Anda di halaman 1dari 12

KRISIS PERBANKAN DI INDONESIA

1.1 Pengertian Krisis Perbankan

Industri perbankan oleh beberapa ahli ekonomi dianggap sebagai industri yang memerlukan perhatian
khusus karena mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal perbankan dan merupakan bagian
integral dari sistem pembayaran (George F. Kaufman, 1997). Beberapa analis mengutarakan alasan-
alasan yang mendukung pernyataan tersebut, bahwa industri perbankan merupakan industri yang rentan
terhadap krisis.

Alasan-alasan tersebut antara lain adalah karena industri perbankan memiliki:

1. Rasio kas terhadap asset yang rendah

Rasio modal terhadap asset yang rendah, dan

Rasio dana jangka pendek terhadap total deposit yang tinggi

Terdapat tiga alasan utama mengapa stabilitas sistem keuangan dan perbankan mendapat perhatian
penting. Pertama, sistem keuangan dan perbankan yang stabil akan menciptakan lingkungan yang
mendukung bagi nasabah penyimpan dan investor untuk menanamkan dananya pada lembaga
keuangan, termasuk menjamin kepentingan masyarakat terutama nasabah kecil. Kedua, sistem keuangan
dan perbankan yang stabil akan mendorong intermediasi keuangan yang efisien sehingga pada akhirnya
dapat mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, kestabilan sistem keuangan akan
mendorong beroperasinya pasar dan memperbaiki alokasi sumber daya dalam perekonomian.

Sebaliknya, instabilitas sistem keuangan dan perbankan dapat menimbulkan konsekuensi yang
membahayakan yaitu tingginya biaya fiskal yang harus dikeluarkan untuk menyelamatkan lembaga
keuangan dan perbankan yang bermasalah dan penurunan PDB akibat krisis perbankan. (Kajian Stabilitas
Keuangan Bank Indonesia, Juni 2003)

Sampai saat ini definisi dari krisis perbankan masih menimbulkan perdebatan. Hal ini disignalir oleh
Mannsasoo dan Mayers (2005) yang mempertanyakan bagaimana ukuran krisis sehingga bisa
didefiniskan krisis perbankan.

Definisi dari Kaminsky dan Reinhart (1999) mengenai krisis perbankan adalah ditandai dengan adanya
masalah dalam neraca. Mereka menyatakan awal tanda-tanda krisis ditandai dengan penarikan dana
besar-besaran dari nasabah dan penutupan bank.

Menurut Hardy dan Pazarbasiglu (1998) definisi krisis perbankan adalah apabila sistem perbankan
mengalami salah satu dari kondisi-kondisi sebagai berikut:

Tingginya kredit macet (NPL) yang melebihi 10% dari seluruh aset atau 2% dari Produk Domestik Bruto
(PDB).
Biaya penyelamatan perbankan melebihi 2% dari PDB.

Nasionalisasi atau pengambil alihan perbankan oleh pemerintah.

Penarikan dana besar-besaran oleh nasabah.

Penutupan bank oleh pemerintah baik sementara atau selamanya.

Sementara Gonzales-Hermosillo (1999) menyatakan indikator terbaik untuk menyatakan krisis


perbankan adalah kredit macet. Demirguc-Kunt dan Detragiache (1998) mendefinisikan krisis perbankan
salah satunya adalah kredit macet yang sepuluh persen lebih besar dari seluruh asset di sistem
perbankan.

Sedangkan Rojaz-Suarez (1998) mendefinisikan krisis perbankan adalah apabila kredit macet lebih besar
daripada rata-rata selama masa tidak krisis ditambah 2 standar deviasi. Instabilitas perbankan secara
individual sebenarnya tidak terlaluberpengaruh pada perekonomian secara keseluruhan. Namun apabila
instabilitas tersebut terjadi pada sektor perbankan secara keseluruhan yaitu terganggunya hubungan
antar bank sebagai dampak kondisi fundamental ekonomi yang tidak stabil, dikhawatirkan akan semakin
memperburuk kondisi perekonomian secara keseluruhan.

1.2 Krisis Perbankan di Indonesia

Krisis Perbankan di Indonesia terbagi menjadi 2, yaitu :

1. Krisis perbankan tahun 1998

2. Krisis perbankan tahun 2008

1.3 Krisis Perbankan tahun 1998

Tahun 1998 menjadi saksi bagi tragedi perekonomian bangsa. Keadaannya berlangsung sangat tragis dan
tercatat sebagai periode paling suram dalam sejarah perekonomian Indonesia. Keadaan itu diantaranya
sebagai berikut:

1. Dari total utang luar negeri per Maret 1998 yang mencapai 138 milyar dollar AS, sekitar 72,5 milyar
dollar AS adalah utang swasta yang dua pertiganya jangka pendek, di mana sekitar 20 milyar dollar AS
akan jatuh tempo dalam tahun 1998. Sementara pada saat itu cadangan devisa tinggal sekitar 14,44
milyar dollar AS.
2. Terpuruknya kepercayaan ke titik nol membuat rupiah yang ditutup pada level Rp 4.850/dollar AS
pada tahun 1997, meluncur dengan cepat ke level sekitar Rp 17.000/dollar AS pada 22 Januari 1998,
atau terdepresiasi lebih dari 80 persen sejak mata uang tersebut diambangkan 14 Agustus 1997.

3. Rupiah yang melayang, selain akibat meningkatnya permintaan dollar untuk membayar utang, juga
sebagai reaksi terhadap angka-angka RAPBN 1998/ 1999 yang diumumkan 6 Januari 1998 dan dinilai tak
realistis.

4. Krisis yang membuka keburukan dan kerapuhan fundamental ekonomi ini dengan cepat merambah
ke semua sektor. Anjloknya rupiah secara dramatis, menyebabkan pasar uang dan pasar modal juga
rontok, bank-bank nasional dalam kesulitan besar dan peringkat internasional bank-bank besar bahkan
juga surat utang pemerintah terus merosot ke level di bawah junk atau menjadi sampah.

5. Puluhan, bahkan ratusan perusahaan, mulai dari skala kecil hingga konglomerat, bertumbangan.
Sekitar 70 persen lebih perusahaan yang tercatat di pasar modal juga insolvent atau nota bene bangkrut.

6. Sektor yang paling terpukul terutama adalah sektor konstruksi, manufaktur, dan perbankan,
sehingga melahirkan gelombang besar pemutusan hubungan kerja (PHK). Pengangguran melonjak ke
level yang belum pernah terjadi sejak akhir 1960-an, yakni sekitar 20 juta orang atau 20 persen lebih dari
angkatan kerja.

7. Akibat PHK dan naiknya harga-harga dengan cepat ini, jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan
juga meningkat mencapai sekitar 50 persen dari total penduduk. Sementara si kaya sibuk menyerbu
toko-toko sembako dalam suasana kepanikan luar biasa, khawatir harga akan terus melonjak.

8. Pendapatan per kapita yang mencapai 1.155 dollar/kapita tahun 1996 dan 1.088 dollar/kapita
tahun 1997, menciut menjadi 610 dollar/kapita tahun 1998, dan dua dari tiga penduduk Indonesia
disebut Organisasi Buruh Internasional (ILO) dalam kondisi sangat miskin pada tahun 1999 jika ekonomi
tak segera membaik.

9. Data Badan Pusat Statistik juga menunjukkan, perekonomian yang masih mencatat pertumbuhan
positif 3,4 persen pada kuartal ketiga 1997 dan nol persen kuartal terakhir 1997, terus menciut tajam
menjadi kontraksi sebesar 7,9 persen pada kuartal I 1998, 16,5 persen kuartal II 1998, dan 17,9 persen
kuartal III 1998. Demikian pula laju inflasi hingga Agustus 1998 sudah 54,54 persen, dengan angka inflasi
Februari mencapai 12,67 persen.

10. Di pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta (BEJ) anjlok ke titik
terendah, 292,12 poin, pada 15 September 1998, dari 467,339 pada awal krisis 1 Juli 1997. Sementara
kapitalisasi pasar menciut drastis dari Rp 226 trilyun menjadi Rp 196 trilyun pada awal Juli 1998.

11. Di pasar uang, dinaikkannya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menjadi 70,8 persen dan
Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) menjadi 60 persen pada Juli 1998 (dari masing-masing 10,87 persen
dan 14,75 persen pada awal krisis), menyebabkan kesulitan bank semakin memuncak. Perbankan
mengalami negative spread dan tak mampu menjalankan fungsinya sebagai pemasok dana ke sektor riil.
12. Di sisi lain, sektor ekspor yang diharapkan bisa menjadi penyelamat di tengah krisis, ternyata sama
terpuruknya dan tak mampu memanfaatkan momentum depresiasi rupiah, akibat beban utang,
ketergantungan besar pada komponen impor, kesulitan trade financing, dan persaingan ketat di pasar
global.

13. Selama periode Januari-Juni 1998, ekspor migas anjlok sekitar 34,1 persen dibandingkan periode
sama 1997, sementara ekspor nonmigas hanya tumbuh 5,36 persen.

Dari semua kejadian itu yang menjadi sorotan adalah masalah krisis perbankan. Karena saat itu, industri
perbankan di Indonesia diliputi dengan ketidakpastian. Bank – bank yang ada di Tanah Air ini dalam
kondisi sulit karena tersandera dengan suku bunga yang tinggi, ketatnya likuiditas, dan tumpukan kredit
yang macet.

Tidak heran jika ada beragam rumor mulai merebak mengenai beberapa bank yang akan kolaps atau
dilikuidasi. Nasabah pun tidak luput dari rasa kekhawatiran. Pada 1 November 1997, rumor tersebut
akhirnya terjawab juga. Pada saat itu, pemerintah melikuidasi 16 bank swasta nasional yang kondisinya
sudah parah. 16 bank itu adalah :

1. Bank Andromeda

2. Bank Anrico

3. Bank Astria

4. Bank Citra

5. Bank Dwipa

6. Bank Guna Internasional

7. Bank Harapan Sentosa

8. Bank Industri

9. Bank Jakarta

10. Bank Kosa

11. Bank Majapahit

12. Bank Mataram


13. Bank Pacific

14. Bank Pinaesaan

15. Bank Sejahtera Bank Umum

16. Bank South East Asia Bank

Ada empat bank yang lolos dari likuidasi yang sebenarnya

masuk daftar usulan dari Bank Indonesia (BI) yaitu :

1. Bank Yama

2. Bank Utama

3. Bank Subentra

4. Bank Surya.

Tindakan likuidasi dilakukan sebagai salah satu syarat yang diajukan

oleh Dana Moneter Internasional (IMF), lembaga yang akan membantu

krisis moneter Indonesia dengan syarat-syarat yang berat. Selain

penyehatan bank, IMF sebenarnya memaksa pemerintah untuk menaikkan BBM

dan meningkatkan pajak seperti yang dilakukan di Thailand.

1.4 Penyebab terjadinya krisis perbankan tahun 1998

1. Masyarakat sudah tidak percaya terhadap perbankan lagi (krisis kepercayaan)

Penutupan 16 bank yang dilakukan Pemerintah pada tanggal 1 November 1997 telah mengakibatkan
menurunnya kepercayaan nasabah terhadap banknya, khususnya bank swasta yang diyakini masyarakat
mempunyai kinerja keuangan yang rendah.

Faktor depresiasi rupiah yang terjadi saat itu pun membuat krisis perbankan semakin hebat. Masyarakat
yang sedang khawatir akan kehilangan dananya langsung menarik uang dibank dan memindahkannya ke
bank lain yang lebih aman. Penarikan uang secara berbondong – bondong mengakibatkan sejumlah bank
pun kolaps. Selanjutnya, penarikan pada satu bank menjadi secara sistemik (contagion) ke bank lain
sehingga berkembang menjadi krisis perbankan.

Padahal, pemerintah memberikan jaminan penuh terhadap dana simpanan masyarakat di perbankan.
Namun sayangnya, langkah yang dilakukan pemerintah itu terlambat. Langkah itu baru dilakukan oleh
pemerintah setelah terjadi rush di sejumlah bank.

Nasabah sudah terlanjur dilanda kepanikan sehingga sulit untuk meredakannya. Ternyata, langkah
pemerintah untuk memberikan jaminan penuh tersebut berdampak buruk. Rush yang terjadi malah
semakin hebat. Hal ini berdampak pada beberapa bank swasta, yaitu BCA dan Danamon yang mengalami
kesulitan untuk melakukan likuiditas sehingga akhirnya diambil alih oleh BPPN (Badan Penyehatan
Perbankan Nasional).

Menurunnya nilai tukar rupiah secara tajam

Krisis perbankan tersebut diperberat lagi dengan depresiasi nilai tukar rupiah yang sangat besar. Pada
bulan Januari 1997, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berada pada posisi Rp 2.396.
Posisi nilai tukar tersebut terus menurun. Bulan Juli 1997 nilai tukar tercatat berada pada posisi Rp 2.599
per dolar AS, dan pada Desember 1997 menjadi sebesar Rp 4.650 per dolar AS. Pada tahun 1998 posisi
nilai tukar mengalami penurunan yang sangat drastis, mencapai posisi Rp 10.525 per dolar AS pada
bulan Mei 1998 dan terus melemah hingga puncaknya pada bulan Juni 1998 pada posisi Rp 14.900 per
dolar AS. Melemahnya nilai tukar Rupiah mengakibatkan kewajiban dalam valuta asing naik tajam
sehingga mempersulit kondisi likuiditas perbankan.

Letter of credit (L/C) dari Indonesia tidak lagi diterima semua pihak di luar negeri. Lebih kalut lagi, pihak
peminjam di luar negeri mendesak para penerima pinjaman di dalam negeri agar segera membayar
utangnya. Waktu itu, diperkirakan sekitar 9,8 milyar dollar AS utang jangka pendek pihak swasta
Indonesia yang jatuh tempo. Akibatnya, tekanan terhadap rupiah semakin bertubi-tubi.

Pasar valas maupun bursa saham seperti telah patah arang terhadap pemerintah RI. Seperti telah
diungkapkan di atas, sejak itu kurs rupiah terus anjlok hingga mendekati Rp 17.000 (di Singapura sudah
mencapai Rp 17.000). Indeks harga saham juga mulai menunjukkan tendensi merosot menembus angka
400 poin dengan beberapa kali naik sedikit sekadar koreksi kecil.

Suku bunga kredit yang lebih tinggi ketimbang suku bunga simpanan nasabah

Suku bunga kredit yang lebih tinggi ketimbang suku bunga simpanan nasabah. Akibatnya terjadi negative
spread. Beban bankir semakin bertambah saja. Bisa dikatakan, bank-bank kita sudah tinggal gedung-
gedung saja tanpa isi.

Resesi ekonomi telah mencampakkan semua kredit yang disalurkan menjadi sampah. Idealnya, pemilik
bank sendiri harus menyuntikkan modal untuk memberi roh pada perbankan. Akan tetapi itu tidak dapat
dilakukan. Pemilik bank juga bangkrut, karena kredit yang disalurkan ke kelompok sendiri, terjerat kredit
macet.
Tambahan pula, sebagian kredit itu telah menguap dan sebagian besar menjadi simpanan pemilik bank
yang ada di sistem perbankan internasional. Kekhawatiran akan bisnis yang tidak nyaman di Indonesia,
telah membuat mereka lari tunggang langgang.

Perbankan yang kurang sehat

Ada beberapa bank yang memang sebelum krisis sudah kurang sehat. Artinya bank tersebut sebenarnya
sudah krisis terlebih dahulu sebelum krisis sesungguhnya terjadi. Seperti bank Danamon yang sudah dua
kali kalah

kliring, kreditnya macet tertanam di sektor properti secara gila-gilaan. Dan ada bank yang pemiliknya
sudah lari ke Hongkong yaitu bank Surya tetapi bank tersebut tidak dilikuidasi.

1.5 Krisis Perbankan tahun 2008

Perbankan Indonesia kembali terguncang pada tahun 2008 tepatnya pada bulan November 2008.
Perbankan terguncang oleh kasus Bank Century. Kasus Bank Century mencuat ketika Pemerintah melalui
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyuntikkan modal sebesar Rp 6,76 triliun untuk menyelamatkan
bank tersebut. Jumlah ini menjadi begitu besar dan menarik perhatian masyarakat karena dana
penyelamatan Bank Century semula diperkirakan hanya sebesar Rp 632 miliar. Kenaikan jumlah ini
mengakibatkan berbagai tudingan kepada Bank Indonesia (BI) dan Departemen Keuangan sebagai
penentu kebijakan penyelamatan Bank Century pada 20 November 2008 melalui Komite Stabilitas Sistem
Keuangan.

1.6 Sejarah Bank Century

Kisah Bank Century berawal dari tahun 1989 ketika didirikan, hingga 20 November 2008 saat ditetapkan
oleh Bank Indonesia sebagai bank gagal yang memiliki dampak sistemik. Berikut adalah beberapa catatan
penting terkait perjalanan Bank Century.

PT Bank Century Tbk didirikan berdasarkan Akta No. 136 tanggal 30 Mei 1989 yang dibuat Lina
Laksmiwardhani, SH, notaris pengganti Lukman Kirana, SH, notaris di Jakarta. Disahkan oleh Menteri
Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusannya No. C.2-6169.HT.01.01.TH 89 tertanggal 12 Juli
1989. Didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2 Mei 1991 dengan No. 284/Not/1991.
Anggaran Dasar Bank telah disesuaikan dengan Undang-Undang PerseroanTerbatas No. 1 Tahun 1995
dalam Akta No. 167 tanggal 29 Juni 1998 dari Rachmat Santoso, S.H, notaris di Jakarta.

Pada tanggal 16 April 1990, Bank Century memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum dari Menteri
Keuangan Republik Indonesia melalui Surat Keputusan No. 462/KMK.013/1990.13

Pada tanggal 22 April 1993, Bank Century memperoleh peningkatan status menjadi Bank Devisa dari
Bank Indonesia melalui Surat Keputusan No. 26/5/KEP/DIR. Anggaran Dasar Bank Century telah
beberapa kali berubah, terakhir sesuai Akta No.159 tanggal 29 Juni 2005 dari Buntario Tigris Darmawa
NG, SH, S.E, notaris di Jakarta.

Perubahan anggaran dasar ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia No. C-20789.HT.01.04.TH.2005 tanggal 27 Juli 2005. Sesuai dengan pasal 3 Anggaran Dasar
Bank, ruang lingkup kegiatan usaha adalah menjalankan kegiatan umum perbankan termasuk
berdasarkan prinsip syariah. Bank Century memulai operasi komersialnya pada bulan April 1990.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No. 6/92/KEP.GBI/2004 tanggal 28 Desember
2004, menyetujui perubahan nama PT Bank CIC Internasional Tbk menjadi PT Bank Century Tbk dan izin
untuk melakukan usaha sebagai bank umum berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. 462/KMK.013/1990 tanggal 16 April 1990 tentang Pemberian Izin Usaha, nama PT Bank
CIC Internasional Tbk dinyatakan tetap berlaku bagi PT Bank Century Tbk.

Bank Century berdomisili di Indonesia dengan 27 Kantor Cabang Utama, 30 Kantor Cabang Pembantu
dan 8 Kantor Kas. Kantor Pusat Bank beralamat di Gedung Sentral Senayan II, Jl. Asia Afrika No. 8 Jakarta.
Dari jumlah kantor tersebut diatas yang beroperasi sebanyak 63 kantor.

1.7 Merger Tiga Bank

Sesuai dengan permintaan Bank Indonesia melalui surat Bank Indonesia tanggal 14 Desember 2001
(yang dipertegas melalui surat Bank Indonesia tanggal 20 Agustus 2004) dan pertemuan dengan Bank
Indonesia pada tanggal 16 April 2004, manajemen Bank dan pemegang saham pengendali First Gulf Asia
Holdings Limited (d/h Chinkara Capital Limited) setuju untuk melakukan merger dengan PT Bank Pikko
Tbk dan PT Bank Danpac Tbk untuk menghasilkan sinergi dan memperkuat permodalan bank hasil
merger. Proposal merger tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia pada tanggal 26 April 2004.

Pada tanggal 21 Mei 2004, Bank, PT Bank Danpac Tbk dan PT Bank Pikko Tbk, telah menandatangani
kesepakatan untuk melakukan tindakan hukum penyatuan kegiatan usaha dengan cara Penggabungan
atau Merger dimana Bank Century sebagai “Bank Yang Menerima Penggabungan” dan PT Bank Danpac
Tbk dan PT Bank Pikko Tbk sebagai “Bank Yang Akan Bergabung”.

Para pemegang saham PT Bank Pikko Tbk dan PT Bank Danpac Tbk telah menyetujui penggabungan
usaha bank-bank tersebut ke dalam Bank sesuai dengan risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar
Biasa masing-masing bank yang diaktakan masingmasing dengan Akta No.155 dan No.157 pada tanggal
22 Oktober 2004 dari Buntario Tigris Darmawa NG, SH, notaris di Jakarta.

Pada tanggal 7 September 2004, Bank mengajukan Pernyataan Penggabungan kepada BAPEPAM dalam
rangka penggabungan usaha dengan bank-bank yang menggabungkan diri dan telah mendapat
pemberitahuan efektifnya penggabungan tersebut sesuai dengan surat Ketua BAPEPAM No.
S.3232/PM/2004 tanggal 20 Oktober 2004.
Berdasarkan Akta No. 158 tanggal 22 Oktober 2004 dari Buntario Tigris Darmawa NG, S.H, S.E, notaris di
Jakarta, Bank dan bank-bank yang menggabungkan diri yang terdiri dari PT Bank Pikko Tbk dan PT Bank
Danpac Tbk dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa telah sepakat melakukan
peleburan usaha. Peleburan usaha dilaksanakan dengan syarat dan ketentuan antara lain sebagai
berikut:

• Semua kekayaan dan kewajiban serta operasi, usaha, kegiatan setiap bank yang menggabungkan
diri beralih hukum kepada Bank Century.

• Semua pemegang saham bank-bank yang bergabung karena hukum menjadi pemegang saham
Bank Century.

• Bank sebagai Perusahaan hasil penggabungan tetap mempertahankan eksistensinya sebagai


perusahaan terbatas dan sebagai bank umum dengan memakai nama PT Bank Century Tbk.

• Semua perusahaan yang menggabungkan diri karena hukum akan bubar tanpa melakukan
likuidasi.

1.8 Penyebab terjadinya krisis Bank Century

Keruntuhan Bank Century dari Sisi Manajemen

Masalah yang terjadi di Bank Century merupakan masalah internal yang dilakukan oleh pihak
manajemen bank yang berhubungan dengan klien mereka :

1. Penyimpangan dan untuk peminjam $ 2,8 milyar (Rp 1,4 triliun Bank Century pelanggan dan
pelanggan delta Antaboga Securities Indonesia adalahRp 1,4 Triliiun).

2. Penjualan produk-produk investasi fiktif Antaboga Delta Securities Indonesia. Jika produk
tidak perlu mendaftar BI dan Bappepam LK.

Kedua Point tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi Nasabah Bank Century dan Uang
para nasabah pun yang ada di Bank Century tidak bisa dicairkan dan tidak ada uang tidak dibayar oleh
pelanggan. Setelah tanggal 13 November 2008, Pelanggan Bank Century tidak dapat melakukan transaksi
dalam bentuk devisa, kliring dan tidak dapat mentransfer juga tidak bisa karena Bank Century tidak
mampu untuk melakukannya. Bank hanya dapat mentransfer uangketabungan.Jadi uang itu tidak bisa
keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua pelanggan Bank Century.

Nasabah bank yang merasa dikhianati dan dirugikan karena banyak menyimpan uang di bank century,
tapi sekarang bank tersebut tidak bisa dilikuidasi. Pelanggan mengasumsikan bahwa Bank Century
Memperjual belikan produk investasi ilegal. Alasannya adalah investasi dipasarkan Antaboga Century
Bank tidak terdaftar di Bapepam LK. Dan benar manajemen Bank Century tahu bahwa produk adalah
ilegal. Kasus ini dapat mempengaruhi bank lain, di mana orang tidak percaya bahwa mereka lebih
terhadap sistem perbankan nasional. Kasus Bank Century, sehingga bisa menyakiti bank di Indonesia,
bahkan dunia.

Berdasarkan kasus Bank Century diatas menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap perekonomian
Indonesia sendiri. Karena menyeret banyak pejabat-pejabat penting. Dan lebih khususnya adalah
masalah pergerakan harga saham yang terus mengalami penurunan akibat dari dampak sistemik kasus
Bank Century ini.

Kebangkrutan PT Bank Century Tbk tidak mungkin terjadi begitu saja, ada beberapa hal yang
menyebabkan kebangkrutan bank century antara lain penyimpangan manajemen dan pengawasan BI
yang tidak efektif yang diduga menjadi penyebab utama bank itu akhirnya mengalami kebangkrutan.

Beberapa Penyebab bangkrutnya bank Century :

1. Penyimpangan Manajemen

Modus kejahatan perbankan yang diduga dilakukan manajemen Bank Century adalah penempatan dana
yang sembrono di pasar uang (money market). Hal ini terlihat dari penyimpangan yang dilakukan
manajemen Bank Century yang memiliki kewajiban surat berharga valas sebesar US$ 210 juta. Kasus itu
menunjukkan manajemen Bank Century tidak mengindahkan prinsip kehati-hatian perbankan.

2. Pengawasan BI yang lemah

BI ternyata pernah memberikan kelonggaran aturan kepada Bank Century, yakni dengan memasukkan
surat-surat berharga (SSB) yang macet ke kategori lancar. Hal itu dilakukan agar Bank Century tidak perlu
menyisihkan provisi (pencadangan) atas SSB yang macet itu, sehingga tidak menggerus modalnya. Yang
harus dipertanyakan sejauhmana keefektifan Direktorat Pengawasan Perbankan BI karena selama ini
manajemen Bank Century memberikan laporan harian dan mingguan sehingga kesehatan perbankan
pasti terpantau. Di samping itu, Bapepam selaku otoritas pasar modal
harusnyajugabertanggungjawabkarena Bank Century merupakan perusahaan publik. Kasus Bank
Century ini menunjukkan ada praktik-praktik yang menyimpang di bank sentral menyangkut tes
kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang tidak akurat.BI juga dinilai gagal dalam menciptakan
tata kelola yang baik (good corporate governance dan good governance). Kesehatan merupakan hal yang
paling penting di dalam berbagai bidang kehidupan, baik bagi manusia maupun perusahaan.

3. Kesehatan Bank
Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional
perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara
yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.

Pengertian tentang kesehatan bank diatas merupakan suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan
bank memang mencakup kesehatan bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya
kegiatan tersebut meliputi :

1. Kemampuan menghimpun dana masyarakat dari lembaga lain dan dari modal sendiri

2. Kemampuan mengolah dana

3. Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat.

4. Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal dan pihak lain

5. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku

4. Aturan Kesehatan Perbankan

Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. UU tersebut lebih lanjut
menetapkan bahwa :

1. Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas
asset, kualitas manajemen, likuiditas, solvabilitas & aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank
dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

2. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan kegiatan
usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah
yang mempercayakan dananya kepada bank

3. Bank wajib menyampaikan kepada BI segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya
menurut tata cara yang ditetapkan oleh BI

4. Bank atas permintaan BI, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-
berkas yang ada padanya serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh
kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang
bersangkutan

5. Bank Indonesia melakukan pemeriksaaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu
apabila diperlukan, BI dapat menugaskan akuntan publik untuk dan atas nama bank Indonesia
melaksanakan pemeriksaan terhadap bank.
6. Bank wajib menyampaikan kkca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan
berkala lainnya dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh BI. Neraca dan perhitungan laba rugi
dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan BI

Anda mungkin juga menyukai