PENDAHULUAN
1|Pneumotoraks
Praktik Keperawatan Gawat Darurat memiliki perspektif tersendiri dalam
konteks legal keperawatan. Undang-Undang yang mengaturnya tidak membatasi
kewenangan perawat terutama dalam hal mengutamakan keselamatan nyawa pasien.
Akan tetapi perawat harus memahami bukan hanya persoalan kompetensi apa yang
boleh atau tidak dilakukan dalam tindakan kedaruratan, lebih dari itu mengutamakan
hak-hak pasien disaat kritis merupakan hal yang esensial bagi perawat di Ruangan
Gawat Darurat.
Untuk mencegah dan mengatasi konflik biasanya digunakan etika dan norma
hukum yang mempunyai tolok ukur masing-masing. Oleh karena itu dalam praktik
harus diterapkan dalam dimensi yang berbeda. Artinya pada saat kita berbicara
masalah hukum, tolok ukur norma hukumlah yang diberlakukan. Pada kenyataannya
kita sering terjebak dalam menilai suatu perilaku dengan membaurkan tolok ukur
etika dan hukum Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena
mempertaruhkan kelangsungan hidup seseorang. Oleh karena itu dan segi yuridis
khususnya hukum kesehatan terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan
keadaan biasa.Oleh sebab itu, untuk mencegah dan mengatasi konflik ini tenaga
kesehatan harus sangat mengerti tentang aspek legal dan etik dalam
kegawatdaruratan.
2|Pneumotoraks
BAB II
PEMBAHASAN
3|Pneumotoraks
A. Tujuan Keperawatan Gawat Darurat
1. Bagi profesi keperawatan pelatihan kegawatdaruratan, dapat dijadikan sebagai
aspek legalitas dan kompetensi dalam melaksanakan pelayanan keperawatan
gawat darurat yang tujuannya antara lain:
a. Memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan gawat darurat yang diberikan.
b. Menginformasikan kepada masyarakat tentang pelayanan keperawatan gawat
darurat yang diberikan dan tanggungjawab secara professional
c. Memelihara kualitas/mutu pelayanan keperawatan yang diberikan
d. Menjamin adanya perlindungan hokum bagi perawat
e. Memotivasi pengembangan profesi
f. Meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan
2. Tujuan kegawatdaruratan adalah:
a. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada penderita gawat
darurat, hingga dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat
sebagaimana mestinya.
b. Menanggulangi korban bencana.
4|Pneumotoraks
2.2 KONSEP HOLISTIK : PENGALAMAN PASIEN KRITIS
Kata “holistic” berasal dari bahasa Yunani “holos (whole, wholism)” yang
berarti satu kesatuan yang utuh (Dossey, Keegan, & Guzzetta, 2000). Hal ini berarti
manusia holistik adalah suatu kesatuan yang utuh, lebih dari atau bukan hanya
merupakan gabungan dari beberapa komponen penyusunnya. Asosiasi Perawat
Holistik Amerika (2007) mendefinisikan “keperawatan holistik” sebagai praktik
keperawatan yang menekankan pada penyembuhan (healing) dari manusia secara utuh
yang meliputi aspek badan (body), jiwa (spirit), dan pikiran (mind). Keperawatan
holistik didedikasikan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan individu,
masyarakat, dan lingkungan. Keperawatan holistik merupakan suatu pendekatan yang
berpusat pada orang dengan menyertakan konsep-konsep holism, healing, dan
transpersonal caring sebagai konsep inti. Praktik keperawatan holistik lebih
menekankan pada perawatan mandiri (self- care), itikad kuat (intentionality),
keberadaan atau menghadirkan diri secara utuh (presence), kesadaran penuh
(mindfulness), dan menggunakan diri sebagai agen terapi, sebagai landasan bagi
praktik keperawatan professional (Hess, Bark, & Southhard, 2010). Terdapat lima nilai
inti dari keperawatan holistik, yaitu 1) filosofi holistik dan pendidikan, 2) etika holistik
dan riset, 3) perawatan mandiri perawat, 4) komunikasi holistik, lingkungan terapetik
dan mampu budaya, dan 5) proses caring holistik (Frisch, 2009).
Perawat holistik harus terus berkarya untuk menciptakan lingkungan kerja yang
sehat bagi dirinya dan orang lain. Mereka juga memiliki komitmen untuk
mengembangkan praktik dan kebijakan yang lebih humanistik di tatanan pelayanan
kesehatan. Perawat holistik menyadari akan pentingnya perawatan mandiri, mereka
menghargai dirinya sendiri dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk merawat
dirinya sendiri (Asosiasi Perawat Holistik Amerika, 2007). Perawatan mandiri dalam
konteks ini adalah suatu proses aktif untuk mencapai
5|Pneumotoraks
tingkat kesehatan dan kesejahteraan optimal melalui cara-cara saling melengkapi,
mendukung, dan memberdayakan. Perawat holistik berkomitmen untuk belajar terus
menerus, mengembangkan peribadi dan professional dalam rentang yang berkelanjutan
Seseorang yang masuk ke Unit Perawatan Kritis umumnya merupakan hal yang tidak
diperkirakan sebelumnya. Situasi lingkungan yang asing, peralatan-peralatan yang
kompleks, kondisi pasien kritis lain yang lebih dahulu dirawat, dan personel yang belum
dikenal sebelumnya dapat merupakan sumber stress bagi pasien dan keluarganya. Pasien
kritis adalah pasien yang beresiko tinggi mengalami masalah kesehatan yang mengancam
jiwa baik aktual maupun potensial (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Pasien-pasien tersebut
memerlukan perawatan yang intensif dan pengawasan yang ketat dari para perawat dan
petugas medis.
6|Pneumotoraks
a. Ancaman kematian
b. Ancaman bisa bertahan hidup namun dengan masalah sisa atau keterbatasan
akibat penyakit -Nyeri atau ketidaknyamanan
c. Kurang tidur
d. Kehilangan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal karena
terintubasi -Keterpisahan dengan keluarga/orang yang dicintai
e. Kehilangan autonomy/kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari
f. Kehilangan control terhadap lingkungan
g. Kehilangan peran yang biasa dijalankan
h. Kehilangan harga diri
i. Kecemasan
j. Bosan, frustasi, dan pikiran-pikiran yang negative
k. Distress spiritual
Berat ringannya efek stressor tersebut dan respon pasien yang dimunculkan, akan
sangat tergantung pada faktor-faktor:
Stress, apapun bentuknya baik itu fisik, psikologis, maupun sosial, dapat
menimbulkan respon secara fisik. Beberapa literature mengungkap adanya
hubungan antara interaksi pikiran/jiwa dan badan dengan respon kekebalan tubuh
terhadap stress (Osho, 1994; Urden, Stacy, & Lough, 2006).
7|Pneumotoraks
B. Perawatan Holistik Dan Model Sinergi Di Unit Perawatan Kritis
Penerapan perawatan holistik memerlukan pertimbangan dari berbagai
faktor baik individu maupun lingkungan yang mempengaruhi kesehatan dan
kesejahteraan pasien dan kemampuan koping dalam menghadapin situasi krisis
seperti kondisi sakit baik akut maupun kronis. Untuk bisa memenuhi hal tersebut,
perawat memerlukan dasar pengetahuan yang handal tentang anatomi fisiologi,
proses penyakit, regimen tindakan, perilaku, spiritualitas, dan respon manusia.
Perawat kritis tidak hanya mampu bekerja dengan teknologi tinggi, melainkan juga
harus “tahu pasien” dalam artian memahami pasien seutuhnya agar bisa
memberikan asuhan keperawatan yang humanistik, individual, dan holistik.
Nilai “presence” atau menghadirkan diri secara utuh untuk membantu
pasien, merefleksikan salah satu aspek dari caring dalam keperawatan. Caring juga
dapat meliputi mengidentifikasi masalah pasien secara dini, memutuskan dan
melaksanakan intervensi yang tepat yang didasarkan pada pemahaman terhadap
pengalaman pasien sebelumnya, aspek keyakinan dan budaya pasien, pola perilaku,
perasaan, dan kecenderungan pasien. Penelitian yang dilakukan Jenny dan Logan
(1996) mengungkap perilaku caring perawat menurut pasien adalah diantaranya
mengurangi ketidaknyamanan, pembelaan (advocacy), member dukungan
(encouragement), dan menghormati pasien sebagai individu yang unik. Seni dari
caring memerlukan keterampilan dalam komunikasi dan hubungan interpersonal,
komitment peribadi, dan kemampuan untuk menjalin hubungan saling percaya.
Keterampilan interpersonal sangatlah diperlukan oleh perawat dalam
mengaplikasikan perawatan holistik. Wysong dan Driver (2009) melakukan
penelitian tentang keterampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh perawat di unit
kritis menurut persepsi pasien, hasilnya mengungkap beberapa atribut kemampuan
interpersonal, yaitu:
8|Pneumotoraks
f. Berjiwa humor
g. Memiliki waktu untuk pasien
h. Terorganisir
i. Memiliki ingatan yang baik
j. Rapih penampilan fisik
k. Baik dalam bertutur/menggunakan bahasa
l. Pendengar yang baik
m. Menyenangkan/memberikan kenyamanan
n. Kontak emosional
Disamping atribut skill interpersonal, ada atribut berpikir kritis yang penting dimiliki
oleh seorang perawat kritis, diantaranya:
9|Pneumotoraks
sinergi bisa tercapai. Dua ajaran utama dari model ini, yaitu; karakteristik pasien
merupakan perhatian utama bagi perawat, dan kompetensi perawat merupakan hal
terpenting bagi pasien.
Gambar 1: Hubungan antara pasien/keluarga dan perawat dan Model Sinergi (Relf
& Kaplow, NA
10 | P n e u m o t o r a k s
2.3 ASPEK HUKUM DALAM KEGAWATDARURATAN
1. Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat Darurat
Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-
undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama
diberlakukan dalamfase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang secara
sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam keadaan gawat darurat.
Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat dokter atau tenaga
kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya. Dua syarat utama doktrin
Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah:
a. Kesukarelaan pihak penolong.
Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan atau keinginan pihak
penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun. Bila pihak
penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka doktrin tersebut
tidak berlaku.
b. Itikad baik pihak penolong.
Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan yang dilakukan penolong.
Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan trakeostomi
yang tidak perlu untuk menambah keterampilan penolong.
Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga
kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau
pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya
kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause).
Bila tuduhan kelalaian tersebut dilakukan dalam situasi gawat darurat maka
perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi.
Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan
tenaga kesehatan yang berkualifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang
sama pula.
Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed
consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang
11 | P n e u m o t o r a k s
Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana
harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak
didampingi pasien, tidak perlu persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan
Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat
diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus
disimpan dalam berkas rekam medis.
1. Undang-Undang Kesehatan Terkait
Keperawatan Gawat Darurat Ditinjau Dari Aspek Hukum Pemahaman
terhadap aspek hukum dalam Keperawatan Gawat Darurat bertujuan
meningkatkan kualitas penanganan pasien dan menjamin keamanan serta
keselamatan pasien. Aspek hukum menjadi penting karena consensus
universal menyatakan bahwa pertimbangan aspek legal dan etika tidak dapat
dipisahkan dari pelayanan medic yang baik. Walaupun ada undang-undang
yang mengatur tentang keperawatan gawat darurat yaitu Pasal 11 Peraturan
Menteri Kesehatan tentang : Informed Consent menyatakan, dalam hal pasien
tidak sadar/pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara
medic berada dalam keadaan gawat darurat dan atau darurat yang memerlukan
tindakan medic segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan
dari siapapun. (Per.Menkes,1989). Tetapi yang menjadi tuntutan hukum
dalam praktek Keperawatan Gawat Darurat biasanya berasal dari:
a. Kegagalan komunikasi
b. Ketidakmampuan mengatasi dilema dalam profesi
Permasalahan etik lainnya yang muncul dalam hukum Keperawatan
Gawat Darurat merupakan isu yang juga terjadi pada etika dan hukum dalam
kegawat daruratan medik yaitu:
a. Diagnosis keadaan gawat darurat
b. Standar Operating Procedure
c. Kualifikasi tenaga medis
d. Hak otonomi pasien :informed consent (dewasa,anak)
12 | P n e u m o t o r a k s
e. Kewajiban untuk mencegah cedera atau bahaya pada pasien
f. Kewajiban untuk memberikan kebaikan pada pasien (rasa sakit,
menyelamatkan)
g. Kewajiban untuk merahasiakan (etika><hukum)
h. Prinsip keadilan dan fairness
i. Kelalaian
j. Malpraktek akibat salah diagnosis, tulisan yang buruk dan kesalahan
terapi: salahobat, salah dosis
k. Diagnosis kematian
l. Surat Keterangan Kematian
m. Penyidikan medico legal untuk forensic klinik: kejahatan susila, child
abuse, aborsi dan kerahasiaan informasi pasien
Permasalahan etik dalam keperawatan gawat darurat dapat dicegah
dengan mematuhi standar operating procedure (SOP), melakukan
pencatatan dengan benar meliputi mencatat segala tindakan, mencatat
segala instruksi dan mencatat serah terima
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan
gawat darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan
Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis,
dan Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah
tegas diatur dalam pasal 51 UU No.29/ 2004 tentang Praktik Kedokteran,
di mana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992 tentang
Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun secara
tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenarnya merupakan
hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal
4).
Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa “Pemerintah bertugas
menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
13 | P n e u m o t o r a k s
masyarakat” termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang mampu.
Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta). Rumah
sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan
pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin
rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk
meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan.
Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase
pra-rumah sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat
untuk fase rumah sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No.159b/ 1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah
disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan
gawat darurat selama 24 jam per hari. Untuk fase pra-rumah sakit belum
ada pengaturan yang spesifik. Secara umum ketentuan yang dapat dipakai
sebagai landasan hukum adalah pasal 7 UU No.23/1992 tentang
Kesehatan, yang harus dilanjutkan dengan pengaturan yang spesifik untuk
pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit. Bentuk peraturan tersebut
seyogyanya adalah peraturan pemerintah karena menyangkut berbagai
instansi di luar sector kesehatan.
3. Landasan Hukum Pelayanan Gawat Darurat
a. UU NO 9 Tahun 1960 Pokok Kesehatan
b. UU NO 6 Tahun 1963 Tenaga Kesehatan
c. UU NO 29 Tahun 2004 Praktik Kedokteran
d. UU NO 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
e. UU NO 36 Tahun 2009 Kesehatan
f. UU NO 44 TAHUN 2009 Rumah sakit
g. PP NO 32 TAHUN 1996 Tenaga Kesehatan
h. PP NO 51 Tahun 2009 Pekerjaan Kefarmasian
i. Berbagai Peraturan Menteri Kesehatan
14 | P n e u m o t o r a k s
4. Fungsi aspek hukum dan legalitas pelayanan gawat darurat bagi perawat :
a. Hukum Menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan tindakan asuhan
keperawatan gawat darurat.
b. Hukum juga memberikan penjelasan tentang tanggung jawab perawat
gawat darurat yang berbeda dari tanggung jawab tenaga kesehatan
lainnya
c. Hukum dapat membantu perawat gawat darurat menetapkan batas batas
tindakan keperawatan mandiri (otonomi profesi)
d. Hukum membantu keperawatan dalam menjaga standar asuhan
keperawatan yang dibuat oleh profesi keperawatan.
e. Aspek aspek Hukum dan perlindungan hukum Pelayanan Gawat Darurat
oleh profesi keperawatan.
f. Dalam Undang-undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 Bab I
Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (1) Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat Inap, Rawat Jalan dan Rawat Darurat. Ini membuktikan
bahwa rumah sakit wajib memberikan pelayanan gawat darurat kepada
pasien atau penderita dengan arti kata setiap rumah sakit wajib memiliki
sarana, pra sarana dan SDM dalam pengelolaan pelayanan gawat darurat,
ini membuktikan adanya kepastian hukum dalam pelayanan gawat
darurat di rumah sakit”.
g. Gawat darurat adalah suatu kondisi klinik yang memerlukan pelayanan
medis. Gawat
h. Darurat medis adalah suatu kondisi dalam pandangan penderita, keluarga,
atau siapapun yang bertanggung jawab dalam membawa penderita ke
rumah sakit memerlukan pelayanan medis segera. Penderita gawat
darurat memerlukan pelayanan yang cepat, tepat, bermutu dan terjangkau.
(Etika dan Hukum Kesehatan, Prof. Dr. Soekijo Notoatmojo 2010).
i. Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 Tentang Registrasi
dan Praktik Keperawatan, Pasal 20, Dalam darurat yang mengancam jiwa
15 | P n e u m o t o r a k s
seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan
kesehatan diluar kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 15,
Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
j. Permenkes Nomor RI HK.02.02.MENKES/148/2010, tentang regitrasi
dn izin praktik keperawatan Pasal 10 Ayat (1), Dalam darurat yang
mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan
pelayanan kesehatan diluar kewenangannya sebagaimana dimaksud
dalam pasal 8, Pasal 11 poin (a) Perawat berhak Memperoleh
perlindungan hukum.
k. Permenkes Nomor 152/Menkes/Per/IV/2007Tentang Izin dan
penyelenggaran Praktik Kedokteraan dan kedokteran Gigi, BAB III Pasal
15 Ayat (I), Dokter dan dokter Gigi dapat memberilan pelimpahan suatu
tindakan kedokteran dan tindakan kedokteran gigi, kepada perawat,
bidan atau tenaga kesehatn lainnya secara tertulis.
1. Pengaturan Pelayanan Kegawatdaruratan
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah
tegas diatur dalam pasal 51 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di
mana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992 tentang
Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun secara
tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenarnya merupakan hak
setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal 4).
Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa “Pemerintah bertugas menyelenggarakan
upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat” termasuk fakir
miskin, orang terlantar dan kurang mampu.6 Tentunya upaya ini menyangkut
pula pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat (swasta).
Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu
16 | P n e u m o t o r a k s
persyaratan ijin rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak
diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian
pelayanan.Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan
fase pra-rumah sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat
darurat untuk fase rumah sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No.159b/ 1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah
disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat
darurat selama 24 jam per hari. Untuk fase pra-rumah sakit belum ada
pengaturan yang spesifik.
Secara umum ketentuan yang dapat dipakai sebagai landasan hukum
adalah pasal 7 UU No.23/1992 tentang Kesehatan, yang harus dilanjutkan
dengan pengaturan yang spesifik untuk pelayanan gawat darurat fase pra-
rumah sakit. Bentuk peraturan tersebut seyogyanya adalah peraturan
pemerintah karena menyangkut berbagai instansi di luar sector kesehatan.
Dasar hukum pelayanan kegawatdaruratan :
1. UU RI NO 36 TAHUN 2009 tentang Kesehatan
b. Bab II Pasal 32 ayat 1 dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan
kesehatan baiik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan
pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan
kecacatan terlebih dahulu
c. Bab II Pasal 32 ayat 2 Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan
kesehatan baik pemerintah dan swasta dilarang menolak pasien dan atau
meminta uang muka
d. Bab VI pasal 58 ayat 1 setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
kesehatan
e. Bab VI pasal 58 ayat 2 Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
17 | P n e u m o t o r a k s
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.
f. Bab VI pasal 58 ayat Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
g. Bab XX pasal 190 ayat 1 Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau
tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan
pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
h. Bab XX pasal 190 ayat 2 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian,
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan
tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
2. UU RI NO 44 tentang RUMAH SAKIT
a. Pasal 1: gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan
tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan
kecacatan lebih lanjut
b. Pasal 29 ayat 1 butir c:Setiap rumah sakit mempunyai kewajiban
memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya
3. UU RI no 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
a. Pasal 33: penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari tiga
tahap meliputi: pra bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana
b. Pasal 34 : penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan
prabencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf a. meliputi :
18 | P n e u m o t o r a k s
dalam situasi tidak terjadi bencana dan dalam situasi terdapat potensi
terjadinya bencana
c. Pasal 44 : penyelenggaraan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi
bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 huruf b. meliputi:
kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana
d. Pasal 48 : penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf b meliputi:
pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber
daya , Penentuan status keadaan darurat bencana , Penyelamatan dan
evakuasi masyarakat terkena bencana, Pemenuhan kebutuhan dasar ,
Perlindungan terhadap kelompok rentan , Pemulihan dengan segera
sarana dan prasarana
e. Pasal 57 : Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap
pascabencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf c
meliputi:Rehabilitasi, rekontruksi, Informed consent
4. Permenkes No. 585 / 1989 (Pasal 11) bahwa dalam kondisi emergency situasi
yang mengancam nyawa persetujuan tindakan medis tidak diperlukan
5. Dalam pasal 56 UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan :hak pasien untuk
menerima atau menolak suatu tindakan tidak berlaku salah satunya ketika
pasien dalam kondisi pingsan atau tidak sadarkan diri.
19 | P n e u m o t o r a k s
a. Menghargai martabat setiap pasien dan keluarganya
b. Menghargai hak pasien untuk menolak prosedur pengobatan dan
melaporkan penolakan tersebut kepada dokter dan orang-orang yang
tepat.
c. Menghargai hak pasien dan keluarganya dalam hal kerahasiaan informasi
d. Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab pertanyaan-pertanyaan
pasien dan memberikan informasi
e. Mendengarkan pasien secara seksama dan melaporkan hal-hal penting
kepada orang yang tepat.
Sementara tanggung gugat (akuntabilitas) adalah
mempertanggungjawabkan perilaku dan hasil-hasilnya termasuk dalam
lingkup peran profesional seseorang sebagaimana tercermin dalam laporan
pendidik secara tertulis tentang perilaku tersebut dan hasil-hasilnya. Baik
terhadap dirinya sendiri, pasien, profesi, sesama karyawan dan masyarakat.
Tanggung gugat dalam transaksi terapeutik :
a. Contractual Liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban
dari hubungan kontraktual yang sudah disepakati
b. Vicarious Liability
Tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga
kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya
c. Liability in Tort
Tanggung gugat atas perbuatan melawan hokum.
Tanggung gugat pada setiap proses keperawatan:
a. Tahap pengkajian
Perawat bertanggung gugat mengumpulkan data atau informasi,
mendorong partisipasi pasien dan penentuan keabsahan data yang
dikumpulkan.
20 | P n e u m o t o r a k s
b. Tahap diagnosa keperawatan
Perawat bertanggung gugat terhadap keputusan yang dibuat tentang
masalah-masalah kesehatan pasien seperti pertanyaan diagnostik.
c. Tahap perencanaan
Perawat bertanggung gugat untuk menjamin bahwa prioritas pasien juga
dipertimbangkan dalam menetapkan prioritas asuhan.
d. Tahap implementasi
Perawat bertanggung gugat untuk semua tindakan yang dilakukannya
dalammemberikan asuhan keperawatan.
e. Tahap evaluasi
Perawat bertanggung gugat untuk keberhasilan atau kegagalan tindakan
keperawatan.
2. Peran Fungsi Perawat Dalam Penanganan Kasus Emergency
Peran perawat di bagian emergency telah mengalami perubahan
dalam kaitannya dengan perkembangan beberapa tahun terakhir ini yaitu
meningkatnya penggunaan bagian emergency oleh mereka yang
memerlukan pengobatan dan meningkatnya kepuasan terhadap pelayanan
yang diberikan serta mampu menekan angka kematian dan kecatatan pada
kasus emergency. Perawat-perawat di bagian emergency mempunyai
ketrampilan sebagai berikut :
a. Mengkaji dan menentukan priorotas (penyeleksi: pasien yang
memerlukan pengobatan segera)
b. Menangani pasien-pasien yang menpunyai resiko dan kecemasan yang
tinggi.
c. Ketrampilan teknik yang khusus (memberi cairan per parutral Defrilator,
resusitasi intubasi, mengoperasikan alat-alat monitoring)
d. Menginterprestasikan hasil pemeriksaan laboratorium dan EKG serta
tindakan-tindakan yang diperlukan.
21 | P n e u m o t o r a k s
2.4 PRINSIP DASAR KEGAWATDARURATAN
a. Gawat darurat
Suatu keadaan dimana pasien berada dalam kondisi gawat tetapi tidak
memerlukan tindakan yang darurat contohnya : kanker stadium lanjut
22 | P n e u m o t o r a k s
BAB III
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pneumotoraks terbuka
2. Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar. Udara
yg dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena direasorpsi dan
tidak ada hubungannya lagi dengan dunia luar maka tekanan udara di rongga
23 | P n e u m o t o r a k s
pleura menjadi negative. Tetapi paru belum bias berkembang penuh,
sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah
normal.
3. Pneumotoraks ventil
Ini merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung
adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus
terus kepercabangannya dan menuju kea rah pleura yang terbuka. Pada
waktu inspirasi, udara masuk ke rongga pleura yang pada permulaannya
masih negatif.
3.4 Patofisiologis
24 | P n e u m o t o r a k s
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak mau
keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi
yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura.
Apabila ada obstruksi di bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan
membuat tekanan pleura semakin lama semakin meningkat sehubungan
dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk ke rongga pleura saat
ekspirasi terjadi karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari
rongga pleura, terlebih jika klien batuk, tekanan udara di bronchus akan lebih
kuat dari ekspirasi biasa.
1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara
masuk kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu melebar,
tekanan dalam alveoli akan meningkat.
Toraks
25 | P n e u m o t o r a k s
Pneumotoraks yang luas Kolaborasi dengan
dan cepat tim medis:
menimbulkan: Pemberian oksigen
Nyeri tajam saat ekspirasi Tindakan kontraventil
Peningkatan frekuensi dengan aspirasi
napas udara dari rongga
Takikardi
Perkusi: hiperresonan
pada sisi yang sakit
Auskultasi: penurunan
sampai hilangnya
suara napas pada sisi
yang sakit
26 | P n e u m o t o r a k s
untuk dilakukan
reseksi paru
Palpasi: pendorongan
trakea dari garis
tengah menjauhi sisi
yang sakit dan distensi
vena jugularis
Auskultasi: penurunan
sampai hilangnya
suara napas pada sisi
yang sakit
Palpasi: pendorongan
trakea dari garis
tengah menjauhi sisi
yang sakit
Perkusi: hiperresonan
pada sisi yang sakit
27 | P n e u m o t o r a k s
Auskultasi: penurunan
sampai hilangnya
suara napas pada sisi
yang sakit
Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak hitam, rata, dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru.
Adakalanya paru yang mengalami kolaps tersebut hanya tampak seperti massa
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas
sekali. Besarnya kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak
Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pendorongan jantung atau
trakhea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks
ventil dengan tekanan intrapleura yang tinggi.
dialami, derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit yang
1. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara:
28 | P n e u m o t o r a k s
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah
menjadi negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut.
Cara lainnya adalah melakukan penusukkan jarum ke rongga pleura melalui
tranfusion set.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD).
Pencabutan drain
29 | P n e u m o t o r a k s
c. Tindakan bedah
Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang
yang menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu lubang tersebut dijahit,
d. Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau
dekortikasi. Pembedahan paru kembali bila ada bagian paru yang mengalami
robekan atau bila ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak
berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.
2. Penatalaksanaan Tambahan
a. Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya, yaitu:
Terhadap proses TB paru, diberi OAT
Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar dekekasi, penderita dibei
obat laksatif ringan, dengan tujuan agar saat defekasi, penderita tidak perlu
mengejan terlalu keras.
b. Istirahat total
Klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang), batuk, bersin
terlalu keras dan mengejan.
30 | P n e u m o t o r a k s
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
Tn. S datang ke UGD dibawa keluarganya, tiga jam yang lalu klien
mendadak mengeluh sesak napas dan semakin lama semakin berat, disertai nyeri
dada seperti tertusuk pada sisi dada sebelah kanan, rasa berat, tertekan dan terasa
lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Tidak ada riwayat trauma yang mengenai
rongga dada seperti tertembus peluru, ledakan, trauma tumpul dada akibat
kecelakaan lalu lintas maupun tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
Karena keluhan sesak napas dirasakan semakin berat, klien dibawa keluarga ke IRD
RSUD Ulin Banjarmasin, disarankan rawat inap untuk dilakukan tindakan
pemasangan selang WSD. Klien masuk Ruang Dahlia pada jam 09.00 Wita.
A. Identitas Pasien :
1. Nama : Santoso
2. Umur : 34 tahun
3. Alamat : Banjarmasin
4. tgl MRS : 17 – 04 - 2018
5. tgl pengkajian : 18-04-2018
6. dx.medis : Pneumothorax Dextra
B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama
Sesak napas, bernapas terasa berat dan susah untuk melakukan pernapasan.
Tiga jam yang lalu klien mendadak mengeluh sesak napas dan semakin lama
semakin berat, disertai nyeri dada seperti tertusuk pada sisi dada sebelah
kanan, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan.
Tidak ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti tertembus
31 | P n e u m o t o r a k s
peluru, ledakan, trauma tumpul dada akibat kecelakaan lalu lintas maupun
tusukan benda tajam langsung menembus pleura. Karena keluhan sesak
napas dirasakan semakin berat, klien dibawa keluarga ke IRD RSUD Ulin
Banjarmasin, disarankan rawat inap untuk dilakukan tindakan pemasangan
selang WSD. Klien masuk Ruang Dahlia pada jam 09.00 Wita.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
klien baik pneumotoraks ataupun TB paru
C. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Tampak sakit berat dan sesak napas, KU sangat lemah, kesadaran Compos
Mentis, GCS 456, TB 155 cm, BB 50 kg.
Inspeksi
Klien tampak sesak napas, keringat dingin, wajah tampak pucat, nyeri
dada saat bernapas dan gelisah
Bentuk dada kanan lebih cembung
Gerakan pernapasan dada kanan tertinggal
Penggunaan otot bantu napas tambahan
32 | P n e u m o t o r a k s
Pola napas cepat dan dangkal
Palpasi
Taktil fremitus getaran menurun di dada kanan
Perkusi
Hipersonor di dada kanan
Auskultasi
Suara napas menghilang di dada kanan
b. Pola Pemenuhan Kebutuhan
(nutrisi, eliminasi, tidur & istirahat, aktifitas & latihan, personal hygiene)
c. Prosedur Diagnostik
1. Laboratorium
2. Radiologi
d. Pengobatan
IVFD RL 20 tpm
Rimstar 2 x 2 tab
Codein 10 mg tab 0-1-1
Hepa Q 2 x 1 tab
Oksigen 2 lpm
Ranitidin 2 x 1 amp IV
Tramadol 2 x 1 mg drip
Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
33 | P n e u m o t o r a k s
Data post pemasangan WSD
34 | P n e u m o t o r a k s
D. Analisa data
DO:
Klien tampak
sesak napas,
keringat dingin,
nyeri dada kanan
saat bernapas dan
gelisah
Bentuk dada
kanan lebih
cembung
Gerakan
pernapasan dada
kanan tertinggal
35 | P n e u m o t o r a k s
Penggunaan otot
bantu napas
tambahan
TTV : TD 110/70
mmHg, RR 32
x/mnt, N 92
x/mnt, T 36 C
Palpasi:getaran
menurun di dada
kanan
Perkusi:
hipersonor di
dada kanan
Auskultasi: suara
napas menghilang
di dada kanan
Radiologi:foto
thorax kolaps
pada paru kanan
36 | P n e u m o t o r a k s
DO:
Adanya luka 1
cm dengan jahitan
mengelilingi
selang WSD
Terpasang selang
WSD di IC 4-5
dihubungkan
dengan selang
penyambung ke
botol WSD
E. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
peningkatan tekanan di dalam rongga pleura; pneumothorax
2. Risti infeksi dan trauma pernapasan b/d tindakan invasif sekunder
pemasangan selang WSD
37 | P n e u m o t o r a k s
F. Intervensi Keperawatan
38 | P n e u m o t o r a k s
TTV : TD 110/70 mmHg, RR Radiologi: Paru yang
32 x/mnt, N 92 x/mnt, T 36 C kolaps sudah ekspansi
Palpasi:getaran menurun disisi
paru yang sakit
Perkusi: hipersonor disisi paru
yang sakit
Auskultasi: suara napas
menghilang disisi paru yang
sakit
Radiologi:foto thorax
gambaran pneumotoraks
kanan, paru kolaps
2.2.2 Risti infeksi dan trauma Dalam waktu 3 x 24 1. Kaji kualitas, frekuensi dan
2
pernapasan b/d jam setelah kedalaman napas, laporkan
tindakan invasif diberikan setiap perubahan yang
sekunder pemasangan intervensi risti terjadi
selang WSD ditandai infeksi dan trauma 2. Observasi tanda-tanda
dengan: pernapasan tidak infeksi pada luka, TTV,
39 | P n e u m o t o r a k s
selang penyambung ke botol Luka sembuh tanpa 7. Pantau kepatenan sistem
WSD komplikasi drainage setiap hari
8. Kolaborasi medis untuk
pemberian obat antibiotika
G. Implementasi Keperawatan
40 | P n e u m o t o r a k s
4 Senin IV 1. Mengkaji kualitas, frekuensi dan
41 | P n e u m o t o r a k s
Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
Rimstar 2 x 2 tab oral
H. Evaluasi
1 Selasa I S:
O:
42 | P n e u m o t o r a k s
Kecembungan dada kanan
mulai berkurang
Sudah mulai terlihat
pergerakan dada kanan saat
bernapas
Tidak menggunakan otot
bantu napas tambahan
Tidak menggunakan oksigen
tambahan
Pola napas mulai teratur
TTV : TD 110/70 mmHg,
RR 28 x/mnt, N 88 x/mnt, T
36 C
Palpasi: teraba getaran disisi
paru kanan
Perkusi: hipersonor diparu
kanan sudah berkurang
Auskultasi: sudah terdengar
suara napas di paru kanan
Klien tampak lebih
tenang/rileks
43 | P n e u m o t o r a k s
Pantau kepatenan sistem
drainage
Observasi pengembangan
paru
K/P pasang suction continous
08.30 O:
44 | P n e u m o t o r a k s
Lakukan perawatan WSD
setiap hari
K/P mencuci botol dan ganti
cairan dalam botol bila
terlihat keruh
3 Rabu I S:
O:
45 | P n e u m o t o r a k s
Kecembungan dada kanan
mulai berkurang
Sudah mulai terlihat
pergerakan dada kanan saat
bernapas
Pola napas mulai teratur
TTV : TD 120/70 mmHg, RR
24 x/mnt, N 84 x/mnt, T 36
C
Palpasi: teraba getaran disisi
paru kanan
Perkusi: hipersonor diparu
kanan sudah berkurang
Auskultasi: sudah terdengar
suara napas di paru kanan
Terpasang suction continous
dengan tekanan 20
mmHg
Foto thoraks: ujung selang di
IC 4-5 kanan
O:
46 | P n e u m o t o r a k s
09.00 Tidak ada tanda trauma
pernapasan dan tanda-tanda
infeksi pada luka, luka bersih
ditutup kasa steril
Tidak ada pus didalam selang
Tidak ada krepitasi disekitar
selang
Undulasi positif
Kepatenan sistem drainage
WSD dalam kondisi baik
TTV : TD 120/70 mmHg, RR
24 x/mnt, N 84 x/mnt, T 36
C
5 Kamis I S:
O:
47 | P n e u m o t o r a k s
TTV : TD 120/70 mmHg, RR
24 x/mnt, N 84 x/mnt, T 36
C
Terpasang selang WSD di IC
4-5 midline axila kanan
disambung dengan selang
penghubung ke botol suction
continous
Terpasang suction continous
dengan tekanan 20
mmHg
Undulasi positif
Tampak gelembung udara
keluar melalui ujung selang
didalam botol WSD saat
batuk
Bentuk dada simetris
Pergerakan dada simetris saat
bernapas
Palpasi: teraba getaran disisi
paru kanan
Perkusi: sonor diparu kanan
Auskultasi: terdengar suara
napas di paru kanan
48 | P n e u m o t o r a k s
6 Kamis II S: Px mengatakan terpasang
09.00 O:
7 Jum'at I S:
O:
49 | P n e u m o t o r a k s
Terpasang selang WSD di IC
4-5 midline axila kanan
disambung dengan selang
penghubung ke botol WSD
Terpasang suction continous
dengan tekanan 20
mmHg
Undulasi positif
Tampak gelembung udara
keluar melalui ujung selang
didalam botol WSD saat
batuk minimal
Bentuk dada simetris
Pergerakan dada simetris saat
bernapas
Palpasi: teraba getaran disisi
paru kanan
Perkusi: sonor diparu kanan
Auskultasi: terdengar suara
napas di paru kanan
50 | P n e u m o t o r a k s
Cek foto thorakx AP-Lat
09.00 O:
9 Sabtu I S:
O:
51 | P n e u m o t o r a k s
WSD di IC 4-5 midline axila
kanan diklem
Bentuk dada simetris
Pergerakan dada simetris saat
bernapas
Palpasi: teraba getaran disisi
paru kanan
Perkusi: sonor diparu kanan
Auskultasi: terdengar suara
napas di paru kanan
Foto thoraks: paru yang
kolaps mengembang
P: Lanjutkan intervensi
52 | P n e u m o t o r a k s
Tidak ada trauma pernapasan
dan tanda-tanda infeksi pada
luka, luka bersih ditutup kasa
steril
TTV : TD 120/70 mmHg, RR
20 x/mnt, N 80 x/mnt, T 36
C
P: Hentikan intervensi
Dischard Planning :
11 Minggu I S:
O:
53 | P n e u m o t o r a k s
Klien terlihat tenang/rileks,
tak tampak sesak napas
TTV : TD 120/70 mmHg, RR
20 x/mnt, N 80 x/mnt, T 36
C
Bentuk dada simetris
Pergerakan dada simetris saat
bernapas
Palpasi: teraba getaran disisi
paru kanan
Perkusi: sonor diparu kanan
Auskultasi: terdengar suara
napas di paru kanan
WSD sudah di off
P: Dischard Planning :
54 | P n e u m o t o r a k s
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan materi diatas, dapat disimpulkan bahwa
Keperawatan merupakan sebuah ilmu dan profesi yang memberikan
pelayanan keseahatan guna untuk meningkatkan keseahatan bagi masyarakat.
Keperawatan ternyata sudah ada sejak manusia itu ada dan hingga saat ini
profesi keperawatan berkembang dengan pesat. Sejarah perkembangan
keperawatan di Indonesia tidak hanya berlangsung di tatanan praktik, dalam
hal ini layanan keperawatan, tetapi juga di dunia pendidikan keperawatan.
Perawat dalam menjalankan tugasnya, ia dilindungi dan diatur oleh beberapa
aspek legal dalam kesehatan seperti yang tercantum dalam Undang-undang
No. 36 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah RI NO. 32 Tahun 1996.
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Standar
Pelayanan Rumah Sakit adalah semua standar pelayanan yang berlaku di
Rumah Sakit antara lain standar prosedur operasional, standar pelayanan
medis, dan standar asuhan keperawatan.
Dalam menjalankan tugasnya, perawat memiliki beberapa
tanggungjawab. Tanggung jawab perawat secara umum:
a. Menghargai martabat setiap pasien dan keluarganya
b. Menghargai hak pasien untuk menolak prosedur pengobatan dan
melaporkan penolakan tersebut kepada dokter dan orang-orang yang tepat.
c. Menghargai hak pasien dan keluarganya dalam hal kerahasiaan informasi
d. Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien
dan memberikan informasi
e. Mendengarkan pasien secara seksama dan melaporkan hal-hal penting
kepada orang yang tepat.
55 | P n e u m o t o r a k s
Sementara tanggung gugat (akuntabilitas) adalah
mempertanggungjawabkan perilaku dan hasil-hasilnya termasuk dalam lingkup
peran profesional seseorang sebagaimana tercermin dalam laporan pendidik
secara tertulis tentang perilaku tersebut dan hasil-hasilnya. Baik terhadap
dirinya sendiri, pasien, profesi, sesama karyawan dan masyarakat.
Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam
melaksanakan tugas/fungsi perawat adalah kode etik perawat nasional
Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode etik
sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan.
5.2 Saran
Dalam melakukan asuhan keperawatan, hendaknya kita sebagai perawat
selalu memegang teguh kode etik dan bertanggung jawab di setiap tindakan
yang dilakukan kepada klien.
56 | P n e u m o t o r a k s
DAFTAR PUSTAKA
57 | P n e u m o t o r a k s