Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Hipertensi merupakan penyakit yang berkaitan dengan penurunan usia harapan


hidup dan dapat menyebabkan komplikasi seperti stroke, gagal jantung, gagal ginjal,
dan infark miokard. Prevalensi hipertensi di Indonesia masih tinggi, sehingga
dibutuhkan usaha untuk menekannya. Usaha yang dilakukan yaitu dengan
pengobatan yang tepat sehingga tekanan darah dapat terkontrol ke tingkat normal.1

Duapuluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi
krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari
6,7% pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi 65% pada penduduk berusia
diatas 60 tahun. Data ini dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi
dan hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ
target. Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami hipertensi
krisis.1,2
Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada tahun 2013, tetapi yang
terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dengan/tanpa riwayat minum obat hanya sebesar
9,5%. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat
belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan. Profil data kesehatan
Indonesia tahun 2011 menyebutkan bahwa hipertensi merupakan salah satu dari 10
penyakit dengan kasus rawat inap terbanyak di rumah sakit pada tahun 2010.1

1.2 Tujuan dan Manfaat

Pembuatan laporan kasus ini bertujuan untuk menilai dan mengidentifikasi


beberapa aspek yang berhubungan dengan diagnosis serta melakukan beberapa upaya
intervensi seperti terapi dan edukasi untuk membantu keberhasilan pengobatan.
BAB II

DATA PASIEN

2.1. Data administrasi Pasien

Nama : Ny. R

Umur : 56 tahun

Status : Menikah

Status Sosial : Pengguna Jamkesmas

2.2. Data demografis

Alamat : Gegutu Timur RT 02, Lingkungan Gegutu Timur

Agama : Islam

Suku : Sasak

Pekerjaan : Tidak bekerja

Bahasa Ibu : Sasak

Jenis Kelamin : Perempuan

2.3. Data Biologik

Tinggi Badan : 155

Berat Badan : 35

2
BAB III

DATA KLINIS

I. Subjektif (Anamnesis pada tanggal 29-12-2017)


Keluhan utama: Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan nyeri kepala setelah terjatuh di kamar
mandi kurang lebih 10 menit yang lalu. Pasien mengeluhkan kepalanya juga nyeri sebelum
terjatuh di kamar mandi dan pandangannya tiba-tiba gelap. Nyeri kepala dirasakan
diseluruh bagian kepala namun pasien mengatakan akhir-akhir ini tengkuknya terasa nyeri.
Selain itu pasien juga mengeluhkan perutnya mual.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat Hipertensi (+) sejak 1 tahun yang lalu.
Riwayat Diabetes Mellitus (-), riwayat penyakit jantung (-) riwayat operasi (-),
riwayat minum OAT (-), asma (-), bronkitis (-).

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti os.

Riwayat Pengobatan
Os mengaku bahwa ia biasanya mengkonsumsi timun jika kepalanya terasa nyeri.
Os pernah kontrol ke puskesmas dan mengkonsumsi obat hipertensi yang diberikan oleh
Puskesmas namun tidak rutin diminum.

Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan:


 Os mengaku tidak pernah merokok ataupun minum alkohol.
 Os merupakan keluarga ekonomi menengah kebawah. Os tidak bekerja.
 Os biasanya makan tiga kali sehari dengan lauk sayur, tempe dan tahu. Os biasanya
minum kopi dua kali sehari pagi dan sore hari.
3
II. Objektif
Keadaaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 260/120 mmHg
Frek. Nadi : 92 x/menit
Frek. Nafas : 22 x/menit
Suhu : 36,7 º C
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Status Gizi : Baik

Status Generalis
Kepala-Leher
Kepala : Deformitas (-)
Rambut : Hitam, lurus, lebat
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung (-)
Telinga : Liang telinga lapang, serumen (-)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-)
Tenggorok : Uvula di tengah, arkus faring simetris, tonsil T1-T1, detritus (-)
Gigi dan mulut: Karies dentis (-), sianosis (-)
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB

Dada
Inspeksi:
1. Bentuk & ukuran: bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-), pergerakan
dinding dada simetris.
2. Permukaan dada: papula (-), petechiae (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi (-),
vena kolateral (-), massa (-).
3. Penggunaan otot bantu nafas: (-)
4. Iga dan sela iga: pelebaran ICS (-).
5. Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis: cekung, simetris kiri dan kanan

4
Fossa jugularis: tak tampak deviasi
6. Tipe pernapasan: torako-abdominal.

Palpasi:
 Trakea: tidak ada deviasi trakea, iktus kordis teraba di ICS V linea parasternal
sinistra.
 Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
 Gerakan dinding dada: simetris kiri dan kanan.
 Fremitus vocal: simetris kiri dan kanan.
Perkusi:
 Sonor seluruh lapang paru.
 Batas paru-hepar  Inspirasi: ICS VI, Ekspirasi: ICS IV; Ekskursi: 2 ICS.
 Batas paru-jantung:
 Kanan: ICS II linea parasternalis dekstra
 Kiri: ICS IV linea mid clavicula sinistra
Auskultasi:
 Cor: S1 S2 tunggal regular, mur-mur (-), gallop (-).
 Pulmo:
 Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru .
 Rhonki (-/-).
 Wheezing (-/-).
 Egofoni (-).

Abdomen
Inspeksi:
 Bentuk: simetris
 Umbilicus: masuk merata
 Permukaan kulit: tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-), ikterik (-),
massa (-), vena kolateral (-), caput meducae (-), papula (-), petekie (-), purpura (-),
ekimosis (-), spider nevy (-)
 Distensi (-)

5
 Ascites (-)
Auskultasi:
 Bising usus (+) normal
 Metallic sound (-)
 Bising aorta (-)
Perkusi:
 Timpani pada seluruh lapang abdomen (+)
 Nyeri ketok (-)
 Nyeri ketok CVA (-/-)
Palpasi:
 Nyeri tekan epigastrium (-)
 Massa (-)
 Hepar/lien/ren: tidak teraba

Ekstremitas

Inguinal-genitalia-anus : tidak diperiksa

Pemeriksaan Neurologis :
Refleks Fisiologis :
Biseps +2/+2
Triseps +2/+2

6
Patella +2/+2
Achilles +2/+2
Kaku Kuduk : (-)
Refleks Babinski (-)
Refleks Patologis lainnya: (-)
Nervus Cranialis : dalam batas normal

III. Diagnosis Kerja


Hipertensi Urgency

IV. Penatalaksanaan
IVFD RL 20 tpm
O2 2 lpm
Amlodipine tab 10 mg SL

V. Prognosis
Dubia at Bonam

VI. Konseling
 Menjelaskan penyakit yang diderita adalah Krisis Hipertensi yang
membutuhkan penanganan khusus.
 Menjelaskan kepada os tentang gejala-gejala penyakit Hipertensi dan factor
resiko penyakit.
 Menjelaskan kepada os agar tekun meminum obat dan rutin memeriksakan
tekanan darahnya untuk evaluasi perkembangan penyakit di Puskemas
Selaparang, meskipun os sudah merasa sehat.
 Menganjurkan pasien mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh serta membatasi asupan garam.
 Menganjurkan pasien olahraga aerobic seperti jalan cepat minimal 30 menit
setiap hari.

7
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang


neurovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi
krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan sering
berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari
peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari
penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk
mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.1

Terdapat perbedaan dari beberapa sumber mengenai definisi peningkatan


darah akut. Definisi yang paing sering dipakai adalah:2,3

1. Hipertensi emergensi (darurat)


Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg
secara mendadak disertai kerusakan organ target. Hipertensi emergensi
harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam dengan
memberikan obat-obatan anti hipertensi intravena.
2. Hipertensi urgensi (mendesak)
Peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi namun
tanpa disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan darah
harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan
anti hipertensi oral

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular,


berupa disfungsi endotel, remodeling, dan arterial stiffness. Namun faktor
penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum
dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat

8
disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang
mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol
sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan
fungsi autoregulasi.4

Mekanisme Autoregulasi

Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap


kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi
terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontraksi/ dilatasi
pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan
jika tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu normotensi,
aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70
mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan
mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran
darah yang menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia
otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop.
Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskular dan usia tua, batas
ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,
sehingga pengurangan aliran darah dapat terjadi pada tekanan darah yang
lebih tinggi.5,6

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan


organ target yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap
pasien. Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial
akan dijumpai keluhan sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda
neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis nervus cranialis. Pada
hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan atau defisit
neurologi fokal.3,5

9
Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan
perubahan arteriola, perdarahan dan eksudasi maupun papiledema. Pada
sebagian pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih
dominan seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal jantung kiri akut.
Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau
hematuria bisa saja terjadi.6,7,8

Gambar 1. Papiledema. Pembengkakan dari optik disc dengan


margin kabur

Tabel 1. Hipertensi Emergency

10
Tabel 2. Hipertensi Urgensi (mendesak).
Hipertensi berat dengan tekanan darah > 180/120 mmHg, tetapi
dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak
dijumpai keadaan pada tabel 1
1. Funduskopi KW I atau KW II
2. Hipertensi post operasi
3. Hipertensi tak terkontrol/tanpa diobati pada
perioperatif

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus


dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas pasien. Anamnesis tentang riwayat penyakit
hipertensinya, obat-obatan anti hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan
minum obat, riwayat konsumsi kokain, amphetamine dan phencyclidine. Riwayat
penyakit yang menyertai dan penyakit kardiovaskular atau ginjal penting
dievaluasi. Tanda-tanda defisit neurologik harus diperiksa seperti sakit
kepala,penurunan kesadaran, hemiparesis dan kejang.3,9

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis, elektrolit,


kreatinin dan urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting
diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan
status neurologis. Pada keadaan gagal jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri
pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan. Berikut adalah bagan alur
pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi10:

11
Gambar 2. Alur Pendekatan Diagnosis Pada Pasien Hipertensi

PENATALAKSANAAN

1. Hipertensi Urgensi

A. Penatalaksanaan Umum

Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan


hipertensi urgensi tidak membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian
obat-obatan oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan
tekanan darah dalam 24 jam awal Mean Arterial Pressure (MAP) dapat
diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase awal standard goal penurunan
tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg.3,7.8

12
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral maupun oral
bukan tanpa risiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading
dose obat oral anti-hipertensi dapat menimbul- kan efek akumulasi dan
pasien akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi
penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien
dengan hipertensi urgensi.8,9

B. Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi

Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE)


inhibitor dengan onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25
mg sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosisnya 50-100 mg setelah 90-
120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi,
hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada pasien dengan
stenosis pada arteri renal bilateral).3,7

Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering


digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang
dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi secara random
terhadap penggunaan nicardipine atau placebo. Nicardipine memiliki
efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan placebo yang mencapai 22%
(p=0,002). Penggu- naan dosis oral biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap
8 jam hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang
sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.3

Labetalol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic blocking dan


memiliki waktu kerja mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol memiliki
dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis.
Penelitian secara random pada 36 pasien, setiap grup dibagi menjadi 3
kelompok; diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300 mg secara oral dan meng-
hasilkan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan.
Secara umum labetalol dapat diberikan mulai dari dosis 200 mg secara oral

13
dan dapat diulangi setiap 3-4 jam kemudian. Efek samping yang sering muncul
adalah mual dan sakit kepala.3,11

Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-


adrenergicreceptor agonist) yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit
dan puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa diberikan 0,1-0,2 mg
kemudian berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai tercapainya tekanan da-
rah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. Efek samping yang sering
terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.3,10

Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki


pucak kerja antara 10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan
oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi karena dapat menurunkan tekanan
darah yang mendadak dan tidak dapat diprediksikan sehingga
berhubungan dengan kejadian stroke.3,11,12

2. Hipertensi Emergensi

A. Penatalaksanaan Umum

Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu


tergantung pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan
dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di
dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan
pemantauan yang tepat. Tingkat ideal pe- nurunan tekanan darah masih belum
jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal
dan 15% pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan
berlebihan akan mengakibatkan jantung dan pembuluh darah otak
mengalami hipoperfusi.12

14
B. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi

Neurologic emergency. Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi


pada hipertensi emergensi seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan
intrakranial dan stroke iskemik akut. American Heart Association
merekomendasikan penurunan tekanan darah > 180/105 mmHg pada
hipertensi dengan perdarahan intrakranial dan MAP harus dipertahankan di
bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke iskemik tekanan darah harus
dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan apakah tekanan
darah akan menurun secara sepontan. Secara terus-menerus MAP
dipertahankan > 130 mmHg.12

Cardiac emergency. Kegawatdaruratan yang utama pada jantung


seperti iskemik akut pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien
dengan hipertensi emergensi yang melibatkan iskemik pada otot jantung
dapat diberikan terapi dengan nitroglycerin. Pada studi yang telah dilakukan,
bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran darah pada arteri ko-
roner. Pada keadaan diseksi aorta akut pemberian obat-obatan β-blocker
(labetalol dan esmolol) secara IV dapat diberikan pada terapi awal, kemudian
dapat dilanjutkan dengan obat-obatan vasodilatasi seperti nitroprusside.
Obat-obatan tersebut dapat menurunkan tekanan darah sampai target
tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik > 120mmHg) dalam waktu 20
menit.12

Kidney Failure. Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan
konsekuensi dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai dengan
proteinuria, hematuria, oligouria dan atau anuria. Terapi yang diberikan masih
kontroversi, namun nitroprusside IV telah digunakan secara luas namun
nitroprusside sendiri dapat menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat.
Pemberian fenoldopam secara parenteral dapat menghindari potensi keracunan
sianida akibat dari pemberian nitroprussidedalam terapi gagal ginjal.3,7,8

15
Hyperadrenergic states. Hipertensi emergensi dapat disebabkan
karena pengaruh obat-obatan seperti katekolamin, klonidin dan penghambat
monoamin oksidase. Pasien dengan kelebihan zat-zat katekolamin seper- ti
pheochromocytoma, kokain atau amphetamine dapat menyebabkan over dosis.
Penghambat monoamin ok- sidase dapat mencetuskan timbulnya hipertensi
atau klonidin yang dapat menimbukan sindrom withdrawal. Pada orang-orang
dengan kelebihan zat seperti pheochromocytoma, tekanan darah dapat dikontrol
dengan pemberian sodium nitroprusside (vasodilator arteri) atau phentolamine IV
(ganglion-blocking agent). Golongan β-blockers dapat diberikan sebagai
tambahan sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Hipertensi yang
dicetuskan oleh klonidinterapi yang terbaik adalah dengan memberikan kembali
klonidin sebagai dosis inisial dan dengan penambahan obat-obatan anti
hipertensi yang telah dijelaskan di atas.4,6

PROGNOSIS

Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%) , gagal ginjal (19%) dan
gagal jantun (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penangannannya tepat
dan segera.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Rampengan SH. Krisis Hipertensi. Hipertensi Emergensi dan Hipertensi - Urgensi.


BIKBiomed. 2007. Vol.3, No.4 :163-8.
2. Saguner AM, Dür S, Perrig M, Schiemann U, Stuck AE, et al. Risk Factors
PromotingHypertensive Crises: Evidence From a LongitudinalStudy. Am J
Hypertensi. 2010. 23:775-780.
3. Kaplan NM. Primary hypertension. In: Clinical Hypertension. 9 ed. Lip- pincott
Williams &Wilkins; 2006: 50-104.
4. Madhur MS. Hypertension. Medscape Article. 2012. Vol.3, No.4 :163-8.
5. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et al.Harrison's
Principles of Internal Medicine. Seventeenth Edition. 2008.
6. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU DigitalLi- brary.
2004.
7. Vaidya CK, Ouellette JR. Hypertensive Urgency and Emergency. 2007. pp. 43-
50.
8. Varon J, Marik PE. Clinical Review: The Management of Hypertensivecri-ses.
Critical CareJournals. 2003.
9. Immink RV, Born BH, Montfrans GA, Koopmans RP, Karemaker JM, etal.
Impaired Cerebral Autoregulation in Pasient with Malignant Hypertension.
Journal of the American Heart Association. 2004. 110:2241-2245.
10. Thomas L. Managing Hypertensive Emergency in the ED. Can FamPhy- sician.
2011.57:1137-41.
11. Hopkins C. Hypertensive Emergencies in Emergency Medicine. 2011.
12. Bisognano JD. Malignant Hypertension. 2013. pp. 43-50.

17

Anda mungkin juga menyukai