Anda di halaman 1dari 29

BAB II

DASAR TEORI

2.1 PRELIMINARY DESIGN


Preliminary design adalah desain awal. Selama tahap desain awal, topik
utamanya adalah pada desain penampang dari struktur utama bangunan gedung.
Pada tahap desain penampang, struktur bangunan diasumsikan memiliki
ketahanan terhadap suatu beban aksial dan lentur yang direkomendasikan oleh
SNI 2847 – 2013.

Tahapan desain awal untuk suatu struktur utama bangunan meliputi desain
awal terhadap komponen struktur, yaitu:

1. Perencanaan dimensi kolom


2. Perencanaan dimensi balok
3. Perencanaan dimensi plat lantai

2.1.1 Perencanaan Dimensi Kolom


Berdasarkan SNI 2847 – 2013 pasal 8.10.1, kolom harus
dirancang untuk menahan gaya aksial dan beban terfaktor pada semua
lantai atau atap dan momen maksimum dari beban terfaktor pada suatu
bentang lantai atau atau atap bersebelahan yang ditinjau. Kondisi
pembebanan yang memberikan rasio momen maksimum terhadap
beban aksial harus juga ditinjau.

Berdasarkan SNI 2847 – 2013 pasal 21.6, komponen struktur


rangka momen khusus yang dikenai beban lentur dan aksial, yaitu:

1. SNI 2847 – 2013 pasal21.6.1.1, dimensi penampang terpendek,


diukur pada garis lurus yang melalui pusat geometri, tidak
boleh kurang dari 300 mm.

C1 ≥ 300
mm

II - 6
2. SNI 2847 – 2013 pasal 21.6.1.2, rasio dimensi penampang
terpendek terhadap dimensi tegak lurus tidak boleh kurang dari
0.4.
𝐶1
≥ 0.4 mm
𝐶2

Gambar 2.1 Penampang Kolom


Keterangan:
C1 = sisi terpendek penampang kolom.
C2 = sisi terpanjang penampang kolom.

2.1.2 Perencanaan Dimensi Balok


Balok merupakan suatu komponen yang menerima beban lateral
dari atap, lantai dan sebagainya, serta menerima momen lentur, gaya
lintang dan momen puntir. Apabila beban balok bertambah, maka balok
terjadi deformasi dan regangan tambahan yang mengakibatkan
timbulnya (atau bertambahnya) retak lentur di sepanjang bentang balok.
Bila bebannya semakin bertambah, maka balok dapat terjadi keruntuhan
elemen struktur yaitu keadaan limit dari keruntuhan pada lentur.
Agar dimensi balok pada konstruksi seragam keseluruhan, maka
perencanaan berdasarkan pada balok yang memiliki nilai ketinggian
terbesar yaitu pada kondisi balok dan tumpuan. Kita harus menentukan
tinggi balok dan lebar balok. Dapat dicari dengan menggunakan
ketentuan yang ada pada SNI 2847 – 2013.

II - 7
a. Tinggi Balok (h)
Perencanaan dimensi balok berdasarkan SNI 2847 – 2013 pasal
9.5.2.2 tabel 9.5(a)

Gambar 2. 2 Tabel perencanaan tinggi balok


(sumber : SNI 2847-2013, Hal:72)
Keterangan :
L merupakan bentang terpanjang
Ketentuan di atas hanya digunakan untuk Fy = 420 Mpa, karena Fy
yang digunakan adalah 400 Mpa, maka h yang didapat harus
𝐹𝑦
dikalikan dengan (0,4 + 700).

b. Lebar Balok (bw)


Berdasarkan SNI 03-2847-2013
1. Pasal 21.5.1.3 Lebar Komponen bw tidak boleh kurang dari
yang lebih kecil dari 0,3 x h dan 250 mm berarti bw ≥ 0,3 x h
dan bw ≥ 250 mm
2. Pasal 21.5.1.4 Lebar komponen struktur bw tidak boleh melebihi
lebar komponen struktur penumpu 𝑐2 ditambah suatu jarak pada
masing-masing sisi komponen struktur penumpu yang sama
dengan yang lebih kecil dari (a) dan (b) :
- Lebar Komponen struktur Penumpu 𝑐2 berarti
bw ≤ 𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 (h/𝑐2 )
- 0,75 kali dimensi keseluruhan komponen struktur
penumpu 𝑐1 berarti bw ≤ 0,75 𝑥 𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 (b/𝑐1 )

II - 8
2.1.3 Perencanaan Plat Lantai
Plat adalah elemen horizontal utama yang menyalurkan beban
hidup maupun beban mati ke rangka pendukung vertikal dari suatu
sistem struktur.Plat juga merupakan suatu kumpulan elemen konstruksi
yang tebal dan tingginya jauh lebih kecil dibandingkan lebar dan
panjangnya. Kontinuitas penulangan plat diteruskan masuk kedalam
balok – balok dan kemudian diteruskan masuk ke dalam kolom. Dengan
cara demikian, sistem plat secara keseluruhan menjadi satu kesatuan
membentuk rangka struktur bangunan kaku statis tak tertentu yang
sangat kompleks. Plat berdasarkan fungsinya dibagi atas 2 tipe yaitu :

a. Plat Satu Arah


Plat satu arah adalah plat dengan kondisi tulangan
pokok/utama hanya satu arah.Selain itu plat satu arah juga dapat
ditentukan dengan melihat perbandingan antara Ly (bentang
terpanjang) dengan Lx (bentang terpendek) adalah besar dari 2
𝐿𝑦
( 𝐿𝑥 > 2 ).

Pelat satu arah ini terbagi atas :


- Pelat yang ditumpu pada kedua sisinya berupa tumpuan
segaris.
- Pelat yang ditumpu pada keempat sisinya, dimana L/b > 2.
- Pelat yang ditumpu pada keempat sisinya dan terdapat balok
anak ditengahnya, sehingga sebagian besar beban diterima
pada arah pendek.

b. Plat dua arah


Plat dua arah adaalh panel beton bertulang yang mempunyai
tulangan pokok dua arah atau Ly/Lx < 2.
Perencanaan dimensi plat didasarkan pada SNI 03-2847-2013
yaitu:
1. SNI 2847 – 2013 pasal 8.12.1, Pada konstruksi balok T, sayap
dan badan balok harus dibangun menyatu, atau bila tidak harus
dilekatkan bersama secara efektif.

II - 9
2. SNI 2847 – 2013 pasal 8.12.2, lebar sayap efektif sebagai
sayap balok T tidak boleh melebihi seperempat panjang
bentang balok dan lebar efektif sayap yang menggantung pada
masing-masing sisi badan balok tidak boleh melebihi:
a. Delapan kali tebal slab.
b1 ≤ 8 tf
b. Setengah jarak bersih ke badan sebelahnya.
1
b1 ≤ Ln
2

Gambar 2.3 Penampang Balok T


3. SNI 2847 – 2013 pasal 8.12.3, Untuk balok dengan slab satu
sisi saja, lebar sayap efektif yang menggantung tidak boleh
melebihi:
a. Seperduabelas panjang bentang balok.
1
b1 ≤ L
12

b. Enam kali tebal slab.


b1 ≤ 6 tf
c. Setengah jarak bersih ke badan sebelahnya.
1
b1 ≤ Ln
2

Gambar 2.4 Penampang Balok L

II - 10
4. SNI 2847 – 2013 pasal 8.12.4, balok yang terpisah, dimana
bentuk – T digunakan untuk memberikan sayap untuk luasan
tekan tambahan, harus mempunyai ketebalan sayap tidak
kurang dari setengah lebar badan dan lebar sayap efektif tidak
lebih dari empat kali lebar badan.
1
tf ≥ bw , b1 ≤ 4 bw
2

5. SNI-2847-2013 pasal 9.5.3.3, ayat (a), (b), (c) untuk plat


dengan balok yang membentang diantara tumpuan pada semua
sisinya, tebal minimum h, harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut :

a. Untuk m yang sama atau lebih kecil dari 0,2 harus


menggunakan pasal 9.5.3.2
b. Untuk m lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0,
ketebalan pelat minimum harus memenuhi

dan tidak boleh kurang dari 125 mm.

c. Untuk m lebih besar dari 2,0 ketebalan pelat minimum


tidak boleh kurang dari :

dan tidak boleh kurang dari 90 mm.


Dimana:
ℓn = panjang bersih dari sisi terpanjang
panjang bersih sisi terpanjang
 =
panjang bersih sisi terpendek

 = rasio dari kekakuan lentur penampang balok dengan


kekakuan lentur pelat
m = nilai rata-rata dari  untuk semua balok pada suatu panel

II - 11
6. SNI 2847 – 2013 pasal 13.2.4 untuk konstruksi monolit atau
komposit penuh, suatu balok mencakup bagian slab pada setiap sisi
balok yang membentang dengan jarak yang sama dengan proyeksi
balok di atas atau di bawah slab tersebut, yang mana yang lebih
besar, tetapi tidak lebih besar dari empat kali tebal slab.

Gambar 2.5 Penampang Balok T dan Balok L

- b1 = hb

- hb ≤ 4 tf

- bw + 2 hb ≤ bw + 8 tf

Keterangan:
be = lebar slab efektif.
bw = lebar badan balok.
b1 = lebar sayap efektif yang menggantung pada badan balok.
tf = tebal sayap atau tebal pelat lantai.
hb = tinggi badan balok.
h = tinggi penampang balok T.
L = panjang bentang.

II - 12
Untuk mencari besaran rasio kekauan balok terhadap pelat
lantai, terdapat rumusan sebagai berikut:
1. Inersia balok

Gambar 2.6 Titik Berat Balok T dan Balok L

𝐴2 = 𝑏𝑤 × ℎ𝑏 𝐴1 = 𝑏𝑒 × 𝑡𝑓

1 1
𝑦2 = ℎ𝑏 𝑦1 = ℎ𝑏 + 𝑡𝑓
2 2

A1y1 + A2y2
ỳ=
A1 + A2

1
𝐼𝑥 = ∑ b h³ + A ( ỳ − y )²
12

Gambar 2.7 Penampang Balok dan Pelat Lantai

2. Inersia pelat lantai

Gambar 2.8 Penampang Pelat Lantai


1
𝐼𝑥 = b h³
12

II - 13
Gambar 2.9 Penampang Pelat Lantai

Gambar 2.10 Penampang Pelat Lantai

3. Kekakuan plat (αfm)


𝑖𝑛𝑒𝑟𝑠𝑖𝑎 𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 (𝐼𝑏)
αfm = 𝐼𝑛𝑒𝑠𝑟𝑠𝑖𝑎 𝑝𝑙𝑎𝑡 (𝐼𝑝)

2.2 ANALISA PEMBEBANAN


2.2.1. Pembebanan Vertikal
Pembebanan pada struktur bangunan merupakan salah satu
proses yang terpenting dalam perencanaan sebuah gedung. Kesalahan
dalam perencanaan beban atau penerapan beban pada perhitungan
akan mengakibatkan kesalahan yang fatal pada hasil desain bangunan
gedung. Untuk merencanakan pembebanan pada struktur bangunan
harus dilakukan dengan sangat teliti agar bangunan aman pada saat
dibangun dan difungsikan.

a. Beban Mati

Beban mati adalah beban dengan besar yang konstan dan


tidak bergerak pada posisinya. Beban ini terdiri dari berat sendiri
struktur dan beban lain yang melekat pada struktur secara
permanen. Dalam desain, berat beban mati harus diperhitungkan
untuk digunakan dalam analisa. Dimensi dan berat elemen struktur
tidak diketahui sebelum analisa struktur selesai dilakukan.

II - 14
Berat yang ditentukan dari analisa struktur harus
dibandingkan dengan berat perkiraan semula. Jika perbedaannya
besar, perlu dilakukan analisa ulang dengan menggunakan
perkiraan berat yang lebih baik. Berikut adalah nilai beban yang
ditetapkan oleh peraturan pembebanan Indonesia untuk gedung
1983:
NAMA UKURAN
Tebal keramik 0.8 cm
Tebal spesi 2 cm
Berat beton bertulang 2400 kg/m³
Berat pas. ½ bata 250 kg/m²
Berat spesi 21 kg/m²
Berat keramik 24 kg/m²
Berat plafond + penggantung 11 + 7 = 18 kg/m²
ME (mecanikal electrical) 20 kg/m²
Tabel 2.1 Nilai Beban Mati Merata

1. Beban Mati Akibat Berat Sendiri Struktur


a. Menghitung Berat Kolom ( Wkolom )

Gambar 2.11 Dimensi Kolom

- Volume 1 unit Kolom = P x L x T

- Berat 1 Unit Kolom = Volume 1 unit Kolom x γ Beton


Bertulang

- Berat Total Kolom = Berat 1 Unit Kolom x Jumlah Kolom

II - 15
b. Menghitung Berat Balok (Wbalok)

Gambar 2.12 Dimensi Penampang Balok

- Volume 1 unit Balok = P x L x T

- Berat 1 Unit Balok = Volume 1 unit Balok x γ Beton


Bertulang

- Berat Total Balok = Berat 1 Unit Balok x Jumlah Balok

c. Menghitung Berat Pelat Lantai (Wpelat)

Gambar 2.13 Dimensi Penampang Pelat Lantai

- Volume 1 Unit Pelat Lantai = (Pb x Lb x Tb) - (Pk x Lk x


Tk)

- Berat 1 Unit Pelat Lantai = Volume 1 Unit Pelat Lantai


x γ Beton Bertulang

- Berat total plat lantai = Berat 1 unit plat lantai x jumlah


plat lantai

d. Menghitung Beban Mati Akibat Berat Sendiri Struktur


WLantai n = Wkolom + Wbalok + Wpelat

II - 16
2. Beban Mati Akibat Berat Tambahan Bangunan
a. Beban Mati Tambahan Akibat Keramik
Wkeramik = Berat Keramik x Luas Pelat Lantai
b. Beban Mati Tambahan Akibat Spesi Pasangan Keramik
Wspesi = Berat Spesi Pasangan Keramik x Luas Pelat Lantai
c. Beban Mati Tambahan Akibat Plafon + Penggantung
Wplafon + penggantung = (Berat Plafon + Penggantung) x Luas
Pelat Lantai
d. Beban Mati Tambahan Akibat Mekanikal Elektrikal
Wmekanikal elektrikal = Berat Mekanikal Elektrikal x Luas Pelat
Lantai
e. Beban Mati Tambahan Akibat Dinding
Wdinding = Berat Dinding x Luas Dinding

3. Menghitung Beban Mati


DL Lantai n = W Lantai n + WKeramik+WSpesi +WPlafon + penggantung
+Wmekanikal elektrika + Wdinding
b. Beban Hidup
Beban hidup (LL) adalah beban yang yang diterima oleh
struktur, yang mana kondisi beban tidak menetap atau disebut juga
dengan beban berpindah. Berbeda halnya dengan beban mati, beban
hidup pada struktur gedung direncanakan sesuai dengan jenis dan
fungsi gedung.
Untuk beban hidup, besar dan posisinya dapat berubah-ubah.
Beban hidup yang dapat bergerak dengan tenaganya sendiri disebut
beban bergerak, seperti kendaraan, manusia, dan crane. Sedangkan
untuk beban yang dapat dipindahkan adalah seperti furniture, dan
material yang ada dalam gedung.
Jenis beban hidup lainnya adalah beban angin, hujan, gempa,
tekanan tanah, tekanan air, perubahan temperatur, dan beban yang
disebabkan oleh pelaksanaan konstruksi. Dari beberapa jenis beban
hidup tersebut, maka dilakukan perhitungan beban hidup terhadap

II - 17
desain bangunan gedung. Hal ini bertujuan supaya gedung tahan
terhadap aksial dan lentur yang ditimbulkan oleh beban yang bekerja.

Rumusan yang digunakan untuk menghitung nilai beban hidup


pada bangunan gedung yaitu:

LLLantai n = Luas Total Pelat Lantai x Beban Hidup

Berikut ini adalah nilai beban hidup yang sesuai dengan jenis
dan fungsi gedung.

(Sumber PBI 1983 Hal 17)

II - 18
2.3 PENULANGAN STRUKTUR

Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya
sehingga beton merupakan bahan yang bersifat getas. Nilai kuat tariknya
hanya berkisar 9 – 15% dari kuat tekannya. Dalam penggunaan sebagai
struktur bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja
sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu menahan kelemahannya,
terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Komponen struktur ini
disebut beton bertulang baja atau yang lazim disebut beton bertulang. Dalam
perkembangannya berdasarkan pada tujuan peningkatan kemampuan
kekuatan komponen, sering juga dijumpai beton dan tulangan baja bersama-
sama ditempatkan pada bagian struktur dimana keduanya menahan gaya
tekan. Kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya terwujud
dengan didasarkan pada keadaan-keadaan :

1. Lekatan sempurna antara batang baja tulangan dengan beton keras yang
membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran antara keduanya.
2. Beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga
mampu melindungi dan mencegah karatnya baja.
3. Angka muai kedua bahan hampir sama, dimana setiap kenaikan suhu
satu derajat celcius angka muai beton 0,00001 sampai 0,00013.
Konsekuensi dari lekatan yang sempurna antara kedua bahan tersebut di
daerah tarik suatu komponen struktur akan terjadi retak-retak di dekat baja
tulangan. Retak halus yang demikian dapat diabaikan sejauh tidak
mempengaruhi penampilan struktural komponen yang bersangkutan.
Di Indonesia, peraturan atau pedoman standar yang mengatur
perencanaan dan pelaksanaan bangunan beton bertulang telah beberapa kali
mengalami perubahan dan pembaharuan, sejak Peraturan Beton Indonesia
(PBI) 1955, kemudian PBI 1971, dan yang terakhir adalah Standar Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton Bertulang Untuk Bangunan Gedung nomor : SNI-
2847-2013.Tujuan pembaharuan tersebut tidak lain adalah untuk
mengimbangi pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya yang berhubungan dengan beton atau beton bertulang.

II - 19
2.3.1. Penulangan Kolom
a. Menentukan nilai momen, lintang, dan gaya aksial dengan
menggunakan software SAP 2000.
b. Desain tulangan dengan dibebani secara eksentrik dan konsentrik.
Yang ditandai dengan adanya nilai gaya aksial untuk keadaan
konsentrik dan dengan adanya nilai aksial dan momen untuk keadaan
eksentrik.
c. Mengasumsikan luas total tulangan longitudinal (Ast) untuk
menentukan rasio tulangan (ρg) :
Pu
Ast perlu =
0,8 ϕ fy
Ast
ρg =
Ag
Ast = ρ x Ag
Ast = ρ x b x d
dengan syarat :
0,01<ρ< 0,08

d. Menentukan nilai kuat beban aksial maksimum (Pn) :


- Untuk kolom dengan penulangan spiral
Po = 0,85 fc’ (Ag – Ast) + fy Ast
ϕPn = ϕr Po
sehingga,
ϕPn (maksimum) = 0,85ϕ (0,85 fc’ (Ag – Ast) + fy Ast)
- Untuk kolom dengan penulangan sengkang
Po = 0,85 fc’ (Ag – Ast) + fy Ast
ϕPn = ϕr Po
sehingga,
ϕPn (maksimum) = 0,80 ϕ (0,85 fc’ (Ag – Ast) + fy Ast)

e. Bandingkan dengan Pu jikaϕPn lebih besar dari Pu berarti


perhitungan benar.
f. Penganalisaan tulangan geser berdasarkan nilai geser yang
diperoleh dari perhitungan SAP 2000 sebagai berikut:

II - 20
- Penentuaan nilai Vu yang terbesar dari SAP 2000
- Penentuan nilai Vc dengan rumus sebagai berikut :
1
Vc = . √𝑓′𝑐 . 𝑏 . 𝑑
6

- Cek apakah dibutuhkan tulangan geser :


𝑉𝑢 1
>2Vc
𝜙

- Cek apakah cukup dipasang tulangan geser minimum :


𝑉𝑢 1
>Vc + 3bwd
𝜙

- SNI beton 2013 pasal 21.3.5.2 mengharuskan kolom diikat


dengan sengkang pada rentang lo dari muka kolom. Panjang lo
tidak boleh kurang daripada nilai terbesar berikut ini :
 1/6 tinggi bersih kolom
 Dimensi terbesar penampang kolom
 450 mm
- Sengkang didaerah lo dipasang dengan spasi maksimum So yang
tidak boleh lebih dari :
 8 db tulangan longitudinal terkecil
 24 db sengkang ikat
 ½ dimensi terkecil penampang kolom
 300 mm
- Menurut SNI beton 2013 pasal 21.3.5.3 sengkang ikat pertama
dipasang dengan spasi tidak lebih dari 0,5 So
- Menentukan kebutuhan minimum tulangan geser pada kolom
diatur melalui:
1 𝑏𝑤𝑆
Av-min=3 𝑓𝑦

g. Desain tulangan confinement


Dalam SNI 2013 pasal 21.6.4.4
- Total luas penampang tulangan sengkang persegi tidak boleh
kurang dari salah satu yang diisyaratkan :
Sbc fc′ Ag 0,09Sbc fc′
Ash= 0,3( ) (Ach − 1)danAsh =
fyt fyt

II - 21
- Menentukan lebar penampang nti beton (bc) :
bc = bw – 2(40 + ½ db)
- Menentukan luas penampang inti beton, diukur dari serat terluar
tulangan transversal ke serat terluar tulangan trasversal disisi
lainnya.
Ach = (bw – 2(40)) x (bw – 2(40))
- Menurut SNI beton 2013 pasal 21.6.4.3

Spasi maksimum adalah yang terkecil diantara :


 ¼ dimensi penampang kolom terkecil
 6 kali diameter tulangan longitudinal
 So menurut persamaan
350−h
So≤ 100 + 3

Namun, Sx tidak boleh melebihi 150 mm, dan tidak perlulebih


kecil dari 100 mm.

2.3.2. Penulangan Balok


a. Menentukan nilai momen dan lintang.
b. Semua asumsi yang digunakan dalam perencanaan lentur (desain
balok) mengacu pada SNI pasal 10, yang mencakup desian komponen
struktur lentur dan aksial. Secara umum, desain elemen struktur harus
memenuhi persyaratan :

∅𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢

Dimana:

𝑀𝑛 = Kuat lentur nominal balok

ɸ = Faktor reduksi kekuatan (0,9 untuk kendali tarik).

𝑀𝑢 = Momen akibat beban luar terfaktor

Momen nominal pada Persamaan dihitung dengan persamaan:

𝑎
𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 𝑓𝑦 (𝑑 − )
2

II - 22
Dimana:

𝐴𝑠 = Luas tulangan tarik atau tekan terpasang.

𝑓𝑦 = Kuat leleh baja tulangan

𝑑 = Tinggi efektif penampang balok

𝑎 = Tinggi blok tegangan tekan yang disederhanakan

c. Cek tulangan minimum pada komponen struktur lentur sesuai SNI 2847
– 2013 pasal 10.5.1 “pada setiap penampang komponen struktur lentur
dimana tulangan tarik diperlukan oleh analisis,kecuali yang disediakan
dalam 10.5.2,10.5.3,10.5.4, As yang tersedia tidak boleh kurang dari nilai
yang diberikan oleh
0.25√𝑓𝑐
𝐴𝑠 min = 𝑏𝑤 𝑑
𝑓𝑦
Dan tidak lebih kecil dari:
1.4 𝑏𝑤 𝑑
𝐴𝑠 min =
𝑓𝑦
d. Cek rasio tulangan berdasarkan SNI 2847 – 2013 pasal 21.5.2.1 rasio
tulangan ρ tidak boleh melebihi 0.025 dan tidak boleh lebih dari 0.75 ρ
balance.
𝐴𝑠
𝜌=
𝑏𝑑
0.85 𝑓𝑐 600
0.75 𝜌 𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛𝑐𝑒 = 0.75 𝑥 𝛽 ( )
𝑓𝑦 600 + 𝑓𝑦

e. Cek kendali Tarik berdasarkan SNI 2847 – 2013 pasal 10.3.4


“Penampang adalah terkendali tarik jika regangan Tarik beton dalam baja
Tarik terjauh Ɛt sama dengan atau lebih besar dari 0.005 bila beton tekan
mencapai batas regangan asumsi sebesar 0.003. Penampang dengan Ɛt
antara batas regangan terkendali tekan dan 0.005 membentuk daerah
transisi antara penampang terkendali tekan dan terkendali Tarik”.
𝑎
𝑐=
𝛽

II - 23
Ɛ𝑐𝑢
Ɛ𝑠 = (𝑑 − 𝑐)
𝑐

f. Desain tulangan geser berdasarkan SNI 13 – 2847 – 2013 pasal 11.1.1


“Kecuali untuk komponen struktur yang didesain sesuai dengan lampiran
A.desain penampang yang dikenai geser harus didasarkan pada
ɸ𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢

𝑉𝑢
𝑉𝑛 =
ɸ

1
𝑉𝑐 = √𝑓 ′ 𝑥 𝑏 𝑥 𝑑
6 𝑐

g. Kaidah Standar Perencanaan Balok

Kaidah standar perencanaan elemen balok terdiri dari persyaratan


geometri, persyaratan tulangan lentur dan tulangan transversal
(tulangan geser). Kaidah standar perencanaan elemen struktur lentur
sistem struktur SRPMK mengacu pada SNI Beton Pasal 21.5.1 yaitu:

1) Persyaratan Geometri
- Bentang bersih komponen struktur lentur tidak boleh kurang
dari empat kali tinggi efektifnya.
- Perbandingan lebar terhadap tinggi komponen struktur
lentur tidak boleh kurang dari 0,3.
- Lebar penampang haruslah:
a. ≥ 25 mm
b. ≤ lebar kolom ditambah jarak pada setiap sisi kolom
yang tidak melebihi tiga per empat tinggi komponen
struktur lentur.
2) Persyaratan Tulangan Longitudinal
Ada beberapa persyaratan tulangan lentur yang perlu diperhatikan
pada perencanaan komponen struktur lentur SRPMK, di
antaranya adalah:

II - 24
- Masing-masing luas tulangan atas dan bawah harus lebih besar dari
luas tulangan minimum yang disyaratkan yaitu (0,25bwd√fc’)/fy
atau (1,4bwd)/fy. Rasio tulangan lentur maksimum (ρmaksimum)
juga dibatasi sebesar 0,025. Selain itu, pada penampang harus
terpasnag secara menerus minimum dua tulangan atas dan dua
batang tulangan bawah.
- Kuat lentur positif balok pada muka kolom harus lebih besar atau
sama dengan setengah kuat lentur negatifnya. Kuat lentur negatif
dan positif pada setiap penampang di sepanjang bentang tidak
boleh kurang dari seperempat kuat lentur terbesar pada bentang
tersebut.

3) Persyaratan Tulangan Transversal (Tulangan Geser)


Tulangan transversal pada komponen lentur dibutuhkan terutama
untuk menahan geser, mengekang daerah inti penampang beton dan
menyediakan tahanan lateral bagi batang-batang tulangan lentur di
mana tegangan leleh terbentuk. Karena selimut beton dapat terkelupas
(spalling) ketika gempa kuat terjadi, terutama di daerah sekitarnya,
maka semua tulangan transversal pada elemen SRPMK harus
berbentuk sengkang tertutup. Beberapa persyaratan harus dipenuhi
untuk pemasangan tulangan sengkang tertutup, di antaranya:

- Sengkang tertutup harus dipasang:


a. Pada daerah hingga dua kali tinggi balok diukur dari muka
tumpuan
b. Di sepanjang daerah dua kali tinggi balok pada kedua sisi
dari suatu penampang yang berpotensi terbentuk sendi
plastis.
- Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak lebih dari 50 mm
dari muka tumpuan. Spasi sengkang tertutup tidak boleh
melebihi;
a. d/4
b. enam kali diameter terkecil tulangan memanjang
c. 150 mm

II - 25
2.3.3 Penulangan Plat Lantai
a. Menentukan perbandingan bentang Lx atau bentang terpendek dan
bentang Ly atau bentang terpanjang. Jika Ly/Lx < 2 maka plat yang
digunakan adalah plat 2 arah. Jika Ly/Lx ˃ 2 maka plat yang
digunakan adalah plat 1 arah.
b. Menentukan ρmin dan ρmax dengan rumus sebagai berikut :
1,4
𝜌 min =
𝑓𝑦

0,85 . 𝑓𝑐 ′ 600
𝜌 max = 0,75 . . 0,85.
𝑓𝑦 600 + 𝑓𝑦

c. Menentukan pembebanan dari pada plat yang didisain


Penganalisaan statika plat berdasarkan tabel beton.
Penganalisaan penulangan plat berdasarkan momen yang diperoleh
dari analisa statika plat sebagai berikut :
d. Menentukan nilai Rn dengan rumus sebagai berikut :
𝑀𝑢
Rn = Φ . 𝑏 . 𝑑2

Dimana :
Φ = 0,8
b = Lebar (mm)
Mu = Momen (kN mm)
d = Tinggi Efektif (mm)
e. Menentukan nilai ω dengan rumus sebagai berikut :
2,353 . 𝑅𝑛
ω = 0,85 . (1 − (√1 − )
𝑓′ 𝑐

f. Menentukan ρ pakai dengan rumus dan persyaratan sebagai berikut:


𝑓′𝑐
ρpakai =ω. 𝑓𝑦

dengan persyaratan :
Apabila ρpakai> ρmin dan ρpakai< ρmax maka digunakan ρpakai
Apabila ρpakai< ρmin dan ρpakai< ρmax maka digunakan ρmin
Apabila ρpakai> ρmin dan ρpakai> ρmax maka digunakan ρmax

II - 26
g. Menentukan As dan As’ dengan rumus sebagai berikut :
As = ρpakai . b .d
As’ = Rasio Tulangan .b .h
h = Menentukan Jumlah tulangan
A
s
n = Luas Penampang tulangan

2.3.4 Penulangan Tangga


Tangga merupakan konstruksi pembantu yang menghubungkan
suatu tempat atau ruangan yang mempunyai perbedaan ketinggian. Dengan
demikian, tangga di perlukan untuk mengatasi perbedaan ketinggian dalam
suatu bangunan yang disebabkan oleh :
a. Perbedaan ketinggian muka lantai
b. Perbedaan ketinggian lantai bangunan
c. Sarana yang dibuat untuk mencapai ketinggian tertentu

Suatu tangga biasanya terdiri dari :

a. Anak tangga, yang terdiri dari daerah pijakan (antride) dan daerah
tanjakan (optride).
b. Pelat tangga, yaitu beton yang membentang sesuai dengan
kemiringan tangga.
c. Tangan tangga, yaitu pagar tangga yang sering di pegang bila naik
maupun turun tangga.
d. Bordes, yaitu daerah yang datar yang melebihi tiga kali anak tangga
yang berfungsi sebagai daerah belokan dan daerah peristirahatan
sementara sewaktu naik ataupun turun dari tangga. Bordes ini
merupakan anak tangga yang diperlebar.
Type – type tangga :
- Tangga dengan bentangan arah horizontal.
- Tangga dua lengan dengan arah satu bordes (¼ belokan).
- Tangga tiga dengan dua bordes (½ belokan).
- Tangga dengan belokan ¾.
- Tangga type open nevel.

II - 27
- Tangga dengan anak tangga terjepit.
Dalam perencanaan tangga ada beberapa hal yang harus diperhatikan
atau diketahui lebih dahulu, yaitu :
a. Kemiringan, kemiringan tangga dan besarnya pijakan/tanjakan harus
konstan untuk menghindari resiko kecelakaan karena berubahnya
ritme gerakan orang yang menaiki dan menuruni tangga.
b. Bentang tangga tidak boleh lebih dari 20 anak tangga.
c. Dengan adanya bordes antara ditengah-tengah akan lebih nyaman.
d. Ruang bebas perlu disediakan 2 – 2,4 meter sebelum memasuki
ruangan.
e. Lebar tangga sebaiknya  100 cm. Untuk tangga sekunder dapat lebih
sempit tetapi tidak lebih kecil dari 60 cm.
f. Jumlah tanjakan perbentang antara 2 – 16 buah atau ada sampai 22
buah dengan bordes diantaranya.
g. Tinggi tanjakan (optride) antara 7,5 – 22 cm.
h. Lebar pijakan (antride) minimum 22 cm.

2.3.5 PERENCANAAN FONDASI BORE PILE


Fondasi adalah suatu konstruksi pada bagian dasar struktur yang
berfungsi untuk menyalurkan beban struktur atas ke lapisan tanah
pendukungnya, yang biasanya terletak di dalam permukaan tanah. Beban
struktur atas yang bekerja pada fondasi dapat berupa beban vertikal,
horizontal, momen atau kombinasi dari ketiganya secara umum, menurut
kedalamannya fondasi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Fondasi dangkal
Fondasi yang dasarnya terletak dekat dengan permukaan tanah

(Df/B < 1), misalnya fondasi plat setempat, fondasi tapak menerus,
fondasi tapak gabungan.

b. Fondasi dalam
Fondasi yang dasarnya terletak jauh dibawah muka tanah (Df/B > 4),
misalnya fondasi tiang pancang,bore pile, sumuran.

II - 28
Pada umunya fondasi dangkal digunakan untuk kondisi yang lapisan
tanah kerasnya terletak dekat permukaan dan beban yang relatif kecil,
sedangkan fondasi dalam digunakan apabila lapisan tanah kerasnya jauh
dari permukaan tanah dan untuk beban yang relatif besar.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipenuhi oleh suatu


fondasi adalah :

1. Daya dukung tanah yang baik.


2. Penurunan (settlement) yang baik dan tidak membahayakan.
3. Tanah mempunyai sifat untuk meningkatkan kepadatan dan
kekuatan gesernya
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan fondasi :

1. Keadaan dan daya dukung tanah serta permukaan air tanah.


2. Beban yang harus dipikul.
3. Keadaan permukaan tanah.
4. Kondisi tanah dan bangunan disekitar fondasi.
5. Waktu dan biaya pelaksanaan.
6. Teknik pelaksanaan.

Pondasi bored pile adalah salah satu jenis dari berbagai macam
bentuk jenis dan pondasi dalam dengan memiliki bentuk seperti tabung
yang terdiri dari campuran beton bertulang dengan dimensi diameter
tertentu yang dipasang didalam tanah dengan menggunakan metode
pengeboran terkini sampai panjang kedalam dengan tingkat kekerasan
daya dukung tanah yang diperlukan untuk sesuatu konstruksi bangunan.

Ada beberapa alasan digunakannya pondasi bore pile dalam konstruksi :


1. Bore pile tunggal dapat digunakan pada tiang kelompok atau pile cap.
2. Kedalaman tiang dapat divariasikan.
3. Bore pile dapat didirikan sebelum penyelesaian tahapan selanjutnya.
4. Ketika proses pemancangan dilakukan, getaran tanah akan
mengakibatkan kerusakan pada bangunan yang ada di dekatnya, tetapi
dengan penggunaaan pondasi bore pile hal ini dapat dicegah.

II - 29
4.5 Pada pondasi tiang pancang, proses pemancangan pada tanah lempung
. akan membuat tanah bergelombang dan menyebabkan tiang pancang
sebelumnya bergerak ke samping. Hal ini tidak terjadi pada konstruksi
pondasi bore pile.
6. Selama pelaksanaan pondasi bore pile tidak ada suara yang ditimbulkan
oleh alat pancang seperti yang terjadi pada pelaksanaan pondasi tiang
pancang.
7. Karena dasar dari pondasi bore pile dapat diperbesar, hal ini
memberikan ketahanan yang besar untuk gaya keatas.
8. Permukaan diatas dimana dasar bore pile didirikan dapat diperiksa
secara langsung.
9. Pondasi bore pile mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap beban
lateral.

Beberapa kelemahan dari pondasi bore pile :


1. Keadaan cuaca yang buruk dapat mempersulit pengeboran dan
pengecoran, dapat diatasi dengan cara menunda pengeboran dan
pengecoran sampai keadaan cuaca memungkinkan atau memasang
tenda sebagai penutup.
2. Pengecoran beton sulit bila dipengaruhi air tanah karena mutu beton
tidak dapat dikontrol dengan baik maka diatasi dengan cara ujung pipa
tremie berjarak 25-50 cm dari dasar lubang pondasi.
3. Pembesaran ujung bawah tiang tidak dapat dilakukan bila tanah berupa
pasir.
4. Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan
tanah, sehingga mengurangi kapasitas dukung tanah terhadap tiang,
maka air yang mengalir langsung dihisap dan dibuang kembali ke
dalam kolam air.
5. Akan terjadi tanah runtuh (ground loss) jika tindakan pencegahan tidak
dilakukan maka dipasang casing untuk mencagah kelongsoran.
6. Karena diameter tiang cukup besar dan memerlukan banyak beton,
untuk pekerjaan kecil mengakibatkan biayanya sangat melonjak, maka
ukuran tiang bored pile disesuaikan dengan beban yang dibutuhkan.

II - 30
Daya Dukung Tanah

Di dalam literatur teknik fondasi, terdapat bermacam-macam cara


menghitung besarnya kapasitas (daya dukung) fondasi,antara lain
Terzaghi, Mayerhof, Hansen, dan lain-lain. Ini hanya akan menyajikan
data kasar mengenai nilai daya dukung berbagai jenis lapisan tanah yang
dapat dipergunakan untuk perhitungan kasar dimensi fondasi.

Jenis Lapisan Tanah Kuat Dukung ( MPa)


Batuan dasar kaku 10
Batuan pasir 2–4
Serpih dan lumpur 0,6 - 2
Kerikil,pasir dipadatkan 0,1 - 0,3
Pasir rapat sedang 0,1 - 0,3
Pasir halus lepas < 0,1
Lempung keras 0,3 - 0,6
Lempung sedang 0,1 - 0,3
Lempung sedang 0,1 - 0,3
Lempung lunak <0,075
Tabel 2.2 Kuat Dukung Berbagai Lapisan Tanah
Sumber : Bowles (1991)

Tabel diatas merupakan ketentuan dari kemampuan bermacam-


macam jenis tanah untuk memikul beban yang bekerja diatasnya.

Tahap – tahap perencanaan fondasi antara lain :

a. Menghitung pembebanan.
Setiap konstruksi mempunyai beban yang harus dipikul antara lain:

- Beban Hidup
Beban hidup adalah beban yang dikarenakan beban tersebut
bergerak yang selalu diangkat atau orang yang berjalan selama
penggunaan konstruksi tersebut. Beban ini dapat berupa beban
merata dan dapat juga beban terpusat. Beban hidup tergantung
kepada penggunaan bangunan.

II - 31
- Beban Mati
Beban mati terdiri dari beban atap, plafond, berat kolom, berat
dinding, berat lantai, berat penutup lantai dan berat balok.

b. Menentukan Nilai Pu, Mu dan Vu dari SAP. Didapat dari nilai


terbesar pada kolom.
c. Menghitung daya dukung ultimate fondasi bore pile berdasarkan data
hasil pengujian sondir dapat dilakkan dengan menggunakan metode
Aoki Dan De Alencar.
- Daya dukung ujung bore pile
Qp = (qb xAb)
qb = qca (base)
Fb

Keterangan :
Qp = Kapasitas daya dukung bored pile (kN)
Qb = Tahanan ujung sondir (kN/m2)
Ab = Luas penampang tiang (m2)
Qca(base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D di atas ujung
tiang, 1,5D di bawah ujung tiang
Fb = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah
Tipe Tiang Pancang Fb
Bore Pile 3,5
Baja 1,75
Beton Pratekan 1,75
Tabel 2.3 Faktor empirik Fb
Sumber: Titi & farsakh,1999
- Daya dukung selimut bore pile
Qs = f x Li x p
Keterangan:
F = Tahanan satuan skin friction (ton/m2 )
Li = Panjang lapisan tanah (m)
P = Keliling tiang (m)
Qs = Daya dukung selimut tiang (ton)

II - 32
Pada tanah kohesif:
F = α x cu
Keterangan:
cu = Kohesi tanah (ton/m2)
α = Faktor adhesi
- Berdasarkan penelitian Reese & Wright (1977) α = 0,55
- Metode Kulhaway (1984), berdasarkan Grafik Undrained
Shearing Resistance vs. Adhesion factor
d. Menentukan daya dukung ultimit fondasi bore pile
Qult = Qp + QS
e. Menentukan Daya Dukung Izin
- Untuk dasar tiang yang dibesarkan dengan d < 2 m
𝑄𝑢𝑙𝑡
Qijin = 2.5

- Untuk dasar tiang tanpa pembesaran dibagian bawah


𝑄𝑢𝑙𝑡
Qijin = 2

𝑄
f. Menentukan σ = 𝐴
𝑃𝑢
g. Menentukan σ yang terjadi = 𝐴

h. Membandingakn σ dengan σ yang terjadi


Jika σ ˃ σ yang terjadi maka OK
i. Menghitung penulangan fondasi
Setelah kita lakukan cek kestabilan terhadap fondasi, maka tahap
selanjutnya adalah perencanaan tulangan dari fondasi. Langkah
perencanaan adalah :
a. Menentukan nilai ρ min dan ρ max
1,4
p min 
fy
 . fc 600
p max  0,75 . .
fy 600  fy
b. Menentukan Luas tulangan (As) yang digunakan
As = ρ . b . d

II - 33
c. Menentukan Luas Tulangan Rencana
Ast = ¼ x π x d2
d. Menentukan kemampuan tulangan menehan gaya Geser

Vc  1 / 6 x fc xbxd
'

Vu
Vn 

Vn < Vc  ……Oke!
Jika Vn < Vc artinya gaya geser terjadi lebih kecil dari gaya geser
yang direncanakan.

II - 34

Anda mungkin juga menyukai