ASUHAN KEPERAWATAN
“Kejang Demam”
Dosen Pembimbing;
Disusun Oleh;
1. Imam M.M.P
2. Jaenudin
3. Sodikin
4. Tyas
PENDAHULUAN
Kejang demam merupakan bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu mencapai >38-38,9˚C) dapat terjadi karena proses intrakranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada balita berumur 6 bulan - 5 tahun sebanyak
2-4% dan paling sering terjadi pada balita usia 17-23 bulan . Kejang demam anak
perlu diwaspadai karena kejang yang lama (≥ 15 menit) dapat menyebabkan kematian
0,64-0,74%, kerusakan saraf otak sehingga menjadi epilepsi, kelumpuhan bahkan
retardasi mental.
Tetapi anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya suhu seorang anak. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejadian kejang terjadi pada suhu 38-38,9˚C, sedangkan balita dengan ambang kejang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40˚C atau lebih (Maulana, 2009). Demam kejang
sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal atau gangguan kepandaian.
Resiko untuk menjadi epilepsi dikemudian hari juga sangat kecil yaitu sekitar 2-3%.
Risiko terbanyak adalah berulang demam kejang, yang dapat terjadi pada 30-
50% balita. Risiko-risiko tersebut lebih besar pada demam kejang kompleks (Sabrina,
2008). Bila kejang sering berulang dan berlangsung lama (lebih dari 5 menit), bisa
mengakibatkan kerusakan sel-sel otak akibat terhambatnya aliran oksigen ke otak. Hal
ini dapat menyebabkan epilepsi berbeda-beda. Lumban Tobing (2007) mendapatkan
6% kerusakan otak bila kejang berulang, sedangkan Livingstone (2008) dari golongan
demam kejang sederhana mendapatkan 2,9 % yang menjadi epilepsi dan golongan
epilepsi yang diprovokasi oleh demam ternyata 97% menjadi epilepsi. Dengan
penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan
kematian (Ngastiyah, 2005). Insidensi kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa
berkisar 4-5% pada anak usia dibawah 5 tahun (Shinnar dan Glauser, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian prospektif Sillanpaa, M.dkk (2008) di Finlandia
diperoleh insidens rate kejang demam 6,9% pada anak usia 4 tahun (Sillanpaa, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Karimzadeh, P.dkk (2008) di Mofid
Children’s Hospital, Iran 3 pada 302 penderita kejang demam diperoleh 73,2%
penderita merupakan penderita kejang demam sederhana dan 26,8% merupakan
penderita kejang demam kompleks (Karimzadeh, 2008).
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimanakah karakteristik balita dengan demam kejang di sekitar masyarakat.
1.3.Tujuan Penelitian
3. Manfaat Penelitian
BAB II
ISI
2.1.1. Definisi
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38˚C) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering di
jumpai pada anak, terutama pada golongan balita umur 6 bulan sampai 4 tahun.
Hampir 3% dari balita yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang
demam. Pada percobaan binatang suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya
bangkitan kejang.
2.1.2. Etiologi
1. Intrakranial meliputi:
2. Ekstrakranial, meliputi:
2.1.3. Klasifikasi
Kejang bersifat umum (biasanya seluruh tubuh kejang, tangan ke atas dan mata
terbalik), sering terjadi pada anak (sekitar 80% dari seluruh kejang demam), lama
bangkitan berlangsung kurang dari 15 menit, dalam waktu periode demam tidak ada
bangkitan kejang berulang dalam 24 jam,kemungkinan epilepsi di kemudian hari .
Lama bangkitan kejang lebih dari 15 menit, manifestasi kejang bersifat lokal
(sebagian anggota tubuh saja), didapatkan bangkitan kejang berulang lebih dari 1 kali
dalam waktu 24 jam, kemungkinan epilepsi di kemudian hari sangat jarang (4%).
2.1.4. Penyebab
2. Epilepsi yaitu gangguan pada otak atau gangguan neurologis yang bersifat kronis
dan ditandai oleh timbulnya kejang berulang akibat implus saraf di otak yang
berlebihan.
3. Tumor otak adalah tumbuhnya sel abnormal pada otak, penyakit yang disebabkan
karena pertumbuhan yang tidak normal pada sel-sel dalam otak yang biasa menjadi
pemicu dari terjadinya penyakit kanker atau penyakit non kanker.
5. Trauma kepala (terjatuh, terpukul) yaitu trauma pada kulit kepala, tengkorak dan
otak yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian.
8. Kelainan bawaan pada pembuluh darah otak (aneurisma) adalah kelainan pembuluh
darah di otak karena lemahnya dinding pembuluh darah. Dinding pembuluh darah
tersebut tidak mampu menahan tekanan darah yang relatif tinggi.
2.1.5. Gejala
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain adalah: anak
mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi
secara tiba-tiba) kejang tonik, klonik, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5
menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang
demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh
anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak
dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot. Anak akan
jatuh apabila dalam keadaan berdiri.Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot
menyeluruh yang biasanyaberlangsung selama 10-30 detik), gerakan klonik (kontraksi
dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit),
lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia
(mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernapasan,
apneu (henti napas), dan kulitnya kebiruan.
a. Akan kembali sadar dalam beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih.
b. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) sakit kepala.
c. Mengantuk.
e. Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit maka kemungkinan terjadi
cidera otak atau kejang menahun sangat kecil.
2.1.6. Patologi
2.1.7. Diagnosa
a.Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga lainnya (ayah,
ibu atau saudara kandung).
c.Pemeriksaan Rongent/X Ray (Radiologi): X-ray kepala, CT Scan kepala atau MRI
tidak rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi.
d.Pemeriksaan cairan otak (cairan serebrospinal (CSS): Tindakan fungsi lumbal untuk
pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis (infeksi otak).
Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan fungsi lumbal dikerjakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
3. Bayi > 18 bulan: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda menigitis
2.1.8 Komplikasi
Kerusakan sel otak yaitu meningitis adalah sebuah kondisi ketika selaput (meningitis)
yang mengelilingi system saraf pusat, yaitu otak dan sum-sum tulang belakang
mengalami peradangan sehingga menyebabkan kecerdasan dan perkembangan tidak
optimal. Kelumpuhan terjadi pada penderita yang mengalami demam kejang yang
lama (berlangsung ≥ setengah jam) baik bersifat umum maupun kejang fokal. Dan
penurunan IQ pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau
kelainan neurologic ditemukan IQ yang lebih rendah, menyebabkan gangguan belajar
dan tingkah laku tidak terbukti muncul pada anak dengan riwayat kejang
(Lumbantobing, 2007). Kejang demam dapat mengakibatkan (Sofwan, 2011):
3. Epilepsi dapat terjadi, tetapi jarang (hanya pada sekitar 4% kasus, terutama jenis
kejang demam kompleks).
2.1.9. Penanganan
2.1.9.1. Pengobatan Medis Penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien di rumah sakit
antara lain:
1.Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan
dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg dosisnya 0,5-0,75
mg/kg BB, di atas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata yang diberikan 17 adalah 0,3
mg/kg BB. Dosis rata-rata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/kali pemberian
dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal
10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50
mg persuntikan.
2.Setelah pemberian pertama diberikan masih timbul kejang 15 menit kemudian dapat
diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila masih
kejang maka di tunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi diazepam ketiga
dengan dosis yang sama secara intramuskuler.
3.Pembebasan jalan nafas dengan cara kepala dalam posisi hiperektensi miring,
pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir.
6.Pemberian kompres air es untuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan metode
konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat yang tinggi (suhu tubuh) ke benda yang
mempunyai derajat lebih rendah. Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas
yang banyak seperti anyaman kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan dada, serta area
pembuluh darah yang besar seperti leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan dengan
pemberian antipiretik seperti prometazon 4-6 mg/ kg BB/hari (terbagi dalam 3
pemberian).
8. Untuk pengobatan setelah pasien bebas dari kejang pasca pemberian diazepam,
maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis awal 30 mg pada neonatus, 50
mg pada anak usia 1 bulan - 1 tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun keatas dengan
teknik pemberian intramuscular.
1. Tenangkan diri anda dan jangan panik. Langkah pertama sangat penting karena
akan membantu langkah berikutya.
2. Lepaskan atau longgarkan pakaian balita agar ia dapat bernafas dengan baik.
3. Posisikan kepala balita miring ke satu sisi jika balita terlihat muntah atau
mengeluarkan lender atau liur dari mulutnya agar balita tidak tersedak. Posisi miring
memastikan lidah tidak menutupi jalan nafas.
4. Jauhkan balita dari benda tajam di sekitar balita agar tidak menabrak bendabenda
lainnya.
5. Jangan memasukkan benda apa pun ke dalam mulutnya (sendok, jari, pen, dll).
Banyak orangtua yang takut lidah anaknya tergigit (karena pada saat kejang anak 20
mengatup-ngatupkan giginya dengan kuat), tetapi memasukkan benda ke dalam mulut
justru malah merugikan karena dapat membuat balita trauma berdarah. Resiko lidah
tergigit sangat kecil, dan sekali pun tidak mengakibatkan sesuatu yang serius, seperti
lidah putus.
6. Bila anda memiliki obat kejang (diazepam) yang dimasukkan lewat anus segera
masukkan ke dalm anus. Perhitungan dosis yang mudah adalah jika berat badan ≤ 10
kg, gunakan dosis 5mg, sedangkan jika berat badan anak ≥ 10 kg, gunakan dosis 10
mg. masukkan ujung tip dosis dan pencet sampai obatnya habis. Diazepam per rectal
dapat diulang 5 menit kemudian bila kejang belum berhenti.
Kejang demam bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang
kejang sama seperti yang kanan, usia balita antara 6 bulan-4 tahun dengan suhu 100˚F
≥ (37,78˚C) lamanya kejang berlangsung ≤ 30 menit. Keadaan fungsi saraf normal
dan setelah kejang juga tetap normal (Lumbantobing, 2007). Menurut Consensus
Statement On Febrile Seizures (2004), kejang demam adalah suatu kejadian pada
balita atau anak biasaya terjadi antara umur 3 bulan-5 tahun. Berhubungan dengan
demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu
kejang demam terjadi pada 2-4 % balita berumur 6 bulan-5 tahun balita yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kejang disertai demam
pada bayi berumur kurang dari 5 tahun mengalami kejang di dahului demam
kemungkinan lain misalanya infeksi SSP atau epilepsi. Pada umumnya, kejang
demam terjadi berulang kali, tetapi tidak di hari yang sama. Pada usia 6 bulan ke atas,
seorang balita yang pernah sekali mengalami kejang demam memilki risiko untuk
mengalami hal serupa hingga sekitar usia 5 tahun. Dan pada umumnya, kejang sudah
jarang terjadi di atas usia 5 tahun (Sofwan, 2011).
1. Umur
b. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang
terjadi pada balita dibawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.
c. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun
dengan bertambahnya umur. Hirtz dan Nelson 2009 mengemukakan bahwa usia rata-
rata mulainya kejang demam berkisar antar 18-23 bulan (Lumbantobing, 2007).
2.Jenis Kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada perempuan dengan
perbandingan 2:1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih
cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Dari berbagai hasil penelitian
didapatkan bahwa kejang demam lebih sering di jumpai pada balita laki-laki dari pada
perempuan, dengan perbandingan yang berkisar antara 1,4:1 dan 1,2:1. Dari 122
penderita kejang demam oleh Miyake (1992) terdapat 60 adalah laki-laki dan 52
perempuan (Lumbantobing, 2007).
3.Suhu Badan
Suhu yang berperan atau suhu yang dapat mencetuskan serangan kejang ialah suhu
sebelum terjadinya serangan kejang. Tingginya suhu badan segera setelah terjadinya
kejang (dalam waktu ≤ 15 menit) pada 201 penderita kejang demam. Suhu rata-rata
yang diambil secara rectal, ialah 39,0˚C, dengan rentangan 37,8-41,5˚C
(Lumbantobing, 2007). Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang
demam. Tinggi suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang
kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3-41,4°C.
Adanya perbedaan ambang kejang ini menerangkan mengapa pada seorang anak baru
timbul 24 kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak
yang lain kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih
sering pada anak dengan nilai ambang kejang yang rendah.
BAB III
PENUTUP
A. Pembahasan
1. Umur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang mengalami demam kejang lebih
banyak dengan umur 1-3 tahun sebesar (53,9%) dan lebih sedikit dengan umur > 3-5
tahun sebesar (19,2%). Faktanya dapat disimpulkan bahwa semakin rendah umur
balita di usia 1-3 tahun semakin banyak yang mengalami demam kejang dan lebih
sedikit pada umur > 3-5 tahun yang mengalami demam kejang dan ada kaitannya
dengan tingkat kematangan otak pada usia < 2 tahun. Hal ini terjadi karena serangan
pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun dengan
bertambahnya umur.
2. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang mengalami demam kejang lebih
banyak dengan jenis kelamin laki-laki sebesar (63,4%) dan lebih sedikit pada balita
jenis kelamin perempuan sebesar (36,6%). Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi
serebral yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian yang di teliti oleh Miyake 1992, yang terdapat dalam
buku (Lumbantobing, 2007) didapatkan bahwa kejang demam lebih sering dijumpai
pada anak laki-laki dari pada perempuan, dengan perbandingan yang berkisar antara
1,4:1 dan 1,2:1 dari 122 penderita kejang demam, 60 adalah lakilaki dan 52
perempuan.
3. Suhu Badan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang mengalami demam kejang lebih
banyak dengan suhu badan > 38-39˚C sebesar (52,0%) dan lebih sedikit dengan suhu
badan ≥ 40˚C sebesar (5,8%). Pada orang dewasa kira-kira 18% dari sirkulasi total
tubuh pergi ke otak. Pada anak yang berusia 3 tahun angka ini jauh lebih tinggi yaitu
sekitar 65%. Pada anak berusia lebih muda angka ini lebih tinggi lagi. Bila suhu tubuh
meningkat beberapa derajat, aliran darah harus pula ditingkatkan untuk menjaga agar
pasokan oksigen dan glukosa ke otak tetap cukup. Bila peningkatan aliran darah tidak
mencukupi dapat memicu terjadinya kejang pada balita.
B. Saran
1. Diharapkan kepada orang tua balita umur 1-3 tahun agar waspada apabila
balita mengalami demam segera di berikan obat dan bila terjadi kejang segera
di bawa ke Rumah Sakit terdekat.
2. Diharapakan kepada orang tua balita lebih memperhatikan kesehatan anaknya
untuk mencegah terjadinya demam kejang terutama pada balita dengan jenis
kelamin laki-laki.
3. Diharapkan kepada orang tua balita yang mengalami demam dengan suhu
>38-39˚C agar memperhatikan kondisi balitanya untuk mencegah terjadi
demam kejang dan segera dibawa ke Rumah Sakit.
4. Diharapkan kepada orang tua balita yang pernah mengalami demam kejang
sebelumnya akan lebih memperhatikan kondisi dan kesehatan balitanya agar
tidak terulang demam kejang kembali.
5.
DAFTAR PUSTAKA