Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun diluar rumah sakit
tidak tertutup kemungkinan timbul konflik. Konflik tersebut dapat terjadi antara
tenaga kesehatan dengan pasien dan antara sesama tenaga kesehatan (baik satu
profesi maupun antar profesi). Hal yang lebih khusus adalah dalam penanganan
gawat darurat fase pra-rumah sakit terlibat pula unsur-unsur masyarakat non-tenaga
kesehatan.
Profesi kesehatan sering mendapat kritikan-kritikan yang cukup pedas dari
berbagai lapisan masyarakat, beberapa media massapun ikut mengangkat berita-
berita ini sampai ke permukaan.Sorotan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
dan profesi tenaga kesehatan merupakan suatu kritik yang baik terhadap profesi
kesehatan, agar para tenaga kesehatan dapat meningkatkan pelayanan profesi
kesehatannya terhadap masyarakat.Meningkatnya sorotan masyarakat terhadap
profesi kesehatan disebabkan oleh berbagai perubahan, antara lain adanya kemajuan
bidang ilmu dan teknologi kesehatan, perubahan karakteristik masyarakat tenaga
kesehatan sebagai pemberi jasa, dan juga perubahan masyarakat pengguna jasa
kesehatan yang lebih sadar akan hak – haknya. Apabila perubahan tersebut tidak
disertai dengan peningkatan komunikasi antara tenaga kesehatan sebagai pemberi
jasa dan masyarakat sebagai penerima jasa kesehatan, hal tersebut dapat
menimbulkan kesalahpahaman.
Sebenarnya sorotan masyarakat terhadap profesi tenaga kesehatan merupakan
satu pertanda bahwa pada saat ini sebagian masyarakat belum puas terhadap
pelayanan dan pengabdian profesi tenaga kesehatan terhadap masyarakat pada
umumnya dan pasien pada khususnya, sebagai pengguna jasa para tenaga
kesehatan.Pada umumnya ketidakpuasan para pasien atau keluarganya terhadap
pelayanan kesehatan karena harapannya tidak dapat dipenuhi oleh para tenaga
kesehatan, atau dengan kata lain terdapat kesenjangan antara harapan pasien dan
kenyataan yang diterima. Ketidakpuasan inilah yang memicu terjadinya konflik
antara pasien dengan tenaga kesehatan.

1|Pneumotoraks
Praktik Keperawatan Gawat Darurat memiliki perspektif tersendiri dalam
konteks legal keperawatan. Undang-Undang yang mengaturnya tidak membatasi
kewenangan perawat terutama dalam hal mengutamakan keselamatan nyawa pasien.
Akan tetapi perawat harus memahami bukan hanya persoalan kompetensi apa yang
boleh atau tidak dilakukan dalam tindakan kedaruratan, lebih dari itu mengutamakan
hak-hak pasien disaat kritis merupakan hal yang esensial bagi perawat di Ruangan
Gawat Darurat.
Untuk mencegah dan mengatasi konflik biasanya digunakan etika dan norma
hukum yang mempunyai tolok ukur masing-masing. Oleh karena itu dalam praktik
harus diterapkan dalam dimensi yang berbeda. Artinya pada saat kita berbicara
masalah hukum, tolok ukur norma hukumlah yang diberlakukan. Pada kenyataannya
kita sering terjebak dalam menilai suatu perilaku dengan membaurkan tolok ukur
etika dan hukum Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena
mempertaruhkan kelangsungan hidup seseorang. Oleh karena itu dan segi yuridis
khususnya hukum kesehatan terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan
keadaan biasa.Oleh sebab itu, untuk mencegah dan mengatasi konflik ini tenaga
kesehatan harus sangat mengerti tentang aspek legal dan etik dalam
kegawatdaruratan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa sajakah yang termasuk dalam aspek hokum kegawatdaruratan?
1.2.2 Bagaimanakah pengaturan pelayanan kegawatdaruratan?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahuiapa saja yang termasuk dalam aspek hukum
kegawatdaruratan.
1.3.2 Untuk mengetahui pengaturan pelayanan kegawatdaruratan.

2|Pneumotoraks
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI FILOSOFI


Keperawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang di
berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik
kedaruratan sering di gunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang kemudian
filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun
yang di alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan.
Keperawatan kritis dan kegawatdaruratan bersifat cepat dan perlu tindakan yang
tepat, serta memerlukan pemikiran kritis tingkat tinggi. Perawat gawat darurat harus
mengkaji pasien mereka dengan cepat dan merencanakan intervensi sambil
berkolaborasi dengan dokter gawat darurat. Dan harus mengimplementasi kan rencana
pengobatan, mengevaluasi efektivitas pengobatan, dan merevisi perencanaan dalam
parameter waktu yang sangat sempit. Hal tersebut merupakan tantangan besar bagi
perawat, yang juga harus membuat catatan perawatan yang akurat melalui pend
okumentasian.
Di lingkungan gawat darurat, hidup dan mati seseorang ditentukan dalam hitungan
menit. Sifat gawat darurat kasus memfokuskan kontribusi keperawatan pada hasil yang
dicapai pasien, dan menekankan perlunya perawat mencatat kontribusi profesional
mereka.
Serta diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan yang
bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi
berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial mengancam kehidupan
tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai
kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.

3|Pneumotoraks
A. Tujuan Keperawatan Gawat Darurat
1. Bagi profesi keperawatan pelatihan kegawatdaruratan, dapat dijadikan sebagai
aspek legalitas dan kompetensi dalam melaksanakan pelayanan keperawatan
gawat darurat yang tujuannya antara lain:
a. Memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan gawat darurat yang diberikan.
b. Menginformasikan kepada masyarakat tentang pelayanan keperawatan gawat
darurat yang diberikan dan tanggungjawab secara professional
c. Memelihara kualitas/mutu pelayanan keperawatan yang diberikan
d. Menjamin adanya perlindungan hokum bagi perawat
e. Memotivasi pengembangan profesi
f. Meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan
2. Tujuan kegawatdaruratan adalah:
a. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada penderita gawat
darurat, hingga dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat
sebagaimana mestinya.
b. Menanggulangi korban bencana.

B. Filosofi Keperawatan Gawat Darurat


1. Universal
Intervensi dalam keperawatan mencakup proses keperawatan yang komprehensif
dan dilakukan kepada semua manusia yang membutuhkan bantuan dalam keadaan
gawat darurat dan diperlukan pemikiran yang mencakup seluruh sistem organ
tubuh.
2. Penanganan oleh siapa saja
Penangan keperawatan gawat tidak hanya bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan,
namun semua masyarakat bisa melakukannya dengan syarat telah mendapatkan
pelatihan khusus mengenai penanganan pasien gawat darurat.
3. Penyelesaian berdasarkan masalah
Penyelesaian terfokus pada masalah yang dialami pasien karena dalam
kegawatdaruratan seorang tenaga terlatih berpacu dengan waktu dalam
menyelamatkan nyawa seorang pasien.

4|Pneumotoraks
2.2 KONSEP HOLISTIK : PENGALAMAN PASIEN KRITIS
Kata “holistic” berasal dari bahasa Yunani “holos (whole, wholism)” yang
berarti satu kesatuan yang utuh (Dossey, Keegan, & Guzzetta, 2000). Hal ini berarti
manusia holistik adalah suatu kesatuan yang utuh, lebih dari atau bukan hanya
merupakan gabungan dari beberapa komponen penyusunnya. Asosiasi Perawat
Holistik Amerika (2007) mendefinisikan “keperawatan holistik” sebagai praktik
keperawatan yang menekankan pada penyembuhan (healing) dari manusia secara utuh
yang meliputi aspek badan (body), jiwa (spirit), dan pikiran (mind). Keperawatan
holistik didedikasikan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan individu,
masyarakat, dan lingkungan. Keperawatan holistik merupakan suatu pendekatan yang
berpusat pada orang dengan menyertakan konsep-konsep holism, healing, dan
transpersonal caring sebagai konsep inti. Praktik keperawatan holistik lebih
menekankan pada perawatan mandiri (self- care), itikad kuat (intentionality),
keberadaan atau menghadirkan diri secara utuh (presence), kesadaran penuh
(mindfulness), dan menggunakan diri sebagai agen terapi, sebagai landasan bagi
praktik keperawatan professional (Hess, Bark, & Southhard, 2010). Terdapat lima nilai
inti dari keperawatan holistik, yaitu 1) filosofi holistik dan pendidikan, 2) etika holistik
dan riset, 3) perawatan mandiri perawat, 4) komunikasi holistik, lingkungan terapetik
dan mampu budaya, dan 5) proses caring holistik (Frisch, 2009).
Perawat holistik harus terus berkarya untuk menciptakan lingkungan kerja yang
sehat bagi dirinya dan orang lain. Mereka juga memiliki komitmen untuk
mengembangkan praktik dan kebijakan yang lebih humanistik di tatanan pelayanan
kesehatan. Perawat holistik menyadari akan pentingnya perawatan mandiri, mereka
menghargai dirinya sendiri dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk merawat
dirinya sendiri (Asosiasi Perawat Holistik Amerika, 2007). Perawatan mandiri dalam
konteks ini adalah suatu proses aktif untuk mencapai

5|Pneumotoraks
tingkat kesehatan dan kesejahteraan optimal melalui cara-cara saling melengkapi,
mendukung, dan memberdayakan. Perawat holistik berkomitmen untuk belajar terus
menerus, mengembangkan peribadi dan professional dalam rentang yang berkelanjutan

A. Karakteristik Pasien Di Unit Perawatan Kritis

Seseorang yang masuk ke Unit Perawatan Kritis umumnya merupakan hal yang tidak
diperkirakan sebelumnya. Situasi lingkungan yang asing, peralatan-peralatan yang
kompleks, kondisi pasien kritis lain yang lebih dahulu dirawat, dan personel yang belum
dikenal sebelumnya dapat merupakan sumber stress bagi pasien dan keluarganya. Pasien
kritis adalah pasien yang beresiko tinggi mengalami masalah kesehatan yang mengancam
jiwa baik aktual maupun potensial (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Pasien-pasien tersebut
memerlukan perawatan yang intensif dan pengawasan yang ketat dari para perawat dan
petugas medis.

Perubahan-perubahan fungsi normal akibat dari perkembangan penyakit, obat- obat


sedatif, alat-alat bantu termasuk ventilator mekanik, dapat berkontribusi terhadap
kemungkinan perubahan status mental pasien (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Gangguan
tidur dan rangsangan yang berlebihan dari lingkungan dapat juga memperberat
kemampuan kognitif pasien untuk memahami informasi, belajar, membuat keputusan, dan
beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hal ini berdampak pada ketentuan
pengambilan keputusan, misalnya “informed consent”, yang tidak mungkin dilakukan
oleh pasien sendiri, dan biasanya diwakili oleh keluarga terdekat.

Selain masalah kesehatan fisik yang mendominasi pasien-pasien kritis, masalah


psykososial juga bisa terjadi pada pasien-pasien kritis. Masalah ini umumnya muncul
akibat stressor tinggi dan kemampuan koping pasien terbatas untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Walaupun pengalaman pasien bervariasi dari individu ke individu,
pasien dengan penyakit kritis minimal harus berhadapan dengan salah satu situasi sebagai
berikut (Urden, Stacy, & Lough, 2006)

6|Pneumotoraks
a. Ancaman kematian
b. Ancaman bisa bertahan hidup namun dengan masalah sisa atau keterbatasan
akibat penyakit -Nyeri atau ketidaknyamanan
c. Kurang tidur
d. Kehilangan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal karena
terintubasi -Keterpisahan dengan keluarga/orang yang dicintai
e. Kehilangan autonomy/kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari
f. Kehilangan control terhadap lingkungan
g. Kehilangan peran yang biasa dijalankan
h. Kehilangan harga diri
i. Kecemasan
j. Bosan, frustasi, dan pikiran-pikiran yang negative
k. Distress spiritual

Berat ringannya efek stressor tersebut dan respon pasien yang dimunculkan, akan
sangat tergantung pada faktor-faktor:

a. Lamanya terpapar stressor (akut atau kronis)


b. Efek kumulatif dari stressor yang simultan
c. Sekuen/urutan datangnya stressor
d. Pengalaman sebelumnya terpapar stressor dan keefektifan strategi koping
e. Besarnya dukungan sosial

Stress, apapun bentuknya baik itu fisik, psikologis, maupun sosial, dapat
menimbulkan respon secara fisik. Beberapa literature mengungkap adanya
hubungan antara interaksi pikiran/jiwa dan badan dengan respon kekebalan tubuh
terhadap stress (Osho, 1994; Urden, Stacy, & Lough, 2006).

7|Pneumotoraks
B. Perawatan Holistik Dan Model Sinergi Di Unit Perawatan Kritis
Penerapan perawatan holistik memerlukan pertimbangan dari berbagai
faktor baik individu maupun lingkungan yang mempengaruhi kesehatan dan
kesejahteraan pasien dan kemampuan koping dalam menghadapin situasi krisis
seperti kondisi sakit baik akut maupun kronis. Untuk bisa memenuhi hal tersebut,
perawat memerlukan dasar pengetahuan yang handal tentang anatomi fisiologi,
proses penyakit, regimen tindakan, perilaku, spiritualitas, dan respon manusia.
Perawat kritis tidak hanya mampu bekerja dengan teknologi tinggi, melainkan juga
harus “tahu pasien” dalam artian memahami pasien seutuhnya agar bisa
memberikan asuhan keperawatan yang humanistik, individual, dan holistik.
Nilai “presence” atau menghadirkan diri secara utuh untuk membantu
pasien, merefleksikan salah satu aspek dari caring dalam keperawatan. Caring juga
dapat meliputi mengidentifikasi masalah pasien secara dini, memutuskan dan
melaksanakan intervensi yang tepat yang didasarkan pada pemahaman terhadap
pengalaman pasien sebelumnya, aspek keyakinan dan budaya pasien, pola perilaku,
perasaan, dan kecenderungan pasien. Penelitian yang dilakukan Jenny dan Logan
(1996) mengungkap perilaku caring perawat menurut pasien adalah diantaranya
mengurangi ketidaknyamanan, pembelaan (advocacy), member dukungan
(encouragement), dan menghormati pasien sebagai individu yang unik. Seni dari
caring memerlukan keterampilan dalam komunikasi dan hubungan interpersonal,
komitment peribadi, dan kemampuan untuk menjalin hubungan saling percaya.
Keterampilan interpersonal sangatlah diperlukan oleh perawat dalam
mengaplikasikan perawatan holistik. Wysong dan Driver (2009) melakukan
penelitian tentang keterampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh perawat di unit
kritis menurut persepsi pasien, hasilnya mengungkap beberapa atribut kemampuan
interpersonal, yaitu:

a. Ramah, ceria, senyum,gembira


b. Perduli, baik, kasih sayang
c. Percaya diri
d. Memperlakukan pasien sebagai manusia
e. Mencintai pekerjaan

8|Pneumotoraks
f. Berjiwa humor
g. Memiliki waktu untuk pasien
h. Terorganisir
i. Memiliki ingatan yang baik
j. Rapih penampilan fisik
k. Baik dalam bertutur/menggunakan bahasa
l. Pendengar yang baik
m. Menyenangkan/memberikan kenyamanan
n. Kontak emosional

Disamping atribut skill interpersonal, ada atribut berpikir kritis yang penting dimiliki
oleh seorang perawat kritis, diantaranya:

a. Mampu membuat keputusan klinis yang akurat


b. Dapat mengkaji situasi dan mengambil tindakan yang tepat
c. Menggunakan akal sehat (logika)
d. Memberikan jawaban dan informasi yang jelas
e. Menawarkan saran dan arahan
f. Memberikan penjelasan tentang prosedur tindakan, kondisi klinis, dan
pengobatan.
Sejak tahun 1999, Asosiasi Perawat Kritis Amerika telah mengembangkan
dan menerapkan model yang disebut “Synergy Model” untuk mengaitkan antara
praktik perawat kritis tersertifikasi dengan luaran pelayanan keperawatan (Relf &
Kaplow, NA). Model sinergi menjelaskan praktik keperawatan berdasar pada
kebutuhan dan karakteristik pasien daripada berdasarkan penyakit dan terapi
modalitas. Premis atau keyakinan yang mendasaari adalah bahwa kebutuhan dan
karakteristik pasien dan keluarga akan mempengaruhi dan mengarahkan
karakteristik dan kompetensi perawat. Karena setiap pasien memiliki karakteristik
unik dalam situasi klinis tertentu, perawat harus merespon dengan karakteristik
dan kompetensi yang unik pula. Apabila karakteristik pasien cocok dengan
kompetensi yang ditampilkan perawat, maka luaran pasien yang optimal dan

9|Pneumotoraks
sinergi bisa tercapai. Dua ajaran utama dari model ini, yaitu; karakteristik pasien
merupakan perhatian utama bagi perawat, dan kompetensi perawat merupakan hal
terpenting bagi pasien.

Meskipun setiap pasien dan keluarga memiliki keunikan, namun mereka


memiliki kesamaan kebutuhan dan pengalaman dalam suatu rentang continuum
dari rendah ke tinggi. Semakin berat gangguan pasien, semakin kompleks
permasalahan yang dialami pasien. Praktik keperawatan ditentukan oleh
kebutuhan pasien dan keluarga. Asuhan keperawatan merupakan refleksi
perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga. Model sinergi berfokus pada
kontribusi unik dari keperawatan terhadap asuhan pasien dengan menekankan
pada peran professional perawat.

Ada 8 karakteristik pasien dan 8 kompetensi perawat yang bersinergi


dalam suatu rentang continuum dari competent ke ahli, serta mencerminkan
hubungan yang harmonis antara pasien dan keluarga, dan pasien dan perawat.
Model tersebut seperti tergambar dalam gambar berikut:

Gambar 1: Hubungan antara pasien/keluarga dan perawat dan Model Sinergi (Relf
& Kaplow, NA

10 | P n e u m o t o r a k s
2.3 ASPEK HUKUM DALAM KEGAWATDARURATAN
1. Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat Darurat
Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-
undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama
diberlakukan dalamfase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang secara
sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam keadaan gawat darurat.
Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat dokter atau tenaga
kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya. Dua syarat utama doktrin
Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah:
a. Kesukarelaan pihak penolong.
Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan atau keinginan pihak
penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun. Bila pihak
penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka doktrin tersebut
tidak berlaku.
b. Itikad baik pihak penolong.
Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan yang dilakukan penolong.
Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan trakeostomi
yang tidak perlu untuk menambah keterampilan penolong.
Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga
kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau
pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya
kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause).
Bila tuduhan kelalaian tersebut dilakukan dalam situasi gawat darurat maka
perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi.
Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan
tenaga kesehatan yang berkualifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang
sama pula.
Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed
consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang

11 | P n e u m o t o r a k s
Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana
harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak
didampingi pasien, tidak perlu persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan
Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat
diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus
disimpan dalam berkas rekam medis.
1. Undang-Undang Kesehatan Terkait
Keperawatan Gawat Darurat Ditinjau Dari Aspek Hukum Pemahaman
terhadap aspek hukum dalam Keperawatan Gawat Darurat bertujuan
meningkatkan kualitas penanganan pasien dan menjamin keamanan serta
keselamatan pasien. Aspek hukum menjadi penting karena consensus
universal menyatakan bahwa pertimbangan aspek legal dan etika tidak dapat
dipisahkan dari pelayanan medic yang baik. Walaupun ada undang-undang
yang mengatur tentang keperawatan gawat darurat yaitu Pasal 11 Peraturan
Menteri Kesehatan tentang : Informed Consent menyatakan, dalam hal pasien
tidak sadar/pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara
medic berada dalam keadaan gawat darurat dan atau darurat yang memerlukan
tindakan medic segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan
dari siapapun. (Per.Menkes,1989). Tetapi yang menjadi tuntutan hukum
dalam praktek Keperawatan Gawat Darurat biasanya berasal dari:
a. Kegagalan komunikasi
b. Ketidakmampuan mengatasi dilema dalam profesi
Permasalahan etik lainnya yang muncul dalam hukum Keperawatan
Gawat Darurat merupakan isu yang juga terjadi pada etika dan hukum dalam
kegawat daruratan medik yaitu:
a. Diagnosis keadaan gawat darurat
b. Standar Operating Procedure
c. Kualifikasi tenaga medis
d. Hak otonomi pasien :informed consent (dewasa,anak)

12 | P n e u m o t o r a k s
e. Kewajiban untuk mencegah cedera atau bahaya pada pasien
f. Kewajiban untuk memberikan kebaikan pada pasien (rasa sakit,
menyelamatkan)
g. Kewajiban untuk merahasiakan (etika><hukum)
h. Prinsip keadilan dan fairness
i. Kelalaian
j. Malpraktek akibat salah diagnosis, tulisan yang buruk dan kesalahan
terapi: salahobat, salah dosis
k. Diagnosis kematian
l. Surat Keterangan Kematian
m. Penyidikan medico legal untuk forensic klinik: kejahatan susila, child
abuse, aborsi dan kerahasiaan informasi pasien
Permasalahan etik dalam keperawatan gawat darurat dapat dicegah
dengan mematuhi standar operating procedure (SOP), melakukan
pencatatan dengan benar meliputi mencatat segala tindakan, mencatat
segala instruksi dan mencatat serah terima
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan
gawat darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan
Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis,
dan Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah
tegas diatur dalam pasal 51 UU No.29/ 2004 tentang Praktik Kedokteran,
di mana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992 tentang
Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun secara
tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenarnya merupakan
hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal
4).
Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa “Pemerintah bertugas
menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh

13 | P n e u m o t o r a k s
masyarakat” termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang mampu.
Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta). Rumah
sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan
pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin
rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk
meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan.
Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase
pra-rumah sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat
untuk fase rumah sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No.159b/ 1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah
disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan
gawat darurat selama 24 jam per hari. Untuk fase pra-rumah sakit belum
ada pengaturan yang spesifik. Secara umum ketentuan yang dapat dipakai
sebagai landasan hukum adalah pasal 7 UU No.23/1992 tentang
Kesehatan, yang harus dilanjutkan dengan pengaturan yang spesifik untuk
pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit. Bentuk peraturan tersebut
seyogyanya adalah peraturan pemerintah karena menyangkut berbagai
instansi di luar sector kesehatan.
3. Landasan Hukum Pelayanan Gawat Darurat
a. UU NO 9 Tahun 1960 Pokok Kesehatan
b. UU NO 6 Tahun 1963 Tenaga Kesehatan
c. UU NO 29 Tahun 2004 Praktik Kedokteran
d. UU NO 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
e. UU NO 36 Tahun 2009 Kesehatan
f. UU NO 44 TAHUN 2009 Rumah sakit
g. PP NO 32 TAHUN 1996 Tenaga Kesehatan
h. PP NO 51 Tahun 2009 Pekerjaan Kefarmasian
i. Berbagai Peraturan Menteri Kesehatan

14 | P n e u m o t o r a k s
4. Fungsi aspek hukum dan legalitas pelayanan gawat darurat bagi perawat :
a. Hukum Menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan tindakan asuhan
keperawatan gawat darurat.
b. Hukum juga memberikan penjelasan tentang tanggung jawab perawat
gawat darurat yang berbeda dari tanggung jawab tenaga kesehatan
lainnya
c. Hukum dapat membantu perawat gawat darurat menetapkan batas batas
tindakan keperawatan mandiri (otonomi profesi)
d. Hukum membantu keperawatan dalam menjaga standar asuhan
keperawatan yang dibuat oleh profesi keperawatan.
e. Aspek aspek Hukum dan perlindungan hukum Pelayanan Gawat Darurat
oleh profesi keperawatan.
f. Dalam Undang-undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 Bab I
Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (1) Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat Inap, Rawat Jalan dan Rawat Darurat. Ini membuktikan
bahwa rumah sakit wajib memberikan pelayanan gawat darurat kepada
pasien atau penderita dengan arti kata setiap rumah sakit wajib memiliki
sarana, pra sarana dan SDM dalam pengelolaan pelayanan gawat darurat,
ini membuktikan adanya kepastian hukum dalam pelayanan gawat
darurat di rumah sakit”.
g. Gawat darurat adalah suatu kondisi klinik yang memerlukan pelayanan
medis. Gawat
h. Darurat medis adalah suatu kondisi dalam pandangan penderita, keluarga,
atau siapapun yang bertanggung jawab dalam membawa penderita ke
rumah sakit memerlukan pelayanan medis segera. Penderita gawat
darurat memerlukan pelayanan yang cepat, tepat, bermutu dan terjangkau.
(Etika dan Hukum Kesehatan, Prof. Dr. Soekijo Notoatmojo 2010).
i. Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 Tentang Registrasi
dan Praktik Keperawatan, Pasal 20, Dalam darurat yang mengancam jiwa

15 | P n e u m o t o r a k s
seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan
kesehatan diluar kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 15,
Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
j. Permenkes Nomor RI HK.02.02.MENKES/148/2010, tentang regitrasi
dn izin praktik keperawatan Pasal 10 Ayat (1), Dalam darurat yang
mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan
pelayanan kesehatan diluar kewenangannya sebagaimana dimaksud
dalam pasal 8, Pasal 11 poin (a) Perawat berhak Memperoleh
perlindungan hukum.
k. Permenkes Nomor 152/Menkes/Per/IV/2007Tentang Izin dan
penyelenggaran Praktik Kedokteraan dan kedokteran Gigi, BAB III Pasal
15 Ayat (I), Dokter dan dokter Gigi dapat memberilan pelimpahan suatu
tindakan kedokteran dan tindakan kedokteran gigi, kepada perawat,
bidan atau tenaga kesehatn lainnya secara tertulis.
1. Pengaturan Pelayanan Kegawatdaruratan
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah
tegas diatur dalam pasal 51 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di
mana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992 tentang
Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun secara
tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenarnya merupakan hak
setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal 4).
Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa “Pemerintah bertugas menyelenggarakan
upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat” termasuk fakir
miskin, orang terlantar dan kurang mampu.6 Tentunya upaya ini menyangkut
pula pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat (swasta).
Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu

16 | P n e u m o t o r a k s
persyaratan ijin rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak
diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian
pelayanan.Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan
fase pra-rumah sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat
darurat untuk fase rumah sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No.159b/ 1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah
disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat
darurat selama 24 jam per hari. Untuk fase pra-rumah sakit belum ada
pengaturan yang spesifik.
Secara umum ketentuan yang dapat dipakai sebagai landasan hukum
adalah pasal 7 UU No.23/1992 tentang Kesehatan, yang harus dilanjutkan
dengan pengaturan yang spesifik untuk pelayanan gawat darurat fase pra-
rumah sakit. Bentuk peraturan tersebut seyogyanya adalah peraturan
pemerintah karena menyangkut berbagai instansi di luar sector kesehatan.
Dasar hukum pelayanan kegawatdaruratan :
1. UU RI NO 36 TAHUN 2009 tentang Kesehatan
b. Bab II Pasal 32 ayat 1 dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan
kesehatan baiik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan
pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan
kecacatan terlebih dahulu
c. Bab II Pasal 32 ayat 2 Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan
kesehatan baik pemerintah dan swasta dilarang menolak pasien dan atau
meminta uang muka
d. Bab VI pasal 58 ayat 1 setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
kesehatan
e. Bab VI pasal 58 ayat 2 Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan

17 | P n e u m o t o r a k s
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.
f. Bab VI pasal 58 ayat Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
g. Bab XX pasal 190 ayat 1 Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau
tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan
pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
h. Bab XX pasal 190 ayat 2 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian,
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan
tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
2. UU RI NO 44 tentang RUMAH SAKIT
a. Pasal 1: gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan
tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan
kecacatan lebih lanjut
b. Pasal 29 ayat 1 butir c:Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban
memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya
3. UU RI no 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
a. Pasal 33: penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari tiga
tahap meliputi: pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana
b. Pasal 34 : penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan
prabencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf a. meliputi :

18 | P n e u m o t o r a k s
dalam situasi tidak terjadi bencana dan dalam situasi terdapat potensi
terjadinya bencana
c. Pasal 44 : penyelenggaraan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi
bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 huruf b. meliputi:
kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana
d. Pasal 48 : penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf b meliputi:
pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber
daya , Penentuan status keadaan darurat bencana , Penyelamatan dan
evakuasi masyarakat terkena bencana, Pemenuhan kebutuhan dasar ,
Perlindungan terhadap kelompok rentan , Pemulihan dengan segera
sarana dan prasarana
e. Pasal 57 : Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap
pascabencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf c
meliputi:Rehabilitasi, rekontruksi, Informed consent
4. Permenkes No. 585 / 1989 (Pasal 11) bahwa dalam kondisi emergency situasi
yang mengancam nyawa persetujuan tindakan medis tidak diperlukan
5. Dalam pasal 56 UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan :hak pasien untuk
menerima atau menolak suatu tindakan tidak berlaku salah satunya ketika
pasien dalam kondisi pingsan atau tidak sadarkan diri.

2. Bentuk Tanggungjawab Perawat dan Tanggungjawab Profesional


Perawat
1. Pengertian Tanggung Jawab Dan Tanggung Gugat
Tanggung jawab (responsibilitas) adalah eksekusi terhadap tugas- tugas
yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat. Penerapan ketentuan
hukum (eksekusi) terhadap tugas-tugas yang berhubungan dengan peran
tertentu dari perawat, agar tetap kompeten dalam Pengetahuan, Sikap dan
bekerja sesuai kode etik (ANA, 1985). Tanggung jawab perawat secara
umum:

19 | P n e u m o t o r a k s
a. Menghargai martabat setiap pasien dan keluarganya
b. Menghargai hak pasien untuk menolak prosedur pengobatan dan
melaporkan penolakan tersebut kepada dokter dan orang-orang yang
tepat.
c. Menghargai hak pasien dan keluarganya dalam hal kerahasiaan informasi
d. Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab pertanyaan-pertanyaan
pasien dan memberikan informasi
e. Mendengarkan pasien secara seksama dan melaporkan hal-hal penting
kepada orang yang tepat.
Sementara tanggung gugat (akuntabilitas) adalah
mempertanggungjawabkan perilaku dan hasil-hasilnya termasuk dalam
lingkup peran profesional seseorang sebagaimana tercermin dalam laporan
pendidik secara tertulis tentang perilaku tersebut dan hasil-hasilnya. Baik
terhadap dirinya sendiri, pasien, profesi, sesama karyawan dan masyarakat.
Tanggung gugat dalam transaksi terapeutik :
a. Contractual Liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban
dari hubungan kontraktual yang sudah disepakati
b. Vicarious Liability
Tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga
kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya
c. Liability in Tort
Tanggung gugat atas perbuatan melawan hokum.
Tanggung gugat pada setiap proses keperawatan:
a. Tahap pengkajian
Perawat bertanggung gugat mengumpulkan data atau informasi,
mendorong partisipasi pasien dan penentuan keabsahan data yang
dikumpulkan.

20 | P n e u m o t o r a k s
b. Tahap diagnosa keperawatan
Perawat bertanggung gugat terhadap keputusan yang dibuat tentang
masalah-masalah kesehatan pasien seperti pertanyaan diagnostik.
c. Tahap perencanaan
Perawat bertanggung gugat untuk menjamin bahwa prioritas pasien juga
dipertimbangkan dalam menetapkan prioritas asuhan.
d. Tahap implementasi
Perawat bertanggung gugat untuk semua tindakan yang dilakukannya
dalammemberikan asuhan keperawatan.
e. Tahap evaluasi
Perawat bertanggung gugat untuk keberhasilan atau kegagalan tindakan
keperawatan.
2. Peran Fungsi Perawat Dalam Penanganan Kasus Emergency
Peran perawat di bagian emergency telah mengalami perubahan
dalam kaitannya dengan perkembangan beberapa tahun terakhir ini yaitu
meningkatnya penggunaan bagian emergency oleh mereka yang
memerlukan pengobatan dan meningkatnya kepuasan terhadap pelayanan
yang diberikan serta mampu menekan angka kematian dan kecatatan pada
kasus emergency. Perawat-perawat di bagian emergency mempunyai
ketrampilan sebagai berikut :
a. Mengkaji dan menentukan priorotas (penyeleksi: pasien yang
memerlukan pengobatan segera)
b. Menangani pasien-pasien yang menpunyai resiko dan kecemasan yang
tinggi.
c. Ketrampilan teknik yang khusus (memberi cairan per parutral Defrilator,
resusitasi intubasi, mengoperasikan alat-alat monitoring)
d. Menginterprestasikan hasil pemeriksaan laboratorium dan EKG serta
tindakan-tindakan yang diperlukan.

21 | P n e u m o t o r a k s
2.4 PRINSIP DASAR KEGAWATDARURATAN

1. Prinsip Keperawatan Gawat Darurat


Prinsip pada penanganan penderita gawat darurat harus cepat dan tepat
serta harus dilakukan segera oleh setiap orang yang pertama
menemukan/mengetahui (orang awam, perawat, para medis, dokter), baik
didalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini dapat terjadi setiap
saat dan menimpa siapa saja.

Kondisi gawat darurat dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Kumpulan


materi mata kuliah Gadar:2005):

a. Gawat darurat

Suatu kondisi dimana dapat mengancam nyawa apabila tidak


mendapatkan pertolongan secepatnya. Contoh : gawat nafas, gawat
jantung, kejang, koma, trauma kepala dengan penurunan kesadaran

b. Gawat tidak darurat

Suatu keadaan dimana pasien berada dalam kondisi gawat tetapi tidak
memerlukan tindakan yang darurat contohnya : kanker stadium lanjut

c. Darurat tidak gawat

Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba tetapi tidak mengancam


nyawa atau anggota badannya contohnya : fraktur tulang tertutup.

d. Tidak gawat tidak darurat

Pasien poliklinik yang datang ke UGD

22 | P n e u m o t o r a k s
BAB III

LAPORAN PENDAHULUAN

3.1 Anatomi Rongga Pleura

1. Terletak diantara paru dan dinding thoraks


2. Lapisan yang menyelimuti paru, terdiri atas 2 lapisan :
a. Lapisan Parietalis :

 Menempel kuat pada dinding dada
 Fungsi : memproduksi cairan pleura
b. Lapisan Viseralis :
 Menempel kuat pada jaringan paru
 Fungsi : mengabsorbsi cairan pleura

3.2 Definisi Pneumotoraks

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan terdapatnya udara didalam rongga


pleura. Pneumotoraks terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu pneumotoraks
terbuka, pneumotoraks tertutup dan pneumotoraks ventil.

1. Pneumotoraks terbuka

Pneumotoraks yang terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara rongga


pleura dan bronchus dengan lingkungan luar. Dalam keadaan ini, tekanan
intra pleura sana dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intrapleura
disekitar nao (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi
tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi tekanannya positif.

2. Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar. Udara
yg dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena direasorpsi dan
tidak ada hubungannya lagi dengan dunia luar maka tekanan udara di rongga

23 | P n e u m o t o r a k s
pleura menjadi negative. Tetapi paru belum bias berkembang penuh,
sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah
normal.
3. Pneumotoraks ventil
Ini merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung
adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus
terus kepercabangannya dan menuju kea rah pleura yang terbuka. Pada
waktu inspirasi, udara masuk ke rongga pleura yang pada permulaannya
masih negatif.

3.3 Etiologi Pneumotoraks

Pneumotorak terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang


berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini
berhubungan dengan bronchus. Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa
alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatous
fibrosisi. Granulomatous fibrosisi adalah salah satu penyebab tersering
terjadinya pneumotoraks., karena bula tersebut berhubungan dengan adanya
obstruksi empiema.

3.4 Patofisiologis

Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan


intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks
dan udara dari luar yang tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus hingga
sampai ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada
sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus
maupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar malalui bronchus.
Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan
intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin dan
mengejan, karena pada keadaan ini epiglitis tertutup. Apabila di bagian
perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau
alveolus itu akan pecah dan robek.

24 | P n e u m o t o r a k s
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak mau
keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi
yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura.
Apabila ada obstruksi di bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan
membuat tekanan pleura semakin lama semakin meningkat sehubungan
dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk ke rongga pleura saat
ekspirasi terjadi karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari
rongga pleura, terlebih jika klien batuk, tekanan udara di bronchus akan lebih
kuat dari ekspirasi biasa.

Secara singkat proses terjadinya pneumotoraks adalah sebagai berikut:

1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara
masuk kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu melebar,
tekanan dalam alveoli akan meningkat.

2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah


faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan

3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan


fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk mediastinum, dan
menyebabkan pneumotoraks.

E. Tanda dan gejala

Pneumo Tanda dan gejala Intervensi

Toraks

Tertutup Pneumotoraks yang kecil Observasi, rawat jalan


atau terjadi lambat,
tidak menimbulkan
gejala

25 | P n e u m o t o r a k s
Pneumotoraks yang luas Kolaborasi dengan
dan cepat tim medis:
menimbulkan: Pemberian oksigen
Nyeri tajam saat ekspirasi Tindakan kontraventil
Peningkatan frekuensi dengan aspirasi
napas udara dari rongga

Produksi keringat pleura

berlebihan Pemasangan WSD

Penurunan tekanan darah

Takikardi

Inspeksi dan palpasi:


penurunan sampai
hilangnya pergerakan
dada pada sisi yang
sakit

Perkusi: hiperresonan
pada sisi yang sakit

Auskultasi: penurunan
sampai hilangnya
suara napas pada sisi
yang sakit

Spontan Napas pendek dan timbul Apabila


secara tiba-tiba tanpa penatalaksanaan
ada trauma dari luar dengan WSD
paru gagal,
dipertimbangkan

26 | P n e u m o t o r a k s
untuk dilakukan
reseksi paru

Tension Inspeksi: sesak napas Tindakan kontraventil


berat, penurunan Penutupan luka yang
sampai hilangnya terbuka
pergerakan dada pada
Pemasangan WSD
sisi yang sakit

Palpasi: pendorongan
trakea dari garis
tengah menjauhi sisi
yang sakit dan distensi
vena jugularis

Auskultasi: penurunan
sampai hilangnya
suara napas pada sisi
yang sakit

Terbuka Inspeksi: sesak napas Tindakan kontraventil


berat, terlihat adanya Penutupan luka yang
luka terbuka dan suara terbuka
mengisap ditempat
Pemasangan WSD
luka saat ekspirasi

Palpasi: pendorongan
trakea dari garis
tengah menjauhi sisi
yang sakit

Perkusi: hiperresonan
pada sisi yang sakit

27 | P n e u m o t o r a k s
Auskultasi: penurunan
sampai hilangnya
suara napas pada sisi
yang sakit

3.6 Pemerikasaan Diagnostik

Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak hitam, rata, dan paru yang

kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang paru yang kolaps

tidak membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru.

Adakalanya paru yang mengalami kolaps tersebut hanya tampak seperti massa

yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas

sekali. Besarnya kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak

napas yang dikeluhkan.

Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pendorongan jantung atau
trakhea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks
ventil dengan tekanan intrapleura yang tinggi.

3.7 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan pneumotoraks tergantung pada jenis pneumotoraks yang

dialami, derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit yang

terjadi saat pelaksanaan pengobatan yang meliputi :

1. Tindakan dekompresi

Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara:

28 | P n e u m o t o r a k s
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah
menjadi negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut.
Cara lainnya adalah melakukan penusukkan jarum ke rongga pleura melalui
tranfusion set.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
 Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD).

Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan


perantara trokar atau dengan bantuan klem penjepit (pen) pemasukan pipa
plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit dari sela iga ke-4 pada garis axial tengah atau
garis axial belakang. Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2 dari garis
klavikula tengah. Selanjutnya, ujung selang plastik di dada dan pipa kaca
WSD dihubungkan melelui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang
berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan
tersebut.

 Pengisapan kontinu (continous suction).

Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetap


positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi tekanan negatif
sebesar 10-20 cm H2O. Tujuannya adalah agar paru cepat mengembang dan
segera terjadi perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.

 Pencabutan drain

Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekana intrapleura sudah


negatif kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup dengan
cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang
penuh, drain dapat dicabut.

29 | P n e u m o t o r a k s
c. Tindakan bedah
Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang
yang menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu lubang tersebut dijahit,
d. Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau
dekortikasi. Pembedahan paru kembali bila ada bagian paru yang mengalami
robekan atau bila ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak
berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.
2. Penatalaksanaan Tambahan
a. Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya, yaitu:
 Terhadap proses TB paru, diberi OAT
 Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar dekekasi, penderita dibei
obat laksatif ringan, dengan tujuan agar saat defekasi, penderita tidak perlu
mengejan terlalu keras.
b. Istirahat total
 Klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang), batuk, bersin
terlalu keras dan mengejan.

30 | P n e u m o t o r a k s
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

Tn. S datang ke UGD dibawa keluarganya, tiga jam yang lalu klien
mendadak mengeluh sesak napas dan semakin lama semakin berat, disertai nyeri
dada seperti tertusuk pada sisi dada sebelah kanan, rasa berat, tertekan dan terasa
lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Tidak ada riwayat trauma yang mengenai
rongga dada seperti tertembus peluru, ledakan, trauma tumpul dada akibat
kecelakaan lalu lintas maupun tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
Karena keluhan sesak napas dirasakan semakin berat, klien dibawa keluarga ke IRD
RSUD Ulin Banjarmasin, disarankan rawat inap untuk dilakukan tindakan
pemasangan selang WSD. Klien masuk Ruang Dahlia pada jam 09.00 Wita.

A. Identitas Pasien :

1. Nama : Santoso
2. Umur : 34 tahun
3. Alamat : Banjarmasin
4. tgl MRS : 17 – 04 - 2018
5. tgl pengkajian : 18-04-2018
6. dx.medis : Pneumothorax Dextra

B. Riwayat Penyakit

1. Keluhan utama

Sesak napas, bernapas terasa berat dan susah untuk melakukan pernapasan.

2. Riwayat penyakit sekarang

Tiga jam yang lalu klien mendadak mengeluh sesak napas dan semakin lama
semakin berat, disertai nyeri dada seperti tertusuk pada sisi dada sebelah
kanan, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan.
Tidak ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti tertembus

31 | P n e u m o t o r a k s
peluru, ledakan, trauma tumpul dada akibat kecelakaan lalu lintas maupun
tusukan benda tajam langsung menembus pleura. Karena keluhan sesak
napas dirasakan semakin berat, klien dibawa keluarga ke IRD RSUD Ulin
Banjarmasin, disarankan rawat inap untuk dilakukan tindakan pemasangan
selang WSD. Klien masuk Ruang Dahlia pada jam 09.00 Wita.

3. Riwayat penyakit dahulu

Setahun yang lalu klien pernah menderita penyakit TB Paru, sudah


menjalani pengobatan OAT selama enam bulan

4. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
klien baik pneumotoraks ataupun TB paru

5. Riwayat kebiasaan sehari-hari

Sehari-harinya klien bekerja sebagai tukang kayu/membuat rumah. Klien


juga seorang perokok, menghabiskan minimal satu bungkus rokok
kretek/hari

C. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum

Tampak sakit berat dan sesak napas, KU sangat lemah, kesadaran Compos
Mentis, GCS 456, TB 155 cm, BB 50 kg.

TTV : TD 110/70 mmHg, RR 32 x/mnt, N 92 x/mnt, T 36 C

Dada dan pernapasan

Inspeksi
 Klien tampak sesak napas, keringat dingin, wajah tampak pucat, nyeri
dada saat bernapas dan gelisah
 Bentuk dada kanan lebih cembung
 Gerakan pernapasan dada kanan tertinggal
 Penggunaan otot bantu napas tambahan

32 | P n e u m o t o r a k s
 Pola napas cepat dan dangkal
Palpasi
 Taktil fremitus getaran menurun di dada kanan
Perkusi
 Hipersonor di dada kanan
Auskultasi
 Suara napas menghilang di dada kanan
b. Pola Pemenuhan Kebutuhan
(nutrisi, eliminasi, tidur & istirahat, aktifitas & latihan, personal hygiene)
c. Prosedur Diagnostik

1. Laboratorium

2. Radiologi

 Foto thoraks AP-Lat tanggal 18-4-2011 : gambaran pneumotoraks


kanan, paru kolaps

 Foto thoraks AP-Lat tanggal 19-4-2011 : ujung selang di IC 4-5

 Foto thoraks AP-Lat tanggal 22-4-2011 : ujung selang di IC 4-5. tak


tampak pneumotoraks, paru ekspansi

d. Pengobatan
 IVFD RL 20 tpm
 Rimstar 2 x 2 tab
 Codein 10 mg tab 0-1-1
 Hepa Q 2 x 1 tab
 Oksigen 2 lpm
 Ranitidin 2 x 1 amp IV
 Tramadol 2 x 1 mg drip
 Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

33 | P n e u m o t o r a k s
Data post pemasangan WSD

 Terpasang selang WSD di IC 4-5 mid axila kanan


 Adanya luka 1 cm dengan jahitan matras mengelilingi selang WSD
 Selang WSD disambung dengan selang penghubung ke botol WSD
 Undulasi Positif
 Tampak gelembung udara keluar dari ujung selang dalam botol WSD saat
ekspirasi dan batuk
 Tak ada tanda krepitasi pada kulit disekitar selang WSD

34 | P n e u m o t o r a k s
D. Analisa data

No Data Etiologi Masalah

1 DS: Penurunan ekspansi Pola napas

 Klien mengeluh paru sekunder tidak efektif


terhadap
sesak napas,
peningkatan
bernapas terasa
tekanan di dalam
berat, susah untuk
rongga pleura;
melakukan
pneumothorax
pernapasan dan
nyeri dada kanan
saat bernapas

DO:

 Klien tampak
sesak napas,
keringat dingin,
nyeri dada kanan
saat bernapas dan
gelisah

 Bentuk dada
kanan lebih
cembung
 Gerakan
pernapasan dada
kanan tertinggal

35 | P n e u m o t o r a k s
 Penggunaan otot
bantu napas
tambahan

 Pola napas cepat


dan dangkal

 TTV : TD 110/70
mmHg, RR 32
x/mnt, N 92
x/mnt, T 36 C

 Palpasi:getaran
menurun di dada
kanan
 Perkusi:
hipersonor di
dada kanan

 Auskultasi: suara
napas menghilang
di dada kanan

 Radiologi:foto
thorax kolaps
pada paru kanan

2 DS: Tindakan invasif Risti infeksi

- Px mengatakan sekunder dan trauma

terpasang selang di pemasangan pernapasan

dada kanan selang WSD

36 | P n e u m o t o r a k s
DO:

 Adanya luka 1
cm dengan jahitan
mengelilingi
selang WSD

 Terpasang selang
WSD di IC 4-5
dihubungkan
dengan selang
penyambung ke
botol WSD

E. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
peningkatan tekanan di dalam rongga pleura; pneumothorax
2. Risti infeksi dan trauma pernapasan b/d tindakan invasif sekunder
pemasangan selang WSD

37 | P n e u m o t o r a k s
F. Intervensi Keperawatan

No Dx.Kep Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Pola napas tidak efektif b/d Dalam waktu 3 x 24 1. Identifikasi faktor penyebab
penurunan ekspansi jam setelah kolaps: trauma, infeksi
paru sekunder terhadap diberikan komplikasi mekanik
peningkatan tekanan di intervensi pola pernapasan.
dalam rongga pleura; napas kembali 2. Kaji kualitas, frekuensi dan
pneumotoraks, ditandai efektif dengan kedalaman napas, laporkan
dengan : kreteria evaluasi: setiap perubahan yang

DS:  Keluhan sesak napas terjadi

berkurang, ringan, tidak 3. Baringkan klien dalam


 Klien mengeluh sesak napas,
nyeri saat melakukan posisi yang nyaman, atau
bernapas terasa berat, susah
pernapasan dalam posisi duduk
untuk melakukan pernapasan
4. Observasi TTV
dan nyeri dada kanan saat  Tak tampak sesak napas
5. Lakukan IPPA tiap 1-2 jam
bernapas dan nyeri saat melakukan
6. Memberikan oksigen
pernapasan
DO: tambahan nasal kanule 2
 Bentuk dada simetris
 Klien tampak sesak napas, lpm
 Gerakan dada saat
keringat dingin, nyeri dada 7. Kolaborasi untuk tindakan
bernapas simetris dekompresi dengan
kanan saat bernapas dan
 Tidak menggunakan otot pemasangan selang WSD
gelisah
bantu pernapasan
 Bentuk dada kanan lebih
 Pola napas normal
cembung
 TTV dbn
 Gerakan pernapasan dada
 Palpasi getaran simetris
kanan tertinggal
 Perkusi sonor simetris
 Penggunaan otot bantu napas
 Auskultasi vesikuler
tambahan
simetris
 Pola napas cepat dan dangkal

38 | P n e u m o t o r a k s
 TTV : TD 110/70 mmHg, RR  Radiologi: Paru yang
32 x/mnt, N 92 x/mnt, T 36 C kolaps sudah ekspansi
 Palpasi:getaran menurun disisi
paru yang sakit
 Perkusi: hipersonor disisi paru
yang sakit
 Auskultasi: suara napas
menghilang disisi paru yang
sakit
 Radiologi:foto thorax
gambaran pneumotoraks
kanan, paru kolaps

2.2.2 Risti infeksi dan trauma Dalam waktu 3 x 24 1. Kaji kualitas, frekuensi dan
2
pernapasan b/d jam setelah kedalaman napas, laporkan
tindakan invasif diberikan setiap perubahan yang
sekunder pemasangan intervensi risti terjadi
selang WSD ditandai infeksi dan trauma 2. Observasi tanda-tanda
dengan: pernapasan tidak infeksi pada luka, TTV,

DS: terjadi dengan keluhan sesak napas dan


kreteria evaluasi : nyeri saat bernapas
 Px mengatakan terpasang
 Tidak ada tanda-tanda 3. Anjurkan klien untuk
selang didada kanan
infeksi pada luka memegang selang bila ingin
DO: merubah posisi
 TTV dalam batas normal
 Adanya luka 1 cm dengan 4. Jaga personal hygiene, alat
 Tidak ada pus didalam
jahitan mengelilingi selang tenun dan lingkungan.
selang
WSD 5. Berikan asupan nutrisi yang
 Kepatenan sistem drainage
 Terpasang selang WSD di IC adekuat.
WSD dalam kondisi baik
3-4 dihubungkan dengan 6. Lakukan perawatan WSD
setiap hari

39 | P n e u m o t o r a k s
selang penyambung ke botol  Luka sembuh tanpa 7. Pantau kepatenan sistem
WSD komplikasi drainage setiap hari
8. Kolaborasi medis untuk
pemberian obat antibiotika

G. Implementasi Keperawatan

No Hari / tgl Dx Implementasi

1 Senin I 1. Mengidentifikasi faktor penyebab

18-4-18 kolaps: trauma, keganasan, infeksi


komplikasi mekanik pernapasan.
10.30
2. Mengkaji kualitas, frekuensi dan
kedalaman napas, laporkan setiap
perubahan yang terjadi
3. Membaringkan klien dalam posisi
yang nyaman, atau dalam posisi
duduk
4. Mengukur TTV tiap 3jam
5. Melakukan IPPA tiap 3 jam
6. Memberikan oksigen tambahan
nasal kanule 2 lpm
7. Asistensi dalam pelaksanaan
tindakan dekompresi pemasangan
selang WSD (persiapan alat,
pasien, ruang tindakan, membantu
pelaksanaan dan evaluasi post
pemasangan WSD)

40 | P n e u m o t o r a k s
4 Senin IV 1. Mengkaji kualitas, frekuensi dan

18-4-18 kedalaman napas, laporkan setiap


perubahan yang terjadi
11.00
2. Mengobservasi keluhan sesak
napas dan nyeri dada saat bernapas
3. Menganjurkan klien untuk
memegang selang bila ingin
merubah posisi
4. Menjaga personal hygiene, alat
tenun dan lingkungan
5. Memberikan diet TKTP
6. Melakukan perawatan WSD setiap
hari dengan teknik aseptik dan
steril
7. Memantau kepatenan sistem
drainage setiap hari:
 Memperhatikan undulasi
pada selang WSD
 Meletakkan botol WSD
selalu lebih rendah dari
tubuh
 Mempertahankan agar
ujung selang dalam botol
WSD agar selalu berada 2
cm dibawah air
8. Membersihkan/cuci botol bila
terlihat kotor
9. Memberikan obat antibiotika dan
OAT sesuai program:

41 | P n e u m o t o r a k s
 Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
 Rimstar 2 x 2 tab oral

H. Evaluasi

No Hari / tgl Dx Perkembangan

1 Selasa I S:

19-4-18  Klien mengatakan keluhan

08.30 sesak napas dan nyeri dada


kanan saat bernapas sudah
berkurang, bernapas agak
ringan

O:

 Tampak sesak napas dan


nyeri saat bernapas sudah
berkurang, bernapas agak
ringan
 Terpasang selang WSD di IC
4-5 midline axila kanan
disambung dengan selang
penghubung ke botol WSD
 Tampak undulasi pada selang
 Tampak gelembung udara
keluar melalui ujung selang
didalam botol WSD saat
ekspirasi dan batuk

42 | P n e u m o t o r a k s
 Kecembungan dada kanan
mulai berkurang
 Sudah mulai terlihat
pergerakan dada kanan saat
bernapas
 Tidak menggunakan otot
bantu napas tambahan
 Tidak menggunakan oksigen
tambahan
 Pola napas mulai teratur
 TTV : TD 110/70 mmHg,
RR 28 x/mnt, N 88 x/mnt, T
36 C
 Palpasi: teraba getaran disisi
paru kanan
 Perkusi: hipersonor diparu
kanan sudah berkurang
 Auskultasi: sudah terdengar
suara napas di paru kanan
 Klien tampak lebih
tenang/rileks

A: Masalah pola napas tidak


efektif teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi no;


2,3,4,5

 Cek foto thoraks AP-Lat


posisi tegak

43 | P n e u m o t o r a k s
 Pantau kepatenan sistem
drainage
 Observasi pengembangan
paru
 K/P pasang suction continous

2 Selasa II S: Px mengatakan terpasang

19-4-18 selang didada kanan

08.30 O:

 Luka bersih ditutup kasa


steril
 TTV : TD 110/70 mmHg, RR
28 x/mnt, N 88 x/mnt, T 36 C
 Tidak ada krepitasi disekitar
selang
 Undulasi positif
 Botol WSD lebih rendah dari
tubuh
 Ujung selang dalam botol
WSD berada 2 cm dibawah
batas air

A: Masalah risti infeksi dan


trauma pernapasan tidak
terjadi

P: Lanjutkan intervensi No:


1,2,3,4,5,6,7

 Observasi tanda-tanda infeksi


pada luka

44 | P n e u m o t o r a k s
 Lakukan perawatan WSD
setiap hari
 K/P mencuci botol dan ganti
cairan dalam botol bila
terlihat keruh

3 Rabu I S:

20-4-18  Klien mengatakan keluhan

08.30 sesak napas dan nyeri dada


kanan saat bernapas sudah
berkurang, bernapas agak
ringan

O:

 Klien tampak lebih


tenang/rileks
 Tampak sesak napas dan
nyeri saat bernapas sudah
berkurang, bernapas agak
ringan
 Terpasang selang WSD di IC
4-5 midline axila kanan
disambung dengan selang
penghubung ke botol suction
continous
 Tampak undulasi pada selang
 Tampak gelembung udara
keluar melalui ujung selang
didalam botol WSD saat
batuk

45 | P n e u m o t o r a k s
 Kecembungan dada kanan
mulai berkurang
 Sudah mulai terlihat
pergerakan dada kanan saat
bernapas
 Pola napas mulai teratur
 TTV : TD 120/70 mmHg, RR
24 x/mnt, N 84 x/mnt, T 36
C
 Palpasi: teraba getaran disisi
paru kanan
 Perkusi: hipersonor diparu
kanan sudah berkurang
 Auskultasi: sudah terdengar
suara napas di paru kanan
 Terpasang suction continous
dengan tekanan 20
mmHg
 Foto thoraks: ujung selang di
IC 4-5 kanan

A: Masalah pola napas tidak


efektif teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi no;


2,3,4,5,6,7

 Ajarkan latihan meniup

4 Rabu II S: Px mengatakan terpasang

20-4-18 selang didada kanan

O:

46 | P n e u m o t o r a k s
09.00  Tidak ada tanda trauma
pernapasan dan tanda-tanda
infeksi pada luka, luka bersih
ditutup kasa steril
 Tidak ada pus didalam selang
 Tidak ada krepitasi disekitar
selang
 Undulasi positif
 Kepatenan sistem drainage
WSD dalam kondisi baik
 TTV : TD 120/70 mmHg, RR
24 x/mnt, N 84 x/mnt, T 36
C

A: Masalah risti infeksi dan


trauma pernapasan tidak
terjadi

P: Lanjutkan intervensi No:


1,2,3,4,5,6,7,8,9,10

5 Kamis I S:

21-4-18  Klien mengatakan tidak ada

08.30 keluhan sesak napas dan


nyeri dada kanan saat
bernapas, bernapas ringan

O:

 Klien terlihat tenang/rileks,


tak tampak sesak napas

47 | P n e u m o t o r a k s
 TTV : TD 120/70 mmHg, RR
24 x/mnt, N 84 x/mnt, T 36
C
 Terpasang selang WSD di IC
4-5 midline axila kanan
disambung dengan selang
penghubung ke botol suction
continous
 Terpasang suction continous
dengan tekanan 20
mmHg
 Undulasi positif
 Tampak gelembung udara
keluar melalui ujung selang
didalam botol WSD saat
batuk
 Bentuk dada simetris
 Pergerakan dada simetris saat
bernapas
 Palpasi: teraba getaran disisi
paru kanan
 Perkusi: sonor diparu kanan
 Auskultasi: terdengar suara
napas di paru kanan

A: Masalah pola napas tidak


efektif teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi no;


1,2,3,4,5,6,7,8

48 | P n e u m o t o r a k s
6 Kamis II S: Px mengatakan terpasang

21-4-18 selang didada kanan

09.00 O:

 Tidak ada trauma pernapasan


dan tanda-tanda infeksi pada
luka, luka bersih ditutup kasa
steril
 Selang WSD diklem
 TTV : TD 120/70 mmHg, RR
24 x/mnt, N 84 x/mnt, T 36
C

A: Masalah risti infeksi dan


trauma pernapasan tidak
terjadi

P: Lanjutkan intervensi No:


1,2,3,4,5,6,7,8

7 Jum'at I S:

21-4-18  Klien mengatakan tidak ada

08.30 keluhan sesak napas dan


nyeri dada kanan saat
bernapas, bernapas ringan

O:

 Klien terlihat tenang/rileks,


tak tampak sesak napas
 TTV : TD 120/70 mmHg, RR
22 x/mnt, N 84 x/mnt, T 36
C

49 | P n e u m o t o r a k s
 Terpasang selang WSD di IC
4-5 midline axila kanan
disambung dengan selang
penghubung ke botol WSD
 Terpasang suction continous
dengan tekanan 20
mmHg
 Undulasi positif
 Tampak gelembung udara
keluar melalui ujung selang
didalam botol WSD saat
batuk minimal
 Bentuk dada simetris
 Pergerakan dada simetris saat
bernapas
 Palpasi: teraba getaran disisi
paru kanan
 Perkusi: sonor diparu kanan
 Auskultasi: terdengar suara
napas di paru kanan

A: Masalah pola napas tidak


efektif teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi no;


1,2,3,4,6

 Klem WSD selama 24 jam


 Observasi keluhan sesak
napas selama selang diklem,
buka klem bila sesak napas

50 | P n e u m o t o r a k s
 Cek foto thorakx AP-Lat

8 Jum’at II S: Px mengatakan terpasang

22-4-18 selang didada kanan

09.00 O:

 Tidak ada trauma pernapasan


dan tanda-tanda infeksi pada
luka, luka bersih ditutup kasa
steril
 Selang WSD di off
 TTV : TD 120/70 mmHg, RR
20 x/mnt, N 80 x/mnt, T 36
C

A: Masalah risti infeksi dan


trauma pernapasan tidak
terjadi

P: Lanjutkan intervensi No:


1,2,3,4,7,8

9 Sabtu I S:

23-4-18  Klien mengatakan tidak ada

08.30 keluhan sesak napas selama


24 jam

O:

 Klien terlihat tenang/rileks,


tak tampak sesak napas
 TTV : TD 120/70 mmHg, RR
20 x/mnt, N 80 x/mnt, T 36
C

51 | P n e u m o t o r a k s
 WSD di IC 4-5 midline axila
kanan diklem
 Bentuk dada simetris
 Pergerakan dada simetris saat
bernapas
 Palpasi: teraba getaran disisi
paru kanan
 Perkusi: sonor diparu kanan
 Auskultasi: terdengar suara
napas di paru kanan
 Foto thoraks: paru yang
kolaps mengembang

A: Masalah pola napas tidak


efektif teratasi

P: Lanjutkan intervensi

 Kolaborasi medis untuk


tindakan off WSD
 Observasi keluhan sesak
napas, nyeri dada saat
pernapasan selama 24 jam
setelah WSD di off
 Observasi ekspansi paru
 Observasi TTV

10 Sabtu II S: Px mengatakan selang

23-4-18 didada kanan sudah


dilepas
09.00
O:

52 | P n e u m o t o r a k s
 Tidak ada trauma pernapasan
dan tanda-tanda infeksi pada
luka, luka bersih ditutup kasa
steril
 TTV : TD 120/70 mmHg, RR
20 x/mnt, N 80 x/mnt, T 36
C

A: Masalah risti infeksi dan


trauma pernapasan tidak
terjadi

P: Hentikan intervensi

 Kolaborasi medis pemberian


obat antibiotika oral

Dischard Planning :

 Penkes perawatan luka dan


jahitan di rumah, pola hidup
sehat
 Anjurkan off jahitan hari
Senin tanggal 2-5-2011 ke
puskesmas/RS
 Anjurkan kontrol ke
puskesmas/RS bila ada
keluhan

11 Minggu I S:

24-4-18  Klien mengatakan tidak ada

08.30 keluhan sesak napas

O:

53 | P n e u m o t o r a k s
 Klien terlihat tenang/rileks,
tak tampak sesak napas
 TTV : TD 120/70 mmHg, RR
20 x/mnt, N 80 x/mnt, T 36
C
 Bentuk dada simetris
 Pergerakan dada simetris saat
bernapas
 Palpasi: teraba getaran disisi
paru kanan
 Perkusi: sonor diparu kanan
 Auskultasi: terdengar suara
napas di paru kanan
 WSD sudah di off

A: Masalah pola napas tidak


efektif teratasi

P: Dischard Planning :

 Penkes perawatan luka dan


jahitan di rumah
 Anjurkan off jahitan hari
Sabtu tanggal 15-5-2011 ke
puskesmas/RS
 Anjurkan kontrol ke
puskesmas/RS bila ada
keluhan
 Siapkan klien pulang

54 | P n e u m o t o r a k s
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan materi diatas, dapat disimpulkan bahwa
Keperawatan merupakan sebuah ilmu dan profesi yang memberikan
pelayanan keseahatan guna untuk meningkatkan keseahatan bagi masyarakat.
Keperawatan ternyata sudah ada sejak manusia itu ada dan hingga saat ini
profesi keperawatan berkembang dengan pesat. Sejarah perkembangan
keperawatan di Indonesia tidak hanya berlangsung di tatanan praktik, dalam
hal ini layanan keperawatan, tetapi juga di dunia pendidikan keperawatan.
Perawat dalam menjalankan tugasnya, ia dilindungi dan diatur oleh beberapa
aspek legal dalam kesehatan seperti yang tercantum dalam Undang-undang
No. 36 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah RI NO. 32 Tahun 1996.
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Standar
Pelayanan Rumah Sakit adalah semua standar pelayanan yang berlaku di
Rumah Sakit antara lain standar prosedur operasional, standar pelayanan
medis, dan standar asuhan keperawatan.
Dalam menjalankan tugasnya, perawat memiliki beberapa
tanggungjawab. Tanggung jawab perawat secara umum:
a. Menghargai martabat setiap pasien dan keluarganya
b. Menghargai hak pasien untuk menolak prosedur pengobatan dan
melaporkan penolakan tersebut kepada dokter dan orang-orang yang tepat.
c. Menghargai hak pasien dan keluarganya dalam hal kerahasiaan informasi
d. Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien
dan memberikan informasi
e. Mendengarkan pasien secara seksama dan melaporkan hal-hal penting
kepada orang yang tepat.

55 | P n e u m o t o r a k s
Sementara tanggung gugat (akuntabilitas) adalah
mempertanggungjawabkan perilaku dan hasil-hasilnya termasuk dalam lingkup
peran profesional seseorang sebagaimana tercermin dalam laporan pendidik
secara tertulis tentang perilaku tersebut dan hasil-hasilnya. Baik terhadap
dirinya sendiri, pasien, profesi, sesama karyawan dan masyarakat.
Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam
melaksanakan tugas/fungsi perawat adalah kode etik perawat nasional
Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode etik
sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan.

5.2 Saran
Dalam melakukan asuhan keperawatan, hendaknya kita sebagai perawat
selalu memegang teguh kode etik dan bertanggung jawab di setiap tindakan
yang dilakukan kepada klien.

56 | P n e u m o t o r a k s
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2016.Makalah Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dan Aspek Legal


dan Etik Kegawatdaruratan Kelompok 2. (Online) Available :
http://karyatulisilmiah.com/makalah-asuhan-keperawatan-gawat-darurat-
aspek-legal-dan-etik-kegawat-daruratan-kelompok-2/ (Diakses pada
tanggal 03 November 2016, pukul 14.00 Wita)

Anonim.2016.Permenkes No.148. (Online) Available :


https://prastiwisp.files.wordpress.com/2010/11permenkes-no-148.pdf&ved
(Diakses pada tanggal 03 November, pukul 14.30 Wita)

Ami Utami, Dewa Ayu.2016.Aspek Legal Gadar. (Online) Available :


https://www.scribd.com/mobile/document/325456220/Aspek-Legal-Gadar
(Diakses pada tanggal 03 November 2015 pukul 13.30 Wita)

Bentynaaozzy.2016.Aspek Legal Keperawatan Gawat Darurat. (Online)


Available : https://zh.scribd.com/doc/107134833/Aspek-Legal-
Keperawatan-Gawat-Darurat&ved (Diakses pada tanggal 03 November
2015, pukul 13.00 Wita)

Handayani, Fitri . 2013. Pendidikan Prodfesi Keperawatan. (Online) Available


:http://www.academia.edu/9275103/MAKALAH_PENDIDIKAN_PROFESI
_KEPERAWATAN diakses pada tanggal 5 November 2016 pukul 20.30
WITA
Priharjo, Robert. 1995. Praktek Keperawatan Profesional: Konsep Dasar Dan
Hukum. Jakarta: EGC

57 | P n e u m o t o r a k s

Anda mungkin juga menyukai