LIQUIFACTION
DISUSUN OLEH:
YOLLANDA ANGREANI 3335150039
LUTHFI NUR FAJRINA 3335150014
2. Proses-proses Likuifaksi
Proses likuifaksi batubara secara umum diklasifikasikan menjadi Indirect
Liquefaction Process dan Direct Liquefaction Process.
a. Indirect Liquefaction Process/ Indirect Coal Liquefaction (ICL)
Prinsipnya secara sederhana yaitu mengubah batubara ke dalam bentuk gas
terlebih dahulu untuk kemudian membentuk syngas (campuran gas CO dan H2).
Syngas kemudian dikondensasikan oleh katalis (proses Fischer-Tropsch) untuk
menghasilkan produk ultra bersih yang memiliki kualitas tinggi. Proses Fisher
Tropsch adalah sintesis CO/H2 menjadi produk hidrokarbon atau disebut
synthetic oil. Synthetic oil banyak digunakan sebagai bahan bakar mesin industri
/transportasi atau kebutuhan produk pelumas (lubricating oil).
Gambar 1. Dua Konfigurasi Proses Dasar untuk Produksi Bahan Bakar Cair dengan
Indirect Liquefaction Process
Syngas Production – Bagian ini terdiri dari coal handling, drying dan
grinding yang kemudian diikuti dengan gasifikasi. Unit pemisahan udara
menyediakan oksigen untuk gasifier. Syngas cleanup terdiri dari proses
hydrolysis, cooling, sour-water stripping, acid gas removal, dan sulfur recovery.
Gas dibersihkan dari komponen sulfur dan komponen lain yang tidak diinginkan
sampai pada level yang terendah untuk melindunginya dari downstream
catalysts. Panas yang dipindahkan pada gas-cooling step direcover sebagai
steam, dan digunakan secara internal untuk mensuppli kebutuhan power plant.
Proses sour-water stripping akan menghilangkan ammonia yang dihasilkan dari
nitrogen yang ada pada batubara. Sulfur dalam batubara akan dikonversikan
menjadi hydrogen sulfide (H2S) dan carbonyl sulfide (COS). Proses hidrolisis
digunakan untuk mengkonversikan COS dalam syngas menjadi H2S, yang
direcover pada acid-gas removal step dan dikonversikan menjadi elemental
sulfur pada sebuah Claus sulfur plant. Sulfur yang diproduksi biasanya dijual
sebagai low-value byproduct.
Synthesis Gas Conversion – Bagian ini terdiri dari water-gas shift, a sulfur
guard bed, synthesis-gas conversion reactors, CO2 removal, dehydration dan
compression, hydrocarbon dan hydrogen recovery, autothermal reforming, dan
syngas recycle. A sulfur guard bed dibutuhkan untuk melindungi katalis
konversi gas sintesis yang dengan mudah diracuni oleh trace sulfur pada cleaned
syngas. Clean synthesis gas dipindahkan untuk mendapatkan hydrogen/carbon
monoxide ratio yang diinginkan, dan kemudian secara katalitik dikonversikan
menjadi bahan bakar gas.
Dua cara utama melibatkan konversi ke hight-quality diesel dan distillate
menggunakan Fischer-Tropsch route, atau konversi ke highoctane gasoline
menggunakan proses metanol menjadi gasoline (MTG) . Fischer-Trosch (F-T)
syntesis menghasilkan spektrum dari hidrokarbon paraffin yang ideal untuk
diesel dan bahan bakar
Katalis yang digunakan dalam Fischer-Trops adalah besi atau cobalt.
Keuntungan katalist besi dengan cobalt berlebih untuk mengkonversi coal-
derived syngas yang mana besi memiliki kemampuan mengaktivasi reaksi
water-gas shift dan secara internal mengatur low H2/CO ratio dari coal derived
syngas yang diperlukan dalam reaksi Fischer-Trops. Jenis reactor yang
digunakan dalam reaksi F-T adalah fixed-bed tubular reactor dan teknologi ini
diaplikasikan di Shell’s Malaysian GTL. Sasol juga mengkomersialisasikan
teknologi CTL di Afrika Selatan yang menggunakan Fixed bed reactor,
circulatingfluidized bed dan fixed-fluidized bed reactor. Syngas dan produk F-T
yang tidak terkonversi harus dipisahkan setelah langkah sintesis F-T. CO2 dapat
dipisahkan dengan menggunakan teknik absorbsi. CO2 dengan kemurnian tinggi
biasanya dibuang langsung ke udara bebas.
Proses pendinginan digunakan untuk memisahkan air dan hidrokarbon
ringan (terutama metana, etana, dan propane) dari produk liquid hydrocarbon
yang dihasilkan pada proses sintesis F-T. Gas hidrokarbon ringan dan gas
sintesis yang tidak terkonversi dikirim ke proses hydrogen recovery.Purge dari
fuel gas digunakan untuk menyuplai bahan bakar pada proses CTL. Akhirnya
sisa gas dialirkan ke autothermal reforming plant untuk mengkonversi
hidrokarbon ringan menjadi syngas untuk direcycle ke reaktor F-T.
Product Upgrading - FT liquid dapat dimurnikan menjadi LPG, gasoline,
dan bahan bakar diesel. Pilihan lain adalah melalui partial upgrading seperti
yang ditunjukkan dari gambar 2.4 untuk menghasilkan F-T syncrude.
Kandungan wax yang tinggi di raw F-T liquid memerlukan hidroprosessing
untuk membuat syncrude yang dapat dialirkan melalui pipa . Pilihan upgrading
minimum termasuk hidrotreating dan hidrocracking dari F-T wax. Produk yang
dihasilkan adalah F-T LPG dan F-T syncrude, yang dapat dikirim ke
conventional petroleum refinery untuk difraksinasi menghasilkan produk yang
dapat diolah lebih lanjut.
b. Direct Liquefaction Process/ Direct Coal Liquefaction (DCL)
DCL adalah proses hydro-cracking dengan bantuan katalisator. Prinsip
dasar dari DCL adalah mengintroduksikan gas hidrogen kedalam struktur
batubara agar rasio perbandingan antara C/H menjadi kecil sehingga terbentuk
senyawa-senyawa hidrokarbon rantai pendek berbentuk cair. Proses ini telah
mencapai rasio konversi 70% batubara (berat kering) menjadi sintetik cair. DCL
juga dikenal dengan sebutan Bergius Proccess.
Proses ini dilakukan dengan cara menghaluskan ukuran butir batubara,
kemudian slurry dibuat dengan cara mencampur batubara ini dengan pelarut.
Slurry dimasukkan ke dalam reaktor bertekanan tinggi bersama-sama dengan
hidrogen dengan menggunakan pompa. Slurry kemudian diberi tekanan 100-
300 atm di dalam sebuah reaktor kemudian dipanaskan hingga suhu mencapai
400-480° C.
Secara kimiawi, proses akan mengubah bentuk hidrokarbon batubara dari
kompleks menjadi rantai panjang seperti pada minyak. Dengan kata lain,
batubara terkonversi menjadi liquid melalui pemutusan ikatan C-C dan C-
heteroatom secara termolitik atau hidrolitik (thermolytic and hydrolytic
cleavage), sehingga melepaskan molekulmolekul CO2, H2S, NH3, dan H2O.
Untuk itu rantai atau cincin aromatik hidrokarbonnya harus dipotong dengan
cara dekomposisi panas pada temperatur tinggi (thermal decomposition).
Setelah dipotong, masingmasing potongan pada rantai hidrokarbon tadi akan
menjadi bebas dan sangat aktif (free-radical). Supaya radikal bebas itu tidak
bergabung dengan radikal bebas lainnya (terjadi reaksi repolimerisasi)
membentuk material dengan berat molekul tinggi dan insoluble, perlu adanya
pengikat atau stabilisator, biasanya berupa gas hidrogen. Hidrogen bisa didapat
melalui tiga cara yaitu: transfer hidrogen dari pelarut, reaksi dengan fresh
hidrogen, rearrangement terhadap hidrogen yang ada di dalam batubara, dan
menggunakan katalis yang dapat menjembatani reaksi antara gas hidrogen dan
slurry (batubara dan pelarut).
Faktor yang menjadikan proses DCL sangat bervariasi :
Dapat terlihat dari tabel diatas bahwa semakin tinggi suhu pada waktu reaksi
yang sama maka nilai konversi yang didapat dan yield produknya juga semakin
tinggi. Begitupun pada suhu yang sama dan waktu yang semakin tinggi maka
nilai konversi yang didapat dan yield produknya juga semakin tinggi.
Berdasarkan hasil tersebut diperoleh, itu jelas bahwa pada suhu pencairan yang
lebih rendah dari 380 ° C, reaksi mundur dalam sistem co-pelarut ini dapat
diabaikan. Diduga bahwa rute langsung dari mekanisme pencairan batubara
terjadi pada suhu ini di mana konstituen batubara yang diekstraksi dan retak
termal ringan cross-link polimerisasi struktur batubara berlangsung.
5. REVIEW ON DIFFERENT TECHNOLOGIES FOR COAL
LIQUEFACTION
Oleh: Mr. Shubham Choudhary, Department of Mechanical Engineering
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa produk yang dihasilkan dari Indirect
Coal Liquefaction memiliki karakteristik yang lebih baik daripada produk yang
dihasilkan dari Direct Coal Liquefaction. ICL tampaknya menjadi pilihan yang
lebih mungkin untuk pemilihan proses pencairan batubara menjadi cairan masa
depan. Hal ini dapat terlihat berdasarkan fleksibilitas yang lebih tinggi, lebih
ramah lingkungan, pengalaman pendukung dan infrastruktur yang kuat. Selain
itu, sifat bahan bakar tampaknya lebih bermanfaat ICL dibandingkan dengan
DCL, terutama jika pengguna akhir efisiensi dianggap bukan efisiensi proses
saja. Perkiraan biaya antara dua jenis sistem tampak serupa.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, S.N dkk. 2014. Coal liquefaction using a tetralin-glycerol co-solvent system: effect
of temperature and reaction time on conversion and product yield. Malaysia:
Universiti Teknologi MARA Malaysia.
Barraza, Juan dkk. 2016. Effect of temperature, solvent/coal ratio and beneficiation on
conversion and product distribution from direct coal liquefaction. Colombia:
Universidad del Atlántico Ciudadela Universitaria.
Choudhary, Shubham dkk. 2017. Review On Different Technologies For Coal
Liquefaction. Nashik: Department of Mechanical Engineering.
Hooky, Mikael dkk. 2017. A review on coal-to-liquid fuels and its coal consumption.
Sweden: Uppsala University.
Xiangen, Shan dkk. 2017. Effect of hydrogenation of liquefied heavy oil on direct coal
liquefaction. China: East China University of Science and Technology.