Anda di halaman 1dari 28

Judul : REKONSTRUKSI KHILAFAH DAN MASA DEPAN

CERAH PERADABAN ISLAM

(Mengenang Keruntuhan Khilafah 3 Maret 1924)

Penulis : Arief B. Iskandar

Desain & layout : Tim Follback Dakwah 2019


REKONSTRUKSI KHILAFAH
DAN MASA DEPAN CERAH
PERADABAN ISLAM
(Mengenang Keruntuhan Khilafah 3 Maret 1924)

~~~~~~~~~~~~~***~~~~~~~~~~~~~
"Selama lima ratus tahun Islam menguasai dunia dengan
kekuatannya, ilmu pengetahuan dan peradabannya yang tinggi."
(Jacques C. Reister).

"Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa


tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan
peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’-nya, Barat bukanlah apa-
apa."
(Montgomery Watt).

"Peradaban berhutang besar pada Islam."


(Presiden AS, Barack Obama).
~~~~~~~~~~~~~***~~~~~~~~~~~~~

Rekonstruksi Khilafah dan Masa Depan Cerah Peradaban Islam | 3


P ernyataan dari dua cendekiawan Barat dan satu dari
mantan orang nomor satu Amerika Serikat ini sengaja
saya kutip sekadar ingin menunjukkan, bahwa
siapapun yan g jujur melihat sejarah tak akan bisa mengelak
untuk mengakui keagungan peradaban Islam pada masa lalu
dan sumbangsihnya bagi dunia, termasuk dunia Barat, yang
denyutnya masih terasa hingga hari ini. Meski banyak ditutup-
tutupi, pengaruh peradaban Islam terhadap kemajuan Barat
saat ini tetaplah nyata.
Tulisan berikut tidak bermaksud membangkitkan
romantisme sejarah Islam masa lalu yang gemilang, yang
memang merupakan sebuah realitas sejarah. Kalaupun secuil
gambaran masa lalu peradaban Islam yang cemerlang sengaja
ditampilkan di sini, itu tidak lain sebagai bentuk restrospeksi
sekaligus instrospeksi, yang tentu amat diperlukan oleh kaum
Muslim saat ini.
Dengan itu, kaum Muslim secara sadar dan jujur akan
mampu melihat kembali kebesaran peradaban Islam masa lalu
sekaligus potensinya untuk kembali hadir pada masa depan
untuk yang kedua kalinya. Karena itu, selain merestrospeksi
keagungan peradaban Islam masa lalu, tulisan ini juga lebih
dimaksudkan sebagai upaya untuk memproyeksi sekaligus
merekontruksi kembali masa depan perabadan Islam di
tengah-tengah hegemoni perabadan Barat sekular saat ini,
yang sesungguhnya mulai tampak jompo, rapuh dan makin
kelihatan tanda-tanda kemundurannya.

4 | Arief B. Iskandar
Peradaban Islam: Peradaban Emas
1. Tingginya Kemampuan Literasi.
Sebuah peradaban maju, termasuk peradaban Islam, tentu
mencakup ruang-lingkup yang sangat luas. Kemajuan
peradaban Islam masa lalu pun demikian. Jika buku dianggap
sebagai salah satu warisan sebuah peradaban yang gilang-
gemilang maka peradaban Islam menjadi peradaban garda
depan yang ditopang oleh buku.
Di samping menjadi sumber inspirasi bagi kemajuan
sebuah peradaban, buku juga menjadi ukuran sejauh mana
sebuah peradaban dipandang maju. Para khalifah Islam pada
masa lalu memahami benar hal ini. Pada abad ke-10,
misalnya, di Andalusia saja terdapat 20 perpustakaan umum.
Yang terkenal di antaranya adalah Perpustakaan Umum
Cordova, yang saat itu memiliki tidak kurang dari 400 ribu
judul buku. Ini termasuk jumlah yang luar biasa untuk ukuran
zaman itu.
Padahal empat abad setelahnya, dalam catatan Chatolique
Encyclopedia, Perpustakaan Gereja Canterbury saja, yang
terbilang paling lengkap pada abad ke-14, hanya miliki 1800
(1,8 ribu) judul buku. Jumlah itu belum seberapa, apalagi jika
dibandingkan dengan Perpustakaan Darul Hikmah di Kairo
yang terkenal itu, yang mengoleksi tidak kurang 2 juta judul
buku.
Perpustakaan Umum Tripoli di Syam—yang pernah
dibakar oleh Pasukan Salib Eropa—bahkan mengoleksi lebih
dari 3 juta judul buku, termasuk 50 ribu eksemplar al-Quran

Rekonstruksi Khilafah dan Masa Depan Cerah Peradaban Islam | 5


dan tafsirnya. Di Andalusia, pernah pula terdapat
Perpustakaan al-Hakim yang menyimpan buku-bukunya di
dalam 40 ruangan. Setiap ruangan berisi tidak kurang dari 18
ribu judul buku. Artinya, perpustakaan tersebut menyimpan
sekitar 720 ribu judul buku.
Pada masa Kekhilafahan Islam yang cukup panjang,
khususnya masa Kekhalifahan ‘Abbasiyyah, perpustakaan-
perpustakaan semacam itu tersebar luas di berbagai wilayah
Kekhilafahan, antara lain: Baghdad, Ram Hurmuz, Rayy
(Raghes), Merv (daerah Khurasan), Bulkh, Bukhara (kota
kelahiran Imam al-Bukhari), Ghazni, dsb. Lebih dari itu, hal
yang lazim saat itu, di setiap masjid pasti terdapat
perpustakaan yang terbuka untuk umum.
Menggambarkan hal ini, Bloom dan Blair menyatakan,
“Rata-rata tingkat kemampuan literasi (kemampuan melek huruf
membaca dan menulis) Dunia Islam di abad pertengahan lebih tinggi
daripada Byzantium dan Eropa. Karya tulis ditemukan di setiap
tempat dalam peradaban ini.” (Jonathan Bloom & Sheila Blair,
Islam – A Thousand Years of Faith and Power, Yale University
Press, London, 2002, p-105).

2. Lahirnya Banyak Ilmuwan Besar dan Karya-karya


Fenomenal Mereka.
Dari perpustakaan-perpustakaan itulah dimulainya
penerjemahan buku-buku, yang dilanjutkan dengan
pengkajian dan pengembangan atas isi buku-buku tersebut.
Dari sini pula sesungguhnya dimulainya kelahiran para

6 | Arief B. Iskandar
ilmuwan dan cendekiawan Muslim yang kemudian
melahirkan karya-karya yang amat mengagumkan, yang
mereka sumbangkan demi kemajuan peradaban Islam saat itu.
Bahkan tokoh-tokoh seperti Ibn Sina (terkenal di Barat
sebagai Aveciena), Ibn Miskawaih, Asy-Syabusti dan beberapa
nama lain mengawali karirnya—sebagai cendekiawan dan
ilmuwan Muslim—dari ‘profesi’-nya sebagai penjaga dan
pengawas perpustakaan. Ibn Sina, misalnya, adalah seorang
pakar kedokteran. Ia meninggalkan sekitar 267 buku
karyanya. Al-Qanun fi al-Thibb adalah bukunya yang terkenal di
bidang kedokteran.
Beberapa nama lain adalah Ibn Rusyd (terkenal di Barat
sebagai Averous); seorang filosof, dokter sekaligus pakar fikih
dari Andalusia. Al-Kulliyat, salah satu bukunya yang
terpenting dalam bidang kedokteran, berisi kajian ilmiah
pertama mengenai fungsi jaringan-jaringan dalam kelopak
mata.
Ada juga az-Zahrawi, kelahiran Cordova. Ia adalah orang
pertama yang mengenalkan teknik pembedahan organ tubuh
manusia. Karyanya berupa eksiklopedia pembedahan
dijadikan referensi dasar dunia kedokteran dalam bidang
pembedahan selama ratusan tahun.
Sejumlah universitas Barat juga menjadikannya sebagai
acuan. Lalu ada az-Zarkalli, masih dari Cordova. Ia adalah
salah seorang ahli astronomi yang pertama kali mengenalkan
astrolobe, yakni istrumen yang digunakan untuk mengukur
jarak sebuah bintang dari horison bumi. Penemuan ini
menjadi revolusioner karena dapat membantu navigasi laut

Rekonstruksi Khilafah dan Masa Depan Cerah Peradaban Islam | 7


yang kemudian mendorong berkembangnya dunia pelayaran
secara pesat.
Kemudian ada al-Khawarizmi, ahli matematika sekaligus
penemu angka nol dan penemu salah satu cabang ilmu
matematika, Algoritma, yang diambil dari namanya. Nama
lengkapnya Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa al-
Khwarizmi (770-840) lahir di Khwarizm (Kheva), kota di
selatan sungai Oxus (sekarang Uzbekistan) tahun 770 masehi.
Pengaruhnya dalam perkembangan matematika, astronomi
dan geografi tidak diragukan lagi dalam catatan sejarah.
Beberapa bukunya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin
pada awal abad ke-12 oleh dua orang penerjemah terkemuka,
yaitu Adelard Bath dan Gerard Cremona. Risalah-risalah
aritmatikanya, seperti Kitab al-Jam’a wa at-Tafriq bi al-Hisab al-
Hindi, Algebra dan Al-Maqal fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabilah
hanya dikenal dari translasi berbahasa Latin. Buku-buku itu
terus dipakai hingga abad ke-16 sebagai buku pegangan dasar
oleh universitas-universitas di Eropa.
Buku geografinya berjudul Kitab Surat al-Ard yang
memuat peta-peta dunia pun telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris.
Selanjutnya ada al-Idrisi, pakar geografi. Orang Barat
menyebutnya Dreses. Al-Idris (1099-1166) dikenal oleh
orang-orang Barat sebagai seorang ahli geografi. Ia pernah
membuat bola dunia dari bahan perak seberat 400 kilogram
untuk Raja Roger II dari Sicilia.

8 | Arief B. Iskandar
Globe buatan al-Idrisi ini secara cermat memuat pula
ketujuh benua dengan rute perdagangannya, danau-danau dan
sungai, kota-kota besar, dataran serta pegunungan. Beliau
memasukkan pula beberapa informasi tentang jarak, panjang
dan ketinggian secara tepat. Bola dunianya itu, oleh Idris
sengaja dilengkapi pula dengan Kitâb ar-Rujari (Roger’s Book).
Dialah yang pertama kali memperkenalkan teknik
pemetaan dengan metode proyeksi; suatu metode yang baru
dikembangkan oleh ilmuwan Barat, Mercator, empat abad
kemudian.
Selain beliau, masih ada nama yang patut disebut sebagai
penyumbang peradaban untuk dunia. Dialah Jabir Ibn
Hayyan, masternya ilmu kimia yang diakui oleh dunia. Ide-ide
eksperimen Jabir sekarang lebih dikenal sebagai dasar untuk
mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, utamanya pada bahan
metal, non-metal dan penguraian zat kimia.
Pada abad pertengahan karya-karya beliau di bidang ilmu
kimia—termasuk kitabnya yang masyhur, Kitab al-Kimya dan
Kitab as-Sab’în—sudah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa
latin. Terjemahan Kitab al-Kimya bahkan telah diterbitkan oleh
orang Inggris bernama Robert Chester tahun 1444, dengan
judul The Book of the Composition of Alchemy.
Buku kedua (Kitab as-Sab’în) diterjemahkan juga oleh
Gerard Cremona. Lalu tak ketinggalan Berthelot pun
menerjemahkan beberapa buku Jabir, yang di antaranya
dikenal dengan judul Book of Kingdom, Book of the Balances dan
Book of Eastern Mercury.

Rekonstruksi Khilafah dan Masa Depan Cerah Peradaban Islam | 9


Masih ada ilmuwan lainnya. Dia adalah Nashiruddin ath-
Thusi, masternya ilmu astronomi dan perbintangan. Ada Ibnu
al-Haitsam, jagoannya ilmu alam dan ilmu pasti. Beliau
menulis buku berjudul Al-Manazhir yang berisi tentang ilmu
optik. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh
Frederick Reysnar, dan diterbitkan di kota Pazel, Swiss, pada
tahun 1572 dengan judul Opticae Thesaurus.
Ada lagi seorang ahli geografi ulung bernama Muhammad
bin Ahmad al-Maqdisi. Bukunya, Ahsan at-Taqasim,
merupakan buku geografi yang nilai sastra Arabnya paling
tinggi. Buku tersebut menguraikan tentang semenanjung
Arabia, Irak, Syam, Mesir, Maroko, Khurasan, Armenia,
Azerbaijan, Chozistan, Persia dan Karman. Kemudian ada al-
Kindi.
Beliau adalah simbol kedigdayaan ilmuwan Muslim.
Jempolan dalam ilmu fisika dan filsafat. Beliau bahkan
mewariskan sekitar 256 jilid buku. Lima belas buku di
antaranya khusus mengenai meteorologi, anemologi, udara
(iklim), kelautan, mata dan cahaya; juga dua buah buku
mengenai musik. Muhammad, Ahmad dan Hasan—tiga
keturunan Musa Ibnu Syakir, menyumbangkan ilmu teknik
pengairan dan matematika.
Lalu mengenai dunia sejarah, filsafat dan sosiologi, ada
sang maestronya, yaitu Ibnu Khaldun. Selain mereka, masih
banyak lagi ilmuwan dan cendekiawan Muslim lainnya dengan
keunggulan dan kepakarannya di bidangnya masing-masing.
Orang-orang seperti merekalah yang kemudian memberikan
banyak sekali sumbangsihnya bagi kemajuan peradaban Islam

10 | Arief B. Iskandar
pada masa lalu yang masih terasa denyutnya hingga kini,
justru pada saat orang-orang Eropa masih bergulat dengan
masa kegelapannya yang panjang.
Tanpa kehadiran para ilmuwan dan cendekiawan Muslim
yang telah mewariskan peradaban yang sangat agung,
kemajuan peradaban Barat saat ini tidak mungkin terjadi.
Sebab, merekalah sesungguhnya yang menjadi penghubung
peradaban Yunani dan Romawi dengan peradaban Eropa saat
ini. Secara jujur, hal ini diakui oleh salah seorang cendekiawan
Barat sendiri, yakni Emmanuel Deutscheu yang asal Jerman
itu.
Ia mengatakan, “Semua ini (yakni kemajuan peradaban Islam)
telah memberikan kesempatan baik bagi kami untuk mencapai
kebangkitan (renaissance) dalam ilmu pengetahuan modern. Karena
itu, sewajarnyalah kami senantiasa mencucurkan airmata tatkala
kami teringat akan saat-saat jatuhnya Granada.” (Granada adalah
benteng terakhir Kekhilafahan Islam di Andalusia yang jatuh
ke tangan orang-orang Eropa).
Hal senada diungkapkan oleh Montgomery Watt, ketika
ia menyatakan, “Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa
peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri.
Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’-nya, Barat
bukanlah apa-apa.”
Jacques C. Reister juga berkomentar, “Selama lima ratus
tahun Islam menguasai dunia dengan kekuatannya, ilmu pengetahuan
dan peradabannya yang tinggi.”

Rekonstruksi Khilafah dan Masa Depan Cerah Peradaban Islam | 11


Bahkan yang menarik sekaligus mengejutkan, sumbangsih
peradaban Islam terhadap dunia, termasuk dunia Barat, juga
diakui oleh Presiden Amerika Serikat saat ini, Barack Obama.
Hal itu terungkap saat dia berpidato tanggal 5 Juli 2009. Dia
antara lain menyatakan:
"Peradaban berhutang besar pada Islam. Islamlah—di tempat-
tempat seperti Universitas Al-Azhar—yang mengusung lentera ilmu
selama berabad-abad serta membuka jalan bagi era Kebangkitan
Kembali dan era Pencerahan di Eropa.
Inovasi dalam masyarakat Muslimlah yang mengembangkan
urutan aljabar; kompas magnet dan alat navigasi; keahlian dalam
menggunakan pena dan percetakan; dan pemahaman mengenai
penularan penyakit serta pengobatannya.
Budaya Islam telah memberi kita gerbang-gerbang yang megah dan
puncak-puncak menara yang menjunjung tinggi; puisi-puisi yang tak
lekang oleh waktu dan musik yang dihargai; kaligrafi yang anggun dan
tempat-tempat untuk melakukan kontemplasi secara damai. Sepanjang
sejarah, Islam telah menunjukkan melalui kata-kata dan perbuatan
bahwa toleransi beragama dan persamaan ras adalah hal-hal yang
mungkin."(http://jakarta.usembassy.gov.).

Sisi lain Keagungan Peradaban Islam


Selain itu, setidaknya berdasarkan pengakuan Will
Durant, kebesaran peradaban Islam juga tampak pada
beberapa hal berikut:

12 | Arief B. Iskandar
a. Jaminan atas keamanan dunia.
Dalam hal ini, Will Durant jelas mengatakan:
"Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia
hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras
mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang
bagi siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan
selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah
tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan
kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga
berbagai ilmu, sastra, falsafah dan seni mengalami kejayaan luar biasa;
yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju
peradabannya selama lima abad." (Will Durant – The Story of
Civilization).

b. Menyatukan umat manusia.


Dalam hal ini, Will Durant terang mengakui:
"Agama Islam telah menguasai hati ratusan bangsa di negeri-
negeri yang terbentang mulai dari Cina, Indonesia, India hingga Persia,
Syam, Jazirah Arab, Mesir bahkan hingga Maroko dan Spanyol.
Islam pun telah memiliki cita-cita mereka, menguasai akhlaknya,
membentuk kehidupan¬nya, dan membangkitkan harapan di tengah-
tengah mereka, yang meringankan urusan kehidupan maupun
kesusahan mereka. Islam telah mewujudkan kejayaan dan kemuliaan
bagi mereka sehingga jumlah orang yang memeluknya dan berpegang
teguh padanya pada saat ini [1926] sekitar 350 juta jiwa.

Rekonstruksi Khilafah dan Masa Depan Cerah Peradaban Islam | 13


Agama Islam telah menyatukan mereka dan melunakkan
hati¬nya walaupun ada perbedaan pendapat maupun latar belakang
politik di antara mereka." (Will Durant – The Story of Civilization).

c. Menciptakan kemajuan ekonomi.


Dalam hal ini, Will Durant pun jujur bertutur:
"Pada masa pemerintahan Abdurrahman III diperoleh
pendapatan sebesar 12,045,000 dinar emas (lebih dari Rp 24
triliun). Diduga kuat bahwa jumlah tersebut melebihi pendapatan
pemerintahan negeri-negeri Masehi Latin jika digabungkan. Sumber
pendapatan yang besar tersebut bukan berasal dari pajak yang tinggi,
melainkan salah satu pengaruh dari pemerintahan yang baik serta
kemajuan pertanian, industri, dan pesatnya aktivitas perdagangan."
(Will Durant – The Story of Civilization).

d. Menjamin kesehatan masyarakat.


Dalam hal ini, Will Durant secara jelas juga menegaskan:
"Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai
rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya
adalah al-Bimarustan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus
tahun 1160, telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-
orang sakit tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para
sejarahwan berkata bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah
padam selama 267 tahun." (Will Durant – The Story of
Civilization).

14 | Arief B. Iskandar
Bukti-bukti Arkeologis Keagungan Peradaban
Islam
Pada masa-masa ‘kemunduran’-nya pun, peradaban Islam
tetaplah mengagumkan. Sejumlah dokumen di sejumlah
museum di Turki adalah di antara saksi bisu keagungan
peradaban Islam masa lalu. Kita tahu, Turki pada masa
Khilafah Utsmaniah adalah saksi terakhir kemajuan
peradaban Islam.
Di Turki hingga hari ini, misalnya, ada sebuah
masjid/museum terkenal bernama Aya Sofia. Di Aya Sofia
dipamerkan surat-surat Khalifah (“Usmans Fermans”) yang
menunjukkan kehebatan Khilafah Utsmaniyah dalam
memberikan jaminan, perlindungan dan kemakmuran kepada
warganya maupun kepada orang asing pencari suaka, tanpa
pandang agama mereka.
Yang tertua adalah surat sertifikat tanah yang diberikan
tahun 925 H (1519 M) kepada para pengungsi Yahudi yang
lari dari kekejaman Inquisisi Spanyol pasca jatuhnya
pemerintahan Islam di Andalusia. Kemudian surat ucapan
terima kasih dari Pemerintah Amerika Serikat atas bantuan
pangan yang dikirim Khalifah ke Amerika Serikat yang sedang
dilanda kelaparan (pasca perang dengan Inggris), abad 18.
Lalu surat jaminan perlindungan kepada Raja Swedia
yang diusir tentara Rusia dan mencari eksil ke Khalifah, 30
Jumadil Awal 1121 H (7 Agustus 1709). Selanjutnya ada surat
tertanggal 13 Rabiul Akhir 1282 H (5 September 1865 M)
yang memberikan ijin dan ongkos kepada 30 keluarga Yunani

Rekonstruksi Khilafah dan Masa Depan Cerah Peradaban Islam | 15


yang telah beremigrasi ke Rusia namun ingin kembali ke
wilayah Khilafah, karena di Rusia mereka justru tidak
sejahtera. Yang paling mutakhir adalah peraturan yang
membebaskan bea cukai barang bawaan orang-orang Rusia
yang mencari eksil ke wilayah Utsmani pasca Revolusi
Bolschewik, tertanggal 25 Desember 1920.
Peradaban Islam juga tampak dari berbagai bangunan
kuno yang saat ini masih bisa disaksikan di berbagai penjuru
dunia. Kordoba sebagai ibukota Khilafah Umayah di Spanyol
dibangun pada tahun 750 M. Ia menjadi pusat peradaban
hingga 1258 M. Kota tua Kordoba masih bisa kita saksikan
sekarang. Sejak berdirinya, kota ini memiliki drainase yang
bagus sehingga jalan-jalan tampak bersih dan asri. Ini adalah
suatu teknologi sanitasi—yang Jakarta hari ini perlu iri.
Masjid Agung Kordoba, yang saat ini hanya tinggal
sebagai museum, memiliki arsitektur yang sangat indah;
sekaligus memiliki fungsi akustik sehingga meskipun saat itu
belum ada alat pengeras suara elektronik, suara khatib bisa
terdengar jelas hingga pojok-pojok masjid yang cukup besar.
Tata ruang masjid juga ditambah dengan pola ventilasi yang
luar biasa, yang menjamin cukupnya cahaya dan segarnya
udara.
Tidak jauh dari masjid terdapat Taman Alcazar yang
sangat indah. Mengingat Andalusia dikelilingi oleh tanah-
tanah yang gersang maka keberadaan taman itu membuktikan
sistem irigasi yang baik. Irigasi memang salah satu teknologi
yang diwariskan Islam.

16 | Arief B. Iskandar
Di banyak negeri Timur Tengah, masih dijumpai kincir
untuk menaikkan air yang dibangun berabad-abad yang
silam—dan kincir ini masih berfungsi! Di beberapa kota
gurun pasir juga masih dijumpai sistem distribusi air bawah
tanah, yang disebut Qanat.
Dari sekian banyak bangunan fisik berusia tua di Istanbul,
yang paling menarik tentu saja adalah masjid-masjid yang
indah. Ikon Istanbul adalah masjid Sultan Ahmet, yang
berhadapan dengan Aya Sofia. Masjid ini dibangun pada
Abad 16 dan satu-satunya masjid yang punya enam minaret.
Ketahanan bangunan ini terhadap gempa telah teruji.
Harus diingat bahwa Turki adalah wilayah pertemuan tiga
lempeng tektonik, yaitu Eropa, Asia, dan Afrika-Mediteran.
Wilayah ini sangat sering diguncang gempa hingga data
pertanahan di sana harus terus-menerus di-update karena
titik-titiknya akan selalu bergeser oleh dinamika bumi.
Namun, masjid-masjid di Turki yang dibangun berabad-abad
yang lalu terbukti bertahan hingga kini.
Bangunan bersejarah semacam ini berserakan di seluruh
dunia, di tempat Islam pernah berkuasa. Di Cina juga
terdapat banyak masjid berusia minimal 1000 tahun. Di India,
meski sejak masa penjajahan Inggris didominasi oleh warga
beragama Hindu, sebagian besar bangunannya berarsitektur
Islam; termasuk Tajmahal, sebuah bangunan mirip masjid
yang sangat indah, padahal sebenarnya hanya makam.
Beberapa bangunan tua masih memegang fungsi seperti
saat didirikan dulu, sekalipun mengalami renovasi berkali-kali.
Contohnya adalah berbagai masjid dan universitas di Mesir,

Rekonstruksi Khilafah dan Masa Depan Cerah Peradaban Islam | 17


Damaskus, atau Istanbul. Universitas al-Azhar di Mesir
faktanya adalah universitas tertua di dunia!

Pengaruh Peradaban Islam di Indonesia


Sesungguhnya pengaruh peradaban Islam di Nusantara
nyaris merata, mewarnai sebagian besar wilayah, dari ujung
barat hingga ke ujung timur. Aceh, yang dijuluki sebagai
‘Serambi Makah’ hanyalah salah satunya. Sejak sebelum
kadatangan penjajah Belanda, Aceh telah menerapkan syariah
Islam sebagai patokan kahidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Aceh juga banyak didatangi para ulama dari berbagai
belahan dunia Islam lainnya. Syarif Makkah mengirimkan
utusannya ke Aceh seorang ulama bernama Syaikh Abdullah
Kan’an sebagai guru dan mubalig. Sekitar tahun 1582, datang
dua orang ulama besar dari negeri Arab, yakni Syaikh Abdul
Khayr dan Syekh Muhammad Yamani. Selain itu, di Aceh
sendiri lahir sejumlah ulama besar, seperti Syamsuddin Al-
Sumatrani dan Abdul Rauf al-Singkeli.
Abdul Rauf Singkel mendapat tawaran dari Sultan Aceh,
Safiyat al-Din Shah, untuk menduduki jabatan Kadi dengan
sebutan Qadi al-Malik al- Adil yang sudah lowong beberapa
lama karena Nur al-Din Al-Raniri kembali ke Ranir (Gujarat).
Setelah melakukan berbagai pertimbangan, Abdul Rauf
menerima tawaran tersebut.
Karena itu, ia resmi menjadi qadi dengan sebutan Qadi
al-Malik al- Adil. Selanjutnya, sebagai seorang kadi Abd Rauf

18 | Arief B. Iskandar
diminta Sultan untuk menulis sebuah kitab sebagai patokan
(qanun) penerapan syariah Islam. Buku tersebut kemudian
diberi judul Mir’at al-Tullab.
Menurut Abd Rauf, naskah Mir’at al-Tullab mengacu pada
kitab Fath al-Wahhab karya Abi Yahya Zakariyya al-Ansari
(825-925 H). Sumber lain yang digunakan untuk menulis
buku ini ialah: Fath-al-Jawwad, Tuhfat al-Muhtaaj, Nihayat al-
Muhtaj, Tafsir Baydawi, al-Irsyad, dan Sharh Sahih Muslim. Mir’at
al-Tullab mengandung semua hukum fiqh Imam Syafii, kecuali
masalah ibadah. Walhasil, Aceh sesungguhnya sejak lama
telah memiliki qanun penerapan syariah Islam yang ditulis oleh
Abd Rauf al-Singkeli.
Bahkan banyak bukti yang menunjukkan adanya
hubungan yang dekat antara Aceh dan Khilafah Turki
Utsmani, sebagai pusat peradaban Islam saat itu.

Peran Sentral Khilafah


Dengan secuil gambaran historis mengenai kehebatan
peradaban Islam di atas, tentu wajar jika muncul sejumlah
pengakuan dari para cendekiawan yang jujur, sebagaimana
terpapar di awal. Pengakuan jujur ini penting dicatat untuk
membantah pandangan beberapa pihak yang mengidap
Islamophobia akut seakan-akan Islam tidak pernah
memberikan sumbangan apapun terhadap peradaban dunia.
Namun, ada satu hal yang belum secara jujur diakui atau
paling tidak sering ditutupi, bahwa peradaban Islam yang
memberikan sumbangan besar bagi dunia ini terjadi di era

Rekonstruksi Khilafah dan Masa Depan Cerah Peradaban Islam | 19


Kekhilafahan Islam. Bahkan boleh dikatakan, semua
pencapaian kemajuan peradaan Islam itu tidak lepas dari
peran sentral Khilafah. Kecemerlangan sejarah itu terjadi
ketika umat Islam menerapkan sistem negara Khilafah yang
menjadikan Islam sebagai dasar ideologi dan syariah Islam
sebagai dasar hukum yang mengatur segenap aspek
kehidupan manusia.
Karena itu, sebuah kepicikan atau kedustaan yang fatal
jika di satu sisi memuji peradaban Islam, tetapi di sisi lain
melepaskan seluruh kemajuan itu dari peran sentral Khilafah,
selain karena faktor akidah dan syariah Islam. Ketiga hal
inilah (akidah, syariah dan Khilafah) yang paling menentukan
kemunculan peradaban Islam yang agung.
Sayang, ketiga hal ini sering ditutup-tutupi bahkan
menjadi obyek penyesatan dengan membangun stigma negatif
terhadapnya. Pada tanggal 5 September 2006 Presiden
George W. Bush, misalnya, mengatakan, “They hope establish a
violent political utopia across the Middle East, which they call
Caliphate, where all would be ruled according to their hateful ideology
(Mereka berangan-angan untuk membangun utopia-politik kekerasan
di sepanjang Timur Tengah, yang mereka sebut dengan Khilafah,
dimana semua akan diatur berdasar pada ideologi yang penuh
kebencian).”
Senada dengan itu Tony Blair saat menjadi perdana
menteri Inggris menyatakan bahwa salah satu ciri dari
‘ideolog iblis’ (evil ideology) adalah keinginan menegakkan
syariah dan Khilafah. Tentu menggelikan sekaligus tidak
masuk akal, bagaimana sebuah ideologi kebenciaan, utopis

20 | Arief B. Iskandar
dan penuh kekerasan—ada juga yang menyebutkan sebagai
sistem zaman batu—bisa menghasilkan peradaban agung
yang diakui cemerlang oleh dunia; bagaimana sistem zaman
batu bisa menyatukan berbagai bangsa, warna kulit dan ras di
seluruh dunia; bagaimana mungkin pula ‘ideolog setan’ bisa
diyakini bahkan diperjuangkan oleh pemeluknya dan
bertahanan selama 13 abad. Padahal masa kecemerlangan itu
terjadi di bawah naungan sistem Khilafah, yang sering oleh
para sejarahwan Barat sering secara kurang pas disebut
peradaban Arab, dinasti atau imperium.
Para ahli sejarah pun mengakui, Kekhilafahan itu
memang ada dan menjadi kekuatan politik real umat Islam.
Setelah masa Khulafaur Rasyidin, di belahan Barat Asia
muncul kekuatan politik yang mempersatukan umat Islam
dari Spanyol sampai al-Sind di bawah Kekhilafahan Bani
Umayyah (660-749 M), dilanjutkan Khalifah Abbasiyyah
kurang lebih satu abad (750-870 M), serta Khilafah Utsmani
sampai 1924 M.
Adanya kekuatan politik di Asia Barat yang berhadapan
dengan Cina telah mendorong tumbuh dan berkembangnya
perdagangan di Laut Cina Selatan, Selat Malaka dan Samudra
Hindia. Hal ini dengan sendirinya memberikan dampak bagi
penyebaran Islam dan tumbuhnya kekuatan ekonomi, karena
banyak pendakwah Islam sekaligus sebagai pedagang.

Rekonstruksi Khilafah dan Masa Depan Cerah Peradaban Islam | 21


Khilafah dan Kembalinya Peradaban Islam:
Pasti!
Di tengah hegemoni peradaban Barat yang tampak mulai
jompo saat ini, bahkan sedang menuju titik balik ke arah
kehancurannya, bagaimana dengan masa depan peradaban
Islam? Adakah peradaban Islam memiliki peluang untuk
kembali tampil ke permukaan? Mampukah peradaban Islam
menjadi tantangan baru bagi hegemoni peradaban Barat saat
ini?
Jawabannya: pasti! Tentu jawaban ini bukan sekadar
sebuah apologia. Pasalnya, sumber inspirasi bahkan rahasia
hidup peradaban Islam adalah al-Quran yang diturunkan
empat belas abad lalu, yang keberadaannya akan terpelihara
hingga Hari Kiamat. Artinya, selama al-Quran ada, potensi
kebangkitan kembali peradaban Islam juga tetap ada. Sebab,
sekali lagi, al-Quranlah sumber inspirasi sekaligus rahasia
hidup peradaban Islam, baik pada masa lalu maupun pada
masa depan. Kenyataan ini diakui pula oleh sejumlah
cendekiawan Barat berikut ini:
"Hendaklah diingat, al-Quran memegang peranan yang lebih
besar bagi kaum Muslim daripada Bibel dalam agama Kristen. Ia
bukan saja kitab suci dari kepercayaan mereka, tetapi juga merupakan
text-book dari upacara agamanya dan prinsip-prinsip hukum
kemasyarakatan…Demikianlah, setelah melintasi masa selama 13
abad al-Quran tetap merupakan kitab suci bagi seluruh Turki, Iran,
dan hampir seperempat penduduk India. Sungguh, sebuah kitab seperti
ini patut dibaca secara meluas di Barat, terutama di masa kini…" (E.

22 | Arief B. Iskandar
Denisen Ross, seperti dikutip dalam buku Kekaguman Dunia
Terhadap Islam).
Prof. G. Margoliouth dalam De Karacht van den Islam juga
menulis:
"Penyelidikan telah menunjukkan, bahwa yang diketahui oleh
sarjana-sarjana Eropa tentang falsafah, astronomi, ilmu pasti, dan
ilmu pengetahuan semacam itu, selama beberapa abad sebelum
Renaissance, secara garis besar datang dari buku-buku Latin yang
berasal dari bahasa Arab dan al-Quranlah yang—walaupun tidak
secara langsung— memberikan dorongan pertama untuk studi-studi itu
di antara orang-orang Arab dan kawan-kawan mereka."
Itu sebabnya, W.E. Hocking berkomentar:
"Oleh karena itu, saya merasa benar dalam penegasan saya,
bahwa al-Quran mengandung banyak prinsip yang dibutuhkan untuk
pertumbuhannya sendiri. Sesunguhnya dapat dikatakan bahwa hingga
pertengahan abad ke tigabelas, Islamlah pembawa segala apa yang
tumbuh yang dapat dibanggakan oleh dunia Barat." (The Spirit of
World Politics, 1932, hlm. 461).
Persoalannya tinggal berpulang pada kaum Muslim saat
ini sebagai pewaris hakiki peradaban Islam yang gemilang:
Maukah kita kembali pada al-Quran? Berminatkah kita
kembali menjadikan al-Quran sebagai rujukan hidup?
Terpanggilkah kita untuk menjadikan kembali al-Quran
sebagai sumber inspirasi sekaligus rahasia hidup peradaban
Islam masa depan?
Pertanyaan di atas tampaknya mulai terjawab dengan
munculnya antusiasme kaum Muslim di seluruh dunia untuk

Rekonstruksi Khilafah dan Masa Depan Cerah Peradaban Islam | 23


kembali pada al-Quran dan Islam. Di seluruh dunia, termasuk
di Indonesia, kerinduan kaum Muslim terhadap akidah,
syariah, juga Khilafah—sebagai tiga pilar peradaban Islam—
mulia menggeliat sejak beberapa tahun lalu.
Karena itu, pada saat peradaban Barat saat ini hampir-
hampir tersungkur, masa depan peradaban Islam
sesungguhnya amatlah cerah. Sebentar lagi, kebangkitan
kembali peradaban Islam--yang diawali dengan kebangkitan
kembali Khilafah 'ala minhaj an-Nubuwwah, sebagaimana
yang telah dikabarkan oleh Rasulullah saw.--bukan lagi
sekadar mimpi, tetapi pasti akan mewujud dalam kenyataan.
Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. []

24 | Arief B. Iskandar

Anda mungkin juga menyukai