Anda di halaman 1dari 43

A.

PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI

jika ditinjau dari asal kata epidemiologi berasal dari bahasa yunai yang terdiri dari 3 kata dasar yaitu epi yang berarti pada atau
tentang, demos yang berati penduduk dan kata terakhir adalalah logos yang berarti ilmu pengetahuan. jadi epidemilogi adalah ilmu yang
mempelajari tentang penduduk.
Sedangkan dalam pengertian pada saat ini epidemiologi adalah suatu cabang ilmu kesehatan untuk menganalisi distribusi dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan dalam suatu penduduk tertentu dengan tujuan untuk melakukan
pencegahan dan penanggulangannya.
sebagai ilmu yang selalu berkembang, epidemiologi senantiasa mengalami perkembangan pengertian dan karena itu pula mengalami
modifikasi dalam batasan/definisinya. beberapa definisi telah dikemukakan oleh para pakar epidemiologi, beberapa diantaranya adalah :

1. Greenwood ( 1934 )
mengatakan bahwa epidemiologi mempelajari tentang penyakit dan segala macam kejadian yang mengenai kelompok ( herd )
penduduk. kelebihannya adalah adanya penekanan pada kelompok penduduk yang mengarah kepada distribusi suatu penyakit.

2. Brian Mac Mahon ( 1970 )


epidemiology is the study of the distribution and determinants of disease frequency in man. epidemiologi adalah studi tentang
penyebaran dan penyebab frekwensi penyakit pada manusia dan mengapa terjadi distribusi semacam itu. di sini sudah mulai
menentukan distribusi penyakit dan mencari penyebab terjadinya distribusi dari suatu penyakit.

3. Wade Hampton Frost ( 1972 )


mendefinisikan epidemiologi sebagai suatu pengetahuan tentang fenomena massal ( mass phenomen ) penyakit infeksi atau
sebagai riwayat alamiah ( natural history ) penyakit menular. di sini tampak bahwa pada waktu itu perhatian epidemiologi
hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang terjadi/mengenai masyarakat/massa.

4. Anders Ahlbom & Staffan Norel ( 1989 )


epidemiologi adalah ilmu pengetahuan mengenai terjadinya penyakit pada populasi
manusia.

5. Abdel R. Omran ( 1974 )


epidemiologi adalah suatu ilmu mengenai terjadinya dan distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada
penduduk, begitu juga determinannya serta akibat – akibat yang terjadi pada kelompok penduduk.

6. Hirsch ( 1883 )
epidemiologi adalah suatu gambaran kejadian, penyebaran dari jenis – jenis penyakit pada manusia pada saat tertentu di
berbagai tempat di bumi dan mengkaitkan dengan kondisi eksternal

7. Robert H. Fletcher ( 1991 )


epidemiologi adalah disiplin riset yang membahas tentang distribusi dan determinan penyakit dalam populasi.

8. Lewis H. Rohf ; Beatrice J. Selwyn


epidemiology is the description and explanation of the differences in accurence of events of medical concern in subgroup of
population, where the population has been subdivided according to some characteristic believed to influence of the event.

9. Lilienfeld ( 1977 )
epidemiologi adalah suatu metode pemikiran tentang penyakit yang berkaitan dengan penilaian biologis dan berasal dari
pengamatan suatu tingkat kesehatan populasi.
10. Moris ( 1964 )
epidemiologi adalah suatu pengetahuan tentang sehat dan sakit dari suatu penduduk.

11. Pengertian Epidemiologi Menurut Center Of Disease Control (CDC) 2002


Definisi epidemiologi menurut cdc 2002, last 2001, gordis 2000 menyatakan bahwa epidemiologi adalah : “ studi yang
mempelajari distribusi dan determinan penyakit dan keadaan kesehatan pada populasi serta penerapannya untuk
pengendalian masalah – masalah kesehatan “.

12. Menurut WHO


Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang
berhubungan dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan
masalah-masalah tersebut.

B. RUANG LINGKUP EPIDEMIOLOGI

Kegiatan epidemiologi meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik yang berhubungan dengan bidang
kesehatan maupun diluar bidang kesehatan. Berbagai bentuk dan jenis kegiatan dalam epidemiologi saling berhubungan satu
dengan yang lainnya. Adapun ruang lingkup epidemiologi sebagai berikut :

1. Epidemiologi penyakit menular :


Merupakan bentuk upaya manusia untuk mengatasi gangguan penyakit menular yang saat ini hasilnya sudah tampak sekali.
Selain itu untuk mengetahui distribusi berdasarkan faktor – faktor epidemiologi (orang, waktu, dan tempat) dan faktor – faktor
yang mempengaruhi terjadinya penyakit menular serta upaya pencegahan dan penanggulangannya.

2. Epidemiologi penyakit tidak menular


Merupakan upaya untuk mencegah penyakit yang tidak menular seperti kecelakaan lalu lintas, penyalahgunaan obat dan lain-
lain.

3. Epidemiologi klinik
Merupakan ilmu yang secara khusus mempelajari metode pencegahan, pengobatan, pengendalian dan etiologi dalam rangka
meningkatkan pelayanan medis. Banyak yang saat ini sedang dikembangkan para klinisi yang bertujuan untuk membekali para
klinisi atau para dokter dan tenaga medis tentang cara pendekatan masalah melalui disiplin ilmu epidemiologi.

4. Epidemiologi kependudukan
Merupakan cabang epidemiologi yang menggunakan system pendekatan epidemiologi dalam menganalisis berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan bidang demografi serta factor-faktor yang mempengaruhi berbagai perubahan
demografi yang terjadi dalam masyarakat.

5. Epidemiologi gizi
Merupakan ilmu yang mempelajari sebaran, besar, dan determinan masalah gizi serta penerapannya dalam kebijakan dan
program pangan dan gizi untuk mencaapai kesehatan penduduk yang lebih baik. Banyak digunakan dalam menganalisis
masalah gizi masyarakat, dimana masalah ini erat hubungannya dengan berbagai factor yang menyangkut pola hidup
masyarakat.

6. Epidemiologi kesehatan jiwa


Merupakan Salah satu pendekatan dan analisis masalah gangguan jiwa dalam masyarakat baik mengenai keadaan kelainan jiwa
kelompok penduduk tertentu, maupun analisis berbagai factor yang mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa dalam
masyarakat.

7. Epidemiologi pengolahan pelayanan kesehatan


Merupakan salah satu system pendekatan managemen dalam menganalisis masalah, mencari factor penyebab timbulnya suatu
masalah serta penyusunan rencana pemecahan masalah tersebut secara menyeluruh dan terpadu.

8. Epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja


Merupakan bagian dan cabang dari epidemiologi yang mempelajari dan menganalisis keadaan kesehatan tenaga kerja akibat
pengaruh keterpaparan pada lingkungan kerja baik yang bersifat fisik, kimia, biologi, social budaya serta kebiasaan hidup para
pekerja.

9. Epidemiologi genetik
Merupakan studi tentang etiologi, distribusi, dan pengendalian penyakit dalam kelompok – kelompok keluarga dan penyebab
penyakit yang diwariskan pada populasi.

10. Epidemiologi perilaku


Merupakan studi atau ilmu yang mempelajari tentang semua faktor – faktor fenomena perilaku manusia baik kebiasaan
maupun budaya yang sudah melekat di lingkungannya.

KONSEP EPIDEMIOLOGI

1. Dasar-dasar epidemiologi
 Epidemiologi berasal dari bahasa atau kata: Yunani
 Epi = upon : pada atau tentang
 Demos =

people : penduduk
 Logia=knowledge :ilmu
 Yang berarti : ilmu mengenai kejadian yang menimpa penduduk


 Dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi diartikan ilmu tentang DISTRIBUSI (penyebaran) dan

DETERMINANT (factor-faktor penentu) masalah kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk pembuatan

DEVELOPMENT (perencanaan) dan pengambilan keputusan dalam menanggulangi masalah kesehatan 


2. Definisi

. 1) WadeHamptonFrost1972 
 Adalah guru besar epidemiologi di School of Hygiene, mengatakan bahwa

epidemiologi adalah pengetahuan tentang fenomena massal (mass phenomena) penyakit infeksi atau

sebagai riwayat alamiah (natural history) penyakit menular. Di sini tampak bahwa pada waktu itu penekanan

perhatian epidemiologi hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang mengenai massa

(masyarakat). 


. 2) Greenwood1934
 Professor di School of Hygiene and Tropical Medicine, London, mengemukakan batasan
epidemiologi yang lebih luas di mana dikatakan bahwa epidemiologi mempelajari tentang penyakit dan

segala macam kejadian penyakit yang mengenai kelompok (herd) penduduk. Kelebihan pengertian ini

adalah dengan adanya penekanan pada kelompok penduduk yang memberikan arahan pada distribusi

dan metode terkait. 


1|Kesehatan Masyarakat/ AKBID Bina Husada Tangerang/ 2014

. 3) Brian Mac Mahon 1970
 Pakar epidemiologi di Amerika Serikat yang bernama Thomas F. Pugh menulis buku

Epidemiology; Princples and Methods menyatakan bahwa Epidemiology is the study of the distributions and determinants of

disease frequency in man. Epidemiologi adalah studi tentang penyebaran dan penyebab kejadian penyakit pada

manusia dan mengapa terjadi distribusi semacam itu. 


. 4) Definisilama
 Ilmu yang memperlajari penyebaran dan perluasan suatu penularan penyakit di dalam suatu kelompok

penduduk (masyarakat). 


. 5) Omran(1974)
 Suatu study mengenai terjadinya dan didistribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada

penduduk, begitu juga determinannya dan akibat-akibat yang terjadi pada kelompok penduduk, masyarakat. 


. 6) Hacmohan dan Pugh (1970)
 Ilmu yang memperlajari penyebaran penyakit dan factor-faktor yang menentukan

terjadinya penyakit pada masyarakat. 


. 7) WHO (Regional Commite Nacting ke-42 di Bandung
 Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi dan

determinan peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan dengan kesehatan yang menimpa

sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. 


. 8) GaryD.Friedman(1974)
 Selanjutnya dalam bukunya Primer of Epidemiology menuliskan bahwa Epidemiology is the study

of disease occurance in human populations. Batasan ini lebih sederhana dan tampak senapas dengan MacMahon. 


2|Kesehatan Masyarakat/ AKBID Bina Husada Tangerang/ 2014

3. Ruanglingkupepidemiologi

. 1) Epidemiologi penyakit menular 
 Sebagai bentuk upaya manusia untuk mengatasi gangguan penyakit 
 menular yang

saat ini hasilnya sudah tampak sekali. 


. 2) Epidemiologi Penyakit tidak menular 
 Upaya untuk mencegah penyakit yang tak menular seperti: Cancer, penyakit

sistemik, penyakit akibat kecelakaan lalu lintas, penyalahgunaan obat termasuk penyakit akibat gangguan industry.

. 3) Epidemiologi klinik
 Bentuk yang saat ini sedang dikembangkan para klinisi yang bertujuan untuk membekali para klinisi

atau dokter/para medis tentang cara pendekatan masalah melalui disiplin ilmu epidemiologi. 

. 4) Epidemiologi kependudukan
 Cabang epidemiologi yang menggunakan system pendekatan epidemiologi dalam

menganalisis berbagai permasalahan yang berkaitan dengan bidang demografi serta factor-faktor yang

mempengaruhi berbagai perubahan demografi yang terjadi di dalam masyarakat. Memberikan analisis tentang sifat

karakteristik penduduk secara demografi dalam hubungannya dengan masalah kesehatan dalam masyarakat. Juga

berperan dalam berbagai aspek kependudukan serta keluarga berencana. Juga digunakan sebagai dasar dalam

mengambil kebijakan dan menyusun perencanaan yang baik. 


. 5) Epidemiologi pengolahan pelayanan kesehatan
 Salah satu system pendekatan manajemen dalam menganalisis

masalah, mencari factor penyebab timbulnya suatu masalah serta penyusunan rencana pemecahan masalah

tersebut secara menyeluruh dan terpadu. Bentuk pendekatan ini dapat digunakan oleh para perencana pelayanan

kesehatan, baik dalam bentuk penilaian hasil suatu kegiatan kesehatan yang bersifat umum maupun sebagai

sasaran yang khusus. 


3|Kesehatan Masyarakat/ AKBID Bina Husada Tangerang/ 2014

. 6) Epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja
 Occupational and environmental epidemiology merupakan salah satu

bagian epidemiologi yang mempelajari serta menganalis keadaan kesehatan tenaga kerja akibat pengaruh

keterpaparan pada lingkungan kerja baik yang bersifat fisik, kimia, biologis, maupun social budaya serta kebiasaan

hidup para pekerja. Kegunaannya adalah analisis tingkat kesehatan para pekerja serta untuk menilai keadaan dan

lingkungan kerja serta penyakit akibat kerja (PAK). 


. 7) Epidemiologi kesehatan jiwa
 Salah satu pendekatan dan analisis masalah gangguan jiwa dalam masyarakat, baik

mengenai keadaan kelainan jiwa kelompok penduduk tertentu, maupun analisis berbagai factor yang memperngaruhi

timbulnya gangguan jiwa dalam masyarakat. 


. 8) Epidemiologi gizi
 Banyak digunakan dalam analisis masalah gizi masyarakat, dimana masalah ini erat hubungannya

dengan berbagai factor yang menyangkut pola hidup masyarakat. Pendekatan ini bertujuan untuk menganalisis

factor yang berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat biologis dan terutama

yang berkaitan dengan masalah social. 
 Terhadap masalah kesehatan yang ada, epidemiologi 


memberikan pendekatan khusus, mulai dari mengidentifikasi sampai mengevaluasi keadaan kesehatan. Ruang lingkup

epidemiologi dalam maslaah kesehatan tersebut di atas dapat meliputi “6E” yakni:

a. Etiologi,berkaitandenganlingkupkegiatanepidemiologidalam mengidentifikasi penyebab penyakit dan masalah kesehatan

lainnya. Misalnya: etiologi dari malaria adalah parasit dan plasmodium. 


b. Efikasi (efficacy), berkaitan dengan efek atau daya optimal yang dapay diperoleh dari adanya intervensi kesehatan. Efikasi

dimaksudkan untuk melihat hasil atau efek suatu intervensi, 


4|Kesehatan Masyarakat/ AKBID Bina Husada Tangerang/ 2014


.

misalnya efikasi vaksinasi. Hal ini merupakan kemujaraban teoritis dari suatu obat yang dapat dilakukan dengan melakukan uji

klinik (clinical trial).

c. Efektivitas (effectiveness) adalah besarnya hasil yang dapat diperoleh dari suatu tindakan (pengobatan atau intervensi) dan

besarnya perbedaan dari suatu tindakan yang satu dengan lainnya. Efektivitas ini ditujukan untuk mengetahui efek intervensi

atau pelayanan dalam berbagai kondisi lapangan yang sebenarnya yang sangat berbeda-beda. Untuk pengobatan maka hal ini

berkaitan dengan kemujaraban praktis, kenyataan khasiat obat di klinik.

d. Efisiensi (efficiency) adalah sebuah konsep ekonomi yang melihat pengaruh yang dapat diperoleh berdasarkan besarnya

biaya yang diberikan. Efisiensi ini ditujukan untuk mengetahui kegunaan dan hasil yang diperoleh berdasarkan

besarnya pengeluaran ekonomi/biaya yang dilakukan. 


e. Evaluasi adalah penilaian secara keseluruhan keberhasilan suatu pengobatan atau program kesehatan masyarakat.

Evaluasi melihat dan member nilai keberhasilan program seutuhnya. 


f. Edukasi (education) adalah intervensi berupa peningkatan pengetahuan tentang kesehatan masyarakat sebagai bagian dari

upaya pencegahan penyakit. Edukasi merupakan salah satu bentuk intervensi andalan kesehatan masyarakat yang

perlu diarahkan secara tepat oleh epdemiologi. 


4. Macamepidemiologi
 Epidemiologi menekankan upaya menerangkan bagaimana distribusi penyakit atau bagaimana

berbagai komponen menjadi factor penyebab penyakit tersebut. Untuk mengungkap dan menjawab masalah tersebut,

epidemiologi melakukan berbagai cara yang selanjutnya menjadikan epidemiologi dapat dibagi dalam beberapa jenis.

5|Kesehatan Masyarakat/ AKBID Bina Husada Tangerang/ 2014

. 1) Epidemiologi deskriptif
 Epidemiologi deskriptif berkaitan dengan epidemiologi sebagai ilmu yang memperlajari tentang

distribusi (distribution) penyakit atau masalah kesehatan masyarakat.
 Hasil pekerjaan epidemiologi deskriptif

diharapkan mampu menjawab pertanyaan mengenai factor who (siapa), where (dimana), dan when (kapan). Di sini

epidemiologi merupakan langkah awal untuk mengetahui adanya masalah kesehatan dengan menjelaskan siapa

yang terkena dan di mana serta kapan terjadinya masalah itu.

. a) Siapa: merupakan pertanyaan tentang factor orang yang akan 
 dijawab dengan mengemukakan perihal

mereka yang terkena masalah, bisa mengenai variabel umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan,

pekerjaan, dan pendapatan. Factor-faktor ini biasa disebut sebagai variabel epidemiologi atau demografi.

Kelompok orang yang potensial atau punya peluang untuk menderita sakit atau mendapatkan risiko,

biasanya disebut population at risk (populasi berisiko). 


. b) Di mana: pertanyaan ini mengenai factor tempat di mana masyarakat tinggal atau bekerja, atau di mana saja

di mana ada kemungkinan mereka menghadapi masalah kesehatan. Factor tempat ini dapat berupa: kota
(urban) dan desa (rural); pantai dan pegunungan; daerah pertanian, industry, tempat bermukim atau kerja.

. c) Kapan: kejadian penyakit berhubungan juga dengan waktu. Factor waktu ini dapat berupa jam, hari, minggu,

bulan, dan tahun; musim hujan dan musim kering. 


. 2) Epidemiologi analitik
 Epidemiologi analitik berkaitan dengan upaya epidemiologi untuk menganalisis factor penyebab

(determinant) masalah kesehatan. Di sini diharapkan epidemiologi mamapu menjawab pertanyaan kenapa (why) atau

apa penyebab terjadinya masalah itu. Misalnya: setelah ditemukan secara deskriptif bahwa banyak perokok yang

menderita 


6|Kesehatan Masyarakat/ AKBID Bina Husada Tangerang/ 2014

kanker paru, maka perlu dianalisis lebih lanjut apakah memang rokok

itu merupakan factor determinan/ penyebab terjadinya kanker paru. 3) Epidemiologi eksperimentasl

Salah satu hal yang perlu dlakukan sebagai pembuktian bahwa factor sebagai penyebab terjadinya suatu luaran

(output=penyakit), adalah diuji kebenarannya dengan percobaan (experiment). Misalnya kalau rokok dianggap sebagai

penyebab kanker paru maka perlu dilakukan eksperimen jika rokok dikurangi maka kanker paru akan menurun, ataupun

sebaliknya. Eksperimen epidemiologi dapat juga dilakukan di laboratorium, tetapi disesuaikan dengan masalah komuniti yang

dihadapinya, sehingga ekperimen epidemiologi sewajarnya dilakukan di komuniti. Untuk itu, mislanya, pembuktian peranan

rokok terhadap kanker paru dilakukan dengan melakukan intervensi pengurangan rokok dalam kehidupan masyarakat dan

melihat apakah memang terjadi penurunan kanker paru. Peraturan pelarangan merokok ditandai menurunnya jumlah perokok

dan diikuti dengan menurunnya kanker paru akan membuktikan bahwa rokoklah yang menjadi penyebab kanker paru.

Bentuk ekperimental lain yang sering dilakukan adalah berkaitan dengan pengaruh intervensi penyuluhan terhadap perubahan

pengetahuan tentang suatu masalah.misalnya, dilakukan penyuluhan tentang HIV/AIDS dan dilihat apakah intervensi ini

sebagai komponen eksperimen yang menyebabkan meningkatnya pengetahuan subjek penelitian.

Ketiga jenis epidemiologi ini tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, saling berkaitan dan mempunyai peranan masing-

masing sesuai tingkat kedalaman pendekatan epidemiologi yang dihadapi. Secara umum dapat dikatakan bahwa

pengungkapan dan pemecahan masalah epidemiologi dimulai dengan epidemiologi dekriptif, lalu diperdalam dengan

epidemiologi analitik dan disusul dengan melakukan epidemiologi eksperimen.

7|Kesehatan Masyarakat/ AKBID Bina Husada Tangerang/ 2014

5. Kegunaanepidemiologi
 Bagi seorang tenaga kesehatan, khususnya bidan, yang akan diterjunkan ke masyarakat

hendaknya memahami tujuan dan manfaat ilmu epidemiologi bagi kesehatan masyarakat, khusunya ibu dan anak.

Tujuan dan manfaat tersebut antara lain diuraikan di bawah ini. 
 1) Mempelajari riwayat alamiah penyakit 2)
Menentukan masalah komunitas
 3) Melihat risiko dan pengaruhnya
 4) Menilai dan meneliti 
 5)

Menyempurnakangambaranpenyakit
 6) Identifikasi sindrom
 7) Menentukanpenyebabdansumberpenyebab 


6. Prinsip-prinsipepidemiologi

  Mempelajari sekelompok manusia/masyarakat untuk mengalami 
 masalah kesehatan. 


  Menunjuk kepada banyaknya masalah kesehatan yang ditemukan 
 pada sekelompok

manusia yang dinyatakan dengan angka 
 frekuensi mutlak dan rasio. 


  Menunjukkan kepada banyaknya masalah-masalah kesehatan 
 yang diperinci menurut

keadaan-keadaan tertentu, diantaranya keadaan waktu, tempat, orang yang mengalami masalah
kesehatan. 


  Merupakan rangkaian kegiatan tertentu yang dilakukan untuk mengkaji masalah-masalah


kesehatan sehingga diperoleh kejelasan dari masalah tersebut. 


7. Prosedur kerja epidemiologi

  Tentukan adanya suatu wabah 


  Gambarkan cirri-ciri wabah 


  Rumuskan hipotesa 


  Tes hipotesa 
 8|Kesehatan Masyarakat/ AKBID Bina Husada Tangerang/ 2014 


5.
  Sarankan dan tetapkan tindakan penanggulangan 


  Siapkan dan sebarkan laporan epidemic 


  Nilai prosedur penyelidikan 


8. Ukuran-ukuranepidemiologi
 Ada tiga macam ukuran yang digunakan dalam epidemiologi, yaitu:

a. Ukuran frekuensi penyakit: mengukur kejadian penyakit, cacat, atau 
 kematian pada populasi. Ukuran ini merupakan dasar

dari epidemiologi deskriptif. Frekuensi kejadian yang diamati diukur menggunakan prevalens dan insidens. 


b. Ukuran dari akibat pemaparan: Mengukur keeratan hubungan statistic antara factor tertentu dan kejadian penyakit yang

diduga merupakan akibat pemaparan tersebut. Hubungan antara pemaparan dan akibat diukur menggunakan

relative risk atau odds ratio. 



c. Ukuran dari potensi dampak: Menggambarkan kontribusi dari factor yang diteliti terhadap kejadian suatu penyakit dalam

populasi tertentu. Ukuran yang digunakan dalam attributable risk percent dan population attributable risk. Ukuran ini

berguna untuk meramalkan efficacy atau effectiveness suatu pengobatan dan strategi intervensi pada populasi

tertentu. 


Sebelum membahas ukuran frekuensi penyakit sebaiknya dipahami terlebih dahulu ukuran dasar dari epidemiologi. Ada 2

komponen ukuran dasar yaitu:

a. Pembilang (nominator) X: frekuensi atau jumlah kasus yang diamati 
 (subjek pengamatan yang mengalami kejadian atau

akibat yang tidak 
 diinginkan). 


b. Penyebut (denominator) Y: jumlah populasi yang berisiko, yaitu 
 sekelompok individu yang mempunyai peluang untuk

mengalami kasus yang diamati. 


Ukuran Dasar Epidemiologi

Untuk mengukur frekuensi kejadian penyakit pada suatu populasi digunakan salah satu dari tiga bentuk pecahan, yaitu

proporsi, rasio, dan rate.
 a. Proporsi

Distribusi proporsi adalah suatu persen (yakni, proporsi dari jumlah peristiwa-peristiwa dalam kelompok data yang mengenai

masing- masing kategori (atau subsekelompok) dari kelompok itu.
 Rumus yang dipakai dalam menghitung proporsi adalah:

Di mana:

x=

y=

k=

Banyaknya peristiwa atau orang, dan lain-lain, yang terjadi dalam kategori tertentu atau subkelompok dari kelompok yang lebih

besar. Jumlah peristiwa atau orang, dan lain-lain, yang terjadi dalam semua kategori dari kelompok data tersebut.

Selalu sama dengan 100

Proporsi umumnya dipakai dalam keadaan di mana tidak mungkin menghitung angka insidensi; Karen aitu proporsi bukan

suatu rate dan dia tidak dapat menunjukkan perkiraan peluang keterpaparan atau infeksi, kecuali jika banyaknya orang di

mana peristiwa dapat terjadi adalah sama pada setiap subkelompok. Tetapi biasanya hal ini tidak terjadi.

Karena x dan y berada pada tempay yang sama, berbagai persen dalam kelompok data yang ada dapat dan seharusnya saling

ditambahkan bersama semua kategori data, dan jumlah harus menjadi 100%, sedangkan angka (rate) kalau dijumlahkan
tidaklah demikian.

Interpretasi dari proporsi adalah: dari jumlah frekuensi di mana suatu jenis peristiwa tertentu terjadi, kejadiannya dinyatakan

dalam persen dari berbagai subkelompok utama.

10|Kesehatan Masyarakat/ AKBID Bina Husada Tangerang/ 2014

b. Rasio
 Rasio adalah suatu pernyataan frekuensi nisbi kejadian suatu peristiwa terhadap peristiwa lainnya. Misalnya, jumlah

anak sekolah kelas 6 yang telah diimunisasi dibandingkan dengan jumlah anak sekolah kelas 6 yang tidak diimunisasi pada

sekolah tertentu.
 Rumus rasio adalah:

Dimana: x= y=

k=

Banyaknya peristiwa atau orang yang mempunyai satu atau lebih atribut tertentu Banyaknya peristiwa atau orang yang

mempunyai satu atau lebih atribut tertentu, tetapi dalam hal berbeda atributnya dengan anggota x. 1

Karena k = 1, rumus rasio dapat disederhanakan menjadi: Rasio = x/y = x:y

Populasi dab masa jedah (atau titik waktu) dari data yang dipakai haruslah tertentu/khusus, persis untuk angka/rate. Rasio

dapat dihitung untuk angka hanya sebagai banyaknya peristiwa.
 Umumnya nilai x dan y dibagi oleh nilai x maupun nilai y

sehingga salah satu nomor dalam ratio menjadi sama dengan 1,0. Misalnya, jika suatu kelompok 20 orang menderita penyakit

tertentu dan 2 mati karenanya maka rasio terhadap kematian lebih tepat dinyatakan bukan 20:2, tetapi angka ini dibagi 2

menjadi 10:1 (10 kasus:1 mati. Interpretasinya adalah bahwa pada episode ini dalam 10 kasus ada 1 orang yang mati (atau 10

kali banyaknya kasus dari kematian).

c. Rate
 Rumus untuk ketiga ukuran di atas sebenarnya mempunyai bentuk dasar yang sama:

Rate (atau rasio atau proporsi) = ((X/Y) x k ;
 Yang biasa dibaca: X kali k dibagi Y; atau X bayi Y kali k.

11|Kesehatan Masyarakat/ AKBID Bina Husada Tangerang/ 2014

Perbedaan perhitungan antara ukuran ini terletak dalam penetapan X dan Y nilai yang diberikan pada k.
 Nilai rate mengukur

kemungkinan kejadian dalam populasi terhdap beberapa peristiwa tertentu misalnya kasus atau mati karena penyakit infeksi.

Dalam contoh angka, rumusnya menjawab pertanyaan: Jika sejumlah X kasus penyakit (atau kematian) terjadi dlaam populasi

yang besarnya Y, berapa banyak yang diharapkan terjadi dalam populasi yang besarnya k? pertanyaan ini dapat juga

dinyatakan sebagai berikut:

Hitungan selanjutnya memperoleh: Angka = X/Y x k
 Dengan mengetahui angka frekuensi kejadian dari peristiwa yang
dinyatakan dengan X dalam suatu populasi yang berukuran “baku”, frekuensi nisbi (relative) yang terjadi terhadap peristiwa

yang sedang diteliti dapat dibandingkan secara logis di antara berbagai populasi, dan factor yang menunjang perbedaan

pengamatan yang terjadi dapat dicari.
 Table: Berbagai Nilai Rate yang Sering Dipakai sebagai Indikator Kesehatan

9. Istilahdalamepidemiologi

Suatu kesatuan biologi, fisik dan kimiawi yang menyebabkan penyakit


Agen

Suatu globulin yang terdapat dalam cairan jaringan dan serum darah, diproduksi seb
Antibodi
untuk bergabung dengan antigen tersebut untuk menetralisir atau memusnahkannya

Antigen Bagian atau produk dari suatu agen biologi yang mampu merangsang formasi antibo

Antigenisitas Kemampuan agen untuk memproduksi reaksi imunologis sistemik atau local dalam d

13|Kesehatan Masyarakat/ AKBID Bina Husada Tangerang/ 2014

Endemic

Keadaan dimana penyakit atau penyebab penyakit tertentu secara terus menerus tetap ada pada populasi manusia dalam

suatu area geografis tertentu

Epidemic

Timbulnya kasus secara mendadak pada sekelompok manusia pada suatu area geografis tertentu yang yang mempunyai efek

perubahan nyata atau mengganggu ketenteraman masyarakat yang jumlahnya melebihi insidensi normal penyakit tersebut.

Pandemic

Epidemic yang luas, mengenai beberapa Negara atau kontinen.


Sporadic

Jarang terjadi, terjadi sekali-sekali, tidak tersebar luas.

Patogenitas

Kemampuan untuk menimbulkan perubahan patologis atau menimbulkan penyakit.

Virulensi

Derajat patogenitas suatu mikroorganisme, diukur dengan derajat kecepatan menimbulkan penyakit atau fatalitas.

Infektivitas

Daya kuman menyebabkan infeksi

Vector

Organism yang tidak menyebabkan penyakit tapi

menyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lain.

Reservoir

Setiap orang, binatang, serangga, tanaman, tanah atau

zat lain di mana agen infektif biasanya hidup dan berkembang biak. Agen menular tergantung pada reservoir untuk

kelangsungan hidupnya.
Insidensi

Kasus baru yang muncul dari suatu populasi penduduk tertentu

Prevalensi

Seberapa sering suatu penyakit atau kondisi terjadi

pada sekelompok orang. Prevalensi dihitung dengan membagi jumlah orang yang memiliki penyakit atau kondisi dengan

jumlah total orang dalam kelompok.

14|Kesehatan Masyarakat/ AKBID Bina Husada Tangerang/ 2014

Sumber Pustaka:

1. Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk mahasiswa kebidanan. Jakarta: EGC. 


2. Bustam, M. N. 2006. Pengantar Epidemiologi edisi revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 


3. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip- prinsip dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 


Lo 2 Latar Belakang
3. Masalah kesehatan pada dasarnya tersebar mengikuti pola distribusi epidemiologis. Artinya, sering tidaknya suatu penyakit
tersebar pada suatu tempat adalah sesuai dengan besarnya keberadaan faktor-faktor epidemiologis didaerah atau komuniti
bersangkutan. Karena itu, secara umum penyakit tersebar menurut faktor-faktor penjamu, agen dan lingkungan. Dan untuk
menjelaskan distribusi itu dipergunakanlah model PPT (person, place dan time). Pengutaraan distribusi penyakit dilakukan
dengan menyatakan karakteristik penderita, tempat kejadian dan waktu kejadiannya. Dengan memperhatikan hal ini, data
epidemologis yang dibutuhkan adalah data mengenai karakteristik epidemiologis yang berkaitan distribusi penyakit yang
diamati.
4. Data merupakan komponen penting dalam epidemologi, sebagai “napas” epidemiologi. Data adalah sumber informasi, sumber
inspirasi yang amat diperlukan oleh epidemiologi dalam melakukan perannya. Tanpa data epidemiologi akan “buta” , tidak
mampu melihat masalah kesehatan yang sedang terjadi. Mengingat pentingnya data, bukan hanya keberadaan dan
ketersediaannya yang diperlukan, tetapi diperlukan data yang berkualitas. Dengan memperhatikan hal ini, data epidemologis
yang dibutuhkan adalah data mengenai karakteristik epidemiologis yang berkaitan distribusi penyakit yang diamati.
5.
6. 1.2. Rumusan Masalah
7. Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang di ambil adalah:
8. 1.2.1. Apa saja sumber data epidemiologi
9. 1.2.2. Bagaimana cara pengumpulan data
10. 1.2.3. Masalah yang terdapat dalam proses pengumpulan data
11.
12.
13.
14. 1.3. Tujuan Penulisan
15. 1.3.1. Untuk mengetahui sumber data epidemiologi
16. 1.3.2. Untuk mengetahui cara pengumpulan data
17. 1.3.3. Untuk mengetahui masalah yang terdapat dalam proses pengumpulan data
18.
19. 1.4. Metode Penulisan
20. Dalam membuat makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan di mana penulis mencari data lewat internet dan buku
sumber.
21. BAB II
22. PEMBAHASAN
23.
24. 2.1. Sumber Data
25.
26. Berbagai jenis data dapat diperoleh dari berbagai sumber.
27. 1. Sumber data dari populasi
28. Sumber data populasi yang cukup lengkap yaitu data sensus penduduk, baik yang bersifat nasional maupun lokal. Data ini
biasanya dikumpulkan setiap sepuluh tahun dan diadakan pembaruan data melalui ensus antara (supas) atau pembaruan data yang
biasanya dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS).
29. 2. Catatan peristiwa vital (vital records)
30. Sistem pencatatan peristiwa vital meliputi:
31. a. Akta kelahiran
32. Akta kelahiran merupakan salah satu catatan peristiwa vital yang sangat berguna dalam analisis epidemiologi.
Kegunaannyauntuk mendapatkan besarnya penyebut (kelahiran hidup) dalam menghitung rate kejadian penyakit pada bayi dan
untuk menghitung angka kematian bayi.untuk suatu pencatatan yang lengkap maka selain kejadian kelahiran jugasering
dicantumkan bebagai hal yang bertalian dengan kejadian kelahiran tersebut seperti kelainan pada bayi, berat badan lahir, umur
kehamilan, serta berbagai informasi yang bertalian dengan keadaan ibu waktu hamil dan melahirkan (bila
memungkinkan)
33. b. Sertifikat kematian
34. Sertifikat kematian merupakan salah satu bentuk pencacatan vital yang sangat berperan dalam epidemiologi. Melalui sistem
sertifikat kematian yang lengkap, kita dapat memperoleh berbagai keterangan penyakit dan penyebarannya menurut berbagai
variabel. Di samping itu, dengan diketahuinya rate kematian penyakit tertentu, memungkinkan kita melakukan analisis yang
lebih luas tentang keganasan, insiden, pengobatan dan perawatan. Bahkan berbagai keterangan juga dapat dianalisis tentang
perilaku sehat masyarakat dan tingkat kesehatan masyarakat.
35. Dalam sertifikat kematian, selain dicantumkan secara lengkap variabel orang (umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, dan
sebagainya), waktu kejadian dan tempat kejadian, juga yang tidak kalah pentingnya adalah sebab kematian. Adapun penyabab
kematian yang tercantum pada sertifikat kematian harus diteliti cara penentuannya. Hal ini disebabkan karena penentuan
penyebab kematian merupakan salinan antara konsep penyebab, ketepatan diagnosis, sistem klasifikasi penyakit yang digunakan,
dan beberapa hal lain yang sangat bervariasi sesuai dengan perkembangan waktu.
36. Pda sertifikat kematian, tersedia lebih dari satu kolom untuk sebab kematian. Hal ini memungkinkan dokter mengisi berbagai
kondisi penderita sebelum meninggalatau berbagai penyakit yang dideritanya pada saat-saat terakhir khidupan penderita tersebut
seperti pneumonia, hipertensi, perdarahan otak dan diabetes.
37. Dalam hal penyebab ganda seperti ini, sistem tabulasi penyebab kematian kadang-kadang mengalami kesulitan tergantung
pendapat mereka yang menggunakannya. Umpamanya seseorang yang menderita diabetes dan meninggal karena serangan
jantung, kemungkinan besar digolongkan dalam sebab kematian karena diabetes. Yang lebih parah lagi, bila dalam sertifikat
tersebut tidak dicantumkan nama penyakit sesuai dengan klasifikasi internasional ataupun klasifikasi yang berlaku.
38. Khusus untuk kejadian kematian bayi dalam kandungan (fetal death) pelaporannya sama dengan pelaporan kematian bila usia
kehamilan mencapai lebih dari 28 minggu. Namun demikian, sebagian besar kematian maupun kelahiran bayi seperti tersebut di
atas, di Indonesia, sangat jarang dilaporkan sehingga memberikan angka yang sangat rendah dari seharusnya.
39. 3. Pelaporan dan pencatatan penyakit
40. Pelaporan dan pencatatan penyakit dilakukan dalam beberapa bentuk antara lain:
41.  Pencatatan dan pelaporan rutin melalui berbagai sarana pelayanan kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dsb)
42.  Sistem pencatatan dan pelaporan khusus antara lain: berbagai jenis penyakit menular tertentu melalui sistem surveilans
epidemiologi serta survei kesehatan pada berbagai tingkatan.
43.
44. Pelaporan penyakit menular tertentu dilakukan secara teratur setiap minggu melalui surveilans penyakit menular. Sedangkan
penyakit lainnya yang belum masuk dalam sistem surveilans dilaporkan secara teratur melalui laporan bulanan. Pencatatan dan
pelaporan penyakit emnular tertentu terutama penyakit yang mempunyai potensi mewabah dimaksudkan untuk mendapatkan
informasi terus menerus dalam usaha mencegah terjadinya wabah, selain digunakan untuk penyusunan dan evaluasi program.
Pencatatan dan pelaporan penyakit tidak menular, umumnya, dilakukan melalui laporan bulanan yang dilakukan melalui berbagai
pusat pelayanan kesehatan. Demikian pula dengan penyakitgangguan jiwa, dibuatkan sistem pencatatan dan pelaporan tersendiri.
45. Keseluruhan laporan tesebut di atas selain dianalisis pada tingkat pelayanan kesehatan di Puskesmas, Rumah Sakit dan pada
tingkat kabupaten serta dinas kesehatan provinsi, juga dilakukan analisis terpusat pada Pusat Pengolahan Data di Departemen
Kesehatan. Hasil dari masing-masing analisis data tersebut digunakan untuk kepentingan perencanaan dan evaluasi program
kesehatan masyarakat.
46. 4. Survei kesehatan
47. Tujuan dari survei kesehatan yaitu:
48. a) Untuk menjadi salah satu pedoman perencanaan dan evaluasi program kesehatan masyarakat dan peranan swadaya
masyarakat dalam bidang kesehatan.
49. b) Untuk memperkirakan kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat termasuk fasilitas dan tenaga.
50. c) Untuk menyediakan data bagi kebutuhan pendididkan dan penelitian kesehatan masyarakat.

51. 2.2. Cara Pengumpulan Data


52.
53. Karena perlunya mendapatkan data yang akurat, diperlukan desain dan metode pengumpulan data dapat dilakukan dengan
berbagai cara atau sumber pengumpulan data, seperti :
54. 1. Menurut cara pengumpulannya :
55. a. Langsung : dengan wawancara person dengan person, pengumpulan
data berhadapan langsung dengan sumber informasi.
b. Tidak langsung : melalui telfon atau surat, jadi melalui media atau
alat/cara tertentu untuk mencapai responden.

2. Menurut sumber pengumpulannya :


a. Data primer : Data yang dikumpulkan langsung oleh pihak yang memerlukannya dari tangan pertama (responden) atau
subjek penelitian. Seperti hasil wawancara, pengisian kuesioner (angket), observasi dan lain-lain.
 Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara
pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber atau sumber data. Wawancara pada penelitian sampel besar biasanya
hanya dilakukan sebagai studi pendahuluan karena tidak mungkin menggunakan wawancara pada 1000 responden, sedangkan
pada sampel kecil teknik wawancara dapat diterapkan sebagai teknik pengumpul data (umumnya penelitian kualitatif).
Wawancara dapat dilakukan dengan tatap muka maupun melalui telpon.
Wawancara Tatap Muka
Beberapa kelebihan wawancara tatap muka antara lain :
 Bisa membangun hubungan dan memotivasi responden
 Bisa mengklarifikasi pertanyaan, menjernihkan keraguan, menambah pertanyaan baru
 Bisa membaca isyarat non verbal
 Bisa memperoleh data yang banyak
Sementara kekurangannya adalah :
 Membutuhkan waktu yang lama
 Biaya besar jika responden yang akan diwawancara berada di beberapa daerah terpisah
 Responden mungkin meragukan kerahasiaan informasi yang diberikan
 Pewawancara perlu dilatih
 Bisa menimbulkan bias pewawancara
 Responden bias menghentikan wawancara kapanpun
Wawancara via phone
Kelebihan
 Biaya lebih sedikit dan lebih cepat dari warancara tatap muka
 Bisa menjangkau daerah geografis yang luas
 Anomalitas lebih besar dibanding wawancara pribadi (tatap muka)
Kelemahan
 Isyarat non verbal tidak bisa dibaca
 Wawancara harus diusahakan singkat
 Nomor telpon yang tidak terpakai bisa dihubungi, dan nomor yang tidak terdaftar pun dihilangkan dari sampel.
 Angket
Angket / kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau
pernyataankepada orang lain yang dijadikan responden untuk dijawabnya.Meskipun terlihat mudah, teknik pengumpulan data
melalui angket cukup sulit dilakukan jika respondennya cukup besar dan tersebar di berbagai wilayah.Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan angket menurut Uma Sekaran terkait dengan prinsip penulisan angket, prinsip pengukuran dan
penampilan fisik. Prinsip Penulisan angket menyangkut beberapa faktor antara lain :
Isi dan tujuan pertanyaan artinya jika isi pertanyaan ditujukan untuk mengukur maka harus ada skala yang jelas dalam pilihan
jawaban.
 Bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan responden. Tidak mungkin menggunakan bahasa yang
penuh istilah-istilah bahasa Inggris pada responden yang tidak mengerti bahasa Inggris, dsb.
 Tipe dan bentuk pertanyaan apakah terbuka atau terturup. Jika terbuka artinya jawaban yang diberikan adalah bebas,
sedangkan jika pernyataan tertutup maka responden hanya diminta untuk memilih jawaban yang disediakan.
 Observasi
Obrservasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan
angket) namun juga dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini digunakan bila
penelitian ditujukan untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan dilakukan pada responden yang
tidak terlalu besar.
Participant Observation
Dalam observasi ini, peneliti secara langsung terlibat dalam kegiatam sehari-hari orang atau situasi yang diamati sebagai sumber
data. Misalnya seorang guru dapat melakukan observasi mengenai bagaimana perilaku siswa, semangat siswa, kemampuan
manajerial kepala sekolah, hubungan antar guru, dsb.
Non participant Observation
Berlawanan dengan participant Observation, Non Participant merupakan observasi yang penelitinya tidak ikut secara langsung
dalam kegiatan atau proses yang sedang diamati..
Kelemahan dari metode ini adalah peneliti tidak akan memperoleh data yang mendalam karena hanya bertindak sebagai
pengamat dari luar tanpa mengetahui makna yang terkandung di dalam peristiwa.
Alat yang digunakan dalam teknik observasi ini antara lain : lembar cek list, buku catatan, kamera photo, dan lain lain.

b. Data sekunder: Data diperoleh dari pihak yang sudah mengumpulkan data itu sebelumnya dimana pembaca data tinggal
langsungmembaca atau memperolehnya secara tertulis dari pengumpul data pertama. Misalnya untuk membaca jumlah penduduk
Indonesia, datanya tidak perlu dikumpul oleh orang per orang atau instansi tetapi langsung dapat diperoleh dan dibaca dari Biro
Pusat Statistik (BPS) berdasarkan data sensus penduduk yang diperolehnya.
56.
57. 2.3. Masalah Dalam Pengumpulan Data
58.
59. Masalah data tidak hanya menyangkut bagaimana mendapatkan data. Data yang diperoleh belum tentu selalu sesuai dengan
keinginan pihak yang memerlukannya. Masalah data dapat mencakup, selain masalah memperolehnya, juga membaca,
menginterpretasi dan menyebar-luaskannya. Untuk mendapatkan, membaca maupun menginterpretasikan suatu data tidak jarang
ditemukan berbagai macam kendala.
60. Kemungkinan kesulitan dalam menghadapi data dapat berupa :
61. a. Tidak tersedianya atau kesulitan memperoleh data yang diinginkan
62. b. Ketidak-lengkapan data. Antara data yang sudah tersedia dengan informasi yang dibutuhkan sangat sering terjadi
kesennjangan. Karena itu mungkin diperlukan usaha tambahan untuk menjajaki berbagai sumber data atau bahkan terkadang
mengharuskan pengumpulan data sendiri.
63. c. Ketidakserasian data yang diperoleh dari berbagai sumber. Bahkan mungkin saja terjadi semacam kontroversi mengenai
suatu data yang diperoleh dari berbagai sumber.
64. d. Kemungkinan bias/kesalahan. Diperlukan teknik pengambilan dan proses pengambilan yang tepat untuk menghindari
kemungkinan kesalahan, baik karena keasalahan sumber atau pengambilannya.
65. e. Pola penyakit yang memungkinkan sulitnya mendapatkan kasus, karena banyaknya kasus yang sebenarnya tersembunyi.
Yang tampak hanya sebagian saja, yang sebenarnya lebih banyak yang tersembunyi. Keadaan ini biasa disebut sebagai fenomena
gunung es (iceberg phenomen).

Contoh yang baik menggambarkan fenomena gunung es ini adalah yang terjadi pada data HIV/AIDS. Jumlah kasus yang tampak,
diketahui, dilaporkan dan tercatat hanya sekitar 500.000 kasus tahun (tahun 1990-an). Padahal jumlah kasus AIDS yang tidak
terlaporkan lebih dari 1 juta. Belum lagi besarnya jumlah sebenarnya yang terinfeksi HIV yang belum menderita AIDS, yang
jumlahnya diperkirakan berlipat ganda, mencapai lebih 10 jutaan. Penyakit dengan fenomena gunung es ini merupakan tantangan
epidemologis yang sangat sering ditemukan pada berbagai penyakit infeksi, terlebih di kalangan penyakit tidak menular yang
perlangsungannya kronik.

BAB III
66. PENUTUP
3.1. SIMPULAN
Data merupakan komponen penting dalam epidemologi, sebagai “napas” epidemiologi. Mengingat pentingnya data, bukan hanya
keberadaan dan ketersediaannya yang diperlukan, tetapi diperlukan data yang berkualitas. Karena itu untuk mendapatkan data
yang berkualitas maka kita harus mengetahui sumber data epidemiologi seperti Sumber data dari populasi, Catatan peristiwa vital
(vital records), pelaporan dan pencatatan penyakit dan survey kesehatan. Selain itu cara pengumpulan data menurut caranya
terdiri dari pengumpulan langsung dan tidak langsung, menurut sumber pengumpulannya terbagi menjadi data primer dan
sekunder. Dalam pengumpulan data pun tidak terlepas dari masalah masalah seperti tidak tersedianya data, ketidaklengkapan
data, ketidakselarasian data, kemungkinan adanya kesalahan dan pola penyakit yang memungkinkan sulitmya mendapatkan
kasus.
67.
68. 3.2. SARAN
69. Ketersediaan dan keakuratan data sangat penting dalam epidemiologi dimana dapat digunakan untuk menanggulangi masalah-
masalah serta membantu dalam perencanaan pembangunan di bidang kesehatan. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama dalam
pengumpulan data yang baik dan berkualitas agar dapat meminimalisir masalah yang dapat muncul saat pengumpulan data.
Lo 3
RESUME UKURAN-UKURAN EPIDEMIOLOGI
(PENGUKURAN BEBAN PENYAKIT)
Oleh Kelompok 3

Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari pengetahuan Ilmu Kesehatan Masyarakat (Public Health) yang menekankan
perhatiannya terhadap keberadaan penyakit dan masalah kesehatan lainnya dalam masyarakat. Keberadaan penyakit masyarakat itu didekati
oleh epidemiologi secara kuantitatif. Karena itu, epidemiologi akan mewujudkan dirinya sebagai suatu metode pendekatan banyak
memberikan perlakuan kuantitatif dalam menjelaskan masalah kesehatan (Serli A. Sinta, 2013).
Cara mengukur frekwensi masalah kesehatan yang dapat dipergunakan dalam Epidemiologi sangat beraneka ragam, karena
tergantung dari macam masalah kesehatan yang ingin diukur atau diteliti (Aditya Setyawan, 2008).
Secara garis besar, ukuran epidemiologi dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Morbidity (Angka Kesakitan) dan Mortality (Angka
Kematian). Berikut penjelasan dari masing-masing jenis tersebut.

A. Morbidity (Angka Kesakitan)


Morbiditas adalah Juga merupakan suatu penyimpangan dari status sehat dan sejahtera atau keberadaan suatu kondisi sakit.
Morbiditas juga mengacu pada angka kesakitan yaitu jumlah orang yang sakit dibandingkan dengan populasi tertentu yang sering kali
merupakan kelompok yang sehat atau kelompok yang beresiko (Aditya Setyawan, 2008).
Di dalam Epidemiologi, Ukuran Utama Morbiditas adalah : Angka Insidensi & Prevalensi dan berbagai Ukuran Turunan dari
kedua indikator tersebut. Setiap kejadian penyakit, kondisi gangguan atau kesakitan dapat diukur dengan Angka Insidensi dan Angka
Prevalensi (Aditya Setyawan, 2008).
Secara umum, terdapat 2 jenis cara pengukuran Morbidity, yaitu secara Insidensi/Incidence dan Prevalensi/Prevalence.
1. Insidensi/Incidence
Adalah gambaran tentang frekwensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu waktu tertentu di satu
kelompok masyarakat. Untuk dapat menghitung angka insidensi suatu penyakit, sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu
tentang :
 Data tentang jumlah penderita baru.
 Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru(Population at Risk) (Aditya Setyawan, 2008).
Secara umum angka insiden ini dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: (Aditya Setyawan, 2008).
a. Incidence Rate
Yaitu Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu(umumnya 1
tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka
waktu yang bersangkutan. Rumus:

K = Konstanta ( 100%, 1000 ‰)

Manfaat Incidence Rate adalah :


 Mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi
 Mengetahui Resiko untuk terkena masalah kesehatan yang dihadapi
 Mengetahui beban tugas yang harus diselenggarakan oleh suatu fasilitas pelayanan kesehatan.

b. Attack Rate
Yaitu Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu saat dibandingkan dengan jumlah
penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang sama. Rumus:

Manfaat Attack Rate adalah:


 Memperkirakan derajat serangan atau penularan suatu penyakit.
 Makin tinggi nilai AR, maka makin tinggi pula kemampuan Penularan Penyakit tersebut.

c. Secondary Attack Rate


Adalah jumlah penderita baru suatu penyakit yang terjangkit pada serangan kedua dibandingkan dengan jumlah
penduduk dikurangi orang/penduduk yang pernah terkena penyakit pada serangan pertama. Digunakan dalam
menghitung suatu panyakit menular dan dalam suatu populasi yang kecil (misalnya dalam Satu Keluarga). Rumus:

2. Prevalensi/Prevalence
Adalah gambaran tentang frekwensi penderita lama dan baru yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu di
sekelompok masyarakat tertentu. Pada perhitungan angka Prevalensi, digunakan jumlah seluruh penduduk tanpa
memperhitungkan orang/penduduk yang kebal atau penduduk dengan Resiko (Population at Risk). Sehingga dapat dikatakan
bahwa Angka Prevalensi sebenarnya bukanlah suatu rate yang murni, karena Penduduk yang tidak mungkin terkena penyakit
juga dimasukkan dalam perhitungan.
Secara umum nilai prevalensi dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Period Prevalence Rate
Yaitu jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu dibagi
dengan jumlah penduduk pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan. Nilai Periode Prevalen Rate hanya
digunakan untuk penyakit yang sulit diketahui saat munculnya, misalnya pada penyakit Kanker dan Kelainan Jiwa.
Rumus:

b. Point Prevalence Rate


Adalah jumlah penderita lama dan baru suatu
penyakit pada suatu saat dibagi dengan jumlah penduduk pada saat itu. Dapat dimanfaatkan untuk mengetahui Mutu
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Rumus:

Hubungan Antara Prevalensi & Insidensi


Angka Prevalensi dipengaruhi oleh tingginya insidensi dan lamanya sakit/durasi penyakit. Lamanya sakit/durasi penyakit
adalah periode mulai didiagnosanya penyakit sampai berakhirnya penyakit tersebut yaitu sembuh, mati ataupun kronis. Hubungan
ketiga hal tersebut dapat dinyatakan dengan rumus:
Rumus hubungan Insidensi dan Prevalensi tersebut hanya berlaku jika dipenuhi 2 syarat, yaitu:
a. Nilai Insidensi dalam waktu yang cukup lama bersifat konstan atau tidak menunjukkan perubahan yang mencolok.
b. Lama berlangsungnya suatu penyakit bersifat stabil atau tidak menunjukkan perubahan yang terlalu mencolok.

B. Mortality (Angka Kematian)


Mortalitas merupakan istilah epidemiologi dan data statistik vital untuk Kematian. Dikalangan masyarakat kita, ada 3 hal
umum yang menyebabkan kematian, yaitu: (Aditya Setyawan, 2008).
1. Degenerasi Organ Vital & Kondisi terkait,
2. Status penyakit,
3. Kematian akibat Lingkungan atau Masyarakat (Bunuh diri, Kecelakaan, Pembunuhan, Bencana Alam, dsb).
Macam-macam jenis angka kematian (mortality rate) dalam epidemiologi adalah sebagai berikut (Aditya Setyawan, 2008).
1. Angka Kematian Kasar ( Crude Death Rate )
2. Angka Kematian Perinatal ( Perinatal Mortality Rate )
3. Angka Kematian Bayi Baru Lahir ( Neonatal Mortality Rate )
4. Angka Kematian Bayi ( Infant Mortalaity Rate )
5. Angka Kematian Balita ( Under Five Mortalaty Rate )
6. Angka Kematian Pasca-Neonatal (Postneonatal Mortality Rate)
7. Angka Lahir Mati / Angka Kematian Janin(Fetal Death Rate )
8. Angka Kematian Ibu ( Maternal Mortality Rate )
9. Angka Kematian Spesifik Menurut Umur (Age Specific Death Rate)
10. Cause Spesific Mortality Rate ( CSMR )
11. Case Fatality rate ( CFR )
Penjelasan
1. Crude Death Rate/CDR (Angka Kematian Kasar/AKK)
Adalah jumlah semua kematian yang ditemukan pada satu jangka waktu (umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan
jumlah penduduk pada pertengahan waktu yang bersangkutan. Istilah Crude (bahasa Inggris) yang berarti kasar, digunakan
karena setiap aspek kematian tidak memperhitungkan usia, jenis kelamin, atau variable lain. Rumus:

2. Perinatal Mortality Rate/PMR (Angka Kematian Perinatal/AKP)


PMR Adalah : Jumlah kematian janin yang dilahirkan pada usia kehamilan 28 minggu atau lebih ditambah dengan
jumlah kematian bayi yang berumur kurang dari 7 hariyang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang
sama ( WHO, 1981 ). Rumus:

Manfaat PMR adalah untuk menggambarkan keadaan kesehatan masyarakat terutama kesehatan ibu hamil dan bayi.
Factor yang mempengaruhi tinggi rendahnya PMR adalah :
a) Banyaknya Bayi BBLR
b) Status gizi ibu dan bayi
c) Keadaan social ekonomi
d) Penyakit infeksi, terutama ISPA
e) Pertolongan persalinan

3. Neonatal Mortality Rate/NMR (Angka Kematian Neonatal/AKN)


Adalah jumlah kematian bayi berumur kurang dari 28 hari yang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada
tahun yang sama. Rumus:
Manfaat NMR adalah untuk mengetahui :
a) Tinggi rendahnya usaha perawatan postnatal
b) Program imunisasi
c) Pertolongan persalinan
d) Penyakit infeksi, terutama Saluran Napas Bagian Atas.

4. Infant Mortality Rate/IMR (Angka Kematian Bayi/AKB)


Adalah jumlah seluruh kematian bayi berumur kurang dari 1 tahun yang dicatat selama 1 tahun per 1000 kelahiran
hidup pada tahun yang sama. Manfaatnya adalah sebagai indicator yg sensitive terhadap derajat kesehatan masyarakat. Rumus:

5. Under Five Mortality Rate/UFMR (Angka Kematian Balita)


Adalah jumlah kematian balita yang dicatat selama 1 tahun per 1000 penduduk balita pada tahun yang sama.
Manfaatnya adalah untuk mengukur status kesehatan bayi. Rumus:

6. Post-Neonatal Mortality Rate (Angka Kematian Pasca-Neonatal)


Adalah kematian yang terjadi pada bayi usia 28 hari sampai 1 tahun per 1000 kelahiran hidup dalam satu tahun.
Angka kematian pascaneonatal diperlukan untuk menelusuri kematian di Negara belum berkembang , terutama pada wilayah
tempat bayi meninggal pada tahun pertama kehidupannya akibat malnutrisi, defisiensi nutrisi, dan penyakit infeksi. Rumus:

7. Fetal Death Rate (Angka Kematian Janin/Angka Lahir Mati)


Kematian janin adalah kematian yang terjadi akibat keluar atau dikeluarkannya janin dari rahim, terlepas dari durasi
kehamilannya. Jika bayi tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda – tanda kehidupan saat lahir, bayi dinyatakan meninggal.
Tanda –tanda kehidupan biasanya ditentukan dari Pernapasan, Detak Jantung, Detak Tali Pusat atau Gerakan Otot Volunter.
Angka Kematian Janin adalah Proporsi jumlah kematian janin yang dikaitkan dengan jumlah kelahiran pada periode
waktu tertentu, biasanya 1 tahun. Rumus:

8. Maternal Mortality Rate/MMR (Angka Kematian Ibu/AKI)


Adalah jumlah kematian ibu sebagai akibat dari komplikasi kehamilan, persalinan dan masa nifas dalam 1 tahun per
1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Tinggi rendahnya MMR berkaitan dengan :
a) Social ekonomi
b) Kesehatan ibu sebelum hamil, bersalin dan nifas
c) Pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil
d) Pertolongan persalinan dan perawatan masa nifas.
Rumus:

9. Age Spesific Mortality Rate/ASMR


Manfaat ASMR/ASDR adalah :
a) Untuk mengetahui dan menggambarkan derajat kesehatan masyarakat dengan melihat kematian tertinggi pada golongan
umur.
b) Untuk membandingkan taraf kesehatan masyarakat di berbagai wilayah.
c) Untuk menghitung rata – rata harapan hidup.

10. Cause Spesific Mortality Rate (CSMR)


Yaitu jumlah seluruh kematian karena satu sebab penyakit dalam satu jangka waktu tertentu (1 tahun) dibagi dengan
jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut. Rumus:

11. Case Fatality Rate/CFR


Adalah perbandingan antara jumlah seluruh kematian karena satu penyebab penyakit tertentu dalam 1 tahun dengan
jumlah penderita penyakit tersebut pada tahun yang sama. Digunakan untuk mengetahui penyakit –penyakit dengan tingkat
kematian yang tinggi.
Rumus:

Sumber Kesalahan Dalam Pengukuran (Aditya Setyawan, 2008)


1. Kesalahan akibat penggunaan data yang tidak sesuai
 Menggunakan sumber data yang tidak representative :
 Hanya data dari pelayanan kesehatan saja, padahal diketahui bahwa cakupan pelayanan kesehatan sangat terbatas dan tidak
semua masyarakat datang berobat ke fasilitas pelayanan tersebut.
 Memanfaatkan data dari hasil survey khusus yang pengambilan respondennya tidak secara acak. ( tidak memenuhi syarat
Randomisasi )
 Memanfaatkan data dari hasil survey khusus yang sebagian respondenya tidak memberikan jawaban ( drop out ).

2. Kesalahan karena adanya faktor BIAS


BIAS merupakan perbedaan antara hasil pengukuran dengan nilai sebenarnya. Sumber BIAS :
a) Dari Pengumpul Data :
 Menggunakan alat ukur yang berbeda – beda / tidak standar
 Menggunakan teknik pengukuran yang berbeda
b) Dari Masyarakat :
 Adanya perbedaan persepsi masyarakat terhadap penyakit yang ditanyakan
 Adanya perbedaan respon terhadap alat / test yang dipergunakan
Lo 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kualitas Hidup (Quality of Life) 1. Defenisi Kualitas Hidup

Kualitas hidup menurut World Health Organozation Quality of Life (WHOQOL) Group (dalam Rapley, 2003), didefinisikan sebagai

persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu hidup dan hubungannya

dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian seseorang. (Nimas, 2012)

Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu dari posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dansistem nilai di mana

mereka tinggal dan dalam hubungannya dengan tujuan mereka, harapan , standar dan kekhawatiran (WHO, 1996)

Kualitas hidup merupakan persepsi subjektif dari individu terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan dalam kehidupan sehari-

hari yang dialaminya (Urifah, 2012).Sedangkan menurut Chipper (dalam Ware, 1992) mengemukakan kualitas hidup sebagai kemampuan

fungsional akibat penyakit dan pengobatan yang diberikan menurut pandangan atau perasaan pasien.

Donald (dalam Urifah, 2012) menyatakan kualitas hidup merupakn suatu terminology yang menunjukkan tentang kesehatan

23

fisik, sosial dan emosi seseorang serta kemsmpusnnys untuk melaksanakan tugas sehari-hari.

Kualitas hidup adalah suatu cara hidup, sesuatu yang yang esensial untuk menyemangati hidup, eksistensi berbagai pengalaman fisik dan

mental seorang individu yang dapat mengubah eksistensi selanjutnya dari individu tersebut di kemudian hari, status sosial yang tinggi, dan

gambaran karakteristik tipikal dari kehidupan seseorang individu (Brian, 2003)

WHO (dalam Kurniawan, 2008) menggambarkan kualitas hidup sebagai sebuah persepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan

dalam konteks budaya dan system nilai dimana mereka tinggal dan hidup dalam hubungannya dengan tujuan hidup, harapan, standart dan

fokus hidup mereka. Konsep ini meliputi beberapa dimensi yang luas yaitu: kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial dan

lingkungan.

Menurut Cohan & Lazarus (dalam Handini, 2011) kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seseorang individu

yang dapat dinilai dari kehidupan mereka.Keunggulan individu tersebut biasanya dilihat dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan

interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi.Sedangkan Ghozali juga mengungangkap faktor-faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup diantaranya adalah mengenali diri sendiri,

adaptasi, merasakan perhatian orang lain, perasaan kasih dan sayang, bersikap optimis, mengembangkan sikap empati.

Defenisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan (health-related quality of life) dikemukakan oleh Testa dan Nackley (Rapley,

2003), bahwa kualitas hidup berarti suatu rentang anatara kedaan objektif dan persepsi subjektif dari mereka.Testa dan Nackley
menggambarkan kualitas hidup merupakan seperangkat bagian-bagian yang berhubungan dengan fisik, fungsional, psikologis, dan

kesehatan sosial dari individu.Ketika digunakan dalam konteks ini, hal tersebut sering kali mengarah pada kualitas hidup yang mengarah

pada kesehatan. Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan mencakup lima dimensi yaitu kesempatan, persepsi kesehatan, status

fungsional, penyakit, dan kematian.

Sedangkan menurut Hermann (Silitonga, 2007) kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon emosi

dari pasien terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian antara

harapan dan kenyataan yang ada, adanya kepuasaan dalam melakukan fungsi fisik, sosial dan emosional serta kemampuan mengadakan

sosialisasi dengan orang lain.

Kualitas hidup menurut definisi WHO adalah persepsi individu tentang keberadaannya di kehidupan dalam konteks budaya dan system nilai

tempat ia tinggal. Jadi dalam skala yang luas meliputi berbagai sisi

kehidupan seseorang baik dari segi fisik, psikologis, kepercayaan pribadi, dan hubungan sosial untuk berinteraksi dengan lingkungannya.

Definisi ini merefleksikan pandangan bahwa kualitas hidup merupakan evaluasi subjektif, yang tertanam dalam konteks cultural, sosial dan

lingkungan. Kualitas hidup tidak dapat disederhanakan dan disamakan dengan status kesehatan, gaya hidup, kenyamanan hidup, status

mental dan rasa aman (Snoek, dalam Indahria, 2013)

Menurut Karangora (2012) mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi seseorang dalam konteks budaya dan norma yang sesuai dengan

tempat hidup seseorang tersebut serta berkaitan dengan tujuan, harapan, standard an kepedulian selama hidupnya. Kualitas hidup individu

yang satu dengan yang lainnya akan berbeda, hal itu tergantung pada definisi atau interpretasi masing-masing individu tentang kualitas

hidup yang baik. Kualitas hidup akan sangat rendah apabila aspek-aspek dari kualitas hidup itu sendiri masih kurang dipenuhi.

Dari beberapa uraian tentang kualitas hidup diatas maka dapat ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan kualitas hidup dalam kontek

penelitian ini adalah persepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupannya baik dilihat dari konteks budaya maupun system nilai

dimana mereka tinggal dan hidup yang ada hubungannya dengan tujuan hidup, harapan, standart dan fokus hidup mereka yang mencakup

beberapa aspek sekaligus, diantaranyaaspek kondisi fisik, psikologis, sosial dan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Kualitas hidup pasien diabetes melitus dipengaruhi oleh berbagai faktor baik secara medis, maupun psikologis. Berbagai faktor tersebut

diantaranya adalah pemahaman terhadap diabetes, penyesuaian terhadap diabetes, depresi, regulasi diri (Watkins, Connell, Fitzgerald, Klem,

Hickey & Dayton, 2000) emosi negatif, efikasi diri, dukungan sosial, komplikasi mayor (kebutaan, dialysis, neuropati, luka kaki, amputasi,

stroke dan gagal jantung), karakteristik kepribadian dan perilaku koping (Rose et al., 1998; 2002), tipe dan lamanya diabetes, tritmen

diabetes, kadar gula darah, locus of control, jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, status perkawinan dan edukasi diabetes (Milencovic et

al.,2004; Akimoto et al.,2004), emotional distress yang berhubungan dengan diabetes (Polonsky, Fisher, Earles, Dudl, Lees, Mullan &

Richard, 2005). (Melina, 2011)

Raebun dan Rootman (Angriyani, 2008) mengemukakan bahwa terdapat delapan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang,
yaitu:
 1. kontrol, berkaitan dengan control terhadap perilaku yang dilakukan
oleh seseorang, seperti pembahasan terhadap kegiatan untuk menjaga kondisi tubuh.

Kesempatan yang potensial, berkaitan dengan seberapa besar seseorang dapat melihat peluang yang dimilikinya. 


Keterampilan, berkaian dengan kemampuan seseorang untuk melakukan keterampilan lain yang mengakibatkan ia dapat
mengembangkan dirinya, seperti mengikuti suatu kegiatan atau kursus tertentu. 


Sistem dukungan, termasuk didalamnya dukungan yang berasal dari lingkungan keluarga, masyarakat maupun sarana-sarana
fisik seperti tempat tinggal atau rumah yang layak dan fasilitas-fasilitas yang memadai sehinga dapat menunjang kehidupan. 


Kejadian dalam hidup, hal ini terkait dengan tugas perkembangan dan stress yang diakibatkan oleh tugas tersebut. Kejadian

dalam hidup sangat berhubungan erat dengan tugas perkembangan yang harus dijalani, dan terkadang kemampuan seseorang
untuk menjalani tugas tersebut mengakibatkan tekanan tersendiri. 


Sumber daya, terkait dengan kemampuan dan kondisi fisik seseorang. Sumber daya pada dasarnya adalah apa yang dimiliki oleh
seseorang sebagai individu. 


Perubahan lingkungan, berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitar seperti rusaknya tempat tinggal akibat
bencana. 


8. Perubahan politik, berkaitan dengan masalah Negara seperti krisi moneter sehingga menyebabkan orang kehilangan pekerjaan/mata

pencaharian.

Selain itu, kualitas hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan

pasienan orang lain, perasaan kasih dan sayang, bersikap optimis, mengembangkan sikap empati.

3. Aspek-Aspek Kualitas Hidup

Menurut WHO (1996) terdapat empat aspek mengenai kualitas hidup, diantaranya sebagai berikut:

. Kesehatan fisik, diantaranya Aktivitas sehari-hari, ketergantungan 
 pada zat obat dan alat bantu medis, energi dan kelelahan, mobilitas,


 rasa sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja. 


. Kesejahteraan psikologi, diantaranya image tubuh dan penampilan, perasaan negative, perasaan positif, harga diri,
spiritualitas/agama/keyakinan pribadi, berpikir , belajar , memori dan 
 konsentrasi. 


. Hubungan sosial, diantaranya hubungan pribadi, dukungan sosial, 
 aktivitas seksual. 


. Hubungan dengan lingkungan, diantaranya sumber keuangan, 
 kebebasan, keamanan fisik dan keamanan Kesehatan dan perawatan

sosial : aksesibilitas dan kualitas, lingkungan rumah, Peluang untuk memperoleh informasi dan keterampilan baru, partisipasi
dalam dan 

peluang untuk kegiatan rekreasi / olahraga, lingkungan fisik ( polusi / suara / lalu lintas / iklim ), mengangkut.

Menurut WHOQOL-BREF (dalam rapley, 2003) terdapat empat aspek mengenai kualitas hidup, diantaranya sebagai berikut: (Nimas, 2012)

. Kesehatan fisik, mencakup aktivitas sehari-hari, ketergantungan 
 pada obat-obatan, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan


 ketidaknyamanan, tidur/istirahat, kapasitas kerja 


. Kesejahteraan psikologis, mencakup bodily image appearance, 
 perasaan negative, perasaan positif, self-esteem,

spiritual/agama/keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori dan konsentrasi. 


. Hubungan sosial, mencakup relasi personal, dukungan sosial, aktivitas seksual 


. Hubungan dengan lingkungan mencakup ssumber finansial, kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan dan sosial

termasuk aksesbilitas dan kualitas, lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru maupun

keterampilan, partisispasi dan mendapat kesempatan untuk melakukan rekreasi dan kegiatan yang menyenangkan di waktu luang,
lingkungan fisik termasuk polusi/kebisingan/lalu lintas/iklim serta transportasi. 


B. Diabetes Melitus (DM)
 1. Etiologi atau Penyebab Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah suatu kondisi, dimana kadar gula di dalam darah lebih tinggi dari biasa/normal. Normal 60 mg/dl sampai 145 mg/dl.

Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein

yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin.Gejala yang dikeluhkan pada pasien

diabetes melitus yaitu polidipsia, poliuruia, polifagia, penurunan berat badan, kesemutan. (Restyana, 2015)

Diabetes adalah penyakit kronik dimana tubuh tidak dapat memproduksi atau memanfaatkan insulin dengan seharusnya. Insulin merupakam

hormone yang dikeluarkan oleh pancreas yang mengontrol pergerakan glukosa kedalam sel dan metabolism glukosa (Aliyah, 2008)

Diabetes mellitus adalah suatu kondisi, dimana kadar gula didalam darah lebih tinggi dari biasa/normal. (normal: 60 mg/gl sampai dengan

145 mg/gl). Hal ini disebabkan karena tidak dapatnya gula memasuki sel-sel (Mirza, 2009)

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit endokrin yang ditandai oleh kelainan metabolisme dan komplikasi jangka panjang yang

melibatkan organ lain seperti mata, ginjal, saraf, pembuluh darah (Harrison, 1994). Diabetes mellitus ditandai oleh hiperglikemia serta

gangguan-gangguan metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang bertalian dengan defisiansi absolut atau relative aktifitas dan atau

sekresi insulin (WHO, dalam Soegondo, 2006). Absolute berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya

cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang (Depkes RI, dalam Kurniawan 2008).

Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan kerja insulin, baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga

keseimbangan akan terganggu dan kadar glukosa darah cenderung naik (Tjokroprawiro, 2004). Meskipun sebenarnya diabetes merupakan

penyakit hormonal (insulin adalah hormon), namun manifestasi yang menonjol adalah penyakit metabolisme (WHO,2000). Taylor (2006)

juga menyebutkan bahwa diabetes adalah penyakit kronik. Jika penyakit merupakan penyakit kronis, dan tidak dapat disembuhkan, maka
satu-satunya cara adalah dengan mengola diri (Johana, 2012)

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang berlangsung kronik progresif. Bahaya diabetes meliputi sangat besar dan dapat
memungkinkan menjadi gagal ginjal, buta, banyak komplikasi lainnya yang dapat menyebabkan kematian (Annas, 2015)
 2. Klasifikasi

Penyakit Diabetes Mellitus (DM)

Abdul Muchid, dkk (2005) menjelaskan bahwa klasifikasi diabetes mellitus mengalami perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu.

Dahulu diabetes diklasifikasikan berdasarkan waktu

munculnya (time of onset). Diabetes yang muncul sejak masa kanak- kanak disebut “juvenile diabetes”, sedangkan yang baru muncul setelah

seseorang berumur diatas 45 tahun disebut sebagai “adult diabetes”. Namun klasifikasi ini sudah tidak layak dipertahankan lagi, sebab

banyak sekali kasus-kasus diabetes yang muncul pada usia 20-39 tahun, yang menimbulkan kebingungan untuk mengklasifikasikannya.

Pada tahun 1968, ADA (American Diabetes Association) mengajukan rekomendasi mengenai standarisasi uji toleransi glukosa da

mengajukan istilah-istilah Pre-Diabetes, Suspected- Diabetes,Chemical atau Latent Diabetes dan Overt Diabetes untuk

pengklasifikasikannya. British Diabetes Association (BDA) mengajukan istilah yang berbeda, yaitu Potential Diabetes, Latent Diabetes,

Asymtomatic atau Sub-clinical Diabetes dan Clinical Diabetes.

WHO pun telah beberapa kali mengajukan klasifikasi diabetes melutus pada tahun 1965 WHO mengajukan beberapa istilah dalam

pengklasifikasian diabetes, antara lain Childhood Diabetes, Young Diabetes, Adult Diabetics dan Elderly Diabetic. Pada tahun 1980 WHO

mengemukakan klasifikasi baru diabetes melitus memperkuat rekomendasi National Diabetes Data Group pada tahun 1979 yang

mengajukan 2 tipe utama diabetes melitus, yaitu Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) disebut juga diabetes mellitus tipe 1 dan

Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang disebut juga diabetes mellitus tipe 2. Pada tahun 1985 WHO mengajukan revisi

klasifikasi dan tidak lagi menggunakan terminology DM tipe 1 dan 2. Namun tetap mempertahankan istilah Insulin-Dependent Diabetes

Melitus (IDDM) dan Non-Insulin-Dependent Diabetes Melitus (NIDDM), walaupun ternyata dalam publikasi-publikasi WHO selanjutnya

istilah DM tipe 1 dan 2 tetap muncul. Disamping dua tipe utama diabetes mellitus tersebut, pada klasifikasi tahun 1980 dan 1985 ini WHO

juga menyebutkan 3 kelompok diabetes lain yaitu diabetes tipe lain, toleransi glukosa terganggu atau impaired glucose Tolerance (IGT) dan

diabetes mellitus gestasional atau gestational diabetes mellitus (GDM). Pada revisi klasifikasi tahun 1985 WHO juga mengitroduksikan satu

tipe diabetes yang disebut diabetes melitus terkait malnutrisi atau malnutrition-related diabetes mellitus (MRDM.Klasifikasi ini akhirnya

juga dianggap kurang tepat dan membingungkan sebab banyak kasus NIDM (Non- Insulin-Dependent Diabetes Melitus) yang ternyata juga

memerlukan terapi insulin.Saat ini terdapat kecenderungan untuk melakukan pengklasifikasian lebih berdasarkan etiologi penyakitnya.

3. Faktor Resiko Diabetes Mellitu (DM)

Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor resiko diabetes selayaknya waspada akan kemungkinan dirinya mengidap diabetes. Para

petugas kesehatan, dokter, apoteker dan petugas

kesehatan lainnyapun sepatutnya member perhatian kepada orang- orang seperti ini, dan meyarankan untuk melakukan beberapa

pemeriksaan untuk mengetahui kadar glukosa darahnya agar tidak terlambat memberikan bantuan penanganan, karena makin cepat kondisi

kondisi diabetes mellitus diketahui dan ditangani, makin mudah untuk mengendalikan kadar glukosa darah dan mencegah komplikasi-

komplikasi yang akan terjadi.


Abdul Muchid, dkk (2005), Beberapa faktor resiko untuk diabetes mellitus, terutama untuk DM tipe 2, diantaranya:

. Riwayat: diabetes dalam keluarga, diabetes gestasional, 
 melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg, kista ovarium (Polycystic ovary

syndrome), IFG (Impaired fasting glucose) atau IGT (Impaired glucose tolerance) 


. Obesitas: >120% berat baan ideal 


. Umur: 20-59: 8,7% dan >65: 18% 


. Hipertensi: >140/90mmHg 


. Hiperlipidemia: kadar HDL rendah <35mg/dl, dan kadar lipid 
 darah tinggi >250mg/dl 


. Faktor-faktor lain: kurang olahraga, dan pola makan rendah serat. 
 Bermacam-macam hal yang dapat menimbulkan diabetes. 


Diabetes dapat disebabkan karena kerusakan bacterial atau vital yang merusak pancreas dan sel yang memproduksi insulin, serta dapat juga

disebabkan disfungsi system kekebalan diri. Selain itu, terdapat

indikasi bahwa faktor heriditer juga merupakan komponen substansial. Namun, jelas bahwa faktor-faktor lain turut diduga berpengaruh

terhadap timbulnya diabetes dan banyak hal lain yang juga diduga berpengaruh. Faktor makanan, dan lain-lain (Aliah, 2008).

Menurut Handrawan (2009) seseorang terkena diabetes mellitus jika:

c. kedua orangtua, atau salah satu saja pengidap DM 


d. memiliki saudara kandung DM 


e. salah satu anggota keluarga (nenek, kakek, bibi, paman, sepupu, 
 keponakan) ada yang mengidap DM 


f. gula darah pernah 126-200 mg/gl 


g. pengidap penyakit hati berat 


h. sering mengonsumsi obat golongan conticosteroid (pasien asma, 
 eksim, encok) 


i. wanita dengan riwayat melahirkan bayi lebih dari 4 kg. 


4. Gejala Klinik

Diabetes seringkali muncul tanpa gejala.Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes.

Gejala tipikal yang sering dirasakan pasien diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia

(banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh

terganggu, kesemutan pada kaki dan tangan, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun
tanpa sebab yang jelas.

. Pada DM tipe 1 gejala klasik yang umum dikeluhkan adalan\h 
 poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa

lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit) 


. Pada DM tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada DM. tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru

dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Pasien DM tipe 2 umumnya

lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi,
hiperlipidemia, obesitas dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf. 
 Karakteristik diabetes atau penyakit kencing

mani dianataranya 


sebagai berikut: ( Mirza, 2009)
 1. Rasa haus yang berlebihan
 2. Buang air kecil yang berlebihan
 3. Selalu merasa lelah/kekurangan

energi 4. Infeksi dikulit
 5. Penglihatan menjadi kabur
 6. Turunnya berat badan

Selain itu menurut (Handrawan, 2009), karakteristik diabetes melitus diantaranya, banayak kencing, banyak minum, banyak makan, dan

lekas lapar, selain lesu dan lemah, keluhan awal kencing manis, berat badan cepat menurun, mungkin muncul gatal-gatal, luka sukar

sembuh, dan seks menurun, gejala kencing manis disertai dengan darah sewaktu 180 mg/dl pasti kencing manis.

Peningkatan jumlah pasien DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat

diubah, dan faktor lain. Menurut American Diabetes Association (ADA) bahwa DM berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah

meliputi riwayat keluarga dengan DM, umur > 45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau

riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2,5 kg).

Faktor lain yang terkait dengan resiko diabetes adalah pasien polycystic ovarysindrome (PCOS), pasien sindrom metabolic memiliki riwayat

toleransi glukosa terganggua (TGT), stroke, PJK, konsumsi alcohol, faktor stress, kebiasaan merokok, jenis kelamin, konsumsi kopi dan

kafein. (Resyana, 2015)

5. Diagnosis Diabetes Mellitus (DM)

Abdul Muchid, dkk (2005) menjelaskan bahwa diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khas DM berupa

poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak

dapat dijelaskan penyakitnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikan pasien antara lain berat badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-
gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria dan pruritus vulvae pada wanita.

Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu >200mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil

pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥126mg/dl juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM.

Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat

untuk menegakkan diagnosis DM. diperlukan konfirmasi satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang abnormal tinggi (≥200mg/dl). Pada

hari lain, kadar glukosa darah puasa yang abnormal tinggi (≥126mg/dl). Atau dari hasil uji toleransi glukosa oral didapatkan kadar glukosa

darah paska pembebanan ≥200mg/dl.


Menurut (Handrawan, 2009) seseorang didiagnosis kencing manis atau diabetes mellitus apabila kadar gula darah puasa (10 jam) lebih 26

mg/gl pada dua kali pemeriksaan saat yang berbeda. Adan atau kadar gula sewaktu (diperiksa kapan saja) lebih dari 180 mg/gl, dengan atau

tanpa keluhan maupun gejala.

Banyak kencing, banyak minum, banyak makan, dan lekas lapar, selain lesu dan lemah, keluhan awal kencing manis. Berat badan cepat

menurun, mungkin muncul gatal-gatal, luka sukar

sembuh, dan seks menurun. Munculnya keluhan dan atau gejala kencing manis disertai darah sewaktu 180 mg/gl pasti kencing manis.

Pada diabetes mellitus turunnya berat badan umumnya berat adan terus menurun.Dalam sebulan berat badan bisa turun sampai 5- 10 kg.

Pada DM jenis yang didapat atau DM tipe 2 berat badan tidak begitu berpengaruh.

Selain itu, seseorang didiagnosis diabetes mellitus apabila kadar gula darah sudah melampaui ambang ginjal menahan gula. Dan itu baru

terjadi apabila kadar gula darah sudah mencapai 180 mg/gl, padahal gula darah sewaktu atau sesudah makan lebih dari 126 mg/gl saja, yang

berarti di atas normalnya 110 mg/gl sudah berarti positif kencing manis.

6. Terapi Diabetes Mellitus (DM)

Pencegahan untuk penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat macam, diantaranya: (Restyana, 2015)
 1. Pencegahan primordial

Pencegahan primordial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan

dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko lainnya. Pencegahan primordial pada penyakit DM misalnya menciptakan prakondisi sehingga

masyarakat merasa bahwa konsumsi makan keberat-beratan adalah suatu pola makan yang kurang baik, pola

hidup santai atau kurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang

baik bagi kesehatan

g. Pencegahan primer 
 Pencegahan primer adalah upaya yang ditunjukkan pada orang- orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yaitu

mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita DM diantaranya: 
 a. Kelompok usia tua (>45 tahun) b.

Kegemukan
 c. Tekanan darah tinggi
 d. Riwayat keluarga DM 


h. Pencegahan sekunder
 Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini

dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit.Dalam pengelolaan pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat
mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama pengelolaan DM meliputi:
 a. Penyuluhan
 b.

Perencanaan makanan
 c. Latihan jasmani
 d. Obat berkhasiat hipoglikemik 


4. Percegahan tersier
 Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini

mungkin, sebelum kecactan tersebut menetap.

Abdul Muchid, dkk (2005), membagi terapi diabetes antara lain, terap tanpa obat, terapi obat, Farmakoterapi (terapi insulin).
 1. Terapi

tanpa obat

a. Pengaturan diet
 Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes.Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat.Protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik, seperti karbohidrat 60-70%, protein

10-15%, dan lemak 20-25%. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan fisisk, yang pada
dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.
 Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi

resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5%

berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan

berat badan

dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan

hidup.
 b. Olahraga

Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Saat ini ada dokter olahraga yang dapat

dimintakan nasehatnya untuk mengatur jenis dan porsi olehraga yang sesuai untuk pasien dibetes. Prinsipnya, tidak perlu olahraga berat,

olahraga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat

CRIPE (continous, rhythmical, interval, progressive, endurance training).Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi

maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi pasien. Beberapa contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan atau

lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit perhari didahului

dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olahraga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan

aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.

. Terapi obat
 Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olahraga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa

darah pasien, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat
hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya. 


. Farmako terapi 


a. Terapi insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi pasien DM tipe 1.Pada DM tipe 1, sel-sel β langerhans kelenjar pankreas pasien rusak,

sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin.Sebagai penggantinya, maka pasien DM tipe 1 harus mendapat insulin oksigen untuk

mmbantu agar metabolisme karbohidrat didalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar pasien DM tipe 2 tidak

memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral.

C. Kualitas Hidup Seorang Pasien DM

Kualitas hidup merupakan persepsi penilaian atau penilaian sujektif dari individu yang mencakup beberapa aspek sekaligus, yang meliputi

kondisi fisik, psikologis, sosial dan lingkungan dalam kehidupan sehari- hari.Menurut Urifah (2012) Kualitas hidup merupakan persepsi

subjektif dari individu terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan

dalam kehidupan sehari-hari yang dialaminya.Sedangkan menurut Chipper (dalam Ware, 1992) mengemukakan kualitas hidup sebagai

kemampuan fungsional akibat penyakit dan pengobatan yang diberikan menurut pandangan atau perasaan pasien.

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya
kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolism karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi

fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau difisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau

disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999)

Kualitas hidup dipengaruhi oleh berbagai faktor baik secara medis, maupun psikologis. Dilihat dari faktor psikologis fakta yang ada

sekarang adalah seperti stress yang dapat menyebabkan kadar gula menjadi tidak terkontrol sehingga dapat memunculkan simtom-simtom

diabetes mellitus, baik simtom hiperglikemia maupun simtom hipoglikemia. Selain itu, dari beberapa studi juga menjelaskan faktor-faktor

psikologis berhubungan erat dengan kontrol darah, seperti kejadian sehari-hari, ada tidaknya stres, dukungan sosial, dan efikasi diri (Melina,

2011).Sedangkan menurut Caron (dalam Urifah, 2012) stres dalam kehidupan sehari-hari merupakan prediktor negatif kualitas hidup.Stresor

yang terkait pasien psikotik adalah ketidak mampuan bekerja, masalah keuangan atau hidup dalam

kemiskinan, tempat tinggal, kebutuhan pangan, serta diskriminasi sosial, akibat perilaku mereka bertentangan dengan norma-norma

masyarakat.

Menurut Salmon (dalam Melina, 2011) seseorang yang mengalami penyakit kronis seperti diabetes mellitus tersebut maka akan melakukan

adaptasi terhadap penyakitnya. Adaptasi penyakit kronis memiliki tiga tahap yaitu 1).Shock. Tahap ini akan muncul pada saat seseorang

mengetahui diagnosis yang tidak diharapkannya, 2). Encounter Reaction. Tahap ini merupakan reaksi terhadap tekanan emosional dan

perasaan kehilangan, 3).Retreat. Merupakan tahap penyangkalan pada kenyataan yang dihadapinya atau menyangkal pada keseriusan

masalah penyakitnya, 4).Reoriented. Pada tahap ini seseorang akan melihat kembali kenyataan yang dihadapi dan dampak yang ditimbulkan

dari penyakitnya sehingga menyadari realitas, merubah tuntutan dalam kehidupannya dan mulai mencoba hidup dengan cara yang baru.

Menurut teori ini penyesuaian psikologis terhadap penyakit kronis bersifat dinamis. Proses adaptasi ini jarang terjadi pada satu tahap.

Penyakit diabetes mellitus ini menyertai seumur hidup pasien sehingga sangat mempengaruhi terhadap penurunan kualitas hidup pasien bila

tidak mendapatkan perawatan yang tidak tepat. Beberapa aspek dari penyakit ini yang mempengaruhi kualitas hidup yaitu: 1). Adanya

tuntutan yang terus-menerus selama hidup pasien terhadap perawatan DM, seperti pembatasan atau pengaturan diet, pembatasan aktifitas,

monitoring gula darah, 2). Gejala yang timbul saat kadar gula darah turun ataupun tinggi,

3). Ketakutan akibat adanya kompikasi yang menyertai, 4). Disfungsi seksual (Kurniawan, 2008).

Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda-beda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang

terjadi dalam dirinya. Jika menghadapinya dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapinya

dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya. Kualitas hidup pasien seharusnya menjadi perhatian penting bagi para petugas

kesehatan karena dapat menjadi acuan keberhasilan dari suatu tindakan/intervensi atau terapi.Disamping itu, data tentang kualitas hidup juga

dapat merupakan data awal untuk pertimbangan merumuskan intervensi/tindakan yang tepat bagi pasien.

D. Kerangka Teoritik

Kualitas hidup adalah persepsi individual terhadap posisinya dalam kehidupan pada konteks system nilai dan budaya dimana mereka tinggal

dan dalam berhubungan dengan tujuannya, penghargaan, norma-norma dan kepedulian (WHOQOL Group dalam Repley, 2003).Defenisi

yang dibuat oleh WHO ini merupakan defenisi kualitas hidup yang merefleksikan pandangan bahwa kualitas hidup merujuk pada evaluasi

subjektif yang ada pada konteks budaya, sosial, dan lingkungan.Karena defenisi kualitas hidup ini fokus pada kualitas hidup yang dirasakan

subjek, maka tidak diharapkan untuk memberikan suatu makna pengukuran secara detail tentang gejala-gejala, penyakit ataupun kondisi,
tetapi lebih pada efek dari penyakit dan intervensi kesehatan pada kualitas hidup. Dengan demikian, kualitas hidup tidak dapat disamakan

dengan istilah “status kesehatan”, “gaya hidup”, “status mental”, atau “well- being”.

Menurut WHOQOL-BREF (dalam rapley, 2003) terdapat empat dimensi mengenai kualitas hidup, diantaranya sebagai berikut: (Nimas,

2012)

8. Dimensi kesehatan fisik, mencakup aktivitas sehari-hari, 
 ketergantungan pada obat-obatan, energi dak kelelahan, mobilitas, sakit


 dan ketidaknyamanan, tidut, istirahat, kapasitas kerja 


9. Dimensi kesejahteraan psikologis, mencakup bodily image appearance, 
 perasaan negative, perasaan positif, self-esteem,

spiritual/agama/keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori dan konsentrasi. 


10. Dimensi hubungan sosial, mencakup relasi personal, dukungan sosial, aktivitas seksual 


11. Dimensi hubungan dengan lingkungan mencakup ssumber finansial, kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan

dan sosial termasuk aksesbilitas dan kualitas, lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru

maupun keterampilan, partisispasi dan mendapat kesempatan untuk melakukan rekreasi dan kegiatan yang menyenangkan di
waktu luang, lingkungan fisik termasuk polusi/kebisingan/lalu lintas/iklim serta transportasi. 


Lo 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 EPIDEMIOLOGI
II.1.1 Definisi Epidemiologi

Epidemiologi adalah metode investigasi yang digunakan untuk mendeteksi penyebab atau sumber dari penyakit, sindrom, kondisi atau risiko
yang menyebabkan penyakit, cedera, cacat atau kematian dalam populasi atau dalam suatu kelompok manusia. Epidemiologi juga
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sifat, penyebab, pengendalian, dan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi
penyakit, kecacatan, dan kematian dalam populasi manusia. Ilmu ini meliputi pemberian ciri pada distribusi status kesehatan, penyakit, atau
masalah kesehatan masyarakat lainnya berdasarkan usia, jenis kelamin, ras, geografi, agama, pendidikan, pekerjaan, perilaku, waktu, tempat,
orang dan sebagainya. (Timmreck, 2004: 2)

Epidemiologi berfokus pada tipe dan keluasan cedera, kondisi, atau penyakit yang menimpa suatu kelompok atau populasi, epidemiologi
juga menangani faktor risiko yang dapat memberikan dampak, pengaruh, pemicu, dan efek pada distribusi penyakit, cacat/ defek,
ketidakmampuan, dan kematian. Sebagai metode ilmiah, epidemiologi juga digunakan untuk mengkaji pola kejadian yang mempengaruhi
faktor-faktor di atas. Subjek-subjek yang dibahas dalam epidemiologi adalah distribusi kondisi patologi dari populasi manusia atau faktor-
faktor yang mempengaruhi distribusi tersebut.(Timmreck, 2004: 2)

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008 Universitas Indonesia

II.1.2 Tujuan Epidemiologi

Menurut Lilienfeld dalam buku Timmreck (2004) menyatakan bahwa ada tiga tujuan epidemiologi, yaitu:

1. Menjelaskan etiologi (studi tentang penyebab penyakit) satu penyakit atau sekelompok penyakit, kondisi, gangguan, defek,
ketidakmampuan, sindrom, atau kematian melalui analisis terhadap data medis dan epidemiologi dengan menggunakan
manajemen informasi sekaligus informasi yang berasal dari setiap bidang atau disiplin ilmu yang tepat, termasuk ilmu sosial/
perilaku.
2. Menentukan apakah data epidemiologi yang ada memang konsisten dengan hipotesis yang diajukan dan dengan pengetahuan,
ilmu perilaku, dan ilmu biomedis yang terbaru.
3. Memberikan dasar bagi pengembangan langkah-langkah pengendalian dan prosedur pencegahan bagi kelompok dan populasi
yang berisiko, dan untuk pengembangan langkah-langkah dan kegiatan kesehatan masyarakat yang diperlukan; yang semuanya
itu akan digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan langkah-langkah, kegiatan, dan program intervensi.

(Timmreck, 2004: 3)

II.1.3 Ruang Lingkup dan Penerapan Epidemiologi

Epidemiologi dalam sejarahnya dikembangkan dengan menggunakan epidemik penyakit menular sebagai suatu model studi dan
landasannya masih seperti pada model penyakit, metode, dan pendekatannya. Pada jaman dahulu, beberapa epidemik setelah ditelusuri
ternyata berasal dari penyebab-penyebab noninfeksius. Pada tahun 1700, James Lind menemukan bahwa penyakit skorbut disebabkan
karena kekurangan vitamin C dalam makanan. Penyakit defisiensi gizi lainnya

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008 Universitas Indonesia

dihubungkan dengan kekurangan vitamin A dan vitamin D. Beberapa studi juga telah berhasil menghubungkan keracunan timbal dengan
berbagai penyakit ringan, kolik, gout, keterbelakangan mental dan kerusakan saraf pada anak, pelukis dan pengrajin tembikar.

Dewasa ini, epidemiologi juga telah terbukti efektif dalam mengembangkan hubungan sebab akibat pada kondisi-kondisi noninfeksius
seperti penyalahgunaan obat, bunuh diri, kecelakaan lalu lintas, keracunan zat kimia, kanker, dan penyakit jantung. Saat ini area
epidemiologi penyakit kronis dan penyakit perilaku merupakan cabang ilmu epidemiologi yang paling cepat berkembang.

Epidemiologi dipakai untuk menentukan kebutuhan akan program-program pengendalian penyakit, untuk mengembangkan program
pencegahan dan kegiatan perencanaan layanan kesehatan, serta untuk menetapkan pola penyakit endemik, epidemik, dan pandemik.
(Timmreck, 2004: 4)

II.1.4 Manfaat Epidemiologi

Ada tujuh manfaat epidemiologi dalam bidang kesehatan masyarakat, yaitu: a. Mempelajari riwayat penyakit

Ilmu epidemiologi bermanfaat untuk mempelajari tren penyakit untuk memprediksi tren penyakit yang mungkin akan terjadi. Hasil
penelitian epidemiologi tersebut dapat digunakan dalam perencanaan pelayanan kesehatan dan kesehatan masyarakat.

b. Diagnosis masyarakat

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008 Universitas Indonesia

Epidemiologi memberikan gambaran penyakit, kondisi, cedera, gangguan, ketidakmampuan, defek/cacat apa saja yang menyebabkan
kesakitan, masalah kesehatan, atau kematian di dalam suatu komunitas atau wilayah.

c. Mengkaji risiko yang ada pada setiap individu karena mereka dapat mempengaruhi kelompok maupun populasi.

Epidemiologi memberikan manfaat dengan memberikan gambaran faktor risiko, masalah, dan perilaku apa saja yang mempengaruhi suatu
kelompok atau suatu populasi. Setiap kelompok dikaji dengan melakukan pengkajian terhadap faktor risiko dan menggunakan teknik
pemeriksaan kesehatan, misalnya: risiko kesehatan, pemeriksaan, skrining kesehatan, tes kesehatan, pengkajian penyakit, dan sebagainya.

d. Pengkajian, evaluasi, dan penelitian.


Epidemiologi memberikan manfaat dalam menilai sebaik apa pelayanan

kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan dalam mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan populasi atau kelompok. Epidemiologi
juga berguna untuk mengkaji keefektifan; efisiensi; kualitas; kuantitas; akses; ketersediaan layanan untuk mengobati, mengendalikan atau
mencegah penyakit; cedera; ketidakmampuan; atau kematian.

e. Melengkapi gambaran klinis.


Ilmu epidemiologi berguna dalam proses identifikasi dan diagnosis untuk

menetapkan bahwa suatu kondisi memang ada atau bahwa seseorang memang menderita penyakit tertentu. Epidemiologi juga berguna untuk
menentukan hubungan sebab akibat, misalnya: radang tenggorokan dapat menyebabkan demam rematik.

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008 Universitas Indonesia

f. Identifikasi sindrom.
Dalam hal ini, ilmu epidemiologi membantu dalam menyusun dan
menetapkan kriteria untuk mendefinisikan sindrom, misalnya: sindrom down, fetal alkohol, kematian mendadak pada bayi.

g. Menentukan penyebab dan sumber penyakit.


Temuan epidemiologi memberikan manfaat untuk memungkinkan

dilakukannya pengendalian, pencegahan, dan pemusnahan penyebab penyakit, kondisi, cedera, ketidakmampuan dan kematian. (Timmreck,
2004: 5-6)

II.1.5 Segitiga Epidemiologi

Epidemiologi memakai cara pandang ekologi untuk mengkaji interaksi berbagai elemen dan faktor dalam lingkungan dan implikasi yang
berkaitan dengan suatu penyakit. Ekologi merupakan hubungan organisme, antara satu dengan lainnya. Semua penyakit atau kondisi tidak
selalu dapat dikaitkan hanya pada satu faktor penyebab (tunggal). Jika diperlukan lebih dari satu penyebab untuk menimbulkan satu
penyakit, hal ini disebut sebagai penyebab ganda (multiple caution). Segitiga Epidemiologi (Triad Epidemiology) yang biasa digunakan
dalam penyakit menular merupakan dasar dan landasan untuk semua bidang epidemilogi. Namun saat ini penyakit infeksi tidak lagi menjadi
penyebab utama kematian di negara industri sehingga diperlukan model segitiga epdemiologi yang lebih mutakhir. Model ini mencakup
semua aspek dalam model penyakit menular, dan agar dapat dipakai bersama penyebab penyakit, kondisi, gangguan, defek, dan kematian
saat ini, model ini harus dapat mencerminkan penyebab penyakit dan kondisi saat ini.

Ada empat faktor epidemilogi yang sering berkontribusi dalam terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit saat ini, yaitu: (1).
Peran pejamu, (2). Agen atau penyebab penyakit, (3). Keadaan lingkungan yang dibutuhkan penyakit untuk berkembang pesat, bertahan,
dan menyebar, dan (4). Permasalahan yang berkaitan dengan waktu.

Segitiga Epidemiologi

Lingkungan

Pejamu

Agens

Model ini berguna untuk memperlihatkan interaksi dan ketergantungan satu sama lainnya antara lingkungan, pejamu, agens,dan waktu.
Segitiga epidemiologi digunakan untuk menganalisis peran dan keterkaitan setiap faktor dalam epidemiologi penyakit menular, yaitu
pengaruh, reaktivitas, dan efek yang dimiliki setiap faktor terhadap faktor lainnya.

a. Agens (faktor penyebab)

Agen adalah penyebab penyakit, bisa bakteri, virus, parasit, jamur, atau kapang yang merupakan agen yang ditemukan sebagai penyebab
penyakit infeksius. Pada penyakit, kondisi, ketidakmampuan, cedera, atau situasi kematian lain, agen

dapat berupa zat kimia, faktor fisik seperti radiasi atau panas, defisiensi gizi, atau beberapa substansi lain seperti racun ular berbisa. Satu
atau beberapa agen dapat berkontribusi pada satu penyakit. Faktor agen juga dapat digantikan dengan faktor penyebab, yang menyiratkan
perlunya dilakukan identifikasi terhadap faktor penyebab atau faktor etiologi penyakit, ketidakmampuan, cedera, dan kematian. Pada
kejadian kecelakaan faktor agen dapat berupa mekanisme kecelakaan, kendaraan yang dipakai.

b. Host (pejamu)

Pejamu adalah organisme, biasanya manusia atau hewan yan menjadi tempat persinggahan penyakit. Pejamu memberikan tempat dan
penghidupan kepada suatu patogen (mikroorganisme penyebab penyakit) dan dia bisa saja terkena atau tidak terkena penyakit. Efek yang
ditimbulkan organisme penyebab penyakit terhadap tubuh juga ditentukan oleh tingkat imunitas, susunan genetik, tingkat pajanan, status
kesehatan, dan kebugaran tubuh pejamu. Pejamu juga dapat berupa kelompok atau populasi dan karakteristiknya. Seperti halnya pada
kecelakaan lalu lintas, yang menjadi host adalah manusia (pengendara maupun penumpang).

c. Lingkungan (environment)

Lingkungan adalah segala sesuatu yang mengelilingi dan juga kondisi luar manusia atau hewan yang menyebabkan atau memungkinkan
penularan penyakit. Faktor- faktor lingkungan dapat mencakup aspek biologis, sosial, budaya, dan aspek fisik lingkungan. Lingkungan dapat
berada di dalam atau di luar pejamu (dalam masyarakat), berada di sekitar tempat hidup organisme dan efek dari lingkungan terhadap
organisme itu. Lingkungan yang berkontribusi dalam kecelakaan adalah

II.1.6 Variabel Epidemiologi

Studi epidemiologi deskripstif adalah suatu studi terhadap jumlah dan distribusi penyakit, kondisi, cedera, ketidakmampuan, dan kematian
dalam populasi. Untuk melakukan studi ini, ahli epidemiologi harus mengkaji semua aspek waktu, tempat dan orang. Variabel waktu
dijawab melalui investigasi dan penelitian terhadap semua aspek elemen waktu yang berhubungan dengan penyebab, kejadian luar biasa,
penyebaran, distribusi, dan perjalanan penyakit serta kondisi. Variabel tempat berkaitan dengan lokasi sumber penyakit secara geografis,
lokasi saat terjadinya infeksi atau terjadinya cedera dan pengklasteran kasus. Variabel manusia (orang) perlu diselidiki dan dianalisis secara
mendalam tentang banyaknya kerusakan yang ditimbulkan penyakit tersebut pada kehidupan dan penderitaan manusia. Variabel ini
dipengaruhi oleh penyebaran, distribusi, dan perjalanan penyakit serta kondisi. berbagai pola perilaku, berbagai keyakinan. Dalam
menyebabkan penyebaran penyakit dan meningkatkan kondisi dan kegiatan yang tidak sehat dalam keluarga, kelompok, dan populasi,
variabel manusia dipengaruhi oleh faktor pola perilaku, berbagai keyakinan, tradisi, budaya, dan harapan sosial sampai ke suatu tingkat yang
dapat menyebabkan kematian (yang sebenarnya tidak perlu terjadi). (Timmreck, 2004: 256)
II.2 Kendaraan bermotor roda dua

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 1993 tentang kendaraan dan pengemudi mengatakan bahwa kendaraan
adalah kendaraan

yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan tersebut. Klasifikasi kendaraan menurut peraturan pemerintah tersebut
dibagi menjadi:

1. Sepeda motor
Sepeda motor adalah kendaraan beroda dua atau tiga tanpa rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping.

2. Mobil Penumpang
Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak- banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat
duduk pengemudi baik maupun tanpa perlengkapan pengangkut barang.

3. Mobil Bus
Mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik
dengan ataupun tanpa perlengkapan pengangkut barang.

4. Mobil Barang
Mobil barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk dalam sepeda motor, mobil pengangkut, dan mobil bus.

5. Kendaraan khusus
Kendaraan khusus adalah kendaraan bermotor selain dari pada kendaraan bermotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor untuk
barang, yang penggunaanya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008 Universitas Indonesia

II.3 KECELAKAAN
II.3.1 Kecelakaan Lalu lintas

Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di jalan raya ada yang terjadi karena kendaraan yang selip, tergelincir, dan terguling di jalan satu arah,
ataupun terjadi karena adanya tabrakan antara lain tabrakan antar kendaraan, tabrakan kendaraan dengan pejalan kaki, dengan binatang
ataupun dengan benda yang tidak bergerak. Dalam hal ini termasuk di dalamnya trotoar dan kendaraan-kendaraan seperti mobil, motor dan
sepeda. Kecelakaan dapat mengakibatkan cedera pada seseorang (fatal, serius, ataupun ringan) dan kerusakan pada bendanya.

Kecelakaan yang bersifat fatal seperti yang pernah terjadi di Inggris dimana dalam suatu kejadian kecelakaan mengakibatkan korbannya
meninggal setelah sempat mengalami cedera setelah kecelakaan (biasanya kurang dari 30 hari). Kategori kecelakaan lalu lintas ini diluar
dari kecelakaan yang disengaja karena bunuh diri. Sedangkan kecelakaan yang serius mengakibatkan korbannya untuk dirawat di rumah
sakit. Biasanya korban mengalami cedera seperti patah tulang, gegar otak, cedera bagian dalam, luka parah dan trauma sehingga
membutuhkan perawatan medis. Kecelakaan yang ringan adalah kecelakaan dimana korbannya hanya mengalami cedera ringan seperti
keseleo, memar, luka kecil dan syok ringan dimana penanganannya hanya membutuhkan untuk dipindahkan ke sisi jalan dan ditenangkan.
(O`Flaherty, C.A, 1997: 261)

II.3.2 CEDERA
II.3.2.1 Pengertian Cedera

Menurut Baker et al dalam referensi buku Gibson 1961 dan Haddon 1963, suatu cedera disebabkan oleh pajanan yang akut dari agen secara
fisik seperti energi mekanis, panas, listrik, zat kimia, dan radiasi ion-ion yang berinteraksi dengan tubuh dalam jumlah yang besar, melebihi
batas toleransi tubuh manusia. Dalam beberapa kasus seperti banjir atau dingin, cedera dapat terjadi karena secara tiba-tiba terjadi
kurangnya agen yang penting bagi tubuh seperti oksigen ataupun panas. Sekitar tiga perempat dari kasus cedera, termasuk cedera karena
tabrakan kendaraan bermotor, jatuh, cedera olahraga, dan karena tertembak, semuanya disebabkan karena energi mekanis. (CDC.2003: 3)

Beberapa definisi tentang cedera menjelaskan bahwa umumnya waktu antara terkena pajanan sampai terjadi akibat memiliki waktu yang
relatif singkat. Namun, beberapa ahli juga berpendapat bahwa rentang waktu antara terjadinya pajanan sampai terjadinya cedera dapat
berlangsung lama seperti pada kasus keracunan gas monoksida, penyalahgunaan alkohol, atau oleh logam berat. Jadi perbedaan antara
cedera dan penyakit dapat dikatakan sebagai isu yang saling berhubungan. (CDC. 2003: 4)

Sebagai contoh suatu kasus dimana seorang pekerja konstruksi mengalami cedera (berupa faktur) pada jari kakinya ketika sedang
menggunakan alat pengebor. Sedangkan kasus lain yang disebut sebagai penyakit ketika pekerja lain didiagnosis menderita tendonitis pada
siku lengannya karena getaran yang terus menerus dialami dari alat bor yang dia pakai. Jadi dapat dikatakan keakutan dari suatu faktor
pajanan yang diterima sangat mempengaruhi seberapa besar bahaya itu menimbulkan dampak

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008 Universitas Indonesia

fisik. Apabila pajanan terjadi dalam waktu yang relatif singkat, maka dampak yang akan terjadi lebih kepada terjadinya cedera daripada
penyakit. (CDC. 2003: 4)

Cedera dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok, yaitu: (1). cedera yang tidak disengaja (unintentional injuries) dan (2). cedera yang
berhubungan dengan kekerasan (violence-related injuries atau sering disebut intentional injuries). Kasus cedera yang tidak disengaja
berhubungan dengan insiden lalu lintas dan transportasi, atau kecelakaan yang terjadi di rumah, tempat kerja, tempat-tempat umum dan
karena bencana alam. Pada kelompok cedera yang berhubungan dengan tidak kekerasan biasanya berhubungan dengan cedera yang
disebabkan oleh kekerasan yang dilakukan oleh orang lain, suatu kelompok, teror, ataupun pada diri sendiri.

Cedera yang tidak disengaja (Unintentional Injuries) didefinisikan sebagai: cedera fisik/ kerusakan fisik pada tubuh; kerusakan/ cedera yang
diakibatkan oleh suatu energi besar yang mengenai tubuh ( baik secara fisik maupun radiasi), atau dari pajanan dari luar (seperti racun), dan
juga karena kekurangan/ tidak adanya unsur yang esensial untuk manusia bisa hidup seperti oksigen dan panas; Perlakuan, pajanan, atau hal-
hal pribadi yang tidak dapat dilakukan secara bebas oleh seseorang.

Cedera dalam klasifikasi ini terjadi dalam beberapa mekanisme, termasuk di dalamnya jatuh, kecelakaan lalu lintas, bahaya banjir,
kebakaran dan cairan panas, serta racun. Energi yang dapat menyebabkan cedera adalah sebagai berikut:

1. Energi mekanik, yaitu dampak dari suatu benda yang bergerak atau tetap di permukaan jalan, pisau, ataupun kendaraan.
2. Radiasi seperti radiasi ultraviolet.
3. Suhu seperti suhu air atau udara yang terlalu panas atau terlalu dingin.
4. Energi listrik seperti pencahayaan yang kurang dan sengatan listrik.

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008 Universitas Indonesia

e. Zat kimia seperti racun atau zat-zat yang mengubah pola pikir seperti obat- obatan terlarang ataupun alkohol.

Di Amerika Serikat, cedera pada golongan ini mengambil bagian dua pertiga dari kejadian cedera yang menyebabkan kematian. Dan
setengah dari kejadian cedera itu adalah cedera yang berhubungan dengan insiden kendaraan bermotor. (CDC. 2003: 5)

WHO mendefinisikan cedera yang berhubungan dengan tindak kekerasan (intentional injuries) sebagai cedera yang disebabkan secara
sengaja berupa kekerasan fisik, ancaman ataupun suatu aksi, melawan seseorang, orang lain, melawan sekolompok orang atau komunitas
yang akhirnya berakibat terjadinya cedera, kematian, gangguan psikologis, kemunduran, dan kerugian. Ada tiga kategori dalam jenis cedera
ini yaitu: kekerasan pada diri sendiri, kekerasan yang dilakukan oleh orang lain atau sekelompok orang, dan kekerasan yang terjadi pada
kelompok yang lebih besar seperti pada suatu negara yang dilakukan oleh kelompok/ golongan politik, kelompok militer, maupun organisasi
teroris. (CDC. 2003: 6)

II.3.2.2 Proses terjadinya cedera

Mekanisme terjadinya suatu cedera melibatkan tiga faktor yang saling berinteraksi dan secara epidemilogis ketiga faktor itu adalah Host,
Agent, dan Environment. Dalam hal ini manusia yang mengalami cedera sebagai faktor Host (penjamu), kendaraan dan beberapa faktor
penyebab cedera (multiple) sebagai Agent, dan lingkungan jalan ataupun lingkungan kejadian sebagai faktor Environment.

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008 Universitas Indonesia

II.3.2.3 Karakteristik Kasus Cedera a. Umur

Berdasarkan data kecelakaan data lalu lintas jajaran Dir. Lantas Polda Metro Jaya tahun 2006 memperlihatkan risiko kematian tertinggi
kasus cedera pada umur 31-40 tahun

b. Jenis kelamin

Kematian karena cedera lebih besar terjadi pada laki-laki daripada pada perempuan. Morris mendapatkan laki-laki umur >40 tahun
merupakan faktor risiko, dipengaruhi penyakit penyerta dan adanya cedera kepala/perut.

c. Penyakit Penyerta

Morris 1990: 1942-1943) memperlihatkan 11 macam penyakit kronis sebagai faktor risiko kematian. Beberapa penelitian mengatakan
tentang hubungan antara pengguna alkohol dengan keparahan cedera, alkohol terutama menyebabkan kematian tinggi pada anak-anak muda.

d. Perilaku
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Studi memperlihatkan hubungan dari faktor mental atau perilaku dengan cedera. Perilaku memakai alat pelindung diri sewaktu berkendara
sangat berhubungan dengan keparahan dari cedera yang dialami ketika terjadi suatu kecelakaan.

II.3.2.4 Karakteristik Cedera a. Waktu Cedera

Faktor waktu adalah waktu terjadinya cedera yang terdiri dari jam/hari/tanggal/bulan/tahun/musim.

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008 Universitas Indonesia

b. Tempat/Lokasi Cedera

Tempat kejadian cedera dibagi menjadi: wilayah terjadinya (desa/kota), tempat kegiatan (jalan, rumah tangga, tempat kerja, tempat umum)

c. Mekanisme Cedera

Lokasi cedera menurut International Classification Disease (ICD) 10 terdapat 9 lokasi cedera pada tubuh yaitu: pada kepala; leher; rongga
dada; perut, punggung, tulang belakang dan panggul; bahu dan lengan atas; siku dan lengan bawah; pergelangan dan telapak tangan; pangkal
paha dan paha; pergelangan dan telapak kaki

d. Mekanisme Cedera

Mekanisme cedera merupakan penyebab luar dalam katalog klasifikasi penyakit internasional rev-10 (WHO, 1992: 1019-1031) diklasifikasi
dengan kode “V01-V99”. Kode “V” = vehicle = kendaraan.

e. Jenis Jejas (Luka) Cedera

Jenis luka cedera merupakan diagnosis klinis cedera, dalam catalog ICD-10 (1992: 891-943) terdapat nomor 00-99, biasanya diberi kode”S”
Kode S = Single, artinya cedera pada satu tempat saja. Pada jenis luka ini diperlihatkan keadaan abnormal tubuh yaitu kerusakan anatomis
dan lokalisasinya.

Pembagian menurut banyaknya cedera, terdiri dari:


1. Tunggal, pada bagian anatomis dan satu skala cedera.
2. Multipel, cedera di beberapa bagian tubuh atau pada satu bagian terdapat

beberapa skala cedera.

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008 Universitas Indonesia

Kriteria korban kecelakaan lalu lintas berdasarkan laporan kecelakaan lalu lintas di jalan total tahun 1997, oleh PT Jasa Marga, didapatkan
kriteria korban kecelakaan lalu lintas, yaitu:

1. Luka ringan
Luka ringan adalah keadaan korban mengalami luka-luka yang tidak

membahayakan jiwa dan atau tidak memerlukan pertolongan atau perawatan lebih lanjut di rumah sakit. Misalnya:

1. Luka kecil di daerah kecil dengan perdarahan sedikit dan penderita sadar,
2. Luka bakar dengan luas kurang dari 5% permukaan tubuh
3. Keseleo dari anggota badan yang ringan tanpa komplikasi
4. Penderita-penderita yang sudah disebutkan di atas yang berada dalam

keadaan sadar tidak pingsan atau muntah-muntah.

2. Luka berat

Luka berat adalah keadaan korban mengalami luka-luka yang dapat membahayakan jiwanya dan memerlukan pertolongan/ perawatan lebih
lanjut dengan segera di rumah sakit. Misalnya:

1. Luka yang menyebabkan keadaan penderita menurun, biasanya luka yang mengenai kepala dan batang kepala.
2. Luka bakar yang luasnya meliputi 25% dengan luka baru tingkat II – III.
3. Patah tulang anggota badan dengan komplikasi disertai rasa nyeri yang hebat
dan perdarahan hebat.

4. Perdarahan hebat kurang lebih 500 cc

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008 Universitas Indonesia

e. Benturan/luka yang mengenai badan penderita yang menyebabkan kerusakan alat-alat dalam, misalnya dada, perut, usus, kandung kemih,
ginjal, limpa, hati, tulang belakang, batang kepala.

Korban luka berat dalam penelitian in adalah korban manusia akibat kecelakaan lalu lintas, yang dinyatakan menderita patah tulang atau
dalam keadaan pingsan waktu dibawa ke rumah sakit atau dinyatakan dirawat di rumah sakit serta tercantum dalam laporan polisi.

3. Meninggal dunia
Meninggal adalah keadaan pada penderita dimana terdapat tanda-tanda

kematian secara fisik. Korban meninggal adalah korban kecelakaan yang meninggal di lokasi kejadian atau meninggal selama perjalanan ke
rumah sakit.

Dalam penelitian ini korban meninggal dunia didefinisikan sebagai korban manusia akibat kecelakaan lalu lintas, yang meninggal di tempat
kejadian atau dalam perjalanan ke rumah sakit serta tercantum dalam laporan polisi.

II.4 KECELAKAAN SEBAGAI FAKTOR PENTING TERJADINYA CEDERA

Istilah kecelakaan seringkali dipakai untuk mendefinisikan kejadian yang tidak disengaja yang mengakibatkan ataupun memiliki potensi
untuk mengakibatkan cedera. Istilah kecelakaan juga sering dipakai sebagai sinonim dari cedera. Namun seringkali karena definisi dan
cakupan dari kata kecelakaan yang terlalu luas membuat kebingungan dalam pengertiannya dan juga menjadi faktor penghambat dalam
usaha-usaha pengendalian cedera. Hal ini dikarenakan oleh beberapa orang memiliki pengertian bahwa kecelakaan adalah sesuatu kejadian
yang tidak dapat

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008 Universitas Indonesia

diprediksikan atau sebagai rencana dari Tuhan (Holder et al. referensi dari Haddon 1968). Padahal kenyataannya, peristiwa yang membuat
seseorang cedera tidak terjadi secara random dan memiliki faktor-faktor risiko yang dapat diidentifikasi. Kejadian yang menyebabkan
cedera tersebut terjadi karena adanya interaksi antara orang, kendaraan, peralatan, proses, dan lingkungan fisik serta sosial. (CDC. 2003: 4-
5).

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008 Universitas Indonesia

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

III.1 Kerangka Konsep

Pada penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada variabel-variabel dalam karakteristik penderita (kasus) dan karakteristik cedera yang
diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas pada pengendara kendaraan bermotor roda dua. Variabel- variabel dalam karakteristik penderita dan
pola cedera dijadikan variabel independen sedangkan kejadian meninggalnya dijadikan variabel dependennya. Berikut ini adalah kerangka
konsep yang diajukan oleh peneliti.

Kerangka Konsep Penelitian

Karakteristik sosio demografi

 Jenis kelamin
 Umur
 Pekerjaan

Karakteristik perilaku

 Peran
 Konsumsi alkohol
 Pakai helm
Mekanisme kecelakaan

 motor vs motor
 motor vs mobil
 motor vs kendaraan

tidak bermesin

 lain-lain

Pola Cedera

 Jenis Cedera
 Lokasi Cedera

Status keluar dari rumah sakit

• Meninggal • Tidak

meninggal

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008 Universitas Indonesia

III.2 Definisi Operasional No. Variabel

Definisi Operasional

Alat Ukur

Skala Ukur

Hasil Ukur

1. Umur

Lamanya hidup kasus yang dihitung dalam satuan tahun penuh sejak ia dilahirkan sampai tanggal pada saat terjadi kecelakaan Suatu ciri
yang membedakan responden satu dengan responden yang lain berdasarkan ciri anatomi yang dimiliki. Pekerjaan yang dilakoni/sedang
dijalani sebagai sumber penghasilan utama oleh korban kecelakaan pada saat terjadi kercelakaan.

Kuesioner

Interval

1. < 17 tahun 2. 17-39 tahun 3. ≥ 40 tahun 1. Laki-laki


2. Perempuan

2. Jenis kelamin

Kuesioner

Nominal

3. Pekerjaan

Kuesioner

Nominal

1. Pegawai Negeri
2. Swasta
3. Pelajar
4. Tidak bekerja
1. Motor vs motor
2. Motor vs mobil
3. Motor vs kendaraan

4.. Mekanisme kecelakaan

Suatu cara bagaimana kecelakaan tersebut terjadi, dapat mengidentifikasi penyebab dari kecelakaan tersebut
Data untuk setiap variabel mekanisme kecelakaan dimasukkan dengan pilihan :

Kuesioner

Nominal

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008

Universitas Indonesia

0 = tidak 1 = ya

tidak bermesin 4. Lain-lain

5. Jenis cedera

Sifat/tipe cedera dari kecelakaan; yang mengidentifikasikan sifat dan kerusakan (cedera) fisik pada korban karena kecelakaan tersebut

Kuesioner

Nominal

1. Fraktur saja
2. Cedera otot dan

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008

Universitas Indonesia

Data untuk setiap variabel jenis cedera (univariat) dimasukkan dengan pilihan :
0 = tidak fraktur
1 = ya

dengan cedera otot

0= tidak cedera otot dan tendon 2= ya

terbuka
6. Kombinasi cedera

0= tidak luka terbuka


4= ya
Lalu dijumlahkan (compute) sehingga terdapat kombinasi cedera.

otot dan tendon dengan luka terbuka

tendon
3. Kombinasi fraktur

dan tendon
4. Luka terbuka saja 5. Kombinasi fraktur
dengan luka

7. Kombinasi fraktur, cedera otot dan tendon serta luka terbuka.

6 Jenis Cedera

Sifat/tipe cedera dari kecelakaan; yang mengidentifikasikan sifat dan kerusakan (cedera) fisik pada korban karena kecelakaan tersebut

Kuesioner

Nominal

1. Cedera fraktur saja 2. Kombinasi fraktur 3. Non fraktur

7. Lokasi luka di tubuh

Letak kelainaan atau luka yang ditimbulkan pada tubuh korban ketika terjadi kecelakaan.
Data untuk setiap variabel lokasi cedera (univariat) dimasukkan dengan pilihan:

Kuesioner

Nominal

1. Kepala saja
2. Badan saja
3. Kepala dan badan
4. Ekstemitas atas
5. Kepala dan ekstremi

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008

Universitas Indonesia

Data untuk setiap variabel jenis cedera (bivariat), yang termasuk pada cedera fraktur kombinasi adalah kombinasi cedera yang ada
frakturnya sedangkan non fraktur adalah cedera tanpa fraktur (cedera otot dan tendon saja, luka terbuka saja, dan cedera kombinasi otot dan
tendon dengan luka terbuka)

0 = tidak pada kepala 1 = ya

Tas atas
6. Badan dan ekstremi

Pola cedera kecelakaan..., Firma Oktaviana, FKM UI, 2008

Universitas Indonesia

0= tidak pada badan 2= ya

tas atas
7. Kepala, badan , dan

0= tidak pada ekstremitas atas 4=ya

Ekstremitas atas

8. Ekstremitas bawah
9. Kepala dan ekstremi
0= tidak pada ekstremitas bawah 8=ya

tas bawah
10. Badan dan ekstremi

Lalu dijumlahkan (compute) terdapat kombinasi lokasi cedera.

sehingga

Dan ekstem bwh 12. Kepala, badan,

tas bawah
11. Ekstremitas atas

Ekstremitas bwh 13. Kepala, ekstrmtas

Atas dan bawah 14. Badan, ekstremitas

Atas dan Bawah 15. Kepala, badan, ekstrmiitas atas, ekstremitas bwh.

8. Lokasi cedera

Letak kelainaan atau luka yang ditimbulkan pada tubuh korban ketika terjadi kecelakaan.
Data untuk setiap variabel lokasi cedera (bivariat). Pada kategori kepala kombinasi antara lain adalah anggota tubuh lain tang melibatkan
kepala, sedangkan non kepala terjadi pada anggota tubuh lainnya tanpa melibatkan kepala.

Kuesioner

Nominal

1. Pada kepala saja 2.Anggota tubuh lain

9. Perankorban

Peran dari korban (tipe dari pengguna jalan) pada saat terjadi kecelakaan, hal yang dilakukan oleh korban kecelakaan lalu lintas pada saat
terjadi kecelakaan lalu lintas

Kuesioner Nominal

1. Pengendara 2. Penumpang

10. Konsumsi alkohol


11. Pakai helm

Perilaku mengkonsumsi alkohol oleh kasus sebelum terjadinya kecelakaan.


Perilaku memakai helm oleh kasus dalam mengendarai kendaraan bermotor roda dua saat terjadi kecelakaan

Kuesioner Kuesioner

Nominal Nominal

Anda mungkin juga menyukai