Anda di halaman 1dari 35

PRESENTASI KASUS

GLAUKOMA JUVENILE

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Persyaratan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:
AMINA NOOR AISYAH
20174011083

Diajukan kepada:
dr. M. Faisal Lutfi, Sp.M

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
GLAUKOMA JUVENILE

Telah dipresentasikan pada tanggal:


9 November 2018

Oleh:
Amina Noor Aisyah
20174011083

Disetujui oleh:
Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Mata
RSUD KRT Setjonegoro, Wonosobo

dr. M. Faisal Lutfi, Sp.M

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat,
petunjuk, dan kemudahan yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan presentasi kasus yang berjudul;
“Glaukoma Juvenile”
Penulis meyakini bahwa presentasi kasus ini tidak akan dapat tersusun tanpa
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. dr. M. Faisal Lutfi, Sp.M selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
bagian Ilmu Penyakit Mata di RSUD KRT Setjonegoro, Wonosobo
yang telah berkenan memberikan bantuan, pengarahan, dan bimbingan
dari awal sampai terselesaikannya penulisan presentasi kasus ini.
2. Perawat Poliklinik Mata RSUD KRT Setjonegoro, Wonosobo yang
telah berkenan membantu dalam proses berjalannya Kepaniteraan
Klinik bagian Ilmu Penyakit Mata.
3. Keluarga dan teman-teman yang selalu mendukung dan membantu
dalam selesainya penulisan presentasi kasus ini.
Semoga pengalaman dalam membuat presentasi kasus ini dapat
memberikan hikmah bagi semua pihak. Mengingat penyusunan presentasi kasus ini
masih jauh dari kata sempurna, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
menjadi masukan berharga sehingga menjadi acuan untuk penulisan presentasi
kasus selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Wonosobo, 8 November 2018
Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... 2


KATA PENGANTAR ............................................................................................ 3
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 4
BAB I LAPORAN KASUS .................................................................................... 5
A. Identitas Pasien ............................................................................................... 5
B. Anamnesis....................................................................................................... 5
C. Pemeriksaan Fisik ........................................................................................... 6
D. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................. 7
E. Diagnosis......................................................................................................... 7
F. Penatalaksanaan .............................................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 9
A. Definisi Glaukoma .......................................................................................... 9
B. Anatomi Bola Mata ......................................................................................... 9
C. Fisiologi Humor Aqueous............................................................................. 13
D. Epidemiologi ................................................................................................ 15
E. Etiopatogenesis ............................................................................................. 16
F. Klasifikasi ..................................................................................................... 17
G. Manifestasi Klinis ......................................................................................... 20
H. Diagnosis ...................................................................................................... 22
I. Penatalaksanaan ............................................................................................. 23
J. Komplikasi dan Prognosis ............................................................................. 29
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34

4
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. NN
No. CM : 712967
Tempat, Tanggal Lahir : Wonosobo, 27 November 1987
Usia : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jaraksari, Wonosobo
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMA
Tgl. Masuk RS : 31 Oktober 2018

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Kedua mata terasa pegal, penglihatan kabur, dan pusing.

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUD KRT Setjonegoro,
Wonosobo dengan keluhan kedua mata yang terasa pegal, penglihatan
kabur, dan terasa pusing. Keluhan dirasakan semenjak dua bulan yang
lalu. Awalnya mata terasa mengganjal, kemudian terasa pegal dan
penglihatan mulai kabur. Keluhan disertai rasa pusing yang menjalar
hingga seluruh kepala yang memberat hingga pasien merasakan mual-
mual. Selain itu, ketika malam hari pasien melihat lampu, pasien dapat
melihat “pelangi” di sekitar lampu tersebut. Keluhan ini sudah pernah
diperiksakan pasien ke dokter spesialis mata di rumah sakit lain dengan
diagnosis awal konjungtivitis. Setelah beberapa kali kontrol diagnosis

5
berubah menjadi glaukoma, kemudian pasien disarankan untuk periksa
ke RSUD KRT Setjonegoro.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat gejala serupa, hipertensi, diabetes mellitus, alergi,
trauma, dan gangguan mata sebelumnya disangkal. Sebelumnya pasien
mengatakan belum pernah menggunakan kacamata maupun belum
pernah mengalami gangguan penglihatan.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat gejala serupa, diabetes mellitus, alergi dan gangguan
mata pada keluarga disangkal. Ibu kandung pasien memiliki riwayat
hipertensi (+).

5. Riwayat Personal Sosial


Sehari-hari pasien bekerja sebagai seorang ibu rumah tangga.

6. Resume Anamnesis
Seorang perempuan berusia 31 tahun datang dengan keluhan
kedua mata terasa pegal, penglihatan kabur, dan pusing. Keluhan
dirasakan semenjak 2 bulan terakhir disertai dengan mual dan tampak
gambaran “pelangi” saat pasien melihat lampu pada malam hari.

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Pemeriksaan Subyektif :
Pemeriksaan Visus
OD OS
5/20 5/20

6
Pemeriksaan Obyektif :
Pemeriksaan OD OS

Sekitar Mata
Simetris,distribusi merata Simetris,distribusi merata
Supercilia dan cilia
Palpebra Normal Normal
Gerakan Edema (-) Edema (-)
Margo sup dan inf Nyeri (-) Nyeri (-)
Gerakan Bola Mata N N
Konjungtiva
K palpebra sup et inf Hiperemis (-) Hiperemi (-)
K bulbi Hiperemis (-) Hiperemi (-)
Sklera - Warna Putih Putih
Kornea - Kejernihan Jernih Jernih
Lensa Jernih Jernih
TIO 59.5 mmHg 55.0 mmHg
Refleks Normal Normal

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Funduskopi – C/D Ratio
OD : 0.5
OS : 0.5

2. Tonometri
TIO OD : 59.5 mmHg
TIO OS : 55.0 mmHg

E. Diagnosis
Glaukoma Juvenile

7
F. Penatalaksanaan
 Glaukon tablet 3 dd 1 tab
 KSR 1 dd 1 tab
 Cendo Glaupen 1 dd gtt I ODS (malam)
 Cendo Timol 2 dd gtt I ODS

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Glaukoma
Glaukoma adalah penyakit yang merusak saraf optic mata.
Glaucoma terjadi ketika terjadi penumpukan cairan pada bagian depan mata
sehingga terjadi peningkatan tekanan intra ocular (TIO) yang dapat merusak
saraf optic (Boyd, 2018). Glaukoma adalah kelainan mata yang ditandai
dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optic, dan
menciutnya lapang pandang. Pada glaucoma terdapat melemahnya fungsi
mata dengan terjadinya berkurangnya lapang pandang dan kerusakan
anatomi berupa ekskavasi serta degenerasi papil saraf optic yang dapat
berakhir dengan kebutaan (Ilyas & Yulianti, 2013).
Glaukoma juvenile atau juvenile open-angle glaucoma (JOAG)
merupakan bagian dari primary open-angle glaucoma (POAG). POAG
adalah neuropathy optic multifactorial yang kronik, progresif, dan
ireversibel dengan karakteristik berupa hilangnya serabut saraf optic.
Kondisi ini terjadi pada terbukanya sudut pada bilik mata anterior, dengan
karakteristik abnormalitas lapang pandang dan TIO yang tinggi.
Bermanifestasi dengan cupping saraf optic tanpa diketahuinya penyebab
lain dari kondisi ini (Biggerstaff, 2018).
Onset JOAG terjadi pada usia 5-35 tahun, sedang POAG pada usia
>35 tahun. JOAG sendiri merupakan kasus yang jarang terjadi,
mempengaruhi sekitar 1 dari 50.000 orang. Kondisi JOAG biasanya
terdeteksi terlambat dengan kondisi kerusakan saraf optic dan TIO >40
mmHg (Chak, et al., 2014).

B. Anatomi Bola Mata


Bola mata berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior 24 mm.
bola mata di bagian depan mempunyai kelengkungan yang lebih tajam
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata

9
dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu sklera dengan bagian terdepan disebut
kornea, jaringan uvea yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid, serta
lapisan retina yang terletak paling dalam berupa lapisan membrane
neurosensoris (Ilyas & Yulianti, 2013). Selain ketiga lapisan tersebut, di
bagian interior mata terdapat lensa, bilik mata anterior dan posterior
(kamera okuli anterior dan posterior), serta badan vitreous. Di dalam bilik
mata tersebut terdapat cairan yang disebut humor aqueous. Badan vitreous
merupakan rongga besar pada posterior lensa yang mengandung bahan cair
seperti gel yang disebut humor vitreous, berfungsi untuk mempertahankan
bentuk bola mata tetap bulat (Jones, 2018; Sherwood, 2015).

Gambar 1. Anatomi bola mata.


Sklera merupakan bagian putih bola mata yang bersama-sama
dengan kornea merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera
berhubungan erat dengan korena dalam bentuk lingkaran yang disebut
limbus. Kornea sendiri adalah selaput bening mata yang tembus cahaya.
Uvea adalah lapisan vaskular yang terdiri dari tiga bagian, yaitu (Ilyas &
Yulianti, 2013; Jones, 2018):
1. Iris

10
Iris adalah struktur sirkuler dengan pembukaan pada bagian
tengah yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk
mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata
yang disebut reaksi pupil. Reaksi pupil ini merupakan indikator
untuk fungsi simpatis (midriasis) dan parasimpatis (miosis)
pupil.
2. Badan Siliar
Badan siliar adalah susunan otot melingkar dan mempunyai
sistem ekskresi di belakang limbus. Badan siliar melekat pada
scleral spur. Badan siliar terdiri dari dua bagian, yaitu otot siliar
dan prosesus siliaris. Otot siliar terhubung ke lensa melalui
prosesus siliaris untuk mengontrol bentuk lensa dan juga
berkontribusi dalam pembentukan humor aqueous.
3. Koroid
Koroid adalah lapisan jaringan ikat dan pembuluh darah yang
menyuplai nutrisi pada bagian luar retina.
Retina adalah bagian terdalam dari bola mata, merupakan bagian
mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Terdiri
dari dua lapisan, yaitu lapisan neural dan lapisan pigmen. Lapisan neural
terdiri dari fotoreseptor, terletak pada bagian posterior dan lateral dari mata.
Lapisan pigmen terletak di bagian luar lapisan neural, menempel pada
lapisan koroid dan berfungsi untuk support lapisan neural serta terletak pada
seluruh bagian dalam mata. Bagian anterior retina yang terdiri dari lapisan
pigmen saja disebut sebagai non-visual retina. Sedangkan bagian posterior
dan lateral retina disebut bagian optic retina. Bagian senter dari retina
ditandai dengan area yang disebut sebagai makula (Jones, 2018).
Sudut bilik mata dibentuk oleh jaringan korneoskleral dengan
pangkal iris. Pada bagian ini terjadi drainase cairan bilik mata. Bila terdapat
hambatan drainase cairan mata maka akan terjadi penimbunan cairan bilik
mata sehingga tekanan bola mata meningkat. Berdekatan dengan sudut ini
didapatkan struktur anyaman trabekula (trabecular meshwork), kanal

11
Schlemm, baji sklera (scleral spur), dan jonjot iris. Pada sudut filtrasi
terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan
membrane descement (Ilyas & Yulianti, 2013).
Prosesus siliaris atau disebut juga sebagai pars plicata, merupakan
tempat produksi dari humor aqueous. Bagian posterior dari badan siliar,
disebut pars plana, memiliki permukaan yang lebih rata dan menjadi satu
dengan koroid membentuk ora serrata. Limbus adalah zona transisi antara
kornea dan sklera. Pada bagian dalamnya terdapat indentasi, yaitu sulkus
sklera, yang memiliki batas posterior tegas, scleral spur, dan batas anterior
yang meluas hingga perifer kornea (Goel, et al., 2010).
Trabecular meshwork (TM) merupakan struktur yang melewati
sulkus sklera dan berubah menjadi jalur melingkar yang disebut kanal
Schlemm. Trabecular meshwork merupakan struktur triangular yang terdiri
dari jaringan ikat yang dikelilingi oleh endotel. TM dibagi menjadi tiga
komponen, yaitu uveal meshwork, corneosckleral meshwork, dan
juxtacanalicular meshwork. Uveal meshwork membentuk batas lateral dari
bilik anterior, meluas hingga jonjot iris dan badan siliar pada perifer kornea.
Corneosclearal meshwork meluas dari scleral spur menuju dinding anterior
dari sulkus sklera dan merupakan bagian paling luas dari TM. Terdiri dari
lapisan berlubang (perforated sheets) yang semakin lama semakin kecil
mendekati kanal Schlemm. Juxtacanalicular meshwork merupakan bagian
paling luar dari TM terdiri dari lapisan jaringan ikat pada bagian tepi
endotelium. Kanal Schlemm sendiri terdiri dari sel endotel yang dikelilingi
jaringan ikat seperti vena. Kanal Schlemm berperan sebagai kanal kolektor
internal dan berhubungan dengan episcleral dan vena konjungtiva melalui
kanal kolektor eksternal, pleksus vena intrasklera, pleksus sklera dalam, dan
vena aqueous (Goel, et al., 2010).

12
Gambar 2. Aliran humor aqueous

C. Fisiologi Humor Aqueous


Humor aqueous adalah cairan jernih yang mengisi dan membentuk
bilik anterior dan posterior dari mata. Lensa dan kornea harus tetap jernih
agar cahaya dapat masuk ke dalam mata, sehingga tidak dapat terjadi
vaskularisasi pada bagian tersebut. Humor aqueous beranalog dengan darah
untuk struktur avascular ini dan menyediakan nutrisi, mengekskresi sisa
metabolisme, transport neutrotransmitter, stabilisasi struktur ocular, dan
berkontribusi dalam regulasi homeostasis jaringan ocular tersebut. Humor
aqueous juga membantu mensirkulasikan sel dan mediator inflamasi pada
kondisi patologis dan juga distribusi obat pada mata (Goel, et al., 2010).
Humor aqueous diproduksi oleh epitel pada prosesus siliaris
memasuki bilik mata posterior. Humor aqueous kemudian bersirkulasi
melewati lensa menuju pupil untuk masuk ke dalam bilik mata anterior.
Humor aqueous keluar dari bilik mata anterior melalui aliran pasif yang
terletak pada limbus melalui dua cara. Cara konvensional terdiri dari humor
aqueous mengalir melalui trabecular meshwork menuju kanal Schlemm dan
kanal kolektor drainase, vena aqueous, dan vena episcleral. Cara non-
konvensional terdiri dari uveal meshwork dan bagian anterior dari otot siliar.

13
Humor aqueous masuk melalui jaringan ikat antar otot menuju ruang
suprachoroidal dan menuju sklera. Ketidakseimbangan antara produksi dan
drainase humor aqueous, biasanya gangguan pada cara konvensional,
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler dan merupakan faktor risiko
dari pathogenesis glaucoma (Goel, et al., 2010).
Tekanan intraocular (TIO) menunjukkan tekanan yang dihasilkan
oleh cairan intraocular yang melapisi bola mata. Nilai normal TIO yakni
sekitar 10- 21 mmHg (rerata= 16 ± 2.5 mmHg). Nilai normal TIO
didapatkan dari keseimbangan dinamik antara pembentukan dan
pengeluaran humour aqueous. Beberapa faktor yang mempengaruhi TIO
yakni faktor lokal dan faktor general, yaitu (Bowling, 2016):
1) Faktor Lokal
Faktor lokal terdiri atas kecepatan pembentukan humor aqueous yang
tergantung pada permeabilitas kapiler ciliar dan tekanan osmotik darah,
resistensi aliran pengeluaran humor aqueous, dan peningkatan tekanan
vena episkleral.
2) Faktor general
 Hereditas. Hal ini dapat mempengaruhi TIO dan bersifat
multifaktorial.
 Usia. Rerata TIO meningkat setelah usia 40 tahun, kemungkinan
disebabkan oleh penurunan fasilitas dari aliran pengeluaran humor
aqueous.
 Jenis kelamin. TIO pada pria dan wanita sama pada usia 20-40 tahun,
namun pada usia lanjut rerata TIO lebih tinggi pada wanita.
 Variasi diurnal dari TIO. Umumnya terdapat kecenderungan nilai
TIO meningkat pada pagi hari dan rendah pada malam hari. Hal ini
berkaitan dengan variasi diurnal dari kortisol plasma. Mata normal
memiliki fluktuasi yang lebih kecil (< 5 mmHg) dibandingkan mata
yang mengalami glaukoma (> 8 mmHg).
 Variasi postural. TIO meningkat ketika berubah posisi dari duduk ke
berbaring.

14
 Tekanan darah. Meskipun tidak memiliki efek jangka panjang
terhadap TIO, namun prevalensi glaucoma lebih banyak pada pasien
hipertensif dibandingkan normotensive.
 Tekanan osmotic darah. Peningkatan osmolaritas plasma (misalnya
setelah pemberian infus mannitol, gliserol oral, atau pada pasien
dengan uremia) berkaitan dengan penurunan TIO, sementara itu
penurunan osmolaritas plasma berkaitan dengan peningkatan TIO.
 Anastesi umum dan beberapa obat dapat mempengaruhi TIO.
Misalnya alkohol dan beberapa obat antiglaukoma dapat
menurunkan TIO, sementara merokok, kafein, dan steroid dapat
meningkatkan TIO.

D. Epidemiologi
Glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan global setelah
katarak. Tipe paling sering dari glaucoma adalah open angle dan closed
angle. Bersamaan, kedua tipe tersebut merupakan penyebab utama kebutaan
ireversibel global. Orang dengan glaucoma dilaporkan memiliki kualitas
hidup yang lebih rendah, penurunan fungsi fisik, emosi, sosial, dan
menggunakan lebih banyak sumber kesehatan (International Council of
Ophthalmology, 2015).
Lebih dari 3 juta orang di seluruh dunia mengalami kebutaan
bilateral akibat POAG, dan lebih dari 2 juta orang akan mengalami POAG
setiap tahunnya. Selama 5 tahun, beberapa penelitian menunjukkan onset
baru dari kerusakan akibat glaucoma pada pasien yang sebelumnya sehat
sebanyak 2,6-3% dengan TIO 21-25 mmHg, 12-26% dengan TIO 26-30
mmHg, dan sekitar 42% dengan TIO >30 mmHg (Biggerstaff, 2018).
POAG lebih banyak ditemukan pada ras kulit hitam dibanding ras
lainnya. Beberapa penelitian mengatakan kejadian POAG lebih sering pada
perempuan dibanding laki-laki, namun beberapa penelitian tidak dapat
membuktikan hal tersebut, bahkan terdapat penelitian yang menyatakan
POAG lebih sering terjadi pada laki-laki. Usia lebih dari 40 tahun

15
merupakan faktor risiko dari POAG, dengan angka kejadian POAG pada
decade tujuh mencapai 15% membuktikan bahwa glaucoma lebih sering
ditemukan pada populasi usia lanjut (Biggerstaff, 2018).
Di Amerika Serikat, kejadian JOAG diestimasikan terjadi pada 1
dari 50.000 orang. JOAG sendiri dapat terjadi pada seluruh ras dengan ras
kulit hitam memiliki risiko lebih tinggi. Frekuensi kejadian JOAG pada
perempuan dan laki-laki juga tidak ditemukan perbedaan. Pasien dengan
JOAG tidak ditemukan adanya bukti glaucoma kongenital atau infantile.
Anak yang diawasi dengan riwayat glaucoma pada keluarga memiliki onset
TIO abnormal pada usia 5-10 tahun. Sedangkan pada pasien yang tidak
diawasi biasanya glaucoma baru terdeteksi pada usia remaja atau pada awal
masa dewasa (Dahl, 2018).

E. Etiopatogenesis
Glaukoma merupakan neuropati saraf optic multifactorial yang
ditandai dengan destruksi progresif dari sel ganglion retina dan aksonnya.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaucoma adalah apoptosis
sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan
lapisan inti-dalam retina serta berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus
optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran cawan optic (Riordan-Eva, et
al., 2015).
Peningkatan TIO merupakan faktor risiko utama terjadinya
glaucoma. Tekanan intra ocular yang tinggi akan menekan vaskularisasi
retina menyebabkan terjadinya apoptosis sel ganglion dan akson. Beberapa
mekanisme terjadinya peningkatan TIO yaitu:
1. Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak humor aqueous,
sedangkan pengeluaran pada jalinan trabecular normal
2. Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran humor
aqueous dari bilik posterior ke bilik anterior
3. Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.

16
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaucoma adalah
atrofi sel ganglion difus yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf
dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Iris
dan korpus siliar juga menjadi atrofi dan prosesus siliaris memperlihatkan
degenrasi hialin.
Mekanisme lain yang dapat menyebabkan glaucoma adalah plateau
iris dan letak lensa lebih ke anterior. Pada keadaan seperti ini dapat terjadi
blok pupil. TIO yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optic yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian
tepi papil saraf optic relative lebih kuat daripada bagian tengah sehingga
terjadi cekungan pada papil saraf optic.

F. Klasifikasi
Penyakit glaukoma mempunyai tiga tingkatan yaitu glaucoma
ringan, glaucoma sedang, dan glaucoma berat. Nilai cup-disc ration (CDR)
sebesar 0,3-0,5 dikategorikan glaucoma ringan, nilai CDR 0,5-0,7
dikategorikan glaucoma sedang dan jika nilai CDR di atas 0,7 dikategorikan
sebagai glaucoma berat.
Berdasarkan etiologinya, glaucoma dikelompokkan menjadi:
1. Glaukoma Primer. Glaucoma ini tidak diketahui penyebab sistemik
maupun ocular tertentu yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler. Glaucoma primer terdiri atas:
a. Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Glaucoma ini terjadi dengan sudut yang terbuka di bilik
anterior. Glaukoma sudut terbuka primer terdapat
kecenderungan familial yang kuat. Gambaran patologi utama
berupa proses degeneratif anyaman trabecular, termasuk
pengendapan materi ekstrasel dalam anyaman dan dbawah
lapisan endotel kanal Schlemm sehingga dapat
mengakibatkan penurunan drainase humor aqueous yang
menyebabkan peningkatan takanan intraokuler.

17
b. Glaukoma Sudut Tertutup Primer
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan
predisposisi anatomis tanpa ada kelainan lainnya. Adanya
peningkatan tekanan intraokuler karena sumbatan aliran
keluar humor aquos akibat oklusi trabekular meshwork oleh
iris perifer. Keadaan ini dapat bermanifestasi sebagai suatu
kedaruratan oftalmologik atau dapat tetap asimptomatik
sampai timbul penurunan penglihatan. Diagnosis ditegakkan
dengan melakukan pemeriksaan segmen anterior dan
gonioskopi.

Gambar 3. Open-angle glaucoma (kiri) dan closed-angle glaucoma


(kanan)
2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya.
Dapat disebabkan atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau
penyakit yang telah diderita sebelumnya atau pada saat itu.
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat
penyakit mata yang lain atau penyakit sistemik yang menyertainnya,
seperti:
a. Akibat perubahan lensa (dislokasi lensa, intumesensi lensa,
glaukoma fakolitik dan fakotoksik pada katarak, glaukoma
kapsularis/sindrom eksfoliasi)
b. Akibat perubahan uvea (uveitis anterior, tumor, rubeosis
iridis)

18
c. Akibat trauma (hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea atau
limbus yang disertai prolaps iris)
d. Akibat post operasi (pertumbuhan epitel konjungtiva,
gagalnya pembentukan bilik mata depan post-operasi
katarak, blok pupil post-operasi katarak)
e. Akibat pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal dalam
jangka waktu yang lama.
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah uveitis. Uveitis
kronik atau rekuren menyebabkan gangguan permanen fungsi
trabekula, sinekia anterior perifer dan kadang-kadang
neovaskularisasi sudut yang semuanya meningkatkan glaukoma
sekunder. Pada uveitis, tekanan intraokular biasanya lebih rendah
dari normal karena korpus siliar yang meradang kurang berfungsi
baik. Namun juga dapat terjadi peningkatan tekanan intraokular
melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Jalinan trabekular
dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari kamera anterior, disertai
edema sekunder, atau kadang-kadang terlibat dalam proses
peradangan yang spesifik diarahkan ke sel-sel trabekula
(trabekulitis).
3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi
akibat gangguan perkembangan pada saluran humor aqueous.
Glaukoma kongenital seringkali diturunkan. Pada glaukoma
kongenital sering dijumpai adanya epifora dapat juga berupa
fotofobia serta peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma
kongenital terbagi atas glaukoma kongenital primer (kelainan pada
sudut kamera okuli anterior), anomali perkembangan segmen
anterior, dan kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom Lowe,
sindom Sturge-Weber dan rubela kongenital).
4. Glaukoma Juvenile

19
Glaucoma juvenile adalah glaucoma yang terjadi pada usia 5-35
tahun. Glaucoma juvenile sendiri merupakan bagian dari glaucoma
sudut terbuka (Chak, et al., 2014).
5. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma
(terbuka/tertutup) dimana sudah terjadi kebutaan total, akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada
glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil
atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan
dengan rasa sakit. Sering dengan mata buta ini mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit
berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit
sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.

G. Manifestasi Klinis
Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik
sudut terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan
penglihatan yang berat terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri
penglihatan. Berbeda pada glaukoma akut sudut tertutup, peningkatan
tekanan TIO berjalan cepat dan memberikan gejala mata merah, nyeri dan
gangguan penglihatan.
1. Peningkatan TIO
Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya
TIO menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor,
meliputi tingginya TIO dan apakah glaukoma dalam tahap awal atau
lanjut. Secara umum, TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya
menyebabkan kerusakan dalam tahunan. TIO yang tinggi 40-50
mmHg dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang cepat dan
mencetuskan oklusi pembuluh darah retina.
2. Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh

20
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian
cairan oleh sel-sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat
(glaukoma akut sudut tertutup), kornea menjadi penuh air,
menimbulkan halo di sekitar cahaya.
3. Nyeri
Nyeri bukan karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka.
4. Penyempitan lapang pandang
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada
saraf optik menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang
biasanya menghasilkan kehilangan lapang pandang (skotoma). Pada
glaukoma stadium akhir kehilangan lapang penglihatan terjadi
sangat berat (tunnel vision), meski visus pasien masih 6/6 .

Gambar 4. Penglihatan pada penderita Glaukoma


5. Perubahan pada diskus optik.
Kenaikan TIO berakibat kerusakan optik berupa penggaungan dan
degenerasi papil saraf optik.
6. Oklusi vena.
7. Pembesaran mata
Pada dewasa pembesaran yang signifikan tidak begitu tampak. Pada
anak-anak dapat terjadi pembesaran dari mata (buftalmus).

21
H. Diagnosis
Pada glaucoma akan terdapat karakteristik seperti melemahnya
fungsi mata dengan terjadinya cacat/pengecilan lapang pandang,
peningkatan TIO yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan
kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil
saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan. Pada umumnya indikator
yang digunakan untuk menilai perkembangan glaukoma adalah
pemeriksaan TIO, tajam penglihatan dan perimetri/tes lapang pandang.
Sistem klasifikasi yang dibangun memerlukan sebuah model
komputasi untuk mengubah piksel citra retina menjadi suatu ciri retina yang
dapat mengindikasi tingkat penyakit pada glaukoma. Salah satu ciri dari
glaukoma adalah dengan menentukan nilai CDR (Cup to Disc Ratio) yang
merupakan perbandingan luas area optic cup dan optic disc. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan nilai CDR maka harus mendapatkan nilai dari luas area
optic disc dan optic cup. Nilai CDR juga berpengaruh terhadap tingkatan
dari glaukoma. Nilai CDR sebesar 0,3-0,5 di kategorikan mild glaukoma,
nilai CDR 0,5-0,7 di kategorikan moderate glaukoma dan jika nilai CDR di
atas 0,7 di kategorikan sebagai severe glaukoma.
1) Tonometri
Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler
yang menggunakan alat berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat
mempengaruhi biasnya penilaian tergantung pada ketebalan kornea
masing-masing individu. Semakin tebal kornea pasien maka tekanan
intraokuler yang di hasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya,
semakin tipis kornea pasien tekanan intraokuler bola mata juga rendah.
Tonometer yang banyak digunakan adalah tonometer Schiotz karena
cukup sederhana, praktis, mudah dibawa, relatif murah, kalibrasi alat
mudah dan tanpa komponen elektrik. Penilaian tekanan intraokuler
normal berkisar 10-22 mmHg. Pada usia lanjut rentang tekanan normal
lebih tinggi yaitu sampai 24 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka

22
primer, 32-50% pasien ditemukan dengan tekanan intraokuler yang
normal pada saat pertama kali diperiksa.
2) Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus yang normal memiliki cekungan di bagian
tengahnya (cup). Pada pasien glaukoma terdapat pembesaran cawan
optik atau pencekungan (cup disk ratio membesar (N = <0,3)) sehingga
tidak dapat terlihat saraf pada bagian tepinya. Sering juga ditemukan
optic-disk edema dan hiperemis.

Gambar 8. (A) Papil optic normal, (B) Penggaungan papil optic


3) Pemeriksaan Lapang Pandang
Gangguan lapangan pandang pada glaukoma dapat mengenai 30
derajat lapangan pandang bagian central. Cara pemeriksaan lapangan
pandang dapat menggunakan automated perimeter.
4) Gonioskopi
Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang
menggunakan lensa khusus untuk melihat aliran keluarnya humor
aquos. Fungsi dari gonioskopi secara diagnostik dapat membantu
mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai lebar sudut kamera
okuli anterior.

I. Penatalaksanaan
Target dari penatalaksanaan glaukoma adalah untuk menjaga fungsi
maksimal penglihatan selama pasien hidup tanpa mengurangi kualitas
hidupnya. Sampai saat ini menurunkan TIO adalah pendekatan yang efisien

23
dan telah teruji untuk mencegah progresi dari glaukoma. Risiko
progresifitas menurun 10% dengan penurunan tiap mmHG dari baseline
terhadap angka TIO dari awal pemeriksaan. Penurunan TIO dapat dilakukan
dengan terapi medikamentosa, terapi laser, pembedahan atau semuanya
dapat dikombinasikan.
Target dari penurunan TIO harus ditentukan, hal ini didasarkan pada
staging glaukoma, ekspentansi hidup atau umur pasien, status kesehatan
mata pasien, riwayat penyakit sebelumnya, dan faktor risiko lainnya. Target
TIO pada glaukoma stase awal adalah pada angka 19 mmHg kebawah, pada
middle stage pada angka 16 mmHg kebawah, sedangkan pada late stage
pada angka 14 mmHg kebawah.
Klasifikasi Obat Glaukoma
1) Simpatomimetik
a) Non selektif
b) α2- selektif
2) Simpatolitik
a) Beta -blockers (non-selektif dan beta-1-selektif)
b) Alfa-beta-blockers
c) Alfa-1 blockers
3) Parasimpatomimetik
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar
humor aquos dengan bekerja pada anyaman trabekular melalui
kontraksi otot siliaris. Dapat menimbulkan efek miosis pada mata
dan bersifat sekresi pada mata, sehingga menimbulkan kontraksi
muskulus ciliaris supaya iris membuka dan aliran humor aquos
dapat keluar.
4) Prostaglandin Analog
5) Penghambat Karbonic Anhydrase16

Berdasarkan Malaysian Ophtalmologist Guideline tahun 2017,


terdapat 6 agen yang dapat digunakan sebagai obat anti-glaukoma:

24
1) Analog Prostaglandin
Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang efektif
digunakan pada terapi glaukoma misalnya, latanopros. Latanopros
merupakan obat baru yang paling efektif katena dapat ditoleransi
dengan baik dan tidak menimbulkan efek samping sistemik. Analog
prostaglandin (larutan bimatoprost 0,003%, latanoprost 0,005% dan
travoprost 0,004%, masing-masing sekali setiap malam, dan larutan
unoprostone 0,15% dua kali sehari) meningkatkan aliran keluar humor
aquos melalui uveosklera. Farmakokinetik latanopros mengalami
hidrolisis enzim di kornea dan diaktifkan menjadi asam latanopros.
Penurunan tekanan intraokuler dapat dilihat setelah 3-4 jam setelah
pemberian dan efek maksimal yang terjadi antara 8-12 jam.
Cara kerja obat ini dengan meningkatkan aliran keluarnya
humor aqueus melalui uveosklera. Obat ini diindikasikan pada
glaukoma sudut terbuka, hipertensi okuler yang tidak toleran dengan
antiglaukoma lain. kontrandikasi pada pasien yang sensitif dengan
latanopros.
2) Beta blockers
Larutan timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaxolol 0,25% dan
0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%, metipranolol 0,3%, serta carteolol
1% dua kali sehari dan gel timolol maleate 0,1%, 0,25%, dan 0,5%
sekali setiap pagi adalah beberapa sediaan yang ada saat ini dan
merupakan obat pembanding pada penelitian klinis terhadap obat
antiglaukoma baru.
Timolol maleat merupakan β-adrenergik non selektif baik β1
atau β2. Timolol tidak memiliki aktivitas simpatomimetik, sehingga
apabila diteteskan pada mata dapat mengurangi tekanan intraokuler.
Timolol dapat menurunkan tekanan intraokuler sekitar 20-30%.
Reseptor β- adrenergik terletak pada epitel siliaris, jika reseptornya
terangsang aktifitas sekresinya akan meningkatkan inflow humor aquos

25
melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-reseptor sehingga
menurunkan produksi humor aquos.
Farmakodinamik golongan β-adrenergic bloker dengan cara
menekan pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler
dapat turun. Sedangkan farmakokinetiknya sebagian besar diserap
dengan baik oleh usus secara peroral sehingga bioavaibilitas rendah dan
memiliki kadar puncak dalam plasma mencapai 1 sampa 3 jam.
Kebanyakan golongan β-adrenergic bloker memiliki waktu paruh
antara 3 sampai 10 jam. Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal untuk
mengeluarkan obat golongan ini dapat diperpanjang apabila terdapat
hambatan aliran darah yang menuju ke hati atau hambatan enzim hati.
Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat
mengakibatkan kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik.
Indikasi pemakaian diberikan pada pasien glaukoma sudut terbuka
sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau kombinasi terapi dengan
miotik. Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma inflamasi,
hipertensi okuler dan glaukoma kongenital.
5) Agonis adrenergic
Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu
selektif dan tidak selektif. Golongan α2-adrenergic agonis yang selektif
misalnya apraklonidin memiliki efek menurunkan produksi humor
aquos, meningkatkan aliran keluar humor aquos melalui trabekula
meshwork dengan menurunkan tekanan vena episklera dan dapat juga
meningkatkan aliran keluar uveosklera.
Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin 1% dalam waktu
1 jam dapat menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang cepat
paling sedikit 20% dari tekanan intraokuler awal. Efek maksimal dari
apraklonidin dalam menurunkan tekanan intraokuler dapat terjadi
sekitar 3-5 jam setelah pemberian terapi.
Indikasi penggunaan apraklonidin untuk mengontrol
peningkatan akut tekanan intraokuler pasca tindakan laser. Sedangkan

26
kontraindikasi pemakaian obat ini apabila pasien dengan mono amin
oksidase (MAO) dan trisiklik depresan karena mempengaruhi
metabolisme dan uptake katekolamin.
a) Apraclonidine
Apraclonidine (larutan 0,5 % tiga kali sehari dan 1%
sebelum dan sesudah terapi laser) adalah suatu agonis
adrenergik-α2 yang menurunkan pembentukan humor
aquos tanpa menimbulkan efek pada aliran keluar.
b) Brimonidine
Brimonidine (larutan 0,2% dua kali sehari) adalah suatu
agonis adrenergik-α yang menghambat pembentukan
dan meningkatkan aliran keluar humor aquos.
6) Penghambat carbonic anhydrase
Acetazolamide adalah yang paling banyak digunakan,
tetapi terdapat alternatif, yaitu dichlorphenamide dan
methazolamide. Penghambat anhidrase karbonat sistemik
digunakan pada glaukoma kronik bila terapi topikal kurang
memuaskan serta pada glaukoma akut dengan tekanan intraokular
yang sangat tinggi dan perlu segera dikontrol. Asetasolamid oral
merupakan obat yang sering di gunakan karena dapat menekan
pembentukan humor aquos sebanyak 40-60%. Bekerja efektif
dalam menurunkan tekanan intraokuler apabila konsentrasi obat
bebas dalam plasma ±2,5 μM. Apabila diberikan secara oral,
konsentrasi puncak pada plasma dapat diperoleh dalam 2 jam
setelah pemberian dapat bertahan selama 4-6 jam dan menurun
dengan cepat karena ekskresi pada urin.
Indikasi asetasolamid terutama untuk menurunkan
tekanan intraokuler, mencegah prolaps korpus vitreum, dan
menurunkan tekanan introkuler pada pseudo tumor serebri.
Kontraindikasi relatif untuk sirosis hati, penyakit paru obstruktif
menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis dan urolithiasis.

27
Efek samping yang paling sering dikeluhkan parastesi dan inisial
diuresis, sedangkan efek lain yang dapat muncul apabila
digunakan dalam jangka lama antara lain metalic taste, malaise,
nausea, anoreksia, depresi, pembentukan batu ginjal, depresi
sumsum tulang, dan anemia aplastik.
Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal Penghambat
karbonat anhidrase topikal bersifat larut lemak sehingga bila
digunakan secara topikal daya penetrasi ke kornea relatif rendah.
Pemberian dorsolamid topikal akan terjadi penetrasi melalui
kornea dan sklera ke epitel tak berpigmen prosesus siliaris
sehingga dapat menurunkan produksi humor aqueus dan HCO3-
dengan cara menekan enzim karbonik anhidrase II. Penghambat
karbonik anhidrase topikal seperti dorsolamid bekerja efektif
menurunkan tekanan intraokuler karena konsentrasi di prosesus
siliaris mencapai 2-10μM. Penghambat karbonat anhidrase
topikal (dorsolamid) dapat menurunkan tekanan intraokuler
sebesar 15-20%. Indikasi pemberian untuk mengontrol glaukoma
baik jangka pendek maupun jangka panjang, sebagai obat tunggal
atau kombinasi. Indikasi lain untuk mencegah kenaikan tekanan
intraokuler pasca bedah intraokuler. Efek samping lokal yang
dijumpai seperti mata pedih, keratopati pungtata superfisial, dan
reaksi alergi. Efek samping sistemik jarang dijumpai seperti
metalic taste, gangguan gastrointestinal dan urtikaria.
7) Agen kolinergik
Pilocarpine topical biasanya digunakan untuk jangka
waktu yang pendek sebagai treatment sebelum laser pada pasien
dengan sudut sempit. Tidak digunakan dalam jangka yang
panjang karena memiliki efek samping.
8) Agen osmotik.

28
Obat ini digunakan sebagai terapi sistemik jika diinginkan
penurunan TIO yang cepat dan dilakukan pada situasi akut, yang
bisa diberikan adalah glycerol oral dan mannitol intravena.
Terapi lain yang dapat digunakan adalah terapi laser
maupun bedah, yaitu dibedakan berdasarkan tipe glaukomanya,
untuk glaucoma sudut terbuka dilakukan laser trabeculoplasty
untuk meningkatkan keluaran dari humor aquous, dan trans-
scleral cyclophotocoagulation (TSCP) untuk menurunkan
masukan dari humor aquous. Untuk glaucoma sudut tertutup
dilakukan laser iridotomy untuk menghilangkan blok pupillary,
laser peripheral iridoplasty untuk memodifikasi kontur iris, dan
TSCP.

J. Komplikasi dan Prognosis


Jika tidak diobati, glaukoma akan menyebabkan kehilangan
penglihatan progresif, biasanya dalam tahap: Blind spot pada pengelihatan
perifer, tunnel vision, kebutaan total.
Glaukoma sudut terbuka primer tidak dapat dicegah, namun
kerusakan optik-saraf dan hilangnya penglihatan akibat glaukoma dapat
dicegah dengan diagnosis dini, pengobatan yang efektif, dan kepatuhan
pengobatan. Glaukoma sekunder dapat dicegah dengan menghindari trauma
pada mata dan pengobatan yang tepat pada radang mata dan penyakit lain
dari mata atau kondisi tubuh yang dapat menyebabkan bentuk glaukoma
sekunder.
Pasien dengan glaukoma perlu melanjutkan pengobatan selama sisa
hidup mereka. Karena penyakit ini dapat berkembang atau berubah secara
diam-diam. Pengobatan mungkin perlu disesuaikan secara berkala.
Dengan menjaga tekanan bola mata, kerusakan saraf optik dan
kehilangan lapang pandang yang berkelanjutan dapat diperlambat atau
dihentikan. Target tekanan berbeda untuk setiap orang, tergantung pada
tingkat kerusakan dan faktor lainnya. Target tekanan dapat berubah selama

29
seumur hidup. Pengobatan lebih baru sedang dikembangkan untuk
membantu dalam memerangi glaukoma.
Deteksi dini, pengobatan yang tepat dan pemantauan rutin dapat
membantu mengontrol glaukoma dan karenanya mengurangi kemungkinan
kehilangan penglihatan.

30
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien perempuan berusia 31 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUD KRT


Setjonegoro, Wonosobo dengan keluhan kedua mata terasa pegal, penglihatan
kabur, dan pusing. Keluhan dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan dapat
memberat hingga pasien merasakan mual. Selain itu, ketika pasien melihat cahaya
atau lampu pada malam hari pasien melihat gambaran “pelangi”.
Diagnosis glaucoma juvenile pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
identitas pasien, terutama usia pasien, hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang berupa tonometry dan funduskopi. Manifestasi glaucoma
pada kasus ini berupa penglihatan pasien yang menjadi kabur dan semakin
memberat dengan mata yang terasa pegal dan pusing serta perasaan mual yang
muncul saat pusing memberat. Mual merupakan manifestasi dari meningkatkanya
tekanan intraokuler pasien. Glaucoma sendiri dapat terjadi baik secara primer atau
tanpa penyebab yang diketahui, maupun secara sekunder dengan penyebab yang
diketahui. Pada kasus ini, kondisi yang diderita pasien termasuk glaucoma juvenile
primer dikarenakan usia pasien yang masih 31 tahun. Onset yang muncul pada usia
5-35 tahun termasuk pada kategori glaucoma juvenile. Primer karena tidak
didapatkannya penyebab dari kondisi ini.
Pada hasil pemeriksaan fisik, didapatkan visus pasien yang menurun.
Mekanisme penurunan penglihatan pada pasien glaucoma disebabkan karena
adanya apoptosis atau iskemik pada jaringan retina. Iskemik terjadi dikarenakan
meningkatnya TIO sehingga terjadi penekanan ke segala arah. Penekanan tersebut
juga menekan pembuluh darah retina, menyebabkan iskemik dan apoptosis dari
ganglion retina maupun akson saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofi
menyebabkan terbentuknya cup yang semakin lebar.
Pada pemeriksaan TIO pasien, didapatkan hasil OD 59.5 mmHg dan OS
55.0 mmHg. Berdasarkan hasil perhitungan tonometry tersebut pasien dapat
diklasifikasikan menjadi glaucoma berat. Tatalaksana yang tepat pada pasien ini
adalah dengan menurunkan TIO yang diharapkan dapat mencegah perburukan dari

31
visus pasien dan mencegah terjadinya kebutaan ireversibel. Dengan dilakukannya
tatalaksana diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
The European Glaucoma Society (EGS) menyebutkan bahwa
penatalaksanaan awal dari glaucoma adalah menunrunkan TIO dengan terapi
farmakologikal. Terdapat dua mekanisme primer untuk menurunkan TIO. Pertama
dengan menunrunkan produksi humor aqueous dengan beta blocker (timolol,
betaxolol, carteolol, metipranolol) dan karbonik anhydrase inhibitor (brinzolamide,
dorzolamide). Kedua adalah dengan meningkatkan drainase humor aqueous
melalui jalur trabecular dan uveoscleral menggunakan derivate prostaglandin
(latanoprost, travoprost), obat-obatan simpatomimetik dan
kolinergik/parasimpatomimetik (pilokarpin). Pada kasus ini, pasien diberikan obat
topikal tetes mata Timolol 0.5% 2x1 tetes (ODS) dan cendo glaupen minidose 1 x
1 tetes (ODS) sedangkan untuk pengobatan sistemik diberikan Glaucon
(asetazolamid) tablet 3x1 dan KSR yaitu suplementasi kalium.
Glaucon mengandung asetazolamid yang termasuk dalam golongan
karbonik anhidrase inhibitor. Efeknya dapat menurunkan tekanan dengan
menghambat produksi humor akuos sehingga sangat berguna untuk menurunkan
tekanan intraokular secara cepat. Obat ini dapat diberikan secara oral dengan dosis
250-1000 mg per hari. Pemberian obat ini memberikan efek samping hilangnya
kalium tubuh, parastesi, anoreksia, diarea, hipokalemia, batu ginjal dan miopia
sementara. Untuk mencegah efek samping tersebut, pada pasien ini diberikan
pemberian KSR tablet yang mana berisi potasium chloride.
Timolol merupakan beta bloker non selektif dengan aktivitas dan
konsentrasi tertinggi pada camera occuli posterior (COP) yang dicapai dalam
waktu 30-60 menit setelah pemberian topikal. Beta bloker dapat menurunkan
tekanan intraokular dengan cara mengurangi produksi humor aquos. Penggunan
beta bloker non selektif sebagai inisiasi terapi dapat diberikan 2 kali dengan interval
setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam kemudian. Pemberian
Timolol 0.5% 2x1 tetes (ODS) sudah tepat. Timolol termasuk beta bloker non
selektif sehingga perlu diperhatikan pemberiannya pada pasien dengan asma,
PPOK, dan penyakit jantung.

32
Latanoprost merupakan salah satu obat anti glaukoma terkait prostaglandin
yang memiliki efek yang kuat dalam menurunkan tekanan intraokular (TIO) dengan
meningkatkan aliran keluar melalui jalur uveosklera. Tekanan intraokular, perfusi
okular, dan produksi air mata diregulasi oleh sistem saraf autonom. Gangguan pada
sistem saraf autonom mengakibatkan gangguan pada TIO dan produksi air mata
basal. Aqueous tear-deficient dry eye (ADDE), adalah mekanisme yang mungkin
mendasari terjadinya penurunan produksi air mata basal pada pasien glaukoma.

33
DAFTAR PUSTAKA

Biggerstaff, K. S., 2018. Primary Open-Angle Glaucoma (POAG): Practice


Essentials, Background, Pathophysiology. [Online]
Available at: https://emedicine.medscape.com/article/1206147-overview
[Accessed 7 November 2018].

Bowling, B., 2016. Kanski's Clinical Ophthalmology. 8th ed. s.l.:Elsevier.

Boyd, K., 2018. What is Glaucoma? - American Association of


Ophthalmology. [Online]
Available at: https://www.aao.org/eye-health/diseases/what-is-glaucoma
[Accessed 7 November 2018].

Chak, G., Mosaed, S. & Minckler, D. S., 2014. Diagnosing and Managing
Juvenile Open-Angle Glaucoma - American Academy of Ophthalmology. [Online]
Available at: https://www.aao.org/eyenet/article/diagnosing-managing-juvenile-
openangle-glaucoma-2
[Accessed 7 November 2018].

Dahl, A. A., 2018. Juvenile Glaucoma: Background, Pathophysiology,


Epidemiology. [Online]
Available at: https://emedicine.medscape.com/article/1207051-overview#a6
[Accessed 7 November 2018].

Goel, M., Picciani, R. G., Lee, R. K. & Bhattacharya, S. K., 2010. Aqueous
Humor Dynamocs: A Review. The Open Ophtalmology Journal, Volume 4, pp. 52-
59.

Ilyas, S. & Yulianti, S. R., 2013. Ilmu Penyakit Mata. 4th ed. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

International Council of Ophthalmology, 2015. ICO Guidelines for


Glaucoma Eye Care. San Fransisco: International Council of Ophthalmology.

34
Jones, O., 2018. The Eyeball - Structure - Vasculature - TeachMeAnatomy.
[Online]
Available at: https://teachmeanatomy.info/head/organs/eye/eyeball/
[Accessed 7 November 2018].

Riordan-Eva, P., Vaughan, W. J. & Asbury, 2015. Oftalmologi Umum. 17th


ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sherwood, L., 2015. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. 8th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

35

Anda mungkin juga menyukai