Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH :
DWI KURNIAWATI
DWI MAYANG
IZZAH HAIRANI
M. ANGGA RAHMATULLAH
NIA ANGGARA
PENTI ANGGARAINI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling
oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah
(disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien (Prayitno, 2004:105).
Menurut Pietrofesa, Leonard dan Hoose (1978) yang dikutip oleh Mappiare (2004) konseling
merupakan suatu proses dengan adanya seseorang yang dipersiapkan secara profesional untuk
membantu orang lain dalam pemahaman diri pembuatan keputusan dan pemecahan masalah dari hati
kehati antar manusia dan hasilnya tergantung pada kualitas hubungan.
Sedangkan menurut Sulianti Saroso, Konseling adalah proses pertolongan dimana seseorang
dengan tulus dan tujuan jelas, memberi waktu, perhatian dan keahliannya, untuk membantu klien
mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan masalah terhadap keterbatasan yang
diberikan lingkungan.
Ada empat hal yang ditekankan oleh Stefflre dan Grant, yaitu :
Yang dimaksud konseling sebagai proses yaitu konseling membutuhkan waktu dan proses dalam
hubungan konseling dan menyelesaikan masalah klien. Lamanya proses tergantung pada masalah
yang dialami klien itu sendiri, karena konseling tidak dapat dilakukan dalam satu kali pertemuan, jika
klien memiliki masalah yang cukup berat maka membutuhkan beberapa kali pertemuan.
Dalam proses konseling membutuhkan hubungan yang spesifik antara konselor dengan klien.
Hubungan konseling harus dibangun secara spesifik yang berbeda melalui pendekatan-pendekatan
dengan pola hubungan sosial biasa, serta adanya keterbukaan, pemahaman, penghargaan secara positif
tanpa syarat, dan empati agar kilen merasa nyaman.
Yang dimaksud membantu yaitu, konselor membantu klien menyelesaikan masalah dengan memberi
motivasi kepada klien, agar bertanggung jawab dan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri sesuai
pilihannya.
Konseling ini dilaksanakan untuk pemahaman diri dan penerimaan diri, proses belajar dari berperilaku
tidak adaptif menjadi adaptif, dan belajar memahami tentang diri sendiri yang lebih luas sejalan
dengan kualitas dan kapasitasnya.
Berdasarkan pengertian konseling menurut para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
konseling merupakan proses pemberian bantuan secara intensif dan sistematis dari seorang konselor
kepada kliennya dalam rangka pemecahan suatu masalah agar klien mendapat pilihan yang baik.
Disamping itu juga diharapakan agar klien dapat memahami dirinya (self understanding) dan mampu
menerima kemampuan dirinya sendiri.
A. Tujuan Konseling
Para ahli konseling dan psikoterapi berpandangan bahwa tujuan konseling adalah mengubah tingkah
laku klien yang salah penyesuaian menjadi perilaku yang tepat penyesuaiannya. Seseorang yang salah
penyesuaian perlu mendapatkan konseling, jika tidak dibantu maka dapat berpengaruh pada
perkembangan kepribadiannya.
Terkadang ada klien yang tidak dapat memahami diri dan perilakunya sendiri, jika klien memang
ingin penyesuaian yang baik maka klien harus menyadari dan memiliki kemauan untuk berubah, agar
proses konseling dapat berjalan lancar.
Dalam proses konseling juga harus belajar dalam membuat keputusan. Memang tidak gampang dalam
mengambil keputusan, tetapi klien harus belajar dan berani dalam hal itu. Karena yang lebih tahu dan
paham tentang masalah tersebut adalah klien itu sendiri.
Setiap keputusan yang diambil pasti memiliki konsekuensi positif dan negatif, menguntungkan dan
merugikan, yang menunjang maupun yang menghambat. Maka dari itu, dorongan dari konselor juga
diperlukan tetapi dengan risiko yang sudah dipertimbangkan sebelumnya sebagai konsekuensi
alamiah.
Mencegah munculnya masalah mengandung tiga pengertian, yaitu mencegah jangan sampai
mengalami masalah di kemudian hari, mencegah jangan sampai masalah yang dialami bertambah
berat atau berkepanjangan, mencegah jangan sampai masalah yang dihadapi berakibat gangguan yang
menetap (Notosoedirdjo dan Latipun,1999)
Ketiga tujuan tersebut bersifat kontinum. Maksudnya bahwa konseling tersebut dapat dicapai secara
bertahap, dan pada akhirnya hendak mencapai tujuan akhirnya. Karena tujuan akhir tidak akan
tercapai jika tidak melalui tujuan yang sebelumnya.
Tujuan konseling menurut JohnMcLeod. 2006 dalam buku Tohirin yang berjudul Bimbingan
dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis integrasi), adalah :
Tujuan-tujuan Konseling
a. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku disini yang dimaksudkan adalah hubungan dengan orang lain, situasi keluarga,
prestasi akademik, pengalaman pekerjaan, dan semacamnya. Menurut Rogers (Shertzer&Stone, 1980)
bahwa salah satu hasil konseling adalah bahwa pengalaman-pengalaman tidak dirasa menakutkan,
individukecemasannya berkurang, dan cita-citanya hampir lebih harmonis dengan persepsi tentang
dirinya dan nampak lebih berhasil. Jadi, perubahan tersebut bersifat permanen.
Ada yang berpendapat bahwa tercapainya tujuan konseling karena pemeliharaan dan pencapaian
kesehatan mental yang positif. Jika tujuan kesehatan mental ini tercapai maka individu mencapai
integrasi, penyesuaian, dan identifikasi positif dengan yang lainnya. Menurut Thorne
(Shertzer&Stone, 1980) bahwa tujuan utama konseling adalah menjaga kesehatan mental dengan
mencegah atau membawa ketidakmampuan meyesuaikan diri atau gangguan mental. Ada pendapat
baru dari Patterson (Shertzer&Stone, 1980) bahwa karena tujuan konseling adalah pemeliharaan,
pemulihan kesehatan mental yang baik atau harga diri, maka situasi-situasi konseling haruslah
ditandai dengan tidak adanya ancaman. Kell dan Mueller (Shertzer&Stone, 1980) menyatakan bahwa
promosi dan pengembangan rasa persamaan, serta saling memberi dan menerima penghargaan antara
sesama manusia merupakan tujuan konseling.
c. Pemecahan masalah
Biasanya orang- orangh menganggap bahwa tujuan konseling sebagai pemecahan masalah. Menurut
Krumboltz (Shertzer&Stone, 1980)bahwa alasan utama eksistensi konseling didasarkan pada fakta
bahwa orang-orang mempunyai masalah-masalah yang tidak sanggup mereka pecahkan sendiri.
Tujuan utama konseling adalah membantu setiap klien dalam memecahkan suatu masalah. Kemudian
ia menyatakan bahwa konselor behavioral terutama membantu klien merubah perilaku sesuai
keinginannya. Krumboltz selanjutnya membuat tiga kategori tujuan-tujuan behavioral: merubah
perilaku salah-suai, mempelajari proses pengambilan keputusan, dan mencegah masalah-masalah.
d. Keefektifan personal
Tujuan meningkatkan keefektifan personal berhubungan erat dengan pemeliharaan kesehatan mental
yang baik dan perubahan tingkah laku. Blocher memperkenalkan dua tujuan konseling. Pertama,
konseling ingin memaksimalkan kemungkinan kebebasan individual dalam keterbatasan-keterbatasan
yang berlaku bagi dirinya dan lingkungannya. Kedua, konseling ingin memaksimalkan keefektifan
individual dengan memberinya kesanggupan mengontrol lingkungannya dan response-response pada
dirinya yang ditimbulkan oleh lingkungan.
Shoben (Shertzer&Stone, 1980) juga memandang perkembangan pribadi sebagai tujuan dari
konseling. Ia mendefinisikan bahwa konseling sebagai pengalaman perkembangan dalam
memecahkan masalah atau dalam pengambilan keputusan untuk membantu perkembangan pribadi.
e. Pengambilan keputusan
Ada yang berpendapat bahwa tujuan konseling adalah memungkinkan individu mengambil
keputusan-keputusan dalam hal-hal yang sangat penting bagi dirinya. Keputusan tersebut merupakan
pilihan dari klien sendiri, tidak ditentukan oleh konselor. Klien belajar mengestimasi konsekuensi-
konsekuensi yang mungkin terjadi dalam pengorbanan pribadi, waktu, tenaga, uang, resiko, dll.
Tyler mendefinisikan tujuan konseling terutama sebagai pengambilan keputusan. Tujuan konseling
ialah memungkinkan pemilihan-pemilihan yang bijaksana dan ini menjadi landasan perkembangan
selanjutnya.
C. Ciri-ciri Konseling
Sebagai profesi bantuan, konseling merupakan pelayanan masyarakat yang diberikan oleh konselor
professional yang memiliki kepribadian,pengetahuan dan keterampilan serta pengalamannya dalam
bidang konseling, ia mengabdikan diri untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan dan
mengembangkan diri individu serta serta menjadikan masyarakat memiliki motivasi yang tinggi.
Yaitu proses hubungan timbal balik antara seorang konselor dan konseli, dimana individu
memberikan pelayanan konseling dengan seorang konseli atau kelompok konseli.
3. Konseling sebagai bentuk intervensi
Yaitu bantuan yang diberikan oleh konselor profesional untuk memengaruhi konseli agar ia dapat
mengubah perilakunya kea rah yang lebih maju.Contoh :Individu yang memiliki kebiasaan merokok
menjadi dapat berhenti merokok.
Konseling tidak hanya diberikan pada lingkungan pendidikan sekolah, melainkan juga kepada
masyarakat agar masyarakat dapat memperoleh kebahagiaan hidup.
Konseling merupakan pelayanan professional yang menggunakan ilmu psikologis dan pendidikan.
George dan Cristiani (1990) mengemukakan karakteristik dinamika dan keunikan hubungan
konseling dibandingkan dengan hubungan yang lainnya. Keenam karakteristik itu adalah
1. Afeksi
Hubungan konselor dengan klien pada dasarnya lebih sebagai hubungan afektif daripada sebagai
hubungan kognitif. Hubungan afeksi akan tercemin sepanjang proses konseling, termasuk dalam
melakukan eksplorasi terhadapbpersepsi dan perasaan-perasaan subjektif klien. Hubungan yang penuh
afeksi ini dapat mengurangi rasa kecemasan dan ketakutan pada klien, dan diharapkan hubungan
konselor dank lien lebih produktif
2. Intensitas
Hubungan konseling dilakukan secara intensitas. Hubungan konselor dank lien yang intens
diharapkan da;pat saling terbuka terhadap persepsinya masing-masing. Tanpa adanya hubungan yang
intens hubungan konseling tidak akan mencapai pada tingkatan yang diharapkan. Konselor biasanya
mengupayakan agar hubungannya dengan klien dapat berlangsung secara mendalam sejalan dengan
perjalanan hubungan konselimg.
4. Privasi
Pada prinsipnya dalam hubungan konseling perlu adanya keterbukaan klien. Keterbukaan klien
tersebut bersifat konfidensial, konselor harus menjaga kerahasiaan informasi tentang klien dan tidak
dibenarkan mengemukakan secara transparan kepada siapapun tanpa seizing klien. Perlindungan atau
jaminan hubungan ini adalah unik dan akan meningkatkan kemauan klien membuka diri.
5. Dorongan
Konselor dalam hubungan konseling memberikan dorongan(supportive) kepada klien untuk
meningkatkan kemampuan dirinya dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Dalam hubungan
konseling, konselor juga perlu memberikan dorongan atas keinginannya untuk perubahan perilaku dan
memperbaiki keadaannya sendiri sekaligus memberi motivasi untuk berani mengambil resiko dari
keputusannya.
6. Kejujuran
Hubungan konseling didasarkan atas saling kejujuran dan keterbukaan, serta adnya komunikan
berarah antara konselor dengan kliennya. Dalam hubungan ini tidak ada sandiwara dengan jalan
menutupi kelemahan atau menyatakan yang bukan sejatinya. Klien maupun konselor harus
membangun hubungannya secara jujur dan terbuka. Kejurujuran menjadi persyaratan keberhasilan
konseling.
Pelayanan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan
kegiatannya untuk semua klien atau pengguna. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
Fungsi pengentasan, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan kondisi bagi terentaskannya
atau teratasinya berbagai permasalahan dalam kehidupan dan/atau perkembangannya yang
dialami oleh individu dan/atau kelompok yang mendapat pelayanan.
Fungsi advokasi, yaitu fungsi konseling yang menghasilkan kondisi pembelaan terhadap
pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan pendidikan/ perkembangan yang dialami
klien atau pengguna pelayanan konseling.
1) Asas Kerahasiaan
Dalam proses konseling asas ini yang sangat penting dan merupakan asas kunci, karena jika konselor
memiliki asas ini akan mudah mendapat kepercayaan dari semua pihak teiutama konseli, dan dengan
begitu konseli akan mudah menceritakan masalah-masalah yang bersifat pribadi yang dapat
menghambat perkembangan mereka.
2) Asas Kesukarelaan
Dalam proses kegiatan konsesling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak konseli
maupun dari pihak konselor.
3) Asas Keterbukaan
Dalam pelaksanaan konseling harus ada saling keterbukaan baik dari konseli, konselor, maupun dari
pihak-pihak yang bersangkutan agar masalah yang sedang dihadapi cepat terselesaikan.
4) Asas Kekinian
Masalah yang akan diselesaikan hendaknya masalah yang sedang dirasakan konseli, sedangkan masa
lalu atau masalah yang akan dihadapinya di masa yang akan datang hanya dijadikan sebagai latar
belakang timbulnya masalah.
5) Asas Kemandirian
Asas ini dilakukan agar konseli memiliki pribadi yang mandiri dalam memecahkan masalah (tidak
tergantung kepada orang lain) dan mandiri dalam mengambil keputusan.
6) Asas Kegiatan
Dalam proses konseling terkadang konselor memberikan tugas yang harus dikerjakan oleh konseli,
karena bila konseli tidak melakukan kegiatan tersebut maka usaha konseling tidak memberikan hasil
yang berarti, oleh karena itu untuk mencapai tujuan konseling konseli harus mempu melakukan
kegiatan tersebut, sedangkan konselor hanya berusaha mendorong agar konseli mampu melakukan
kegiatan tersebut.
7) Asas Kedinamisan
Usaha pelayanan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri konseli yang bersifat
pembaharuan.
8) Asas Keterpaduan
Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu mengadakan kerjasama dengan orang-orang
yang dekat dan mengetahui perkembangan diri konseli. Dalam hal ini peranan guru, keluarga dan
siswa lain sangat menentukan demi teratasinya masalah yang dihadapi konseli.
9) Asas Kenormatifan
Usaha konseling harus sesuai dengan norma-norma yang ada sehari-hari. Jika masalah yang dihadapi
konseli adalah masalah yang melanggar norma, maka konselor harus mengarahkan siswa ke arah yang
sesuai dengan norma yang berlaku.
Pelayanan konseling harus dilakukan oleh tenaga-tenaga ahli yang profesional, karena usaha
konseling dilakukan secara teratur dan sistematis dengan menggunakan tekhnik dan alat yang
memadai.
Jika konselor sudah berusaha membantu konseli memecahkan masalah yang dihadapi ternyata tidak
berhasil, konselor harus mengalihkan masalah tersebut kepada orang yang lebih ahli. Asas ini
bertujuan untuk mengingatkan konselor bahwa masalah yang ditangani harus sesuai dengan
kewenangan petugas yang bersangkutan.
Asas ini bertujuan agar pelayanan konseling dirasakan banyak manfaatnya oleh konseli, bukan pada
waktu siswa mengalami masalah saja tetapi di luar proses konseling harus ada manfaatnya.
Prinsip-prinsip konseling merupakan pedoman atau acuan yang digunakan dalam melaksanakan
konseling. Prinsip-prinsip tersebut dibuat berdasarkan kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan
pengalaman praktis tentang hakekat manusia, perkembangan budaya, pengertian, tujuan, fungsi, dan
proses penyelenggaraan konseling. Prinsip-prinsip konselig ini akan mendasarkan pada factor proses,
tanggunug jawab serta tujuan dari konseling.
Adapun prinsip-prinsip konseling yang dimaksud meliputi:
a. Konseling merupakan kegiatan yang sangat penting dalam keseluruhan program bimbingan
disekolah, atau merupakan bagianintegral dengan bimbingan.
b. Program konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi lembaga ( misalnya sekolah ),
kebutuhan individu dan masyarakat.
c. Dalam konseling terlibat dua individu yaitu konselor dan klien yang memproses penyelesaian
masalah melalui serangkaian interview.
d. Konseling merupakan proses belajar yang mengarah pada suatu perubahan yang fundamental dalam
diri klien terutama dalam perubahan sikap dan tindakan.
f. Konseling berlangsung pada situasi pertemuan dan jalianan hubungan yang khas.
h. Konseling sebagai kegiatan yang profesional, dilaksanakan oleh orang-orang yang telah memiliki
persyaratan profesional baik dalam pengetahuan maupun kepribadiannya. Oleh karena itu tenaga
ahli yang memperoleh pendidikan dan latihan khusus dalam bidang bimbingan dan konseling.
i. Konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama
dan status sosial ekonomi.
j. Dalam konseling perbedaan konseling harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka upaya
yang bertujuan memberikan bantuan atau konseling pada individu-individu tertentu.
k. Konseling pada umumnya dibatasi hanya pada hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental
dan fisik individu terhadap penyesuaian dirinya dirumah, sekolah serta yang berkaitan dengan
kontak sosial dan pekerjaan.
l. Tujuan akhir konseling adalah kemandirian setiap individu maka dari itu layanan konseling harus
diarahkan untuk mengembangkan klien agar mampu mengarahkan dirinya dalam menghadapi
kesulitan atau masalah yang dihadapinya.
m. Dalam proses konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh klien hendaklah atas
kemauan klien sendiri, bukan karena kemauan atau desakan diri konselor.
n. Permasalahan khusus yang dialami klien harus ditangani oleh ( dan kalau perlu dialihtangankan
kepada ) tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan khusus tersebut.
Psikoterapi
Psikoterapi adalah usaha penyembuhan untuk masalah yang berkaitan dengan pikiran, perasaan
dan perilaku. Psikoterapi (Psychotherapy) berasal dari dua kata, yaitu "Psyche" yang artinya jiwa,
pikiran atau mental dan "Therapy" yang artinya penyembuhan, pengobatan atau perawatan. Oleh
karena itu, psikoterapi disebut juga dengan istilah terapi kejiwaan, terapi mental, atau terapi pikiran.
Psikoterapi adalah proses yang difokuskan untuk membantu Anda menyembuhkan dan konstruktif
belajar lebih banyak bagaimana cara untuk menangani masalah atau isu-isu dalam kehidupan Anda.
Hal ini juga dapat menjadi proses yang mendukung ketika akan melalui periode yang sulit atau stres
meningkat, seperti memulai karier baru atau akan mengalami perceraian (hariyanto, 2010).
Apabila kita tinjau dari definisi kedua permbahasan tersebut konseling Menurut Schertzer dan
Stone (1980) Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat
pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu
membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli
merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Sedangkan psikoterapi menurut Wolberg (1967 dalam Phares dan Trull 2001), mengungkapkan
bahwa psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan atau tritmen terhadap masalah yang sifatnya
emosional. Dengan tujuan menghilangkan simptom untuk mengantarai pola perilaku yang terganggu
serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif.
Dari dua definisi di atas kita bisa tarik kesimpulan mengenai dua pembahasan tersebut bahwa
konseling lebih terfokus pada interaksi antara konselor dan konseli dan lebih mengutamakan
pembicaraan serta komunikasi non verbal yang tersirat ketika proses konseli berlangsung dan
semacam memberikan solusi agar konseli dapat lebih memahami lingkungan serta mampu membuat
keputusan yang tepat dan juga nantinya konseli dapat menentukan tujuan berdasarkan nilai yang
diyakininya.
Sedangkan psikoterapi lebih terfokus pada treatment terhadap masalah sifatnya emosional dan juga
lebih dapat diandalkan pada klien yang mengalami penyimpangan dan juga lebih berusaha untuk
menghilangkan simptom-simptom yang di anggap mengganggu dan lebih mengusahakan agar klien
dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian ke arah yang positif.
Perbedaan konseling dan psikoterapi didefinisikan oleh Pallone (1977) dan Patterson (1973) yang
dikutip oleh Thompson dan Rudolph (1983), sebagai berikut:
KONSELING PSIKOTERAPI
1.Klien 1.Pasien
2.Gangguan yang kurang serius 2.Gangguan yang serius
3.Masalah: Jabatan, Pendidikan, dsb 3.Masalah kepribadian dan pengambilan
Keputusan
4.Berhubungan dengan pencegahan 4.Berhubungan dengan penyembuhan
5.Lingkungan pendidikan dan non medis 5.Lingkungan medis
6.Berhubungan dengan kesadaran 6.Berhubungan dengan ketidaksadaran
7.Metode pendidikan 7.Metode penyembuhan