Anda di halaman 1dari 19

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................... 1


BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 2
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 2

B. Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................ 4

A. Definisi ........................................................................................................................... 4
B. Etiologi ........................................................................................................................... 5
C. Patoflowdiagram ........................................................................................................... 6
D. Manifestasi Klinis..........................................................................................................6
E. Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................................9
F. Penatalaksanaan............................................................................................................11
G. Komplikasi……………...............................................................................................12

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................................. 15

A. Pengkajian ................................................................................................................... 15
B. Diagnosa Keperawatan.................................................................................................16
C. Intervensi Keperawatan................................................................................................16

BAB IV PENUTUP ................................................................................................................ 18

A. Kesimpulan ................................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 19

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah DBD disertai
dengan renjatan/shock . Dengue adalah athropod-borne viral (arboviral) yang paling sering
menyerang manusia. Secara global, 2,5-3 miliar jiwa yang tinggal di 112 negara tropis dan
subtropis memiliki risiko untuk terserang demam dengue dan demam berdarah dengue. Setiap
tahun sekitar 50-100 juta jiwa terinfeksi virus ini .

Virus dengue ditransmisikan melalui nyamuk betina yang kebanyakan dengan spesies Aedes
aegypti, maupun Aedes albopictus walaupun lebih jarang. Penyakit ini menyebar di seluruh
wilayah tropis, yang dipengaruhi dengan keadaan cuaca lokal seperti curah hujan, suhu, dan juga
tingkat populasi yang tidak terjaga jumlahnya. Penyakit demam berdarah dengue dikenal pertama
kali pada tahun 1950-an, dimana pada saat itu menjadi epidemi di Filipina dan Thailand. Saat ini
dengue sudah menyebar hampir keseluruh negara-negara Asian dan Amerika latin dan menjadi
salah satu penyebab tersering rawat inap dan kematian pada anak-anak di negara-negara tersebut.
Sebelum tahun 1970. hanya 9 negara yang mengalami wabah DOD, namun sekarang DBD
menjadi penyakit endemik pada lebih dan 100 negara, di antaranya adalah Afrika, Amerika,
Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat
memitiki angka tertinggi kasus DBD. Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat
telah melewati 1,2 juta kasus di tahun 2008 dan Iebih dan 2,3 juta kasus di 2010.Pada tahun 2013
dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika. dimana 37.687 kasus merupakan DBD
berat (WHO, 2014).

Saat ini bukan hanya terjadi peníngkatan jumlah kasus DBD, tetapi penyebaran di luar
daerah tropis dan subtropis, contohnya di Eropa. transmisi lokal pertama kali dilaporkan
di Perancis dan Kroasia pada tahun 2010. Pada tahun 2012, terjadi Iebih dart 2.000 kasus
DBD pada Iebih dan 10 negara di Eropa. Setidaknya 500000 penderita DBD
memerlukan rawat map setiap tahunnya, dimana proporsi penderita sebagian besar
adalah anak.anak dan 2,5% di antaranya dilaporkan mening9aldunia (WHO, 2014).
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan satah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia. Seining dengan meningkatnya mobilitas dan
kepaciatan penduduk. jumlah pendenita dan luas daerah penyebarannya semakin
2
bertambah. Di Indonesia, demam berdarah pertama kah ditemukan di kota Surabaya pada
tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang di antaranya meninggal
dunia, dengan Angka Kematian (AK) mencapai 41 ,3%. Sejak saat ¡tu. penyakit ¡ni
menyebar luas ke seluruh Indonesia (Kementerian Kesehatan, 2010).

B. Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui definisi DHF
2. Agar mahasiswa mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak DHF
3. Agar mahasiswa mengetahui perjalanan penyakit DHF

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Demam berdarah dangue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh satu dari
empat virus dangue berada dan ditularkan melalui nyamuk terutama aides aegypti dan
aedes albopictus yang ditemukan didaerah tropis dan subtropis diantaranya kepulauan
Indonesia hingga bagian utara Australia (Vyas,2013)
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD)/dengue haemorrhagic fever
(DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue, yang merupakan
penyakit infeksi tropis. Manifestasi klinis pada pasien DHF demam, nyeri otot dan nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik. Pada BDB/DHF terjadi perembasan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh
(Sudoyo, 2007 dalam buku Nurarif, 2013).
Demam Dengue dikenal juga dengan “break bone fever” ditandai dengan demam onset akut 3-
14 hari setelah terinfeksi nyamuk3. Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue
(DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah DBD disertai dengan renjatan/shock (Tanto,2014)
Pada banyak daerah tropis dan subtropis, penyakit DBD adaiah endemik yang muncul
sepanjang tahun, terutama saat musim hujan ketika kondisi optimal untuk nyamuk
berkembang biak Biasanya sejumlah besar orang akan tertnfeksi dalam waktu yang
singkat (wabah)(CDC.2010).
Keempat virus dengue menginfeksi manusia di daerah Afnka dan Asia Tenggara sejak
100 800 tahun yang lalu. Virus dengue berkembang pesat pada perang dunia ke-2 dimana
penyebaran nyamuk terjadi secara massai bersama dengan pengiriman barang yang
berperan dalam penyebaran global DBD (CDC, 2010).

4
B. Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk kedalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
yang memiliki diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4x10^6. Terdapat 4 serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4
yang semuanya dapat menyebabakan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 yang terbanyak. Terdapat
reaksi silang antar serotipe dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese
encephalitis, dan West NiLe Virus .
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar, dan primata. Survei epidemiologi pada hewan ternak
didapatkan antibodi dengue pada kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada arthropoda

5
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhyncites.

6
D. Manifestasi Klinis
Pasien dengue akan memiliki riwayat tinggal atau bepergian ke daerah yang endemik
dengan virus dengue. Masa inkubasi 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Gejala yang muncul
lebih dari 2 minggu setelah pasien kembali dari daerah endemik kemungkinan bukan
disebabkan virus dengue. Kebanyakan pasien mengalami gejala prodromal seperti
mengiggil, bintik-bintik merah pada kulit, dan wajah yang kemerahan (flush). Gejala
prodromal ini biasa bertahan selama 2-3 hari. Anak-anak berusia dibawah 15 tahun
biasanya memiliki riwayat demam yang tidak spesifik, yang bisa disertai dengan
maculopapular rash. Gejala klasik demam dengue dimulai dari demam onset tiba-tiba,
menggigil dan nyeri hebat pada sendi-sendi tubuh, nyeri pada kepala, punggung, dan
ekstremitas, dan juga gejala lainnya. Demam dapat berlangsung selama 2-7 hari dan
dapat mencapai 41oC, demam turun dalam satu hari dan tinggi kembali, demam seperti
ini disebut demam tapal kuda (saddleback fever). Demam yang berlangsung lebih lama
dari 10 hari biasanya bukan merupakan manifestasi dengue. Manifestasi lainnya dapat
berupa:

 Sakit kepala.
 Nyeri retro-orbital.
 Nyeri pada seluruh tubuh (arthalgia, myalgia) General body pain (arthralgias,
myalgias)
 Mual dan muntah (diare jarang terjadi)
 Bercak kemerahan
 Lemah dan lemas
 Perubahan rasa pengecapan
 Anorexia
 Sore Throat
 Manifestasi perdarahan ringan ( peteki, gusi berdarah, epistaksis, menoragia, dan
hematuria)
Limfadenopati.

Terdapat 3 fase pada penyakit demam berdarah dengue, yaitu :

a. Fase febril pada DBD ditandai dengan naiknya suhu tubuh hingga ≥40oC, hal
ini dikarenakan terjadinya viremia. Pada fase ini DBD dapat bermanifestasi
seperti demam dengue. Manifestasi perdarahan yang terjadi berupa perdarahan

7
ringan seperti pada demam dengue. Viremia dengue ini puncaknya pada 3-4
hari pertama setelah onset demam, tetapi kemudian viremia menghilang
sehingga tidak terdeteksi setelah beberaa hari. Tingkat viremia dan demam
biasanya saling berbanding lurus, dan nilai IgM antibodi dengue meningkat
setelah demam menghilang.
b. Fase kritis, pada fase demam turun merupakan fase kritis dimana terjadinya
kebocoran plasma dari pembuluh darah ke intersisial sehingga dapat
memunculkan efusi pleura dan asites pada kavitas abdomen, pada pasien yang
sudah terjadi kebocoran plasma, maka harus di monitor secara ketat untuk
menilai keadaan hemodinamik pasien, karena pada fase ini bisa terjadi syok
seperti takikardi, nadi yang teraba lemah, ekstremitas terasa dingin, dan
menyempitnya selisih antara sistol dan diastol (<20mmHg), memanjangnya
.
waktu pengisian kapiler (>2 detik) dan menurunnya urin output (oliguria)
Warning sign termasuk nyeri pada abdomen, muntah persisten, dan perubahan
suhu tubuh yang nyata (dari demam ke hipotermia), manifestasi perdarahan,
atau perubahan status mental (Iritabilitas, kelemahan dan obtundasi). Pasien
juga dapat mengalami tanda-tanda syok, seperti kulit teraba dingin, nadi teraba
lemah, dan penyempitan sistolik dan diastolik. Pasien dengan gejala-gejala
tersebut harus segera dibawa ke rumah sakit.
c. Fase konvalesen terjadi dengan komplit tetapi lambat,dengan gejala fatigue
dan kelelahan dapat terus ada hingga demam benar-benar hilang. Fase
konvalesen dapat berlangsung selama 2 minggu4, pada fase ini ditandai dengan
berhentinya kebocoran plasma dan mulai reansorbsi cairan kedalam
intravaskular, tanda bahwa pasien sudah memasuki masa konvalesen adalah
kembalinya nafsu makan pasien, vital sign yang mulai stabil 5.
Grade keparahan demam berdarah dengue :
Grade I : demam diikuti dengan gejala – gejala prodromal, manifestasi
perdarahan yang terjadi hanya tourniquet positif dan/atau
mudah memar.
Grade II : Grade I dengan perdarah spontan, biasnya perdarahan pada
kulit ataupun perdarahan lainnya.
Grade III : ditandai dengan kegagalan sirkulasi darah, seperti nadi yang
cepat dan lemah, penyempitan tekanan darah sistol dengan

8
diastol ataupun hipotensi, teraba kulit basah dan dingin dan
penurunan kesadaran.
Grade IV : Profound shock dengan nadi dan tekanan darah yang tidak
terukur.

E. Pemeriksaan Diagnostik

a. Diagnosis Berdasarkan Gejala Klinis


Beberapa pasien dengan demam berdarah akan mengembangkan menjadi demam
berdarah dengue (DBD). Apabila demam mulai mereda (biasanya 3-7 hari setelah
gejala onset), pasien dapat mendapatkan gejala warning sign. Tanda-tanda warning
sign adalah sakit perut, muntah terus-menerus, ditandai perubahan suhu (demam
hipotermia), manifestasi perdarahan, atau perubahan mental status (mudah marah,
bingung). Pasien juga mungkin memiliki tanda-tanda awal syok, termasuk gelisah,
berkeringat dingin, denyut nadi lemah dan cepat, dan tekanan darah menjadi rendah.
Pasien dengan demam berdarah harus kembali ke rumah sakit jika mendapat tanda-
tanda berikut.
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

-Uji bendung positif.

- Petekie, ekimosis, atau purpura.

- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan


dari tempat lain.

- Hematemesis atau melena.

 Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).


 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut :
 Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin.
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

9
Perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya
kebocoran plasma.

b. Diagnosis Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit
dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran
limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell
culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit,
saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue
berupa antibody total, IgM maupun IgG. Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa
antara lain :
 Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >
15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
 Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
 Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam.
 Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP
pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
 Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
 SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
 Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
 Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
 Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi
darah atau komponen darah.
 Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.

10
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

 Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
c. Diagnosis Berdasarkan Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien
tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi
dengan pemeriksaan USG.

F. Penatalaksanaan

Ngastyah (2014), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DBD ada penantalaksanaan


medis dan keperawataan diantanya :

a. Penatalaksanaan Medis

1) DBD tanpa renjatan


Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan
haus. Orang tua dilibatkan dalam pemberian minum pada anak sedikt demi sedikit
yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik
dan kompres hangat. Jika anak mengalami kejang-kejang diberi luminal dengan
dosis : anak yang berumur <1 tahun 50mg IM, anak yang berumur >1 tahun 75mg.
atau antikonvulsan lainnya. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila
pasien teruss menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancan
terjadinya dehidrasi atau hematokrit yang cenderung meningkat.
2) DBD disertai renjatan
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segara dipasang infus sebagai
pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang biasanya
diberikan Ringer Laktat. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus
diguyur. Apabila renjatan sudah teratasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10
ml/kgBB/jam. Pada pasien dengan renjatan berat atau renjatan berulang perlu
dipasang CVP (central venous pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral
melalui safena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU.

11
G. Komplikasi

Dalam penyakit DHF atau demam berdarah jika tidak segera di tangani akan menimbulkan
kompikisi adalah sebagai berikut :

1. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia,
dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet
positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7, disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan
serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan
hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous return),
prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi
atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan integritas
system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah
terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan
irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam
12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis
karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang
tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan
adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
4. Efusi Pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi aliran
intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga
pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas

12
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DBD tersering menyerang anak dengan usia kurang 15
tahun), jenis kelamin, alamat, nama orang tua, pendidikan orang tua,
pekerjaan orang tua.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang menonjol pada pasien DBD untuk datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan anak lemah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil.
Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, anak anak semakin lemah.
Kadang – kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual,
muntah anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri oto dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakkan bola mata terasa pegal, serta
adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau
hematemesis.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DBD, anak biasanya
mengalami serangan ulangan DBD dengan tipe virus yang lain.
4) Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DBD dapat bervariasi. Semua anak dengan
status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat beberapa
faktor predisposisinya. Anak yang menderita DBD sering mengalami
keluhan mual, muntah, dan nafsumakan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi,
maka akan dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya
menjadi kurang.

13
c. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi didaerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju kamar)
d. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme
Frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang.
2) Eliminasi alvi (buang air besar) Anak mengalami diare atau konstipasi.
Sementara pada DBD grade IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urin (bang air kecil)
Pada anak DBD akan mengalami urine output sedikit. Pada DBD grade
IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat
Nyamuk Aedes Aegypti biasanya menggigit pada siang hari jam 10.00-
12.00 dan sore hari pada jam 16.00-18.00. Anak biasanya sering tidur
pada siang hari dan pada sore hari ,tidak memakai kelambu dan tidak
memakai lotion anti nyamuk.
5) Kebersihan
Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk memebersihkan tempat sarang
nyamuk aedes aegypti, dan tidak adanya keluarga melakukan 3m plus
yaitu menutup, mengubur, menguras dan menebar bubuk abate.

e. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai
ujung kaki.
Pemeriksaan fisik secara umum :
1) Tingkat kesadaran
Biasanya ditemukan kesadaran menurun, terjadi pada grade III dan
grade IV karena nilai hematokrit meningkat menyebabkan darah
mengental dan oksigen ke otak berkurang.
2) Keadaan umum
3) Tanda-tanda vital (TTV)

14
Tekanan nadi lemah dan kecil (grade III), nadi tidak teraba (grade IV),
tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC)
4) Kepala
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam.
5) Mata
Konjungtiva anemis
6) Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade
II, III, IV.
7) Telinga : Terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III, IV)
8) Mulut : Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi
perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan mengalami
hyperemia pharing
9) Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami
pembesaran
10) Dada/thorak
I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Pal : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Per : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun pada
paru
A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III, dan IV.
11) Abdomen
I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Pal : Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Per : Terdengar redup
A : Adanya penurunan bising usus
12) Sistem integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji tourniket.
Turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab.
Pemeriksaan uji tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu
menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan tekanan antara
sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang pada tangan. Setelah
dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya petekie di
bagian volar lengan bawah (Soedarmo, 2008).

15
13) Genitalia : Biasanya tidak ada masalah
14) Ekstremitas : Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang.
Pada kuku
sianosis/tidak

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,


kegagalan mekanisme regulasi.
b. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi, peningkatan laju metabolisme.
c. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia (Nanda, 2015)

C. INTERVENSI
Diagnosa NOC NIC

Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan 1. Pertahankan catatan intake


dan output yang akurat
berhubungan dengan tindakan keperawatan
2. Monitor status hidrasi
kehilangan cairan aktif, diharapkan terjadi (misalnya membrane
mukosa lembab, denyut
kegagalan mekanisme regulasi. keseimbangan cairan
nadi adekuat, dan tekanan
dengan kriteria hasil : darah)
3. Monitor vital sign
1. Tekanan darah tidak
4. Monitor masukan atau
terganggu cairan dan hitung intake
kalori harian
2. Keseimbangan intake
5. Monitor status nutrisi
dan output tidak 6. Dorong pasien untuk
menambah asupan oral
terganggu
3. Berat badan stabil
tidak terganggu
4. Turgor kulit tidak
terganggu
5. Hematokrit sedikit
terganggu
Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau suhu dan
dengan dehidrasi, peningkatan keperawatan diharapkan tandatanda vital lainnya
laju metabolisme termoregulasi normal dengan 2. Monitor warna kulit dan
kriteria hasil: suhu
1. Tidak ada 3. Berikan obat atau cairan
peningkatan suhu IV (misalnya, antipiretik,

16
tubuh agenantibakteri, dan agen
2. Tidak ada hipertermia anti menggil)
3. Tidak ada sakit kepala 4. Monitor penurunan tingkat
4. Tidak ada sakit otot kesadaran
5. Tidak ada perubahan 5. Tutup pasien dengan
warna kulit selimut atau pakaian
ringan, tergantung pada
fase demam (yaitu:
memberikan selimut
hangat untuk fase dingin,
menyediakan pakaian atau
linen tempat tidur untuk
demam
Resiko perdarahan Setelah dilakukan 1. Monitor ketat tanda-tanda
berhubungan dengan tindakan keperawatan perdarahan
trombositopenia diharapkan keparahan 2. Catat nilai Hb dan Ht
kehilangan darah tidak sebelum dan sesudah
terjadi dengan kriteria terjadinya perdarahan
hasil : 3. Monitor nilai labor
1. Tidak ada kehilangan 4. Monitor status cairan yang
darah yang terlihat meliputi intake dan ouput
2. Tidak ada hematuria 5. Observasi adanya darah
3. Tidak ada keluar dalam sekresi cairan tubuh
darah dari anus 6. Instruksikan pasien untuk
4. Tidak ada meningkatkan makanan
hematemesis yang kaya vitamin K
5. Tidak ada penurunan 7. Instruksikan keluarga
tekanan darah sistolik untuk memonitor tanda-
6. Tidak ada penurunan tanda perdarahan dan
tekanan darah mengambil tindakan yang
diastolik tepat jika terjadi
perdarahan (misalnya:
lapor kepada perawat)

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)
adalah DBD disertai dengan renjatan/shock . Dengue adalah athropod-borne viral
(arboviral) yang paling sering menyerang manusia. Demam berdarah dangue (DBD)
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh satu dari empat virus dangue berada dan
ditularkan melalui nyamuk terutama aides aegypti dan aedes albopictus yang
ditemukan didaerah tropis dan subtropis diantaranya kepulauan Indonesia hingga
bagian utara AustraliaPenderita penyakit ini akan mengalami kekurangan volume
cairan, hipertermia, dan resiko pendarahan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, N.W.E., Tjitrosantoso, H., Yamlean, P.V.Y. 2013. Kajian Penatalaksanaan Terapi
Pengobatan Demam Berdarah Dengue (Dbd) Pada Penderita Anak Yang Menjalani
Perawatan Di Rsup Prof. Dr. R.D Kandou Tahun 2013. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol. 3 No. 2.

Dengue And Severe Dengue. (World Health Organization (WHO), 2014).

Sunaryo. 2014. Surveilans Aedes aegypti di Daerah Endemis DemamBerdarah Dengue.


Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 8, Mei 2014.

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC

Ngastiyah. 2010. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta:EGC

Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta: Sagung


Seto

19

Anda mungkin juga menyukai