Anda di halaman 1dari 29

1

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II

UJI DISOLUSI

DISUSUN OLEH:

1. Narulita Dwi P 201510410311033


2. Ilham Agusta 201710410311022
3. Annisa Hanifa S. 201710410311043
4. Riska Ismatul F. 201710410311175
5. Andre Yanto 201710410311196
6. Ghissella U.D. 201710410311234
7. Badzlina A.M 201710410311253
8. Desy Erika R. 201710410311260
Kelas : Farmasi E
Kelompok : II (dua)
Tanggal Percobaan : Sabtu, 08 Desember 2018

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2

BAB I ...................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 4


1.2 Tujuan Percobaan ............................................................................................... 5
BAB II ..................................................................................................................... 6

TUJUAN PUSTAKA .............................................................................................. 6

2.1 Teori Umum ........................................................................................................ 6


BAB III ................................................................................................................... 8

METODE KERJA................................................................................................... 8

3.1 Alat dan Bahan .................................................................................................... 8


3.2 Prosedur Kerja..................................................................................................... 9
BAB IV ................................................................................................................. 13

DATA DAN PERHITUNGAN ............................................................................ 13

TUGAS ........................................................................................................................... 22
BAB V................................................................................................................... 26

PEMBAHASAN ................................................................................................... 26

BAB VI ................................................................................................................. 27

KESIMPULAN ..................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar komponen penting yang diperlukan dalam


peningkatan kesehatan adalah obat. Obat merupakan semua zat baik
kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak dapat
menyembuhkan, meringankan bahkan mencegah penyakit. Proses
pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan pada suatu
medium disebut disolusi.

Dalam dunia kefarmasian para apoteker dan pakar-pakar kimia


senantiasa merancang sediaan obat supaya mampu merancang terobosan
baru dalam menciptakan suati produk yang berkualitas, baik dari segi
kesetabilan obat maupun efek yangditimbulkan. Sudah sepantasnya.
Sebagai seorang farmasis kitaharus selalu menggali informasi terkini
mengenai teknologi obatdari berbagai segi. Disini yang paling ditekankan
yaitu pada preformulasi. Preformulasi merupakan metode perancangan
suatu riset dalamrangka menyusun konsep baru yang nantinya
harusmampumenghasilkan suatu maha karya yang bernilai
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari
bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif
sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung
dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum
diserap ke dalam tubuh. Obat yang telah memenuhi persyaratan baik dari
waktu hancur, keregasan, keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum
dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi. Karena itu uji
disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet atau kapsul.
Laju disolusi atau kecepatan melarut obat-obat yang relatif tidak
larut dalam air telah lama menjadi masalah pada industri farmasi. Obat-
obat tersebutumumnya mengalami proses disolusi yang lambat demikian
pula laju absorpsinya.Dalam hal ini partikel obat terlarut akan diabsorpsi

4
pada laju rendah atau bahkan tidak diabsorpsi seluruhnya. Dengan
demikian absorpsi obat tersebut menjadi tidak sempurna
Sediaan tablet termasuk dalam persyaratan uji disolusi yaitu untuk
mengetahui seberapa banyak persentase zat aktif dalam obat yang terlarut
dan terabsorbsi ke dalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi.
Disolusi menggambarkan efek obat terhadap tubuh, jika disolusi
memenuhi syarat maka diharapkan obat akan memberikan khasiat pada
tubuh. Oleh karena itu, pada percobaan ini dilakukan dengan maksud
untuk mengetahui kecepatan disolusi dari tablet amoksisilin dengan
menggunakan alat disolusi dan titrasi alkalimetri dengan larutan baku
NaOH dan penambahan indikator fenolftalein.

1.2 Tujuan Percobaan


Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk:
1. Menentukan laju disolusi sediaan tablet
2. Menggunakan alat penentuan laju disolusi
3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi

5
BAB II
TUJUAN PUSTAKA

2.1 Teori Umum

Disolusi adalah proses melarutnya suatu bahan padat. Proses ini


sangat penting, terutama untuk bahan aktif yang digunakan secara peroral
untuk tujuan pemakaian sistemik.

Laju disolusi dapat didefinisikan sebagai jumlah bahan aktif yang


terlarut per unit waktu pada kondisi antar muka cair/padat, suhu dan
komposisi pelarut yang standar. Untuk bahan aktif dengan kelarutan
rendah, laju disolusi sering merupakan tahap pembatas yang
mengendalikan absorpsi bahan aktif tersebut.
Secara kuantitatif, berdasarkan hukum difusi fick II, laju disolusi
dirumuskan oleh Noyes-Whitney sebagai berikut:
dc/dt = K.S. (Cs-Ct) .....................(1)
Keterangan :
dc/dt = laju disolusi,
K = tetapan disolusi,
S = luas permukaan zat aktif
Ct = kadar zat aktif yang larut pada waktu tertentu,
Cs = kadar larutan jenuh
Tetapan disolusi adalah fungsi dari tebal lapisan difusi, sedangkan
tebal lapisan difusi adalah fungsi dari kecepatan pengadukan.
Jika volume media relatif besar sehingga Ct <<< Cs, maka akan
tercapai kondisi “sink”, dari persamaan (1) dapat disederhanakan menjadi:
dc/dt = K.S. (Cs) .....................(2)

TABLET PARACETAMOL
Tablet parasetamol mengandung parasetamol, 𝐶8 𝐻9 𝑁𝑂2 tidak
kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada
etiket.

6
Disolusi
Media disolusi : 900ml Larutan dapar fosfat pH 5,8
Alat Tipe 2 : 50 rpm
Waktu : 30 menit
Prosedur lakukan penetapan kadar 𝐶8 𝐻9 𝑁𝑂2 yang terlarut dengan
mengukur serapan alikuot, jika perlu diencerkan dengan media disolusi
dan serapan larutan baku parasetamol BPFI dalam media yang sama pada
panjang gelomang serapan maksimum lebih kurang 243 nm.
Toleransi dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80%
parasetamol. 𝐶8 𝐻9 𝑁𝑂2 dari jumlah yang tertera pada etiket.

7
BAB III
METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan


A. Alat
Nama Alat Jumlah
Dissolution Tester 1
Spektrofotometer UV-Vis 1
Labu ukur 25,0 ml 12
Beaker glass 150 ml 1
Beaker glass 250 ml 1
Beaker glass 100 ml 2
Gelas ukur 100 ml 1
Pipet volume 0,5 ml 1
Filler 1
Batang pengaduk 1
Spuit 4
Filter holder 2
Pipet tetes 4
Mikro pipet 1
Vial 12
Kertas saring millipore 0,45μm dengan 13
diameter 13mm

B. Bahan

Nama Bahan Jumlah


Tablet parasetamol merk panadol 500 mg 1 tab
Tablet parasetamol generik 500mg 1 tab
Larutan dapar fosfat pH 5,8 1,8 L
Aquadest 300

8
3.2 Prosedur Kerja
Prosedur dan peralatan uji disolusi yang digunakan umumnya
sudah tertera dalam farmakope. Pemilihan alat disolusi, media disolusi,
kecepatan pengadukan untuk suatu bahan aktif, umumnya telah tercantum
dalam monografi yang tertera pada farmakope. Untuk sediaan tablet dan
kapsul, alat yang biasa digunakan adalah alat tipe 1 (rotating basket/
keranjang) dan tipe 2 (paddle/ dayung).

A. Prosedur uji disolusi dengan metode dayung untuk tablet


parasetamol
1. Wadah disolusi dicelupkan dalam suatu penangas air, lalu diisi
dapar fosfat 5,8 sebanyak 900ml.
2. Penangas air diatur, sehingga mempertahankan suhu media
disolusi di bagian dalam wadah disolusi pada 37 ± 0,5˚C.
3. Pasang pengaduk dayung pada motor pengaduk, atur posisinya
sehingga sumbu tangkai terletak ditengah wadah disolusi dan
antara dayung dengan dasar wadah ± 2,5 cm.
4. Bila suhu larutan dapar telah konstan 37 ± 0,5˚C tablet
dimasukkan, lalu tunggu tablet mencapai dasar, baru motor
penggerak dihidupkan dengan kecepatan 50rpm.
5. Pengambilan sampel dilakukan pada rentang waktu: 5, 10, 15,
20, 25 dan 30 menit.
6. Larutan disolusi diambil sebanyak 5,0ml dengan alat suntik
yang telah dilengkapi dengan penyangga saringan (filter
holder)dengan kertas saring millipore 0,45µm pada bagian
tengah antara bagian atas pengaduk dan permukaan media dan
tidak lebih dekat dari 1 cm dari dinding wadah, lalu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
7. Pada setiap pengambilan sampel media disolusi harus diganti
dengan volume yang sama suhunya dengan suhu media
percobaan. Pada waktu pengambilan larutan disolusi harus

9
dijaga agar partikel sediaan tidak ikut terambil, sebab akan
mengganggu uji disolusi.
8. Penetapan kadar parasetamol yang terlarut dilakukan dengan
spektrofotometer UV-Vis.

B. Pembuatan larutan baku parasetamol


1. Buat larutan parasetamol dengan konsentrasi 2,0 sampai 10,0
ppm.
2. Amati absorban larutan tersebutdengan spektrofotometer pada
panjang gelombang maksimum (243nm).
3. Buat kurva baku (konsentrasi vs absorban) dan persamaan garis
regresi y = bx + a (lihat pada percobaan kelarutan).

C. Pengukuran konsentrasi parasetamol terlarut dengan


spektrofotometer UV-Vis
1. Hidupkan spektrofotometer, tunggu 10 sampai 15 menit.
2. Masukkan media disolusi ke dalam kuvet dengan pelarut
kemudian scan untuk mendapatkan “baseline” pada panjang
gelombang 200-400nm.
3. Isi kuvet dengan larutan sampel, dan ukur absorbannya pada
panjang gelombang maksimum.

10
3.3 Skema Prosedur Kerja
A. Prosedur Uji Disolusi dengan Metode Dayung untuk Tablet
Parasetamol

masukkan wadah disolusi kedalam alat disousi , isi larutan dapar fosfat
5,8 sebanyak 900ml

atur suhu media disolusi 37± 0,5C, psang pengaduk dayung dan atur
posisi ± 2,5cm dengan dasar

masukkan tablet parasetamol, lalu penggerak motor dihisupkan dengan


kecepatan 50rpm

ambil sampel sebanyak 5,0 ml dengan alat suntik yang telah disiapkan,
ganti volume cairan yang telah diambil sama banyak

pengambilan sampel dilakukan pada rentang waktu 5,10,15,20,25, dan 30


menit

saring larutan yang sudah diambil dengan suntik dengan menggunakan


penyangga saringan (filter holder) dengan kertas saing millipore 0,45µm

lakukan pengenceran pada arutan yang sudah disaring kedalam labu ukur
dengan larutan dapar.

11
B. Pembuatan larutan baku parasetamol

buat larutan parasetamol dengan kosnsentrasi 2,0 sampai 10,0 ppm

dipipet larutan yang disaring sebanyak 0,5µm masukkan kedalam


labu ukur 10,0ml

tambahkan larutan dapar ad garis tanda, kocok ad homogen

amati absorban tersebut dengan spektrofotometer pada panjang


gelombang maksimum 243nm

C. Pengukuran konsentrasi parasetamol terlarut dengan


spektrofotometer UV-Vis

hidupkan spektrofotometer atur panjang gelombang maksimum


dengan 243nm

masukkan larutan parasetamol kedalam kuvet

ukur absorban pada panjang gelombang maksimum

12
BAB IV
DATA DAN PERHITUNGAN

4.1 Data Hasil Percobaan


A. Data Hasil Percobaan

Tabel 1. Hasil pengukuran absorban larutan sampel.

Waktu Absorban Tablet A Absorban Tablet B


(menit) (Paracetamol) (Panadol)
5 0,717 0,505
10 0,794 0,727
15 0,782 0,795
20 0,801 0,816
25 0,815 0,834
30 1,017 0,841

B. Pengolahan Data Tablet A


1. Perhitungan Konsentasi Sampel A
 5 menit
Y= bx + a
0,717 = 0,06740 (x) + (-0,0160)
X = 10,8769 ppm
 10 menit
Y= bx + a
0,794 = 0,06740 (x) + (-0,0160)
X = 12,0193 ppm
 15 menit
Y= bx + a
0,782 = 0,06740 (x) + (-0,0160)
X = 11,8412 ppm

13
 20 menit
Y= bx + a
0,801 = 0,06740 (x) + (-0,0160)
X = 12,1231 ppm
 25 menit
Y= bx + a
0,815 = 0,06740 (x) + (-0,0160)
X = 12,3309 ppm
 30 menit
Y= bx + a
1,017 = 0,06740 (x) + (-0,0160)
X = 15,3279 ppm

2. Konsentrasi x Pengenceran Sampel A


 Menit ke 5

10,8769 𝑝𝑝𝑚 𝑥 25,0 𝑚𝑙


= 679,8063 𝑝𝑝𝑚
0,4 𝑚𝑙

 Menit ke 10

12,0193 𝑝𝑝𝑚 𝑥 25,0 𝑚𝑙


= 751,2063 𝑝𝑝𝑚
0,4 𝑚𝑙

 Meniit ke 15

11,8412 𝑝𝑝𝑚 𝑥 25,0 𝑚𝑙


= 740,075 𝑝𝑝𝑚
0,4 𝑚𝑙

 Menit ke 20

12,1231 𝑝𝑝𝑚 𝑥 25,0 𝑚𝑙


= 757,6938 𝑝𝑝𝑚
0,4

 Menit ke 25

12,3309 𝑝𝑝𝑚 𝑥 25,0 𝑚𝑙


= 770,6813 𝑝𝑝𝑚
0,4 𝑚𝑙

14
 Menit ke 30

15,3279 𝑝𝑝𝑚 𝑥 25,0 𝑚𝑙


= 957,9938 𝑝𝑝𝑚
0,4 𝑚𝑙

3. Konsentrasi Sampel A (dalam 900 ml)


 5 menit
900 𝑚𝑙
679,8063 ppm x 1000 𝑚𝑙 = 611,8257 ppm

 10 menit
900 𝑚𝑙
751,2063 ppm x 1000 𝑚𝑙 = 676,0857 ppm

 15 menit
900 𝑚𝑙
740,075 ppm x 1000 𝑚𝑙 = 666,0675 ppm

 20 menit
900 𝑚𝑙
757,6938 ppm x 1000 𝑚𝑙 = 681,9244 ppm

 25 menit
900 𝑚𝑙
770,6813 ppm x = 693,6132 ppm
1000 𝑚𝑙

 30 menit
900 𝑚𝑙
957,9938 ppm x 1000 𝑚𝑙 = 862,1944 ppm

4. % Terlarut Sampel A
 5 menit
611,8257 𝑚𝑔
𝑥 100 % = 122,37 %
500 𝑚𝑔
 10 menit
676,0857 𝑚𝑔
𝑥 100 % = 135,22 %
500 𝑚𝑔
 15 menit
666,0675 𝑚𝑔
𝑥 100 % = 133,21 %
500 𝑚𝑔

15
 20 menit
681,9244 𝑚𝑔
𝑥 100 % = 136,38 %
500 𝑚𝑔
 25 menit
693,6132 𝑚𝑔
𝑥 100 % = 138,72 %
500 𝑚𝑔
 30 menit
862,1944 𝑚𝑔
𝑥 100 % = 172,44 %
500 𝑚𝑔

Tabel 2. Perhitungan % Sampel A yang Terlarut

Waktu Konsentrasi Konsentrasi X Konsentrasi


Absorban % Terlarut
(menit) (ppm) Pemgenceran (dalam 900ml)
5 0,717 10,8769 679,8063 611,8257 122,37%
10 0,794 12,0193 751,2063 676,0857 135,22%
15 0,782 11,8412 740,075 666,0675 133,21%
20 0,801 12,1231 757,6938 681,9244 136,38%
25 0,815 12,3309 770,6813 693,6132 138,72%
30 1,017 15,3279 957,9938 862,1944 172,44%

5. Kurva waktu (t) terhadap % Terlarut Tablet A

KURVA
140.00%
%terlarut
135.00%

130.00%

125.00%

120.00%

115.00%

110.00%
5 10 15 20 25

16
C. Pengolahan Data Tablet B
1. Perhitungan Konsentrasi Sampel B
 5 menit
Y= bx + a
0,505 = 0,06740 (x) + (-0,0160)
X = 7,7315 ppm
 10 menit
Y= bx + a
0,727 = 0,06740 (x) + (-0,0160)
X = 11,0252 ppm
 15 menit
Y= bx + a
0,795 = 0,06740 (x) + (-0,0160)
X = 12,0341 ppm
 20 menit
Y= bx + a
0,816 = 0,06740 (x) + (-0,0160)
X = 12,3457 ppm
 25 menit
Y= bx + a
0,837 = 0,06740 (x) + (-0,0160)
X =12,6128 ppm
 30 menit
Y= bx + a
0,841 = 0,06740 (x) + (-0,0160)
X = 12,7166 ppm

17
2. Konsentrasi x Pengenceran Sampel B
 Menit ke 5
7,731 𝑝𝑝𝑚 𝑥 25,0 𝑚𝑙
= 483,2188 𝑝𝑝𝑚
0,4

 Menit ke 10

11,0252 𝑝𝑝𝑚 𝑥 25,0 𝑚𝑙


= 689,075
0,4 𝑚𝑙

 Menit ke 15

12,0341 𝑝𝑝𝑚 𝑥 25,0 𝑚𝑙


= 752,1313 𝑝𝑝𝑚
0,4 𝑚𝑙

 Menit ke 20

12,3457 𝑝𝑝𝑚 𝑥 25,0 𝑚𝑙


= 771,6063 𝑝𝑝𝑚
0,4 𝑚𝑙

 Menit ke 25

12,6128 𝑝𝑝𝑚 𝑥 25,0 𝑚𝑙


= 788,3 𝑝𝑝𝑚
0,4 𝑚𝑙

 Menit ke 30

12,7166 𝑝𝑝𝑚 𝑥 25,0 𝑚𝑙


= 794,7875 𝑝𝑝𝑚
0,4 𝑚𝑙

3. Konsentrasi Sampel B (dalam 900 ml)


 5 menit
900 𝑚𝑙
483,2188 ppm x 1000 𝑚𝑙 = 434,8969 ppm

 10 menit
900 𝑚𝑙
689,075 ppm x 1000 𝑚𝑙 = 620,1675 ppm

 15 menit
900 𝑚𝑙
752,1313 ppm x 1000 𝑚𝑙 = 676,9182 ppm

18
 20 menit
900 𝑚𝑙
771,6063 ppm x 1000 𝑚𝑙 = 694,4457 ppm

 25 menit
900 𝑚𝑙
788,3 ppm x 1000 𝑚𝑙 = 709,47 ppm

 30 menit
900 𝑚𝑙
794,7875 ppm x 1000 𝑚𝑙 = 715,3088 ppm

4. % Terlarut Sampel B
 5 menit
434,8969 𝑚𝑔
𝑥 100 % = 86,98 %
500 𝑚𝑔
 10 menit
620,1675 𝑚𝑔
𝑥 100 % = 124,03 %
500 𝑚𝑔
 15 menit
676,9182 𝑚𝑔
𝑥 100 % = 135,38 %
500 𝑚𝑔
 20 menit
694,4457 𝑚𝑔
𝑥 100 % = 138,89 %
500 𝑚𝑔
 25 menit
709,47 𝑚𝑔
𝑥 100 % = 141,89 %
500 𝑚𝑔
 30 menit
715,3088 𝑚𝑔
𝑥 100 % = 143,06 %
500 𝑚𝑔

19
Tabel 3. Perhitungan % Sampel B yang terlarut

Waktu Konsentrasi Konsentrasi X mg dalam


Absorban % Terlarut
(menit) (ppm) Pemgenceran 900ml (ppm)
5 0,505 7,7315 483,2188 434,8969 86,98%
10 0,727 11,0252 689,075 620,1675 124,03%
15 0,795 12,0341 752,1313 676,9182 135,38%
20 0,816 12,3457 771.6063 694,4457 138,89%
25 0,834 12,6128 788,3 709,47 141,89%
30 0,841 12,7166 794,7875 715,3088 143,06%

5. Kurva waktu (t) terhadap % Terlarut Tablet B

KURVA % TERLARUT SAMPEL B


145.00%

140.00%

135.00%
1
0
130.00%
1
5
125.00%
2
120.00% 0

115.00%

110.00%
10 15 20 25 30

20
A. Perhitungan Efisiensi Disolusi (ED) tablet A
1
1. L1 = 2 𝑥 5 𝑥 122,37 = 305,93
1
2. L2 = 2 𝑥(122,37 + 135,22 )𝑥 5 = 643,975
1
3. L3 = 2 𝑥(135,22 + 133,21)𝑥5 = 671,075
1
4. L4 = 2 × (133,21 + 136,38)𝑥5 = 673,975
1
5. L5 = 2 𝑥(136,38 + 138,72) × 5 = 687,5
1
6. L6 = 𝑥(138,72 + 172,44) × 5 = 777,9
2

𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎


Efisiensi Disolisi = 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥100%
3760,355
= 𝑥100%
30𝑥100

= 125,35 %

B. Perhitungan Efisiensi Disolusi (ED) tablet B


1
1. L1 = 2 𝑥 5 𝑥 86,98 = 217,45
1
2. L2 = 2 𝑥(86,98 + 124,03)𝑥5 = 527,525
1
3. L3 = 2 𝑥(124,03 + 135,38)𝑥5 = 648,525
1
4. L4 = 2 × (135,38 + 138,89)𝑥5 =685,675
1
5. L5 = 2 𝑥(138,89 + 141,89) × 5 = 701,95
1
6. L6 = 2 𝑥(141,89 + 143,06) × 5 = 712,375
𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎
Efisiensi Disolisi = 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑟𝑣𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑥100%
3493,5
= 𝑥100%
30𝑥100

= 116,45 %

21
TUGAS
1. Menentukan komposisi dan perhitungan berat dapar fosfat pH 5,8 (Dilihat FI
ed III)
2. Menentukan persyaratan uji disolusi tablet parasetamol
3. Menjelaskan tujuan dari uji disolusi
4. Menjelaskan penentuan alat uji disolusi
5. Menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi

Jawab:

1. Dapar Fosfat pH 6,4. Campurkan 50 mL kalium fosfat monobasa 0,2


Mdengan 12,60 mL natrium hidroksida 0,2 N LV, dan encerkan dengan
airhingga 200 mL. Buffer kemudian dihitung pHnya danditambahkan
larutan HCl hingga diperoleh pH 5,8.

2. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV salah satu parameter pengujian


tablet adalah uji disolusi, tablet parasetamol diuji disolusi dengan metode
dayung. Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya dengan cara yang hampir
sama dengan asetofenetidin yakni dengan titrimetri dengan metode
diazotasi, spektrofotometri (baik UV maupun dengan cara spektrofotometri
visibel) dan dengan kromatografi. Tujuan: Untuk menentukan apakah kadar
zat terlarut dari hasil uji disolusi parasetamol telah memenuhi syarat sesuai
dengan Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu tiap unit tidak kurang dari Q +
5% = 85%, dimana Q = 80%.

3. Uji disolusi adalah penetapan jumlah atau persentasi zat aktif dari suatu
sediaan padat yang terlarut pada suatu waktu tertentu dalam kondisi baku
yaitu pada suhu, kecepatan pengadukan dan komposisi media tertentu. Uji
disolusi merupakan suatu parameter penting dalam pengembangan produk
dan pengendalian mutu obat. Kecepatan disolusi yang dinyatakan dalam
persen per satuan waktu, adalah suatu karakteristik mutu yang penting
dalam menilai mutu obat yang digunakan peroral untuk mendapatkan efek
sistemik.

22
4. Faktor yang berpengaruh terhadap kecepatan disolusi
a. Suhu
Untuk zat-zat yang memiliki sifat kelarutan endotermik, semakin
tinggi suhu, nilai koefisien difusi akan meningkat sehingga kecepatan
disolusi juga meningkat.
b. Viskositas
Berdasarkan persamaan Einstein, semakin rendah viskositas maka nilai
koefisien difusi akan meningkat sehingga kecepatan disolusi juga akan
meningkat.
c. Ukuran partikel
Ukuran partikel berpengaruh pada nilai koefisien difusi dan luas
permukaan efektif yang kontak dengan pelarut. Bila ukuran partikel yang
didisolusikan semakin halus, maka koefisien difusinya semakin tinggi dan
luas permukaan efektifnya juga semakin besar sehingga kecepatan disolusi
meningkat.
d. Kecepatan pengadukan
Pengadukan akan berpengaruh pada tebal tipisnya lapisan difusi.
Semakin tinggi kecepatan pengadukan, maka tebal lapisan difusi akan
semakin menipis.
e. pH pelarut
pH pelarut berpengaruh pada partikel-partikel yang bersifat asam atau
basa lemah. Partikel tersebut akan membentuk garam dengan pasangan
asam atau basa kuat yang akan meningkatkan kelarutan sehingga
kecepatan disolusinya meningkat.
f. Polimorfisme
Perbedaan struktur internal suatu zat akan berpengaruh pada kekuatan
ikatan atau kestabilan partikel dalam medium pelarutnya, khususnya untuk
kristal-kristal metastabil yang lebih mudah melarut sehingga kecepatan
disolusinya juga tinggi.
g. Sifat permukaan zat
Sifat permukaan zat yang terutama diperhatikan adalah sifat hidrofob
karena akan berpengaruh pada disolusi dalam cairan tubuh. Sifat hidrofob

23
yang sangat kuat akan menyebabkan zat sulit terbasahi karena tegangan
permukaannya besar, maka dapat digunakan surfaktan agar zat lebih
mudah terbasahi dan lebih mudah terdisolusi.
Selain dari faktor-faktor tersebut, dalam bentuk sediaan seperti tablet,
formulasi obat juga sangat berpengaruh seperti misalnya pengaruh bahan
tambahan yang digunakan dan tekanan kompresi yang digunakan saat
mencetak tablet. Bahan tambahan dalam hal ini berpengaruh terutama jika
membentuk kompleks yang tidak larut seperti kalsium karbonat dan
kalsium sulfat yang membentuk kompleks dengan tetrasiklin atau
penggunaan bahan tambahan yang bersifat hidrofob seperti magnesium
stearat.

5. (A) Type Keranjang


Alat ini terdiri dari wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau
bahan lain yang inert, sebuah batang logam, sebuah keranjang berbentuk
silinder yang digerakan oleh motor penggerak. Wadah kemudian akan
tercelup sebagian dalam suatu tangas air yang berukuran sedemikian rupa
sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada suhu 370±0,50
selama pengujian dan menjaga agar gerakan air dalam tangas konstan.
Dianjurkan wadah disolusi, berbentuk silinder dengan dasar setengah
bola, tinggi 169 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106
mm dan kapasitas nominal 1000 mL. Pada bagian atas wadah sebaiknya,
ujungnya melebar untuk mecegah penguapan, dapat menggunakan
penutup yang sesuai. Batang logam berada pada posisi sedemikian rupa
sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik, pada sumbu
vertikal wadah, berputar dengan baik dan tanpa goyangan yang berarti.
Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk
memilih kecepatan putaran yang dikehendaki dan mempertahankan
kecepatan seperti dalam masing-masing monografi dalam batas ±4%.

24
(B) Type Dayung
Sama seperti alat 1, bedanya pada alat ini menggunakan dayung
yang terdiri dari daun (propellor) dan batang sebagai pengaduk. Batang
akan berada pada posisi sedemikian rupa, sehingga sumbunya tidak lebih
dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan
baik dan tanpa goyangan. Daun melewati diameter batang sehingga dasar
daun dan batang menjadi rata. Jarak 25 ra daun dan bagian dasar wadah
dipertahankan selama pengujian berlangsung. Untuk mencegah
mengapungnya sediaan digunakan sepotong kecil bahan inert seperti
gulungan kawat berbentuk spiral.

25
BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum uji disolusi tablet paracetamol bertujuan untuk mengetahui


kadar dari paracetamol serta jumlah zat aktif yang terlarut dalam media air dengan
volume, waktu, dan alat tertentu apakah memenuhi prsyaratan disolusi yang
tertera pada monografi. Volume dari labu disolusi yang digunakan adalah 900 ml
yang diisi dengan larutan dapar fosfat. Kemudian suhu yang digunakan yaitu
dipertahankan agar tetap 37o ± 0,5 oC. selain itu alat disolusi juga diatur kecepatan
putarannya sebesar 50 rpm.

Faktor- faktor yang mempengaruhi hasil kadar tersebut antara lain tablet
yang digunakan, media, spektrofotometer, praktikan. Faktor praktikan yang
melakukan praktikum dapat mempengaruhi hasil analisa, diduga praktikan kurang
menjaga kebersihan alat sehingga adanya pengotor dan galat yang mengganggu
hasil analisa. Pemipetan larutan dilakukan pada waktu yang berbeda yaitu tiap
selang 5 menit selama 30 menit. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pada menit
keberapa paracetamol tersebut dapat terdisolusi dengan baik pada medium
pelarutnya.

Dari hasil praktikum efisiensi disolusi antara sampel A dan sampel B


memiliki persentase yang lebih dari 100%, yaitu sampel A 125,35% dan sampel B
116,45%. Hal ini tidak sesuai dengan literature DItjen POM yang menyatakan
bahwa hasil obat disolusi obat paracetamol adalah 80%. Adapun ketidaksesuaian
praktikum ini dengan literature, hal ini disebabkan oleh beberapa factor antara lain
kesalahan dalam melakukan uji disolusi, pemakaian alat yang tidak kuantitatif,
alat yang digunakan terkontaminasi dan pengamatan yang kurang teliti.

26
BAB VI
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum uji disolusi tablet yang telah dilakukan dapat


disimpulkan bahwa laju disolusi tablet paraceamol sampel A 125,35% dan sampel
B 116,45% berbeda dengan literature Ditjen POM yaitu 80%. Alat-alat yang
digunakan untuk penentuan uji disolusi adalah alat uju dengan tipe dayung.
Factor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi yaitu suhu, viskositas, ukuran
partikel, kecepatan pengadukan, pH pelarut, polimorfisme, dan sifat permukaan
zat.
Hasil perhitungan efisiensi disolusi menunjukkan bahwa tablet panadol
(sampel B) memiliki laju disolusi yang lebih baik dibandingkan dengan tablet
paracetamol (sampel A). Perbedaan ini dipengaruhi oleh formulasi tablet yang
berbeda.

27
DAFTAR PUSTAKA

Abdou, H.A., 1989, Dissolution, Bioavailability & Bioequivalence,


Mack publishing Co., Easton Pennsylvania.

Carstensen, J.T., 1993, Pharmaceutical Principles Of Solid Dosage


Form, Technomic Publishing Company, Inc., Lancaster, Pennsylvania.

Carstensen, J.T., 1977, Pharmaceutics Of Solid And Solid Dosage


Form, John Wiley and Sons, Inc., New York.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia,


ed. 4, Jakarta.

Florence A.T., and Attwood D., 1998, Physicochemical Principles Of


Pharmacy, 3rd Ed. The Macmillan Press Ltd.

Hanson, W.A., 1991, Handbook Of Dissolution Testing, 2nd Ed


Revised, Aster Publishing Corp. Eugene, Oregon.

Martin, A., 1993, Physical Pharmacy, 4th ed., Lea & Febiger,
Philadelphia, London, p. 324-361

28
29

Anda mungkin juga menyukai