Anda di halaman 1dari 24

CASE REPORT SESSION (CRS)

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A217012 / November 2018


** Pembimbing / dr. Mustarim, Sp.A(K), M.Si.Med

SEPSIS NEONATORUM

Yasmin Shabira Wityaningsih, S.Ked *

dr. Mustarim, Sp.A(K), M.Si.Med **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
CASE REPORT SESSION (CRS)
* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A217012 / November 2018
** Pembimbing / dr. Mustarim, Sp.A(K), M.Si.Med

SEPSIS NEONATORUM

Yasmin Shabira Wityaningsih, S.Ked *

dr. Mustarim, Sp.A(K), M.Si.Med**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

SEPSIS NEONATORUM

Disusun Oleh :
Yasmin Shabira Wityaningsih, S.Ked
G1A1217012

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada November 2018

Pembimbing

dr. Mustarim, Sp.A(K), M.Si.Med

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat Case Report Session (CRS) yang berjudul “Sepsis
Neonatorum” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi
Jambi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Mustarim, Sp.A(K), M.Si.Med
yang telah bersedia meluangkan waktudan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak di
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekerangan pada referat Case Report
Session (CRS) ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan referat ini. Penulis mengharapkan semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi, November 2018

Yasmin Shabira Wityaningsih, S.Ked

iii
Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum merupakan penyebab dari morbiditas dan mortalitas. Batasan sepsis
neonatorum yang ditetapkan oleh ahli bervariasi. Perkiraan variasi dari batasan penyakit telah
dilaporkan dari negara-negara dengan penghasilan yang tinggi dibandingkan dengan laporan
dari negara-negara dengan berpenghasilan rendah dan menengah. Manifestasi klinis yang
muncul berkisar dari infeksi subklinis hingga manifestasi berat dari penyakit fokal dan
sistemik. Sumber patogen yang diperoleh berasal dari infeksi intrauterine, yang didapatkan dari
kumpulan flora maternal, ataupun kumpulan flora post-natal yang didapatkan dari rumah sakit
maupun masyarakat. Waktu dari paparan, ukuran inokulum, status imunitas bayi, dan virulens
agen penyebab mempengaruhi gambaran klinis dari sepsis neonatorum. Keadaan imunitas
neonatorum yang immatur memungkinkan terjadinya gangguan dari respon agen infeksius. Hal
ini jelas terutama terjadi pada neonatus prematur yang dirawat lebih lama di rumah sakit dan
membutuhkan prosedur invasif sehingga menyebabkan kelompok ini berisiko lebih tinggi
untuk mendapatkan infeksi yang penularannya berasal dari rumah sakit. Secara klinis,
sedikitnya sering ditemukan perbedaan antara sepsis yang disebabkan oleh patogen yang
teridentifikasi dan sepsis yang disebabkan oleh patogen yang tidak diketahui. Diagnostik
independen dari kultur bakteri, penggunaan skoring prediksi sepsis, penggunaan antimikroba
yang bijaksana, dan perkembangan dari pengukuran preventif termasuk vaksin kehamilan
merupakan usaha yang dirancang untuk mengurangi beban dari sepsis neonatorum.

Epidemiologi dan definisi dari sepsis neonatorum.


Definisi dari sepsis neonatorum.
Terminologi dari sepsis neonatorum digunakan untuk menggambarkan keadaan sistemik yang
bersumber dari bakterial, viral, atau fungal (ragi) yang dihubungkan dengan perubahan
hemodinamik dan manifestasi klinis lain dan menghasilkan morbiditas dan mortalitas yang
besar. Meskipun telah memiliki pengalaman klinis bertahun-tahun dengan perawatan neonatus
dengan kasus konfirmasi maupun curiga sepsis, tantangan tetap ada yaitu termasuk tidak
adanya konsesus yang menyebutkan definisi sepsis neonatorum.1 Secara tradisional, definisi
dari sepsis termasuk isolasi patogen dari cairan tubuh yang steril seperti darah atau cairan
serebrospinal (CSS). Meskipun gambaran klinis pepsis dapat disebabkan oleh sitokin pro-
inflamasi yang poten, terminologi dari systemic inflammatory response syndrome (SIRS) telah
digunakan untuk mendeskripsikan sepsis neonatorum.
Sepsis neonatorum telah diklasifikasikan sebagai awitan dini atau awitan lambat tergantung
dari masa onset dan waktu dari episode sepsis. Manifestasi klinis dari infeksi awitan dini
biasanya muncul dalam 72 jam kehidupan;1 beberapa klinisi mendefinisikannya sebagai infeksi
awitan dini, terutama untuk kasus yang disebabkan oleh Streptococcus grop B (GBS), sebagai
infeksi yang muncul pada usia kurang dari 7 hari. Infeksi awitan dini merupakan infeksi yang
didapat sebelum ataupun saat kelahiran dan biasanya menggambarkan tranmisi vertical antara
ibu ke bayi. Infeksi awitan lambat muncul setelah proses kelahiran, atau setelah usia 3 hingga
7 hari, dan dihubungkan dengan organisme yang didapat dari interaksi antar lingkungan rumah
sakit ataupun masyarakat sekitar. Dalam beberapa situasi, organisme yang dikaitkan dengan
sepsis awitan lambat dapat ditemukan pada proses kelahiran, yang dimana banyak didapat oleh
karena perpanjangan masa rawat inap, dimana sepsis awitan lambat ditandai dengan adanya
episode sepsis sejak lahir hingga saat keluar rumah sakit tanpa memperhatikan waktu pada saat
episode terjadi. Untuk infeksi GBS, onset lambat sering diarahkan pada penyakit yang muncul
pada minggu pertama hingga bulan ke 3 usia bayi, dengan infeksi yang berkembang setelah
usia kelahiran 3 bulan yang didefinisikan sebagai infeksi onset sangat lambat.2

Batasan dari sepsis neonatorum


Ketetapan batasan dari sepsis neonatorum bervariasi, dengan estimasi perbedaan dengan
membandingkan antar negara dari berbagai tingkat pendapatan yang berbeda. Hal yang penting
dilakukan adalah mendefinisikan penilaian sepsis neonatorum dan hal ini semakin dipersulit
dengan adanya variasi denominator yang digunakan. Ketika melakukan penilaian terhadap
sepsis neonatorum, hal yang penting untuk dicatat ialah apakah denominator yang digunakan
meliputi dari jumlah total dari kelahiran hidup atau penilaian lainnya, seperti angka dari admisi
rumah sakit. Sebagaimana telah dicatat, penting untuk mempertimbangkan laporan nilai sepsis
neonatorum dari populasi ataupun rumah sakit. Di Amerika Serikat, insidensi variasi sepsis
neonatorum bakterial bervariasi mulai dari satu hingga empat infeksi per 1000 kelahiran hidup,
dengan lokasi geografik dan perubahan sementara yang berubah dengan seiringnya waktu.
Bayi laki-laki dengan kelahiran aterm memiliki insidensi sepsis lebih tinggi dibandingkan bayi
perempuan dengan kelahiran aterm, meskipun hubungan ini tidak ditemukan pada bayi dengan
kelahiran preterm. Penelitian dari Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health
and Human Development (NICHD) Neonatal Research Network mendokumentasikan nilai dari
sepsis awitan dini dengan kultur-terkonfirmasi diantara hampir 400.000 kelahiran hidup pada
jaringan pusat.3 Nilai secara umum dari sepsis awitan dini, didefinisikan sebagai kultur bakteri
positif pada darah atau CSS pada usia kurang dari 72 jam, yaitu terdapat 0,98 infeksi per 1000
kelahiran hidup, dengan nilai terbalik yang berhubungan dengan berat badan lahir (10,96 per
1000 kelahiran hidup untuk berat badan lahir 401-1500 gram, 1,38 untuk berat badan lahir
1501-2500 gram, dan 0,57 untuk berat badan lahir >2500 gram).3
Sebanyak 2,5 juta kejadian sepsis yang berhubungan dengan admisi rumah sakit (30,8
per 1000 kelahiran hidup) telah tercatat sejak tahun 1988 hingga 2006 pada bayi yang berusia
kurang dari 3 bulan dengan penelitian cross-sectional yang dilaporkan dari US National
Hospital Discharge Survey.4 Penulis menyebutkan bahwa pada episode dari klinis sepsis
neonatorum menurun diikuti dengan implementasi yang tersebar luas dari antimikroba
profilaksis intrapartum (IAP) yang berjalan sejajar dengan penurunan kasus sepsis nonatorum
awitan dini GBS. Terjadi kemunduran yang stabil dari nilai admisi rumah sakit pada bayi
kelahiran aterm, dan berkurang pada bayi kelahiran preterm dalam suatu periode pengamatan.4
Dengan perbandingan, penelitian retrospektif sepsis awitan dini dari Canadian Neonatal
Network ,5 mendefinisikan sebagai isolasi bakteri dari kultur darah maupun CSS yang didapat
dari bayi dalam 72 jam kehidupan pertamanya yang diterima dari unit perawatan intensif
neonatal (NICU), yaitu diperoleh nilai sepsis neonatorium awitan dini sebanyak 6,8 per 1000
kasus sejak 2003 hingga 2005 dan 6,2 per 1000 kasus sejak 2006 hingga 2008. Serupa dengan
observasi di Amerika Serikat, penulis menemukan adanya penurunan yang signifikan pada
GBS dan peningkatan nilai isolasi dari organisme non-GBS yang memungkinkan menjadi
penyebab dari sepsis neonatorum awitan dini.5

Patofisiologi dan agen penyebab dari sepsis neonatorum


Sepsis awitan dini
Sepsis neonatorum awitan dini terjadi dalam uterus secara transplasental atau, yang paling
umum, dengan cara ascending bakteria dari lingkungan vaginal menuju uterus melalui ruptur
membrane. Sebagai tambahan, bayi yang baru lahir dapat terinfeksi ketika terpapar oleh bakteri
virus serta fungal patogen yang potensial melalui jalan lahir. Jalan lahir manusia merupakan
tempat kolonisasi dari organisme bakteri aerob dan anaerob yang dapat menjalar secara vertikal
melalui infeksi ascending dari cairan amnion atau infeksi pada bayi ketika proses kelahiran.7
Korioamnionitis, sering disebut sebagai infeksi intra-amniotik, yaitu inflamasi akut dari
membran fetus, dimana yang dicurigai disebabkan oleh infeksi bakteri. Korioamnionitis
merupakan hasil dari invasi mikroba pada cairan amniotik, hal ini timbul oleh karena hasil dari
ruptur membrane korioamniotik yang lama. Sindrom klinis yang muncul dari korioamnionitis
dapat mencakupi tanda dan gejala kehamilan (demam, leukositosis, cairan yang berwarna abu
atau berbau, dan nyeri tekan abdomen bawah) dan tanda fetal (takikardia yang paling sering
ditemukan). Korioamnionitis sering ditemukan asimptomatis dengan hasil laboratorium atau
kelainan patologis yang mendukung diagnosis sindrom tersebut. Nilai korioamnionitis secara
histologis berbanding terbalik dengan usia kehamilan saat lahir dan berhubungan langsung
dengan durasi ruptur membrane.8-11 Parvum ureaplasma dan urealitikum ureaplasma,
keduanya merupakan mikoplasma genital, merupakan bakteri yang sering ditemukan dari hasil
isolasi plasenta pada kondisi korioamnionitis histologis dan dari cairan amnion. Kolonisasi
bakteri Ureaplasma spp dari traktus respirasi bayi preterm memiliki hubungan dengan
dysplasia bronkopulmoner. Pemahaman tentang hubungan antara chorioamnionitis ibu dan
hasil neonatal adalah area investigasi aktif oleh tim penelitian ibu dan neonatal. Pemahaman
tentang hubungan antara korioamnionitis ibu dan hasil pada neonatus merupakan area yang
diteliti oleh tim penelitian untuk topik maternal dan neonatus.12

Sepsis awitan lambat atau yang didapat


Pada 3 bulan kehidupan awal, sistem imun bawaan, termasuk fagosit, sel natural-killer,
antigen presenting cells, dan sistem komplemen, memberikan pertahanan terhadap patogen.
Adanya penurunan fungsi dari neutrophil dan rendahnya konsentrasi immunoglobulin dapat
meningkatkan kerentanan pada bayi prematur terhadap infeksi yang invasive. Pada usia bayi,
mereka dapat terpapar dengan organisme yang ada dilingkungan yang mungkin dapat bersifat
sebagai patogen terhadap sistem imun nya yang masih immatur. Adanya kontak dengan
petugas rumah sakit, anggota keluarga, asupan nutrisi, serta perlengkapan yang terkontaminasi
memungkinkan terjadinya paparan patogen. Kontaminasi melalui tangan merupakan sumber
yang paling sering ditemukan dari infeksi postnatal pada bayi yang masuk ke rumah sakit,
dimana ditekankan pentingnya kebersihan tangan.
Infeksi aliran darah dengan awitan lambat sering ditemukan pada neonatus dengan
akses vena sentral dibandingkan dengan bayi tanpa akses vena sentral yang biasanya dengan
umur yang lebih tua, dan pada infeksi ini lebih cenderung disebabkan oleh organisme gram-
positif, termasuk staphylococcus koagulase-negatif dan streptococcus. Pada kebanyakan kasus
meningitis merupakan infeksi awitan lambat yang dihasilkan dari infeksi hematogen yang
menyebar melalui plexus choroid ke SSP; lebih jarang, meningitis awitan lambat merupakan
hasil dari penyebaran lanjutan sebagai hasil dari kontaminasi defek tuba neural (tabung saraf),
traktus sinus kongenintal, bagian ventrikel, atau melalui luka tembus dari monitor pada kulit
kepala fetus. Formasi abses, ventrikulitis, infark septik, hidrosefalus, dan efusi subdural
merupakan komplikasi dari meningitis yang lebih sering ditemukan pada neonatus.13

Penyebab dari sepsis neonatorum


Sepsis neonatorum dapat disebabkan dari hasil infeksi mikroorganisme bakteri, viral ataupun
fungal (ragi). Organisme yang paling sering menyebabkan sepsis neonatorum awitan dini ialah
Streptococcus agalactiae (GBS) dan Eschericia coli. Pada lebih dari 400.000 bayi lahir dari
tahun 2006 hingga 2009 di pusat neonatus yang berbasis pendidikan di Amerika Serikat,
sebanyak 389 bayi baru lahir mendapatkan infeksi awitan dini (0,98 kasus per 1000 bayi lahir)
dengan 43% yang disebabkan oleh GBS (0,41 per 1000 bayi lahir) dan 29% oleh E.coli (0,28
per 1000 bayi lahir). Sebagian besar bayi dengan infeksi GBS lahir atern (73%) meskipun 81%
dengan infeksi E.coli lahir prematur; nilai infeksi meningkat dengan penurunan berat badan.
Case fatality rate (CSR) secara umum yaitu sebesar 16%, akan tetapi berbanding terbalik
dengan umur gestasi:54% pada 22-24 minggu, 30% pada 25-28 minggu, 12% pada 29-33
minggu, dan 3% lebih dari usia kehamilan 37 minggu. Meskipun 9% bayi dengan sepsis GBS
dan 33% bayi dengan sepsis E coli meninggal, risiko kematian tidak signifikan bahwa bayi
dengan sepsis infeksi E Coli lebih tinggi dibandingkan dengan sepsis infeksi GBS setelah
dilakukan penyesuaian dengan usia kehamilan. Penelitian prospektif ini menunjukkan bahwa
meskipun GBS adalah patogen yang paling sering menyebabkan infeksi awitan dini, dimana
telah terjadi pergeseran dari GBS ke E coli sebagai patogen yang paling sering dikaitkan
dengan infeksi awitan dini pada bayi prematur dan bayi berat lahir sangat rendah. Meskipun
pada pedoman nasional terdapat acuan penggunaan antibiotik intrapartum untuk mengurangi
penularan vertikal infeksi GBS, masih dapat memungkinkan adanya peluang yang terlewatkan
untuk pemberian kemoprofilaksis GBS intrapartum.3,14 Meskipun lebih jarang dibandingkan
dengan GBS dan E coli, Listeria monocytogenes (biasanya diperoleh melalui transplasenta),
Haemophilus influenzae non-tipe, dan basil enterik gram-negatif selain dari E.coli juga
memiliki implikasi pada kejadian sepsis neonatorum, seperti halnya Candida spp., yang sering
dihubungkan dengan rash eritem mukokutan.15,16
Sepsis neontorum onset- lambat mungkin juga berhubungan dengan GBS, E coli, aerob
Gram-negatif lainnya, atau infeksi L monocytogenes. Insiden listeriosis neonatarum telah
menurun secara substansial dalam beberapa tahun terakhir.17 Namun, di unit perawatan intensif
neonatal, staphylococci koagulase-negatif adalah patogen yang paling sering diisolasi pada
neonatus dengan sepsis awitan lambat.18-21 Staphylococcus aureus juga berhubungan dengan
sepsis onset lambat, dimana paling sering ditemukan pada neonatus dengan akses kateter
vascular. Sebagai contoh, dalam 117 episode sepsis S aureus pada bayi di 13 unit neonatal di
Inggris, delapan episode (7%) dikaitkan dengan Meticillin Resisten S Aureus (MRSA). Rata-
rata usia kelahiran bayi adalah 27 minggu dan rata-rata berat badan lahir adalah 850 g. Insidensi
S aureus secara keseluruhan adalah 0, 6 per 1000 kelahiran hidup dan 23 per 1000 kelahiran
hidup pada bayi dengan berat kurang dari 1500 g. Sebanyak 94% dari episode diklasifikasikan
sebagai onset- lambat,yang terjadi lebih dari 48 jam kehidupan; semua dari tujuh episode
dikategorikan sebagai awitan dini dikaitkan dengan MRSA. Setengah dari bayi menunjukkan
tanda-tanda non-lokalisasi sepsis, dan setengah dari bayi memiliki akses vena sentral pada saat
infeksi S aureus.22 Penyebab lain dari sepsis onset cepat dan lambat adalah Streptococcus
pyogenes, Neisseria gonorrhoeae, Enterococcus faecalis, dan pada neonatus di komunitas,
Streptococcus pneumoniae. Selain itu, Neiserria meningitidis. Ureaplasma spp, dan
Mycoplasma hominis dikaitkan dengan sepsis awitan dini, meningitis, pneumonia,
osteomielitis, dan abses serebral. Prevalensi patogen bervariasi menurut pengaturan
internasional, dengan beban yang signifikan yang disumbangkan oleh organisme Gram-negatif
di daerah dengan sumber daya yang miskin.23
Virus yang paling paling sering menyebabkan sepsis adalah virus herpes simplex
(HSV) dan infeksi enterovirus, keduanya sering dikaitkan dengan sepsis awitan lambat. Infeksi
HSV neonatus berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang besar. Manifestasi dari
infeksi memberikan gambaran yang mirip dengan sepsis dan mungkin dapat terjadi lokalisasi
pada kulit, mata, dan mulut, melibatkan SSP, atau mungkin disebarluaskan yang melibatkan
hepar, paru-paru, kelenjar adrenal, dengan onset antara hari 5-9 kehidupan. HSV neonatus
merupakan hasil dari infeksi HSV-1 atau HSV-2, dimana HSV-1 menjadi lebih sering dikaitkan
dengan peningkatan infeksi genital karena HSV-1.24-26
Neonatus dengan infeksi enterovirus dapat berkembang menjadi meningoencephalitis,
miokarditis, dan hepatitis, diikuti dengan nafsu makan yang buruk, lesu, demam, iritabilitas,
hipoperfusi, dan penyakit kuning. Bayi lebih muda dari usia 10 hari yang terpapar dengan
echovirus, parechoviruses, dan virus coxsackie grup B melalui peluruhan ibu tidak dapat
meningkatkan respon kekebalan substansial oleh karena waktu infeksi maternal yang baru, hal
ini biasanya tidak terdapat kegunaan dari transfer transplasental antibodi maternal. 27–29
Jamur, terutama ragi, berperan dalam meningkatkan jumlah infeksi sistemik, biasanya
diperoleh neonatus prematur selama tinggal di rumah sakit dalam waktu jangka panjang.
Candida spp adalah penyebab paling umum nomor tiga dari sepsis neonatus onset lambat pada
bayi berat lahir rendah (<1500 g), munculnya Candida parapsilosis adalah sebagai patogen
utama pada neonatus dengan akses vena sentral. Variasi geografis telah dilaporkan, dengan
insiden infeksi parapsilosis C yang relatif lebih rendah di Eropa dibandingkan dengan Amerika
Utara dan Australia.30 Seperti infeksi neonatus lainnya, faktor risiko termasuk prematuritas,
kolonisasi gastrointestinal, dan kateterisasi vaskular, menunjukkan bahwa kontrol penularan di
rumah sakit lingkungan dapat mencegah kolonisasi dan infeksi.31 Dalam observasi kohort
prospektif dari 1515 bayi dengan berat lahir 1000 gram atau kurang yang menerima perawatan
di salah satu dari 19 pusat medis akademik di AS, kandidiasis invasif terjadi pada 137 (9%)
bayi dengan tanda yang jelas. Faktor risiko yang berpotensi dimodifikasi termasuk kateter vena
sentral, pemakaian antibiotik spectrum luas dan antenatal termasuk sefalosporin generasi
ketiga, pamakaian emulsi lipid intravena, kortikosteroid postnatal, obat antasida, dan adanya
tabung endotrakeal.32

Faktor Risiko
Faktor risiko bayi
Faktor predisposisi neonatal yang paling penting dalam mempengaruhi infeksi yang dapat
menyebabkan sepsis adalah prematuritas atau berat lahir rendah. Bayi prematur dengan berat
lahir rendah memiliki insiden infeksi 3-10 kali lebih tinggi daripada bayi berat lahir normal
kelahiran aterm. Disfungsi imun dan tidak adanya antibodi IgG maternal yang didapat secara
transplasental pada bayi prematur dapat meningkatkan risiko infeksi. Selain itu, bayi prematur
sering memerlukan akses intravena yang berkepanjangan, intubasi endotrakeal, atau prosedur
invasif lainnya yang berperan sebagai portal masuknya bakteri atau merusak mekanisme barier
dan klirens, menempatkan mereka pada peningkatan risiko infeksi yang didapat di rumah sakit.
Selain itu, konsentrasi neonatus 25-hidroksivitamin D yang lebih rendah berhubungan dengan
sepsis awitan dini.33

Faktor risiko ibu


Riwayat maternal memberikan informasi penting tentang paparan penyakit infeksi, kolonisasi
bakteri, imunitas (alami dan didapat), dan faktor risiko obstetrik (prematuritas, ruptur membran
yang berkepanjangan selama 18 jam atau lebih, korioamnionitis, dan infeksi saluran kemih).
Tingkat serangan sepsis neonatus meningkat secara substansial pada bayi berat lahir rendah di
dengan ibu chorioamnionitis. Faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana dan apakah
kolonisasi bayi menghasilkan penyakit termasuk prematuritas, penyakit yang mendasari,
prosedur invasif, ukuran inokulum, virulensi organisme yang menginfeksi, predisposisi
genetik, sistem imun bawaan, respon induk, dan perolehan antibodi IgG maternal transplasenta,
tidak sepenuhnya dipahami. Aspirasi atau konsumsi bakteri dalam cairan ketuban dapat
menyebabkan pneumonia kongenital atau infeksi sistemik, dengan manifestasi yang sering
terlihat sebelum persalinan (gawat janin dan takikardia), saat melahirkan (apnea, gangguan
pernapasan, dan syok), atau setelah periode laten beberapa jam hingga 1-2 hari (gangguan
pernapasan, ketidakstabilan hemodinamik, atau syok). Selain itu, bakteriuria GBS maternal,
menunjukkan adanya beban berat kolonisasi GBS, merupakan risiko yang sangat penting untuk
akuisisi infeksi GBS neonatal.
Resusitasi saat lahir, termasuk intubasi endotrakeal emergensi atau penyisipan kateter vaskular
umbilical, berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi bakteri. Infeksi ini mungkin karena
paparan organisme yang terkait dengan kolonisasi maternal pada saat kelahiran atau akuisisi
patogen translokasi selama prosedur yang terkait dengan resusitasi.

Diagnosis
Gambaran klinis dan gejala dari sepsis neonatorum
Neonatus dengan sepsis bakterial dapat menunjukkan tanda dan gejala yang tidak spesifik atau
tanda-tanda infeksi, termasuk ketidakstabilan suhu, hipotensi, perfusi buruk dengan pucat dan
kulit mottled, asidosis metabolik, takikardia atau bradikardia, apnea, gangguan pernapasan,
mendengus, sianosis, lekas marah, lesu, kejang, intoleransi makan, distensi abdomen, sakit
kuning, petechiae, purpura, dan perdarahan (tabel 1). Gejala awal mungkin ditemukan beberapa
dan bisa termasuk apnea sendiri atau takipnea dengan retraksi, nasal flaring, grunting, atau
takikardi. Kemudian komplikasi sepsis mungkin termasuk pernapasan kegagalan, hipertensi
pulmonal, gagal jantung, syok, gagal ginjal, disfungsi hati, edema serebral atau trombosis,
adrenal haemorrhage atau insufisiensi, tulang disfungsi sumsum tulang (neutropenia,
trombositopenia, anemia), dan koagulasi intravaskular diseminata (lampiran panel 1 dan 2).
Presentasi non-infeksius pada kegagalan organ mungkin mirip presentasi klinis sepsis
neonataus. Selain itu, penyebab infeksi dan non-infeksi mungkin hidup berdampingan di host
yang sama. Sebagai contoh, pengamatan klinis telah menunjukkan bahwa sindrom gangguan
pernapasan sekunder akibat kekurangan surfaktan mungkin hadir dengan pneumonia bakteri.

Tabel 1. Tanda dan gejala awal dari infeksi pada bayi baru lahir
Gejala
Umum Demam, suhu yang tidak stabil; “not doing
well”, nafsu makan menurun, edema
Sistem gastrointestinal Distensi abdomen, muntah, diare, atau
hepatomegali
Sistem respiratori Apnoea, dyspnea, takipnea, retraksi, flaring,
mendengkur, sianosis
Sistem ginjal Oligouri
Sistem kardiovaskular Pallor, mottling, dingin, kulit basah,
takikardi, hipotensi, atau bradikardi
Sistem saraf pusat Iritabel, letargi, tremor, kejang, hiporefleks,
hipotonus, Refleks moro abnormal,
pernafasan ireguler, fontanella penuh, high-
pitched cry
Sistem hematologi Ikterik, splenomegali, pallor, petekie,
purpura, atau perdarahan
Diadaptasi dari buku Nelson Pediatrik dengan izin dari Elsevier

Panel 1: Integrated management of childhood illness (IMCI) dan kriteria WHO untuk
infeksi derajat berat pada anak
• Neurologi: kejang, mengantuk, atau tidak sadar, penurunan aktivitas, bulging
fontanella
• Respirasi: respiratory rate > 60 x/menit, mendengkur, retraksi dinding dada berat
saat inspirasi, atau sianosis sentral
• Kardiak: perfusi buruk, atau pulsasi yang cepat dan lemah
• Gastrointestinal: ikterik, penurunan nafsu makan, distensi abdomen, atau emesis
• Dermatologi: pustula, eritema periumbilical, atau purulent
• Muskuloskeletal: edema atau eritema dibawah tulang atau sendi
• Lain: Suhu > 37,7°C (atau terasa panas) atau <35,5°C (atau terasa dingin)
Adaptasi dari WHO: Pocket book of hospital care for children: Guidelines for the management of common
childhood illnesses

Panel 2: Pemeriksaan neonatus untuk sepsis


Riwayat penyakit (faktor risiko spesifik) • Penyakit sistem organ
Infeksi maternal saat kehamilan atau saat proses • Pengurangan makan, kotoran, output urin, dan
melahirkan (tipe dan durasi dari terapi antimikroba): gerakan ekstremitas
• Infeksi saluran kemih
• Chorioamnionitis—diagnosis secara klinis atau Pemeriksaan laboratorium
histologis Bukti infeksi
• Kolonisasi maternal oleh group B streptococci, • Kultur dari lokasi steril (darah atau cairan
Neisseria gonorrhoeae, atau herpes simplex virus serebrospinal [CSF])
• Usia kehamilan atau berat lahir yang rendah • Mengonfirmasi keberadaan mikroorganisme dalam
• Banyak nya bayi pada satu kehamilan jaringan atau cairan
• Durasi dari rupture membrane • Deteksi molekuler (darah, urin, atau CSF)
• Partus sulit • Serologi ibu atau neonatal (sifilis, toksoplasmosis)
• Fetal takikardi (distress) • Otopsi
• Perubahan dalam variabilitas denyut jantung
• Usia saat onset infeksi (dalam uterus, kelahiran, Bukti peradangan
pascakelahiran dini, terlambat) • Leukositosis: meningkat belum matang: rasio jumlah
• Lokasi pada onset infeksi (rumah sakit, komunitas) neutrofil total
• Reaktan fase akut: protein C-reaktif, laju sedimentasi
Intervensi medis: eritrosit
• Akses vaskular • Sitokin: interleukin 6, interleukin B, tumor necrosis
• Intubasi endotrakeal factor
• Nutrisi parenteral • Pleocytosis dalam CSF atau cairan sinovial atau
• Operasi pleura
• Koagulasi intravaskular diseminata: produk degradasi
Bukti proses penyakit lainnya * fibrin, D-dimer
• Malformasi kongenital (penyakit jantung, defek tuba
neural) Bukti penyakit sistem multiorgan
• Penyakit saluran pernapasan (respiratory distress • Asidosis metabolik
syndrome, aspirasi) • Menurunnya fungsi paru
• Necrotizing enterocolitis • Penurunan fungsi ginjal
• Penyakit metabolik — misalnya, galaktosaemia • Penurunan fungsi atau cedera hepar
• Fungsi sumsum tulang: neutropenia, anemia,
Bukti penyakit fokal atau sistemik trombositopenia
• Penampilan umum dan status neurologis
• Tanda-tanda vital yang tidak normal Adaptasi dari Buku Nelson Pediatrik dengan izin dari Elsevier.
*Perjalanan atau kondisi penyakit yang meningkatkan faktor risiko
infeksi yang mungkin dapat tumpeng tindih dengan gejala dari
sepsis

Diagnosis Konvensional
Secara tradisional, sepsis neonatarum yang dikonfirmasi berdasarkan laboratorium adalah
keadaan yang didiagnosa berdasarkan hasil isolasi agen penyebab dari komponen tubuh yang
steril (darah, CSF, urin, dan pleura, sendi, dan cairan peritoneum; Tabel 2). Untuk
mengoptimalkan diagnosis, penting untuk memperoleh volume spesimen volume aseptic yang
memadai. Untuk kultur darah, minimal diperlukan 0,5–1 mL darah, sebaiknya diambil dari dua
sampel yang berbeda yaitu venipunctures dari dua sisi yang beda. Patogen sejati lebih mungkin
muncul di kedua kultur spesimen. Dengan pemakaian kateter vena sentral, idealnya kultur
darah dapat diperoleh secara bersamaan, yaitu melalui pembuluh darah perifer dan lainnya
didapat dari kateter vascular sehingga dapat dinilai hasil positif berdasarkan waktu
diferensial.35 Tindakan identifikasi bakteremia perifer dibandingkan dengan infeksi aliran
darah dari kateter memiliki dampak pada manajemen klinis. Karena beberapa organisme hanya
dapat terdeteksi pada CSF dan tidak ditemukan pada pemeriksaan darah, secara simtomatik
prosedur penilaian sepsis neonatorum juga harus mencakup penilaian pungsi lumbal.36 Sistem
kultur darah secara otomatis akan memantau specimen dan tanda waspada akan muncul saat
positif terdeteksi, dalam hal ini digunakan untuk mengidentifikasi patogen. Matrix-assisted
laser desorption ionisation time-of-flight (MALDI-TOF) spektrometri digunakan untuk
mengidentifikasi organisme dari kultur darah secara cepat, sehingga dapat membantu dalam
pemberian terapi antibiotik langsung pada infeksi di aliran darah.37 Baru-baru ini, penggunaan
PCR multipleks pada spesimen kultur darah positif diketahui dapat mengidentifikasi organisme
bakteri dan jamur serta gen resistensi antimikroba yang dapat dilihat dalam beberapa jam
pertumbuhan organisme.38 Teknologi serupa telah digunakan pada sampel CSF untuk
memperbaiki waktu identifikasi organisme bakteri.39
Infeksi saluran kemih tidak terjadi pada 72 jam pertama usia kehidupan, dan karena itu,
aspirasi suprapubik kandung kemih atau kateterisasi urin tidak dilakukan sebagai bagian dari
penilaian untuk sepsis neonatal onset cepat. Namun, infeksi saluran kemih yang sering terjadi
pada bayi yang lebih tua dan prematur dan sumber kandung kemih harus dipertimbangkan
dengan presentasi onset akhir dari sepsis..40
Pemeriksaan plasenta dengan memperhatikan patologi dapat menunjukkan peradangan
intrauterin kronis dan akut. Meskipun kultur plasenta dapat mengungkapkan bakteri patogen
yang berpotensi, temuan seperti itu mungkin untuk mewakili paparan janin daripada infeksi
yang benar, dan seharusnya tidak menjadi alasan untuk terapi antibiotik jangka panjang pada
bayi.

Tabel 2: Diagnosis sepsis neonatorum berbasis kultur dan independen kultur


Parameter Kondisi optimal untuk Aplikabel untuk sepsis
pengambilan sampel neonatorum
Basis Kultur
Darah Kultur 0 · 5–1 mL whole blood Gold standard untuk
dari dua tempat pada saat bakteremia
onset gejala
CSS Kultur Ketika layak secara Mengoptimalkan terapi
klinis,> 1 mL CSF antimikroba
Urine Kultur Pada> 72 jam hidup,> 1 Tidak berguna untuk
mL urine EOS; manfaat potensial
untuk LOS
Aspirasi trakea Kultur Diperoleh dengan Biasanya mencerminkan
memperhatikan kejadian kolonisasi
infeksi saluran
pernafasan bawah
dengan onset baru
Independen-kultur
Fungsi Imun MHC II dan TNF α Investigational Keduanya menurun pada
kondisi korioamnionitis
dan sepsis
Indeks neutrofil Neutropenia Setelah 12 jam Neutropenia merupakan
Hitung neutrophil kehidupan, dengan prediktor sepsis yang
absolut mempertimbangkan usia lebih baik dibandingkan
Hitung neutorfil kehamilan, metode leukositosis
immature absolut pengiriman, ketinggian,
pengambilan sampel
darah arteri dan vena,
dan waktu sejak lahir
Marka neutrofil CD64 Meningkat selama 24 Nilai Cutoff antar 2·38–
jam setelah infeksi, 3·62 untuk sensitivitas
membutuhkan 50 μL spesifisitas, dan NPV
darah untuk diteliti optimal untuk EOS
Hitung platelet Trombositopeni dan Temuan akhir yang Tromobsitopeni
trombositosis terjadi setelah dihubungkan dengan
manifestasi klinis telah infeksi fungal
terjadi, biasanya> 72 jam
setelah onset infeksi
Hitung sel CSS CSSWBC Neonatus yang tidak Tidak memprediksi
terinfeksi berarti 10 sel meningitis berdasarkan
per mm³, berkisar hingga bukti kultur
20 sel per mm³
Kimiawi CSS Konsentrasi gula dan Fullterm <0 · 1 g / dL, Meningkat pada
protein CSS dengan neonatus meningitis fungal;
prematur dengan glukosa rendah spesifik
konsentrasi lebih tinggi terhadap penilaian
(70–80% glukosa serum) meningitis bakterial
Fase Akut reaktan- CRP Penilaian CRP 8-24 jam NPV yang baik
CRP setelah infeksi
Fase Akut reaktan- Prokalsitonin Penilaian prokalsitonin Sentivitas lebih baik
prokalsitonin 2–12 jam setelah infeksi tetapi kurang spesifik
dibandingkan CRP
Adaptasi dari Buku Nelson Pediatrik dengan izin dari Elsevier. Rutin mengacu pada tes atau parameter yang biasanya tersedia
dan banyak digunakan. Investigasional mengacu pada tes atau parameter yang sedang menjalani penilaian untuk penggunaan
klinis dan penerapan. *CSF=cerebrospinal fluid. EOS=early-onset sepsis. LOS=late-onset sepsis. MHC II=major
histocompatibility complex class II. TNF α=tumour necrosis factor α. NPV=negative predictive value. WBC=white blood cell
count. CRP=C-reactive protein

Diagnostik berdasarkan hasil kultur


Karena PCR adalah teknik yang sangat sensitif dan cepat, teknik ini semakin banyak
diterapkan secara langsung pada pemeriksaan cairan tubuh tanpa perlu diketahui agen
penyebab yang diperiksa berdasarkan kultur pertama kali (tabel 2). Quantitative real-time
amplification systems (qPCR) berdasarkan ribosom DNA bakteri 16S diketahui memiliki nilai
prediktif negatif yang sangat tinggi dan hasilnya selesai tepat waktu. Selain itu, sampel volume
yang dibutuhkan hanya dalam jumlah kecil, dan tes dapat dilakukan pada jaringan bedah dan
cairan tubuh lain seperti efusi pleura dan asites. Kekurangan dari teknik qPCR termasuk
ketidakmampuan untuk melakukan pengujian kerentanan dan sensitivitas tinggi yang
tidakdapat membedakan antara infeksi aktif dan infeksi baru selesai.41 Dengan kemungkinan
untuk mendeteksi kontaminan cukup tinggi, maka wajib untuk menghubungan korelasi klinis
dengan hasil pemeriksaan.
Tes diagnostik non-kultur lain yang banyak digunakan meliputi penghitungan jumlah
total dan diferensial sel darah putih (WBC), jumlah neutrofil absolut dan immatur, dan rasio
total sel neutrofil immatur (I / T²). Meskipun jumlah WBC memiliki keterbatasan dalam hal
sensitivitas, rasio sel neutrofil immatur dengan jumlah 0,2 atau lebih besar memberikan kesan
kejadian infeksi bakteri. 42 Skor I / T² ditemukan lebih prediktif ketika dikombinasikan dengan
pemeriksaan penghitungan sel darah lengkap pada pemeriksaan saat usia 4 jam atau lebih.43
Namun, jumlah WBC abnormal juga bisa terjadi akibat paparan janin terhadap peradangan
intrauterine dan bukan sepsis seperti yang sering terlihat pada korioamnionitis maternal.44 Hal
ini menunjukan kegunaan utama dari penghitungan WBC sebagai nilai prediktif negative
dimana ketika nilai prediktif nya positif membuat sugesti bahwa nilai pemeriksaan darah dan
CSF akan menjadi positif. Hal yang perlu dicatat bahwa penilaian WBC pada 12 jam pertama
kehidupan memberikan hasil yang dinamis, sehingga pada pengukuran serial selama 24 jam
lebih sebagai sumber informatif daripada penilaian tunggal.45
Tes diagnostik lain yang digunakan untuk mengukur respon inflamasi yaitu termasuk
protein C-reaktif (CRP), prokalsitonin (PCT), haptoglobin, fibrinogen, penanda proteomik
dalam cairan ketuban, sitokin inflamasi (termasuk interleukin 6, interleukin 8, dan tumor
necrosis factor α), dan penanda permukaan sel (termasuk subtipe CD14 yang dapat larut
[presepsin], dan neutrophil CD64) .46,47 CRP telah digunakan sebagai penanda respon humoral
terhadap infeksi bakteri. Karena persyaratan untuk sintesis hati sebelumnya dilakukan
pencatatan konsentrasi CRP konsentrasi yang cukup besar, penurunan sensitivitas ditemukan
pada pemeriksaan CRP yang diukur saat awal proses infeksi, yang terjadi sebelum waktu yang
cukup untuk metabolisme hati yang mungkin telah terjadi. Pengukuran serial CRP yang
dikombinasikan dengan reaktan dan penanda fase akut lainnya, seperti tingkat prokalsitonin
dan interleukin (interleukin 6 dan interleukin 8), dapat meningkatkan akurasi deteksi proses
infeksi.48,49 Serupa dengan jumlah WBC, ketiadaan kelainan serial memiliki nilai prediktif
negatif yang tinggi, sehingga mendukung penghentian terapi antibiotik.
Algoritma diagnostik
Para peneliti telah berusaha untuk mengembangkan dan memvalidasi skor sepsis yang
dipilih dengan menggabungkan berbagai kombinasi parameter respon inflamasi, penilaian
laboratorium, dan temuan pemeriksaan fisik, tetapi skor tunggal tidak terbukti konsisten dalam
penilaian. Dalam studi observasional prospektif50 dengan sampel 113 bayi dengan usia rata-
rata 14 hari, berat lahir 1500 g atau lebih, yang berasal dari lima negara Eropa, memiliki kriteria
nilai prediktif yang dikembangkan oleh para ahli untuk mengidentifikasi sepsis onset-lambaat
yang terbukti kultur adalah 61% ( 95% CI 52–70). 69 bayi memiliki organisme yang terisolasi
(28 staphylococci koagulase-negatif, 24 enterobacteriaceae, 11 organisme Gram-positif
lainnya, dan enam Gram-negatif non-fermentative organisme). Terdapat variasi yang
signifikan dalam pengobatan empiris dengan menggunakan 43 rejimen antibiotik yang
berbeda.50 Sebuah algoritma stratifikasi kuantitatif untuk risiko sepsis onset dini pada bayi baru
lahir pada usia kehamilan 34 minggu atau lebih besar dikembangkan dengan menggunakan
pendekatan Bayesian.51 Data ibu dan bayi dikumpulkan dari lebih dari 600.000 manusia hidup
yang terjadi di 14 rumah sakit antara tahun 1993-2007 kemudian teridentifikasi 350 neonatus
dengan sepsis neonatal onset dini yang dicocokkan dengan frekuensi 1063 neonatus tanpa
sepsis neonatal onset dini. Populasi neonatal dibagi menjadi tiga kelompok dengan skema
stratifikasi risiko: berikan antibiotik empiris (4% 1 dari semua kelahiran hidup, 60% -8% dari
semua sepsis neonatal awitan dini, dan insidens sepsis 8 4 per 1000 kelahiran hidup) ; amati
dan nilai (11% 1 kelahiran, 23% 4 dari semua sepsis neonatal awitan dini, dan 1 2 per 1000
kelahiran hidup); dan observasi lanjutan (84 · 8% kelahiran, 15 · 7% dari semua sepsis neonatal
onset dini, dan 0,11 per 1000 livebirths). Aplikasi skema ini diperkirakan mengurangi
pengobatan antibiotik antara 80 000-240 000 bayi baru lahir di Amerika Serikat setiap
tahunnya.51 Kalkulator sepsis baru lahir online onset awal tersedia untuk memprediksi
kemungkinan infeksi onset dini dan keputusan panduan sehubungan dengan inisiasi terapi
antibiotik.51,52

Manajemen
Terapi Empiris
Pengobatan infeksi neonatorum dapat dibagi menjadi terapi antimikroba untuk patogen
yang dicurigai (empiris) atau dikenal (definitif). Pertimbangan gambaran onset awal atau onset
lambat dan eksposur (dari komunitas versus rawat inap pada saat onset gejala) mempengaruhi
pemilihan antimikroba. Komponen yang paling penting adalah sejarah dan pemeriksaan fisik
yang menyeluruh dan lengkap serta spesimen kultur klinis. Meskipun lebih dipilih untuk
mendapatkan kultur sebelum dimulainya terapi antimikroba untuk mengoptimalkan pemulihan
organisme, pemberian terapi antimikroba tidak boleh terlalu tertunda untuk pengambilan
spesimen pada neonatus yang sakit parah pada syok septik. Secara umum, terapi empiris harus
mengikuti acuan pola resistensi antimikroba dari isolat bakteri yang biasa terdeteksi di unit
perawatan intensif neonatal atau di lingkungan masyarakat. Pengobatan empiris pada saat awal
infeksi bakteri awitan dini harus terdiri dari ampisilin dan aminoglikosida (biasanya
gentamisin), dengan obat sefalosporin generasi ketiga atau keempat yang disediakan untuk
dugaan gram-negatif meningitis. Infeksi yang disebabkan oleh spektrum luas β-laktam yang
memproduksi basil Gram-negatif memerlukan pengobatan dengan golongan carbapenems,
seperti meropenem. Penggunaan terapi dengan piperacillin-tazobactam dan ampicillin-
sulbactam meningkat pada bayi yang dirawat di rumah sakit di unit perawatan intensif neonatal;
Namun, penetrasi tazobactam ke CNS tidak dapat diandalkan dan tidak boleh digunakan untuk
pengobatan meningitis. Namun, inhibitor β-laktamase sulbaktam, bila dikombinasikan dengan
ampisilin, tampaknya mencapai konsentrasi tinggi dalam CSF (tabel 3).53
Infeksi yang dikaitkan dengan perawatan kesehatan diperoleh dari unit perawatan
intensif neonatal yang kemungkinan besar disebabkan oleh staphylococci dengan negatif
koagulase, dan jarang disebabkan oleh S aureus dan bakteri Gram-negatif. Meskipun infeksi
aliran darah yang disebabkan oleh staphylococci negative koagulase pada bayi prematur
dihubungkan dengan kejadian morbilitas jangka pendek serta gangguan perkembangan saraf
jangka panjang, dimana hal ini diketahui tidak meningkatkan mortalitas. Dengan adanya
peningkatan dalam teknik kultur darah sehingga dapat memberikan hasil kultur pada waktu
yang sebenarnya, pemilihan terapi empiris dipersempit dengan pemberian antibiotik β-laktam
antistaphylococcal seperti nafcillin yang dikombinasikan dengan aminoglikosida, dapat
diperiksa pada bayi yang tidak terkolonisasi oleh bakteri MRSA dan dapat diubah jika
pemulihan patogen menunjukkan cakupan antimikroba alternatif. Strategi seperti itu telah
terbukti mengurangi penggunaan vankomisin di unit perawatan intensif neonatal.58,59
Infeksi jamur termasuk kandidiasis, aspergillosis, dan zygomycoses, harus dilakukan
manajemen secara agresif ketika telah dicurigai dan ditegakkan diagnosis. Terapi antijamur
empiris dengan amfoterisin deoxycholate dapat dipertimbangkan pada bayi berisiko tinggi
dengan faktor risiko untuk kandidiasis invasif. Keterlibatan dokter pediatrik bagian penyakit
menular, seorang apoteker dengan keahlian dalam infeksi neonatal, dan penggunaan panduan
yang mengandung dosis neonatal berat badan dan usia kehamilan dapat mengoptimalkan
penggunaan antimikroba. Pengukuran puncak kerja dari antimikroba berguna untuk
meminimalkan toksisitas jika antimikroba akan diberikan selama lebih dari 2–3 hari dan dalam
pengobatan infeksi tertentu seperti meningitis yang dimana diperlukan penetrasi ke CSF.
Berdasarkan pengukuran mungkin diindikasikan pada bayi dengan gangguan fungsi ginjal atau
hati.

Tabel 3. Terapi dan pencegahan untuk sepsis neonatorum


Terapi Pertimbangan Tambahan
Terapi Empiris
EOS Ampisilin ditambah aminoglikosida; Pertimbangkan penggunaan
10 hari untuk bakteremia; 14 hari sefalosporin generasi ketiga (seperti
untuk bakteremia GBS dan meningitis cefotaxime) atau carbapenem untuk
tanpa komplikasi; diperpanjang meningitis; tailor thyerapy untuk
hingga 21-28 hari untuk infeksi patogen; pertimbangkan penghentian
dengan komplikasi terapi jika patogen tidak terisolasi
LOS Vankomisin plus aminoglikosida; Alternatif untuk vankomisin dapat
durasi pengobatan tergantung pada dipertimbangkan berdasarkan
patogen dan lokasi epidemiologi lokal dan gambaran
klinis; rejimen berbasis
aminoglikosida lebih banyak dipilih
dibandingkan dengan cephalosporin
karena mengurangi risiko resistansi;
pertimbangkan sefalosporin jika
diduga meningitis, carbapenem jika
pasien baru-baru ini diberi
sefalosporin generasi ketiga; dan
amfoterisin untuk yang disebabkan
oleh jamur; dan menyesuaikan terapi
dengan patogen dan
mempertimbangkan penghentian
terapi jika patogen tidak diisolasi
Strategi terapi non-antimikroba
Rekombinan G-CSF54,55 dan Peningkatan jumlah dan fungsi Bukti tidak cukup kuat untuk
neutrofil, tetapi tidak mengurangi mendukung penggunaan klinis G-CSF
rekombinan GM-CSF
infeksi ketika diberikan sebagai atau GM-CSF baik sebagai
profilaksis atau meningkatkan pengobatan atau profilaksis untuk
kelangsungan hidup ketika diberikan mencegah infeksi sistemik.
sebagai terapi
IVIG56 Menambah sitotoksisitas antibody- Bukti yang tidak memadai dari
dependen dan meningkatkan fungsi sepuluh RCT atau quasi-RCT untuk
neutrofil tetapi tidak terdapat bukti mendukung penggunaan pada
bahwa IVIG pada kecurigaan atau neonatus dengan sepsis yang
sepsis yang terbukti mengurangi dikonfirmasi ataupun masih dicurigai
kematian
Strategi pencegahan
IAP14 Administration of penicillin or Berhasil mengurangi tingkat EOS
ampicillin 4 h before parturition
karena disebabkan oleh GBS; dan
tidak berpengaruh pada LOS GBS
Profilaksis fluconazole Administration of weight-based Paling bermanfaat dalam NICU
dosing to neonates less than 1500 g dengan tingkat baseline tinggi
kandidiasis invasif
Suplementasi BLF dengan BLF is a human milk glycoprotein Suplementasi BLF dengan dan tanpa
57 with a role in innate immune LGG dapat mengurangi insidensi LOS
probiotik, LGG
response. LGG enhances the activity pertama pada 472 VLBW neonatus
of lactoferrin. secara besar, acak, double-blind RCT.
Dalam hal ini diperlukan penelitian
untuk mengkonfirmasi
Tidak ada jangka waktu yang disarankan disediakan untuk terapi non-antimikroba karena tidak ada bukti yang
cukup untuk penggunaannya. Adaptasi dari Buku Nelson Pediatrik dengan izin dari Elsevier.. EOS=early onset
sepsis. GBS=group B streptococcus. LOS=late-onset sepsis. IVIG=intravenous immunoglobulin.
RCT=randomised controlled trials. IAP=intrapartum antimicrobial prophylaxis. NICU=neonatal intensive
care unit. G-CSF=granulocyte colony stimulating factor. GM-CSF=granulocyte macrophage stimulating
factor. BLF=bovine lactoferrin supplementation. LGG=Lactobacillus rhamnosus GG. VLBW=very low
birthweight.

Terapi Langsung
Setelah patogen teridentifikasi dan diketahui kerentanannya, serta lokasi dari infeksi
juga telah diidentifikasi, antimikroba atau antimikroba yang paling tepat harus diberikan.
Penisilin atau ampisilin efektif untuk GBS, dengan gentamisin dapat digunakan sampai darah
dan kultur CSF steril, yang pada saat itu dapat dihentikan langsung. Pemberian ampisilin sudah
cukup untuk L monocytogenes, meskipun aminoglikosida juga memberikan efek pada onset
pengobatan. Enterococci harus diobati dengan antibiotik yang mengandung penisilin, dengan
penambahan aminoglikosida dengan efek yang diketahui untuk memberikan efek bakterisida
dan post-antibiotik. Aminoglikosida dapat dihentikan ketika kultur steril atau ada perbaikan
dalam status klinis. Infeksi karena enterococci resisten ampisilin dapat diobati dengan
vankomisin tanpa penambahan aminoglikosida.
Secara mayoritas, tetapi tidak semua, staphylococci negative kogaulase isolat resisten
terhadap obat β-laktam termasuk golongan penicillin yang resisten terhadap penicillinase,
vankomisin tetap menjadi obat pilihan untuk infeksi yang terbukti dari hasil kultur. Instansi
dengan bakteremia staphylococcal koagulase-negatif persisten tanpa sumber, mungkin
mendapat manfaat dari penambahan rifampisin. Linezolid dan daptomycin adalah terapi
alternatif yang harus disediakan untuk kegagalan pengobatan atau resistensi terhadap obat lini
pertama.
Untuk bakteri enterik Gram negatif, ampisilin (jika rentan) atau aminoglikosida dapat
digunakan untuk pengobatan. Namun, jika pasien dicurigai meningitis atau bahkan telah di
diagnosis, penggunaan cephalosporin generasi ketiga atau keempat (misalnya, sefotaksim,
ceftazidime, atau cefepime jika diperlukan terapi Pseudomonas spp) atau golongan carbapenem
(misalnya, meropenem) harus digunakan. Infeksi invasif karena bakteri β-laktamase yang luas
(ESBL) yang memproduksi Enterobacteriaceae spp pemilihan obat yang paling baik adalah
dengan golongan carbapenem, meskipun penggunaan cefepime dapat dipertimbangkan dalam
terapi. Pengobatan infeksi yang disebabkan oleh Enterobacteriacaea spp membutuhkan
carbapenemase sehingga memerlukan konsultasi dari ahli penyakit infeksi; carbapenemase
adalah suatu karbapen yang mengandung rejimen dengan colistin atau tigecycline dosis tinggi
atau aminoglikosida mungkin diperlukan.
Klindamisin, ampisilin-sulbaktam, atau metronidazol sesuai untuk infeksi anaerob;
metronidazole lebih disukai untuk infeksi anaerobik yang melibatkan CNS. Durasi terapi
antimikroba yang tepat tidak mencukupi bukti yang mendukung; Namun, minimal, antibiotik
harus dilanjutkan sampai kultur steril dan ada pemulihan klinis. Ini biasanya diterjemahkan ke
minimal 7 hari untuk infeksi aliran darah, 14 hari untuk Gram-positif meningitis, dan 21 hari
untuk meningitis Gram-negatif. Enterococci yang resisten Vancomycin dan
Vancomycininsensitive S aureus adalah patogen baru yang muncul dari penggunaan luas
vankomisin. Meskipun vankomisin sering digunakan oleh unit neonatal di mana MRSA yang
bersifat endemik, penggunaannya dapat dikurangi dengan membatasi terapi empiris pada
neonatus dengan infeksi berat mungkin karena staphylococci negatif koagulase atau MRSA,
dan dengan menghentikan terapi setelah 48 jam ketika hasil kultur darah steril . Ketika hasil
kerentanan tersedia dan tidak ada bukti keterlibatan SSP atau endovaskular, klindamisin
mungkin merupakan alternatif yang cocok untuk terapi infeksi bakteremia dan kulit dan
jaringan lunak yang tidak terkait dengan MRSA pada neonatus. Bayi yang telah terpapar oleh
antibiotik diketahui memiliki risiko tingkat yang lebih tinggi dari enterokolitis nekrosis, sepsis,
dan morbiditas dibandingkan dengan bayi yang belum terkena antibiotik, mungkin karena
dysbiosis usus yang disebabkan oleh paparan antibiotik.60
Amfoterisin deoxycholate merupakan pengobatan pilihan untuk kandidiasis invasif
ketika pasien dicurigai meningitis; amfoterisin liposomal atau suatu echinocandin (caspofungin
atau micafungin) adalah pilihan untuk kandidiasis hati atau limpa. Flukonazol mungkin
merupakan terapi yang efektif untuk organisme yang rentan. Keberhasilan hasil pengobatan
tergantung pada kondisi yang mendasari kesehatan ibu hamil, durasi kultur positif, tingkat
penyakit, dan kemampuan untuk menghilangkan sumber jika infeksi dikaitkan dengan akses
kateter vena sentral.

Terapi Adjuvan
Penumpukan neutrofil pada bilik penyimpanan dikaitkan dengan prognosis yang buruk
dan kematian pada sepsis neonatorum. Terapi yang meningkatkan jumlah atau meningkatkan
fungsi neutrofil telah dipelajari, termasuk transfusi granulosit, granulocyte macrophage colony-
stimulating factor (GM-CSF), G-CSF, dan imunoglobulin intravena (IVIG). Paradoksnya,
neonatus dengan sepsis sebenarnya memiliki konsentrasi G-CSF dan GM-CSF yang beredar
tinggi meskipun jumlah neutrofil rendah. Beberapa penelitian tidak dapat menunjukkan efek
menguntungkan yang konsisten dari GM-CSF atau G-CSF pada mortalitas.54,55,61,62 Selain itu,
pemberian transfusi granulosit yang tepat waktu juga bermasalah, dan tidak ada cukup waktu
untuk menyaring donor potensial. IVIG telah ditunjukkan dalam serangkaian kasus kecil untuk
meningkatkan jumlah neutrofil darah yang belum matang (immature), mungkin dari
peningkatan keluarnya neutrofil dari sumsum tulang. Namun, sebuah studi oleh International
Neonatal Immunology Study Group (INIS Collaborative Group)63 dan Cochrane Review56
melibatkan lebih dari 7000 bayi secara total menunjukkan bahwa infus IG-IV tidak memiliki
efek pada morbiditas atau mortalitas jangka panjang.
Pentoxifylline adalah agen yang meningkatkan mikrosirkulasi dan menurunkan
konsentrasi necrosis faktor tumor yang terkait dengan sepsis. Dua uji coba terkontrol secara
acak pada 140 neonatus menunjukkan bahwa ada peningkatan tingkat kelangsungan hidup pada
bayi yang memiliki sepsis yang dikonfirmasi dengan budaya dan menerima pentoxifylline.64
Percobaan pada skala besar selanjutnya akan diperlukan untuk mereproduksi manfaat potensial
ini. Beberapa uji klinis yang berkaitan dengan sepsis neonatal sedang berlangsung dilakukan.

Kesimpulan dan pertanyaan penelitian yang menarik perhatian


Meskipun beban sepsis onset dini yang dikaitkan dengan GBS telah berkurang karena
penyebaran luas skrining pranatal dan pemberian antibiotik intrapartum, masih ada peluang
yang hilang untuk diagnosis dan intervensi. Penggunaan antibiotik profilaksis spektrum luas
menimbulkan pertanyaan tentang munculnya resistensi di antara organisme ko-kolonisasi dan
pengawasan aktif yang berkelanjutan akan menjadi penting untuk memantau kekhawatiran ini.
Pentingnya staphylococci koagulase-negatif sebagai organisme kolonisasi versus patogen pada
neonatus tetap merupakan bidang penelitian yang penting, terutama dengan kepedulian
terhadap munculnya resistensi vankomisin. Penegakan diagnostik berdasarkan pemeriksaan
non-kultur bakteri dan skor sepsis untuk memprediksi dan mendiagnosis sepsis neonatorum
adalah tindakan investigasi yang aktif digunakan. Batasan penatagunaan antibiotik di unit
perawatan intensif neonatal harus menjadi pengembangan strategi untuk mengurangi
penggunaan antibiotik dan meminimalkan efek samping dengan studi yang meliputi tentang
durasi terapi. Setelah diketahui tentang microbiome neonatal, penting untuk meminimalkan
paparan antibiotik yang berguna untuk mengurangi enterokolitis nekrosis, serta gejala sisa
lainnya seperti asma, obesitas, penyakit radang usus, dan gangguan neurologis. Meskipun
pencegahan infeksi neonatal adalah tujuan dari akhir terapi, pemeliharaan lingkungan neonatal
yang terbatas-patogen untuk bayi prematur tetap menjadi tantangan karena akses vaskular
jangka panjang dan diperlukan alat bantu pernapasan. Pemantauan dan penilaian dari hasil
jangka panjang sepsis neonatorum sebagai usia neonatus tetap menjadi tantangan perawatan
kesehatan yang penting.

Anda mungkin juga menyukai