imunoglobulin. Penularan HIV belum
ditemukan adanya vaksin Rh. Proses persiapan melibatkan alcohol ethyl yang membuat virus tidak
aktif. Vaksin ini dibuat dari darah yang diambil dari kelompok donor regular yang tidak dikenali.
Darah yang digunakan untuk memproduksi vaksin menjalani tes darah yang dapat mendeteksi
darah adanya HIV (Francis, Chin, 1987, MMWR, 1987). Beberapa ketidaknyamanan yang
dihadapi pada masa prenatal (seperti kelelahan, anoreksia, dan penurunan berat badan)
menyiratkan tanda-tanda dan gejal-gejala infeksi HIV.
Diagnosa yang berbeda-beda terhadap seluruh keluhan dan gejala infeksi yang disebabkan
kehamilan dibenarkan. Tanda-tanda utama infeksi HIV yang semakin memburuk mencakup
turunnya berat badan lebih dari 10% dari berat badab sebelum kehamilan, diare kronis lebih dari
1bulan dan demam (kambuhan atau konstan) selama lebih dari 1 bulan. Untuk mendukung system,
wanita hamil harus mendapat nutrisi yang optimal, tidur, istirahat, latihan, dan reduksi stress. Jika
infeksi HIV telah didiagnosa, wanita tersebut diberitahukan mengenai konsekwensi yang mungkin
terjadi pada bayi.
2. Periode Intrapartum
Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara substansial untuk infeksi
tanpa gejala dengan HIV (Minkoff,1987). Cara kelahiran didasarkan hanya pada pertimbangan
obstetric karena virus melalui plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama pencegahn penyebaran
HIV nosocomial dan perlindungan terhadap pelaku perawatan. Resiko penularan HIV dianggap
rendah selama kelahiran vaginal.. EPM (Elektrinic Fetal Monitoring) eksternal dilakukan jika
EPM diperlukan. Terdapat kemungkinan inokulasi virus ke dalam neonatus jika dilakukan
pengambilan sempel darah pada bayi dilakukan atau jika elektroda jangat kepala bayi diterapkan.
Disamping itu, seseorang yang melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular virus HIV.

3. Periode Postpartum.
Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama periode postpartum yang dapat
dilakukan pada wanita yang terinfeksi HIV. Walaupun periode postpartum pertengahan tercatat
signifikan (update, 1987), tindak lanjut yang lebih lama telah mengungkap frekwensi penyakit
kilinis yang tinggi pada ibu-ibu yang anaknya menderita penyakit (Skott, 1985; Minkoff et al,
1987). Tindakan pencegahan universal dilakukan terhadap ibu dan bayi, seperti yang dilakukan
terhadap semua pasien. Wanita dan bayinya diarahkan pada dokter yang berpengalamn dalam
pengobatan AIDS dan keadaan-keadaan yang menyertainya. Pengaruh infeksi pada bayi dan
neonatal mungkin tidak jelas. Karena virus yang melalui plasenta, darah di tali pusat akan
menunjukkan antibody HIV baik apabila bayi terinfeksi ataupun tidak. Selama itu antibody yang
melalui palang plasenta mungkin tidak terdapat pada bayi yang tidak terinfeksi sampai usia 15
bulan. Ketika infeksi HIV menjadi aktif banyak infeksi lain yang biasa menyertai pada orang
dewasa terjadi pada bayi. Komplikasi yang menyertai infeksi HIV pada bayi mencakup
Enchephalopati, Microchephalli, Defisit Kognitif, system saraf pusat (CNS/central nervous
system) Lhympoma, Cerebro Vaskuler Accident, gagal pernapasan dan Lhympaclenophaty.

TANDA dan GEJALA


1. Gejala mayor
a. BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis
d. Demensia / HIV Ensefalopati
2. Gejala minor
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalist
c. Adanya herpes zoster yang berulang
d. Kandidiasis orofaringeal
e. Herpes simplex kronik progresif
f. Limfadenopati generalist
g. Infeksi jamur berulang pada kelamin wanita
h. Retinitis Cytomegalovirus
i. Anemia

KOMLPIKASI PENYAKIT HIV-AIDS


Ketika ibu hamil sudah terkena viru HIV-AIDS sistem kekebalan tubuh akan melemah di mana virus
ini langsung menyerang CD4 dan menyebaban virus virus lain masuk kedalam tubuhn. Sehingga
menyebabkan banyak komplikasi penyakit di semua sistem organ.
Misalkan Pada Gastrointerstinal : Tipes
Sistem Pernapasan : TB, CA Paru, Asma dan penyakit-penyakit lainya.
Hepar : Hepatitis B dll

PENATALAKSANAAN MEDIS
. Penatalaksanaan
Pengalaman program yang signifikan dan bukti riset tentang HIV dan pemberian makanan
untuk bayi telah dikumpulkan sejak rekomendasi WHO untuk pemberian makanan bayi dalam
konteks HIV terakhir kali direvisi pada tahun 2006. Secara khusus, telah dilaporkan bahwa
antiretroviral (ARV) intervensi baik ibu yang terinfeksi HIV atau janin yang terpapar HIVsecara
signifikan dapat mengurangi risiko penularan HIV pasca kelahiran melalui menyusui. Bukti ini
memiliki implikasi besar untuk bagaimana perempuan yang hidup dengan HIV mungkin dapat
memberi makan bayi mereka, dan bagaimana para pekerja kesehatan harus nasihati ibu-ibu ini.
Bersama-sama, intervensi ASI dan ARV memiliki potensi secara signifikan untuk meningkatkan
peluang bayi bertahan hidup sambil tetap tidak terinfeksi HIV.
Dimana otoritas nasional mempromosikan pemberian ASI dan ARV, ibu yang diketahui
terinfeksi HIV sekarang direkomendasikan untuk menyusui bayi mereka setidaknya sampai usia
12 bulan. Rekomendasi bahwa makanan pengganti tidak boleh digunakan kecuali jika dapat
diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan dan aman (AFASS).
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load rendah sehingga jumlah virus yang ada
dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV. Obat yang bisa dipilih untuk
negara berkembang adalah Nevirapine, pada saat ibu saat persalinan diberikan 200mg dosis
tunggal, sedangka bayi bisa diberikan 2mg/kgBB/72 jam pertama setelah lahir dosis tunggal. Obat
lain yang bisa dipilih adalah AZT yang diberikan mulai kehamilan 36 minggu 2x300mg/hari dan
300mg setiap jam selama persalinan berlangsung.
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) maka
terapinya yaitu :
1. Pengendalian infeksi oportunistik. Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan pemulihan
infeksi opurtuniti, nosokomial atau sepsis, tindakan ini harus di pertahankan bagi pasien di
lingkungan perawatan yang kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin). Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat
enzim pembalik transcriptase.
3. Terapi antiviral baru. Untuk meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi
virus atau memutuskan rantai reproduksi virus pada proses nya. Obat- obat ini adalah : didanosina,
ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4 dapat larut.
4. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron.
5. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat replikasi
HIV.
6. Rehabilitas. Bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis, membantu mengubah
perilaku risiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara
hidup sehat dan mempertahankan kondisi tubuh sehat.
7. Pendidikan. Untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang sehat, hindari
stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi imun. Edukasi ini juga bertujuan
untuk mendidik keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak mengidap AIDS
dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Biodata Klien
2. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur
kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang
yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus
dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan
dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa
penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang
saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta
terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma, kortikosteroid, globulin anti
limfosit, disfungsi timik congenital.
Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein liosing enteropati
(peradangan usus)
3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)
a) Aktifitas / Istirahat
- Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
- Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD,
frekuensi Jantun dan pernafasan ).

b) Sirkulasi
- Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
- Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis,
perpanjangan pengisian kapiler.
c) Integritas dan Ego
- Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari
doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
- Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
d) Eliminasi
- Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri
panggul, rasa terbakar saat miksi
- Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan
abdominal, lesi atau abses rectal, perianal, perubahan jumlah, warna dan karakteristik urine.
e) Makanan / Cairan
- Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
- Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
f) Hygiene
- Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
- Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g) Neurosensoro
- Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan
otot,tremor,perubahan penglihatan.
- Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h) Nyeri / Kenyamanan
- Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
- Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.
i) Pernafasan
- Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
- Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
j) Keamanan
- Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam
berulang,berkeringat malam.
- Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar
limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
k) Seksualitas
- Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya libido, penggunaan pil
pencegah kehamilan.
- Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
l) Interaksi Sosial
- Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya trauma AIDS.
- Tanda : Perubahan interaksi.

4. Pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes
dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
Serologis
- Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan
merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 )
mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

Neurologis
- EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
- Tes Lainnya
- Sinar X dada
- Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi
lain
- Tes Fungsi Pulmonal
- Deteksi awal pneumonia interstisial
- Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
- Biopsis
- Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
- Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun
dugaan kerusakan paru-paru

Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan
bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12
minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang
terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif,
kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah
memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985
Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human
Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
- Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan
bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang
yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut
seropositif.
- Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan
seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
- Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
ANSIETAS
HIPERTERMI
RESIKO DEFISIT NUTRISI

Anda mungkin juga menyukai