Anda di halaman 1dari 21

NAMA: LINTANG EKA CANDRA

NIM : 1031611037
PENGANTAR GEOLOGI MIGAS 4-B

JELASKAN TERKAIT DENGAN INDONESIA BASIN ( CEKUNGAN DI


INDONESIA)

Semua basin/cekungan yang ada di Indonesia baik cekungan produksi,


yang belum di produksi, cekungan yang belum ada penemuan dan cekungan yang
belum di eksplorasi. Kemudian jelaskan secara rinci proses terjadinya dan tatanan
geologinya.

CEKUNGAN
@ PULAU SUMATERA

1. Cekungan Sumatera Selatan

A. Geologi Cekungan Sumatera Selatan

Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang
berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng Indo-Australia, yang bergerak ke
arah utara hingga timurlaut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zona
penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan
Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada di antara zona
interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zona konvergensi dalam
berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng Indo-Australia tersebut dapat
mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera
Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur
depan, magmatik, dan busur belakang (Bishop, 2000). Cekungan Sumatera
Selatan termasuk kedalam cekungan busur belakang (Back Arc Basin) yang
terbentuk akibat interaksi antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng mikro-
sunda. Cekungan ini dibagi menjadi 4 (empat) sub cekungan (Pulonggono, 1984)
yaitu: 1. Sub Cekungan Jambi 2. Sub Cekungan Palembang Utara 3. Sub
Cekungan Palembang Selatan 4. Sub Cekungan Palembang Tengah Cekungan ini
terdiri dari sedimen Tersier yang terletak tidak selaras (unconformity) di atas
permukaan metamorfik dan batuan beku Pra-Tersier.

Gambar 1. Peta cekungan di daerah Sumatera (Bishop, 2000).


Gambar 2. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (De Coster, 1974).
2. Cekungan Sumatera Tengah
Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier
penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya,
Cekungan Sumatra tengah merupakan Struktur geologi daerah cekungan Sumatra
tengah memiliki pola yang hampir sama dengan cekungan Sumatra Selatan,
dimana pola struktur utama yang berkembang berupa struktur Barat laut-Tenggara
dan Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995 dalam
www.google.co.id/cekungan sumatera). Walaupun demikian, struktur berarah
Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut–Tenggara.

Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat


disimpulkan menjadi beberapa tahap, yaitu : Konsolidasi Basement pada zaman
Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat laut-Tenggara. Basement terkena
aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan zaman Kapur.
Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen)
menghasilkan sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-Tenggara.
Kaitan aktivitas tektonik ini terhadap paleogeomorfologi di Cekungan Sumatra
tengah adalah terjadinya perubahan lingkungan pengendapan dari longkungan
darat, rawa hingga lingkungan lakustrin, dan ditutup oleh kondisi lingkungan
fluvial-delta pada akhir fase rifting.

Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal


yang mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik
Sumatra relatif tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari
daratan Sunda dan dari arah Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses
akumulasi sedimen dari arah timur laut Pulau Sumatra menuju cekungan,
diakomodir oleh adanya struktur-struktur berarah Utara-Selatan. Kondisi
sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi oleh fluktuasi muka
air laut global (eustasi) yang menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari
kelompok Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif
yang menghasilkan Formasi Petani.

Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali


intensif dengan rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat
daya cekungan. Pegunungan Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi
cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah sedimentasi pada Miosen akhir di
Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan menuju utara dengan kontrol
struktur-struktur berarah utara selatan. Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat
kompresif mengakibatkan terjadinya inversi-inversi struktur Basement
membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah Barat laut-Tenggara.
Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional
antara formasi Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di
bawahnya.

CEKUNGAN
@ PULAU JAWA

1. Cekungan Jawa Timur

GEOMORFOLOGI

Zona ini meliputi pantai utara Jawa yang membentang dari Tuban ke arah

timur melalui Lamongan, Gresik, dan hampir keseluruhan Pulau Madura.

Merupakan daerah dataran yang berundulasi dengan jajaran perbukitan yang

berarah barat-timur dan berselingan dengan dataran aluvial. Lebar rata-rata zona

ini adalah 50 km dengan puncak tertinggi 515 m (Gading) dan 491 (Tungangan).

Litologi karbonat mendominasi zona ini. Aksesibilitas cukup mudah dan karakter

tanah keras.
Jalur Rembang terdiri dari pegunungan lipatan berbentuk Antiklinorium

yang memanjang ke arah Barat – Timur, dari Kota Purwodadi melalui Blora,

Jatirogo, Tuban sampai Pulau Madura. Morfologi di daerah tersebut dapat dibagi

menjadi 3 satuan, yaitu Satuan Morfologi dataran rendah, perbukitan

bergelombang dan Satuan Morfologi perbukitan terjal, dengan punggung

perbukitan tersebut umumnya memanjang berarah Barat – Timur, sehingga pola

aliran sungai umumnya hampir sejajar (sub-parallel) dan sebagian berpola

mencabang (dendritic). Sungai utama yang melewati daerah penyelidikan yaitu S.

Lusi, yang mengalir ke arah Baratdaya, melalui Kota Blora dan bermuara di

Bengawan Solo.

STRUKTUR GEOLOGI

Pada masa sekarang (Neogen – Resen), pola tektonik yang berkembang di

Pulau Jawa dan sekitarnya, khususnya Cekungan Jawa Timur bagian Utara

merupakan zona penunjaman (convergent zone), antara lempeng Eurasia dengan

lempeng Hindia – Australia (Hamilton, 1979, Katili dan Reinemund, 1984,

Pulonggono, 1994).

Evolusi tektonik di Jawa Timur bisa diikuti mulai dari Jaman Akhir Kapur

(85 – 65 juta tahun yang lalu) sampai sekarang (Pulonggono, 1990). Secara

ringkasnya, pada cekungan Jawa Timur mengalami dua periode waktu yang

menyebabkan arah relatif jalur magmatik atau pola tektoniknya berubah, yaitu

pada jaman Paleogen (Eosen – Oligosen), yang berorientasi Timur Laut – Barat

Daya (searah dengan pola Meratus). Pola ini menyebabkan Cekungan Jawa Timur
bagian Utara, yang merupakan cekungan belakang busur, mengalami rejim

tektonik regangan yang diindikasikan oleh litologi batuan dasar berumur Pra –

Tersier menunjukkan pola akresi berarah Timur Laut – Barat Daya, yang

ditunjukkan oleh orientasi sesar – sesar di batuan dasar, horst atau sesar – sesar

anjak dan graben atau sesar tangga. Dan pada jaman Neogen (Miosen – Pliosen)

berubah menjadi relatif Timur – Barat (searah dengan memanjangnya Pulau

Jawa), yang merupakan rejim tektonik kompresi, sehingga menghasilkan struktur

geologi lipatan, sesar – sesar anjak dan menyebabkan cekungan Jawa Timur Utara

terangkat (Orogonesa Plio – Pleistosen) (Pulonggono, 1994). Khusus di Cekungan

Jawa Timur bagian Utara, data yang mendukung kedua pola tektonik bisa dilihat

dari data seismik dan dari data struktur yang tersingkap.

Menurut Van Bemmelen (1949), Cekungan Jawa Timur bagian Utara

(North East Java Basin) yaitu Zona Kendeng, Zona Rembang – Madura, Zona

Paparan Laut Jawa (Stable Platform) dan Zona Depresi Randublatung.

Keadaan struktur perlipatan pada Cekungan Jawa Timur bagian Utara pada

umumnya berarah Barat – Timur, sedangkan struktur patahannya umumnya

berarah Timur Laut – Barat Daya dan ada beberapa sesar naik berarah Timur –

Barat.

Zona pegunungan Rembang – Madura (Northern Java Hinge Belt) dapat

dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian Utara (Northern Rembang

Anticlinorium) dan bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium).


Bagian Utara pernah mengalami pengangkatan yang lebih kuat

dibandingkan dengan di bagian selatan sehingga terjadi erosi sampai Formasi

Tawun, bahkan kadang – kadang sampai Kujung Bawah. Di bagian selatan dari

daerah ini terletak antara lain struktur – struktur Banyubang, Mojokerep dan

Ngrayong.

Bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium) ditandai oleh dua jalur

positif yang jelas berdekatan dengan Cepu. Di jalur positif sebelah Utara terdapat

lapangan – lapangan minyak yang penting di Jawa Timur, yaitu lapangan :

Kawengan, Ledok, Nglobo Semanggi, dan termasuk juga antiklin – antiklin

Ngronggah, Banyuasin, Metes, Kedewaan dan Tambakromo. Di dalam jalur

positif sebelah selatan terdapat antiklinal-antiklinal / struktur-struktur Gabus,

Trembes, Kluweh, Kedinding – Mundu, Balun, Tobo, Ngasem – Dander, dan

Ngimbang High.

Sepanjang jalur Zona Rembang membentuk struktur perlipatan yang dapat

dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :

1. Bagian Timur, dimana arah umum poros antiklin membujur dari


Barat Laut – Timur Tenggara.
2. Bagian Barat, yang masing – masing porosnya mempunyai arah
Barat – timur dan secara umum antiklin-antiklin tersebut menunjam baik ke arah
barat ataupun ke arah timur.
CEKUNGAN
@ PULAU KALIMANTAN

1. CEKUNGAN KUTAI

Cekungan Kutai merupakan cekungan dengan luas 165.000 km2 dan


memiliki ketebalan sedimen antara 12.000-14.000 meter. Hal ini menyebabkan
Cekungan Kutai dikatakan sebagai cekungan terluas dan terdalam di Indonesia
yang terletak di pantai timur Kalimantan dan daerah paparan sebelumnya.
Cekungan Kutai merupakan cekungan hidrokarbon yang berumur Tersier dimana
minyak dan gas bumi terperangkap pada batupasir berumur Miosen dan
Pleistosen. Cekungan ini terbentuk pada batupasir berumur Miosen dan Plestosen.
Cekungan ini terbentuk dan berkembang akibat proses-proses pemisahan diri
akibat tegangan di dalam lempeng Mikro Sunda yang menyertai interaksi antara
lempeng Sunda dan lempeng Pasifik disebelah timur. Lempeng Hindia-Australia
di selatan, dan lempeng Laut Cina selatan di utara (Satyana, et. Al., 1999).

Secara tektonik, pada bagian utara Cekungan Kutai terdapat Cekungan


Tarakan yang dipisahkan oleh punggungan Mangkalihat yang merupakan suatu
daerah tinggian batuan dasar yang terjadi pada Oligoser. Di sebelah selatan,
cekungan ini dijumpai Cekungan Barito yang dibatasiSesar Adang, yang terjadi
pada Zaman Miosen Tengah. Pada bagian tenggara cekungan ini, terdapat paparan
Paternoster dan gugusan penggunungan Meratus, sedangkan batas barat dari
cekungan adalah daerah tinggi Kuching (pegunungan Kalimantan Tengah) yang
berumur Pra-Tersier dan merupakan bagian dari inti benua. Tinggian ini
menghasilkan sedimen tebal yang berumur Neogen. Pada bagian timur dari
cekungan ini terdapat delta Mahakam yang terbuka ke Selat

Gambar 3.1 Fisiografi Cekungan Kutai (Peterson dkk., 1997 dalam Mora dkk.,2001)
KONDISIS GEOLOGI

a. Batuan Induk

Batuan induk utama pada Cekungan Kutai adalah batuan

berumur Miosen yaitu mudstone, serpih, lempung, dan batubara. Batuan

induk ini terbentuk pada lingkungan pengendapanparalic, delta, sampai

laut dangkal. Analisa geokimia pada serpih, lempung, dan batubara

Miosen menunjukkan bahwa batuan induk ini dapat menghasilkan waxy

oil dan gas dari percampuran kerogen dengan tipe yang berbeda. Nilai

TOC berkisar antara 0.14 ± 15.37% dan rata ± rata berkisar antara 0.5 ±

1.0%. Endapan serpih organic dari delta plain bawah sampai lingkungan

delta front diketahui sebagai batuan induk pada barat laut Kalimantan dan

Cekungan Kutai. Serpih memuat 2 ± 3% produksi karbon organic dari

kategori tipe III (Anshary, 2008).

b. Batuan Reservoar

Akumulasi minyak dan gas bumi yang terdapat di daerah

Mahakam, umumnya ditemukan pada reservoir yang berumur Miosen

Tengah sampai Miosen Akhir pada Formasi Balikpapan. Reservoar

karbonat tidak terlalu banyak mengandung akumulasi hidrokarbon bernilai

ekonomis. Akumulasi hidrokarbon justru ditemukan dalam endapan

turbidit. Pada lapangan minyak yang berada di darat (onshore), reservoar

pada umumnya terdiri dari sedimen ± sedimen fluvial dan distributary

channel, dimana jarak antara tubuh batupasir dan jumlah akomdasi


sedimen sangat mengontrol konektivitas dari reservoar ± reservoar

tersebut (Anshary, 2008). Reservoar yang terdapat pada bagian dalam

lepas pantai (inner offshore) terdiri dari sedimen ±sedimen lower delta

plain dan sedimen ±sedimen delta front. Sedimen ± sedimen distributary

channel juga hadir dengan dimensi yang sama denngan reservoar darat

namun lebih jarang muncul. Reservoar pada delta front terdiri dari

sedimen ± sedimen mouthbar (Anshary, 2008).

c. Perangkap (Trap), Sekat (Seal), dan Lapisan Penutup

Lapangan ± lapangan minyak dan gas yang berada di Delta

Mahakam memiliki perangkap struktur dan stratigrafi. Reservoar ±

reservoar yang berupa endapan fluvial, distributary channel, dan mouth

bar biasanyaterdapat di bagian sayap dari antikllin dan dapat juga muncul

sebagai perangkap campuran antara struktur dan stratigrafi. Komponen±

komponen stratigrafi di bagian utara dan selatan Sungai Mahakam

Modern, dimana paleo-channel-nya miring terhadap sumbu struktur.

Perangkap struktur terbentuk pada Miosen Akhir karena adanya

pergerakan tektonik yang mendesak batuan dasar dan batuan sedimen di

atasnya, pergerakan tersebut berarah ke barat menghasilkan pengangkatan

dan erosi 1.000 kaki sedimen berumur Oligosen dan Miosen (Anshary,

2008). Lapisan penutup yang berada di Delta Mahakam umumnya berupa

batulempung-serpih sedangkan di bagian laut didominasi oleh sejumlah

besar mudston
d. Migrasi
Migrasi primer hidrokarbon terjadi pada batuan induk Eosen Tengah ±

Eosen.

2. CEKUNGAN TARAKAN

Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga dengan Cekungan Tarakan
(IBS, 2006) merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon di Kalimantan
Timur bagian utara. Cekungan Tarakan dapat dibagi menjadi 4 sub-cekungan
yaitu: Sub-cekungan Tidung, Sub-cekungan Berau, Sub-cekungan Tarakan, dan
Sub-cekungan Muara (Biantoro dkk., 1996; IBS, 2006). Batas-batas dari empat
sub-cekungan tersebut adalah zona-zona sesar dan tinggian. Bagian utara dari
Cekungan Kalimantan Timur Utara dibatasi oleh Tinggian Samporna yang
terletak sedikit ke utara dari perbatasan wilayah Indonesia dan Malaysia. Bagian
barat ke arah Kalimantan dibatasi oleh Punggungan Sekatak-Berau. Sedangkan di
bagian selatan, terdapat Punggungan Mangkalihat yang memisahkan Cekungan
Tarakan dengan Cekungan Kutai. Batas timur dan tenggara dari cekungan ini
berupa laut lepas Selat Makasar.

Gambar 1. Peta lokasi Sub-Cekungan Tarakan (Biantoro dkk., 1996).


Tektonik Regional Cekungan Tarakan

Perkembangan struktur-struktur di Sub-cekungan Tarakan, Cekungan


Tarakan berlangsung dalam beberapa tahapan yang mempengaruhi pengendapan
sedimen pada area tersebut. Konfigurasi secara struktural sudah dimulai oleh
rifting sejak Eosen Awal. Pemekaran (rifting) pada sub-cekungan ini disebabkan
oleh pembentukan sesar-sesar normal. Pergerakan dari sesar-sesar tersebut
menghasilkan daerah-daerah rendahan yang kemudian terisi oleh sedimen-
sedimen tertua pada sub-cekungan ini, seperti Formasi Sembakung (akhir Miosen
Awal-Miosen Tengah). Sedimen-sedimen pra-Tersier tidak terpenetrasi pada
banyak sumur yang dibor pada sub-cekungan ini, namun keberadaannya terdeteksi
pada data seismik (Biantoro dkk., 1996).

Proses Rifting berjalan dengan terus menerus disertai dengan adanya


pengangkatan secara lokal di bagian barat dari sub-cekungan mengontrol siklus-
siklus pengendapan sedimen pada sub-cekungan ini. Pengendapan pada sub-
cekungan ini dapat dibagi menjadi 4 siklus berhubungan dengan beberapa
kejadian tektonik pada regional. Pengendapan sedimen-sedimen siklus yang
pertama (Siklus 1) terjadi pada saat terjadinya pengangkatan pada Eosen Tengah
yang menyebabkan erosi di Tinggian/Punggungan Sekatang.

Pengendapan siklus yang kedua (Siklus 2) dimulai sejak pengangkatan


Oligosen Awal pada fasa transgresif, dengan sedimen yang diendapkan secara
tidakselarasan terhadap Siklus

.Fasa ini berubah menjadi regresif ketika proses rifting berakhir dan
pengangkatan mencapai puncaknya pada akhir dair Miosen Akhir. Pengangkatan
yang kedua ini berbeda dengan proses pengangkatan pertama karena berkembang
ke arah timur dan menghasilkan Punggungan Dasin-Fanny. Proses rifting yang
kedua ini menghasilkan sesar-sesar normal yang memiliki arah timurlaut-
baratdaya.
Gambar 2. Tektonik Sub-Cekungan Tarakan (Modifikasi dari

Biantoro dkk., 1996).

Stratigrafi Regional Cekungan Tarakan

Batuan dasar pada cekungan Kalimantan Timur Utara terdiri dari sedimen-

sedimen berumur tua, meliputi Formasi Danau (Heriyanto dkk., 1991) atau

disebut juga Formasi Damiu (IBS, 2006), Formasi Sembakung, dan Batulempung

Malio. Sedimen-sedimen tersebut telah terkompaksi, terlipatkan, dan tersesarkan.


Gambar 3. Kolom Stratigrafi Cekungan Kalimantan Timur Utara (kiri:

dimodifikasi dari Heriyanto dkk., 1991; kanan: IBS, 2006)


CEKUNGAN
@ PULAU SULAWESI

1. Cekungan Minahasa

Cekungan Minahasa terletak di bagian utara Pulau Sulawesi, Indonesia Timur. Secara

geografis, cekungan ini terletak di antara 12°00’ - 12°40’ BT dan 10° - 20° LU dan

memiliki luas area mencapai 16.910 km2. Batuan dasar cekungan berumur Kapur, dengan

ketebalan 500-2.000 m pada kedalaman 2.000 m. Kerangka tektonik cekungan

dipengaruhi oleh interaksi tumbukan tiga lempeng, yaitu Lempeng Pasifik yang bergerak

ke barat, Lempeng India-Australia bergerak ke utara dan Lempeng Eurasia yang ditekan

oleh pergerakan dua lempeng diatasnya. Batas cekungan berdasarkan pada anomali gaya

berat yang menunjukkan anomali negatif dan didukung data isopach. Cekungan Minahasa

dibatasi oleh Busur Sangihe dan Filipina Selatan di bagian timur, pada bagian selatan

dibatasi oleh lengan utara Sulawesi, bagian barat oleh Pulau Kalimantan dan bagian utara

oleh Cekungan Celebes.


Cekungan Minahasa berhubungan dengan depocenter lepas pantai di

utara Sulawesi, dikenal sebagai Semenanjung Minahasa. Laut dangkal dengan

kedalaman kurang dari 200 m membatasi bagian pinggir sepanjang pesisir utara

Sulawesi. Bagian utara cekungan dipengaruhi oleh penunjaman ke selatan sesar

naik, berhubungan dengan bekas zona subduksi. Karakteristik batuan induk,

reservoir dan struktur dapat dianggap serupa dengan Cekungan Gorontalo

(PERTAMINA-BEICIP, 1992).
Gambar 0.1 Tektonik umum dan Peta penyebaran batuan wilayah Sulawesi
(modifikasi dari Silver dkk., 1983 dalam Djajadihardja dkk., 2003).
CEKUNGAN
@ PULAU INDONESIA TIMUR

1. Cekungan di Perisai Sahul

Cekungan di Perisai Sahul (di atas Kerak Benua Australia). Stratigrafi

Cekungan ini ditandai adanya Ketidakselarasan antara Cekungan Pre-Rift

(Paleozoikum), Syn-Rift (Jura Awal), Passive margin (Jura Akhir-Kapur

Akhir) dan Continent-arc Collision related Fore-land Basins dan Strike-Slip

related Basins.

2. Bagian utama Irian Jaya


Merupakan Pinggiran Benua Australia yang sejak Trias bergerak ke

utara dan ini sebenarnya merupakan Passive margin, dengan lempeng

Samudra di depannya membentuk subduksi terhadap lempeng Pasific. Pada

saat jalur subduksi yang terus menerus mengkomsumsi Lempeng Samudra

Australia bertumbukan dengan kerak benua Australia pada Awal Tersier.


Mengakibatkan Lempeng Samudra Pasific tertekukkan ke atas dan

menghasilkan Obduksi, sedang lapisan-lapisan Paleozoic-Mesozoic serta

lapisan Tersier terlipat kuat membentuk sesar naik dan sungkup ke arah

selatan yang sering disebut dengan Papua Foldthrust Belt, Sementara

Foreland-basins terbentuk didepan Paparan Australia, Hinterland basin

dibelakang Pegunungan lipatan tersebut. Lapisan sedimen yang terlipat ketat

karena pertumbukan Collision ini disebut Suture. Masalah di sini makin

dipersulit dengan adanya sesar geser di jalur Pegunungan tersebut.

A. Suture related basins


• Cekungan Akimeugah (Foreland basins). Di selatan Irian Jaya
• Cekungan Mamberano (Foredeep basin). Di utara Irian Jaya
• Cekungan di Paparan Australia Utara (Timor Gap), merupakan
cekungan Rift basin dan Passive margin pada Pra-Tersier

B. Strike-slip related basin


• Cekungan Salawati
Cekungan ini berhubungan dengan Sesar Geser

Sorong,yang membentuk asimetri, ada dugaan bahwa Cekungan

Salawati ini merupakan bahagian terpotong dari Cekungan

Banggai.

• Cekungan Bintuni
Pada Cekungan ini terbukti batuan Pra- Tersier

menghasilkan Gas, bukan merupakan bessement, Gas ditemukan

pada batuan umur Jura. Stratigrafi Pra-Tersier. Cekungan ini diduga

terbentuk karena sesar geser yang menghasilkan Transpressional


struktur sesar sungkup dari Jakur Lengguru pada penampang

berbentuk asimetri.

• Cekungan-cekungan yang terbentuk karena pengaruh Sesar Geser


Sorong (Sorong Fault Zone), berbentuk Half Graben,

• Cekungan Banggai merupakan belahan dari cekungan Salawati


yang telah ditransport beberapa ribu Km, ke arah Barat pada zaman
Tersier. Urutan Pre-Rift, Syn-Rift dan Passive-margin, serta
terakhir Drift dapat dikenali pada kedua cekungan ini.
Transpressional pada akhir Tersier telah menghasilkan ribuan
meter sedimen klastik yang berpotensi untuk minyak dan Gasbumi

Anda mungkin juga menyukai