DASAR TEORI
Tahapan desain awal untuk suatu struktur utama bangunan meliputi desain
awal terhadap komponen struktur, yaitu:
C1 ≥ 300
mm
II - 6
2. SNI 2847 – 2013 pasal 21.6.1.2, rasio dimensi penampang
terpendek terhadap dimensi tegak lurus tidak boleh kurang dari
0.4.
𝐶1
≥ 0.4 mm
𝐶2
II - 7
a. Tinggi Balok (h)
Perencanaan dimensi balok berdasarkan SNI 2847 – 2013 pasal
9.5.2.2 tabel 9.5(a)
II - 8
2.1.3 Perencanaan Plat Lantai
Plat adalah elemen horizontal utama yang menyalurkan beban
hidup maupun beban mati ke rangka pendukung vertikal dari suatu
sistem struktur.Plat juga merupakan suatu kumpulan elemen konstruksi
yang tebal dan tingginya jauh lebih kecil dibandingkan lebar dan
panjangnya. Kontinuitas penulangan plat diteruskan masuk kedalam
balok – balok dan kemudian diteruskan masuk ke dalam kolom. Dengan
cara demikian, sistem plat secara keseluruhan menjadi satu kesatuan
membentuk rangka struktur bangunan kaku statis tak tertentu yang
sangat kompleks. Plat berdasarkan fungsinya dibagi atas 2 tipe yaitu :
II - 9
2. SNI 2847 – 2013 pasal 8.12.2, lebar sayap efektif sebagai
sayap balok T tidak boleh melebihi seperempat panjang
bentang balok dan lebar efektif sayap yang menggantung pada
masing-masing sisi badan balok tidak boleh melebihi:
a. Delapan kali tebal slab.
b1 ≤ 8 tf
b. Setengah jarak bersih ke badan sebelahnya.
1
b1 ≤ Ln
2
II - 10
4. SNI 2847 – 2013 pasal 8.12.4, balok yang terpisah, dimana
bentuk – T digunakan untuk memberikan sayap untuk luasan
tekan tambahan, harus mempunyai ketebalan sayap tidak
kurang dari setengah lebar badan dan lebar sayap efektif tidak
lebih dari empat kali lebar badan.
1
tf ≥ bw , b1 ≤ 4 bw
2
II - 11
6. SNI 2847 – 2013 pasal 13.2.4 untuk konstruksi monolit atau
komposit penuh, suatu balok mencakup bagian slab pada setiap sisi
balok yang membentang dengan jarak yang sama dengan proyeksi
balok di atas atau di bawah slab tersebut, yang mana yang lebih
besar, tetapi tidak lebih besar dari empat kali tebal slab.
- b1 = hb
- hb ≤ 4 tf
- bw + 2 hb ≤ bw + 8 tf
Keterangan:
be = lebar slab efektif.
bw = lebar badan balok.
b1 = lebar sayap efektif yang menggantung pada badan balok.
tf = tebal sayap atau tebal pelat lantai.
hb = tinggi badan balok.
h = tinggi penampang balok T.
L = panjang bentang.
II - 12
Untuk mencari besaran rasio kekauan balok terhadap pelat
lantai, terdapat rumusan sebagai berikut:
1. Inersia balok
𝐴2 = 𝑏𝑤 × ℎ𝑏 𝐴1 = 𝑏𝑒 × 𝑡𝑓
1 1
𝑦2 = ℎ𝑏 𝑦1 = ℎ𝑏 + 𝑡𝑓
2 2
A1y1 + A2y2
ỳ=
A1 + A2
1
𝐼𝑥 = ∑ b h³ + A ( ỳ − y )²
12
II - 13
Gambar 2.9 Penampang Pelat Lantai
a. Beban Mati
II - 14
Berat yang ditentukan dari analisa struktur harus
dibandingkan dengan berat perkiraan semula. Jika perbedaannya
besar, perlu dilakukan analisa ulang dengan menggunakan
perkiraan berat yang lebih baik. Berikut adalah nilai beban yang
ditetapkan oleh peraturan pembebanan Indonesia untuk gedung
1983:
NAMA UKURAN
Tebal keramik 0.8 cm
Tebal spesi 2 cm
Berat beton bertulang 2400 kg/m³
Berat pas. ½ bata 250 kg/m²
Berat spesi 21 kg/m²
Berat keramik 24 kg/m²
Berat plafond + penggantung 11 + 7 = 18 kg/m²
ME (mecanikal electrical) 20 kg/m²
Tabel 2.1 Nilai Beban Mati Merata
II - 15
b. Menghitung Berat Balok (Wbalok)
II - 16
2. Beban Mati Akibat Berat Tambahan Bangunan
a. Beban Mati Tambahan Akibat Keramik
Wkeramik = Berat Keramik x Luas Pelat Lantai
b. Beban Mati Tambahan Akibat Spesi Pasangan Keramik
Wspesi = Berat Spesi Pasangan Keramik x Luas Pelat Lantai
c. Beban Mati Tambahan Akibat Plafon + Penggantung
Wplafon + penggantung = (Berat Plafon + Penggantung) x Luas
Pelat Lantai
d. Beban Mati Tambahan Akibat Mekanikal Elektrikal
Wmekanikal elektrikal = Berat Mekanikal Elektrikal x Luas Pelat
Lantai
e. Beban Mati Tambahan Akibat Dinding
Wdinding = Berat Dinding x Luas Dinding
II - 17
desain bangunan gedung. Hal ini bertujuan supaya gedung tahan
terhadap aksial dan lentur yang ditimbulkan oleh beban yang bekerja.
Berikut ini adalah nilai beban hidup yang sesuai dengan jenis
dan fungsi gedung.
II - 18
2.3 PENULANGAN STRUKTUR
Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya
sehingga beton merupakan bahan yang bersifat getas. Nilai kuat tariknya
hanya berkisar 9 – 15% dari kuat tekannya. Dalam penggunaan sebagai
struktur bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja
sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu menahan kelemahannya,
terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Komponen struktur ini
disebut beton bertulang baja atau yang lazim disebut beton bertulang. Dalam
perkembangannya berdasarkan pada tujuan peningkatan kemampuan
kekuatan komponen, sering juga dijumpai beton dan tulangan baja bersama-
sama ditempatkan pada bagian struktur dimana keduanya menahan gaya
tekan. Kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya terwujud
dengan didasarkan pada keadaan-keadaan :
1. Lekatan sempurna antara batang baja tulangan dengan beton keras yang
membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran antara keduanya.
2. Beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga
mampu melindungi dan mencegah karatnya baja.
3. Angka muai kedua bahan hampir sama, dimana setiap kenaikan suhu
satu derajat celcius angka muai beton 0,00001 sampai 0,00013.
Konsekuensi dari lekatan yang sempurna antara kedua bahan tersebut di
daerah tarik suatu komponen struktur akan terjadi retak-retak di dekat baja
tulangan. Retak halus yang demikian dapat diabaikan sejauh tidak
mempengaruhi penampilan struktural komponen yang bersangkutan.
Di Indonesia, peraturan atau pedoman standar yang mengatur
perencanaan dan pelaksanaan bangunan beton bertulang telah beberapa kali
mengalami perubahan dan pembaharuan, sejak Peraturan Beton Indonesia
(PBI) 1955, kemudian PBI 1971, dan yang terakhir adalah Standar Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton Bertulang Untuk Bangunan Gedung nomor : SNI-
2847-2013.Tujuan pembaharuan tersebut tidak lain adalah untuk
mengimbangi pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya yang berhubungan dengan beton atau beton bertulang.
II - 19
2.3.1. Penulangan Kolom
a. Menentukan nilai momen, lintang, dan gaya aksial dengan
menggunakan software SAP 2000.
b. Desain tulangan dengan dibebani secara eksentrik dan konsentrik.
Yang ditandai dengan adanya nilai gaya aksial untuk keadaan
konsentrik dan dengan adanya nilai aksial dan momen untuk keadaan
eksentrik.
c. Mengasumsikan luas total tulangan longitudinal (Ast) untuk
menentukan rasio tulangan (ρg) :
Pu
Ast perlu =
0,8 ϕ fy
Ast
ρg =
Ag
Ast = ρ x Ag
Ast = ρ x b x d
dengan syarat :
0,01<ρ< 0,08
II - 20
- Penentuaan nilai Vu yang terbesar dari SAP 2000
- Penentuan nilai Vc dengan rumus sebagai berikut :
1
Vc = . √𝑓′𝑐 . 𝑏 . 𝑑
6
II - 21
- Menentukan lebar penampang nti beton (bc) :
bc = bw – 2(40 + ½ db)
- Menentukan luas penampang inti beton, diukur dari serat terluar
tulangan transversal ke serat terluar tulangan trasversal disisi
lainnya.
Ach = (bw – 2(40)) x (bw – 2(40))
- Menurut SNI beton 2013 pasal 21.6.4.3
∅𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢
Dimana:
𝑎
𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 𝑓𝑦 (𝑑 − )
2
II - 22
Dimana:
c. Cek tulangan minimum pada komponen struktur lentur sesuai SNI 2847
– 2013 pasal 10.5.1 “pada setiap penampang komponen struktur lentur
dimana tulangan tarik diperlukan oleh analisis,kecuali yang disediakan
dalam 10.5.2,10.5.3,10.5.4, As yang tersedia tidak boleh kurang dari nilai
yang diberikan oleh
0.25√𝑓𝑐
𝐴𝑠 min = 𝑏𝑤 𝑑
𝑓𝑦
Dan tidak lebih kecil dari:
1.4 𝑏𝑤 𝑑
𝐴𝑠 min =
𝑓𝑦
d. Cek rasio tulangan berdasarkan SNI 2847 – 2013 pasal 21.5.2.1 rasio
tulangan ρ tidak boleh melebihi 0.025 dan tidak boleh lebih dari 0.75 ρ
balance.
𝐴𝑠
𝜌=
𝑏𝑑
0.85 𝑓𝑐 600
0.75 𝜌 𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛𝑐𝑒 = 0.75 𝑥 𝛽 ( )
𝑓𝑦 600 + 𝑓𝑦
II - 23
Ɛ𝑐𝑢
Ɛ𝑠 = (𝑑 − 𝑐)
𝑐
𝑉𝑢
𝑉𝑛 =
ɸ
1
𝑉𝑐 = √𝑓 ′ 𝑥 𝑏 𝑥 𝑑
6 𝑐
1) Persyaratan Geometri
- Bentang bersih komponen struktur lentur tidak boleh kurang
dari empat kali tinggi efektifnya.
- Perbandingan lebar terhadap tinggi komponen struktur
lentur tidak boleh kurang dari 0,3.
- Lebar penampang haruslah:
a. ≥ 25 mm
b. ≤ lebar kolom ditambah jarak pada setiap sisi kolom
yang tidak melebihi tiga per empat tinggi komponen
struktur lentur.
2) Persyaratan Tulangan Longitudinal
Ada beberapa persyaratan tulangan lentur yang perlu diperhatikan
pada perencanaan komponen struktur lentur SRPMK, di
antaranya adalah:
II - 24
- Masing-masing luas tulangan atas dan bawah harus lebih besar dari
luas tulangan minimum yang disyaratkan yaitu (0,25bwd√fc’)/fy
atau (1,4bwd)/fy. Rasio tulangan lentur maksimum (ρmaksimum)
juga dibatasi sebesar 0,025. Selain itu, pada penampang harus
terpasnag secara menerus minimum dua tulangan atas dan dua
batang tulangan bawah.
- Kuat lentur positif balok pada muka kolom harus lebih besar atau
sama dengan setengah kuat lentur negatifnya. Kuat lentur negatif
dan positif pada setiap penampang di sepanjang bentang tidak
boleh kurang dari seperempat kuat lentur terbesar pada bentang
tersebut.
II - 25
2.3.3 Penulangan Plat Lantai
a. Menentukan perbandingan bentang Lx atau bentang terpendek dan
bentang Ly atau bentang terpanjang. Jika Ly/Lx < 2 maka plat yang
digunakan adalah plat 2 arah. Jika Ly/Lx ˃ 2 maka plat yang
digunakan adalah plat 1 arah.
b. Menentukan ρmin dan ρmax dengan rumus sebagai berikut :
1,4
𝜌 min =
𝑓𝑦
0,85 . 𝑓𝑐 ′ 600
𝜌 max = 0,75 . . 0,85.
𝑓𝑦 600 + 𝑓𝑦
Dimana :
Φ = 0,8
b = Lebar (mm)
Mu = Momen (kN mm)
d = Tinggi Efektif (mm)
e. Menentukan nilai ω dengan rumus sebagai berikut :
2,353 . 𝑅𝑛
ω = 0,85 . (1 − (√1 − )
𝑓′ 𝑐
dengan persyaratan :
Apabila ρpakai> ρmin dan ρpakai< ρmax maka digunakan ρpakai
Apabila ρpakai< ρmin dan ρpakai< ρmax maka digunakan ρmin
Apabila ρpakai> ρmin dan ρpakai> ρmax maka digunakan ρmax
II - 26
g. Menentukan As dan As’ dengan rumus sebagai berikut :
As = ρpakai . b .d
As’ = Rasio Tulangan .b .h
h = Menentukan Jumlah tulangan
A
s
n = Luas Penampang tulangan
a. Anak tangga, yang terdiri dari daerah pijakan (antride) dan daerah
tanjakan (optride).
b. Pelat tangga, yaitu beton yang membentang sesuai dengan
kemiringan tangga.
c. Tangan tangga, yaitu pagar tangga yang sering di pegang bila naik
maupun turun tangga.
d. Bordes, yaitu daerah yang datar yang melebihi tiga kali anak tangga
yang berfungsi sebagai daerah belokan dan daerah peristirahatan
sementara sewaktu naik ataupun turun dari tangga. Bordes ini
merupakan anak tangga yang diperlebar.
Type – type tangga :
- Tangga dengan bentangan arah horizontal.
- Tangga dua lengan dengan arah satu bordes (¼ belokan).
- Tangga tiga dengan dua bordes (½ belokan).
- Tangga dengan belokan ¾.
- Tangga type open nevel.
II - 27
- Tangga dengan anak tangga terjepit.
Dalam perencanaan tangga ada beberapa hal yang harus diperhatikan
atau diketahui lebih dahulu, yaitu :
a. Kemiringan, kemiringan tangga dan besarnya pijakan/tanjakan harus
konstan untuk menghindari resiko kecelakaan karena berubahnya
ritme gerakan orang yang menaiki dan menuruni tangga.
b. Bentang tangga tidak boleh lebih dari 20 anak tangga.
c. Dengan adanya bordes antara ditengah-tengah akan lebih nyaman.
d. Ruang bebas perlu disediakan 2 – 2,4 meter sebelum memasuki
ruangan.
e. Lebar tangga sebaiknya 100 cm. Untuk tangga sekunder dapat lebih
sempit tetapi tidak lebih kecil dari 60 cm.
f. Jumlah tanjakan perbentang antara 2 – 16 buah atau ada sampai 22
buah dengan bordes diantaranya.
g. Tinggi tanjakan (optride) antara 7,5 – 22 cm.
h. Lebar pijakan (antride) minimum 22 cm.
(Df/B < 1), misalnya fondasi plat setempat, fondasi tapak menerus,
fondasi tapak gabungan.
b. Fondasi dalam
Fondasi yang dasarnya terletak jauh dibawah muka tanah (Df/B > 4),
misalnya fondasi tiang pancang,bore pile, sumuran.
II - 28
Pada umunya fondasi dangkal digunakan untuk kondisi yang lapisan
tanah kerasnya terletak dekat permukaan dan beban yang relatif kecil,
sedangkan fondasi dalam digunakan apabila lapisan tanah kerasnya jauh
dari permukaan tanah dan untuk beban yang relatif besar.
Pondasi bored pile adalah salah satu jenis dari berbagai macam
bentuk jenis dan pondasi dalam dengan memiliki bentuk seperti tabung
yang terdiri dari campuran beton bertulang dengan dimensi diameter
tertentu yang dipasang didalam tanah dengan menggunakan metode
pengeboran terkini sampai panjang kedalam dengan tingkat kekerasan
daya dukung tanah yang diperlukan untuk sesuatu konstruksi bangunan.
II - 29
4.5 Pada pondasi tiang pancang, proses pemancangan pada tanah lempung
. akan membuat tanah bergelombang dan menyebabkan tiang pancang
sebelumnya bergerak ke samping. Hal ini tidak terjadi pada konstruksi
pondasi bore pile.
6. Selama pelaksanaan pondasi bore pile tidak ada suara yang ditimbulkan
oleh alat pancang seperti yang terjadi pada pelaksanaan pondasi tiang
pancang.
7. Karena dasar dari pondasi bore pile dapat diperbesar, hal ini
memberikan ketahanan yang besar untuk gaya keatas.
8. Permukaan diatas dimana dasar bore pile didirikan dapat diperiksa
secara langsung.
9. Pondasi bore pile mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap beban
lateral.
II - 30
Daya Dukung Tanah
a. Menghitung pembebanan.
Setiap konstruksi mempunyai beban yang harus dipikul antara lain:
- Beban Hidup
Beban hidup adalah beban yang dikarenakan beban tersebut
bergerak yang selalu diangkat atau orang yang berjalan selama
penggunaan konstruksi tersebut. Beban ini dapat berupa beban
merata dan dapat juga beban terpusat. Beban hidup tergantung
kepada penggunaan bangunan.
II - 31
- Beban Mati
Beban mati terdiri dari beban atap, plafond, berat kolom, berat
dinding, berat lantai, berat penutup lantai dan berat balok.
Keterangan :
Qp = Kapasitas daya dukung bored pile (kN)
Qb = Tahanan ujung sondir (kN/m2)
Ab = Luas penampang tiang (m2)
Qca(base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D di atas ujung
tiang, 1,5D di bawah ujung tiang
Fb = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah
Tipe Tiang Pancang Fb
Bore Pile 3,5
Baja 1,75
Beton Pratekan 1,75
Tabel 2.3 Faktor empirik Fb
Sumber: Titi & farsakh,1999
- Daya dukung selimut bore pile
Qs = f x Li x p
Keterangan:
F = Tahanan satuan skin friction (ton/m2 )
Li = Panjang lapisan tanah (m)
P = Keliling tiang (m)
Qs = Daya dukung selimut tiang (ton)
II - 32
Pada tanah kohesif:
F = α x cu
Keterangan:
cu = Kohesi tanah (ton/m2)
α = Faktor adhesi
- Berdasarkan penelitian Reese & Wright (1977) α = 0,55
- Metode Kulhaway (1984), berdasarkan Grafik Undrained
Shearing Resistance vs. Adhesion factor
d. Menentukan daya dukung ultimit fondasi bore pile
Qult = Qp + QS
e. Menentukan Daya Dukung Izin
- Untuk dasar tiang yang dibesarkan dengan d < 2 m
𝑄𝑢𝑙𝑡
Qijin = 2.5
𝑄
f. Menentukan σ = 𝐴
𝑃𝑢
g. Menentukan σ yang terjadi = 𝐴
II - 33
c. Menentukan Luas Tulangan Rencana
Ast = ¼ x π x d2
d. Menentukan kemampuan tulangan menehan gaya Geser
Vc 1 / 6 x fc xbxd
'
Vu
Vn
Vn < Vc ……Oke!
Jika Vn < Vc artinya gaya geser terjadi lebih kecil dari gaya geser
yang direncanakan.
II - 34