Anda di halaman 1dari 10

Kajian Tentang Bakteri patogen Escherichia coli

Uji Antibakteri Ekstrak Gracilaria sp (Rumput Laut) Terhadap Bakteri Escherichia


coli dan Staphylococcus aureus.

Rumput laut Gracilaria sp merupakan salah satu bahan alami yang tidak menimbulkan
resistansi untuk mengatasi penyakit pada makhluk hidup karena memiliki metabolit sekunder
yang dapat membunuh bakteri. Tujuan penelitian ini adalah melakukan ekstraksi Gracilaria
sp yang diduga mempunyai senyawa bioaktif sebagai antibakteri, menentukan zona hambat
pertumbuhan bakteri patogen Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dari ekstrak rumput
laut Gracilaria sp yang paling baik digunakan, dan menentukan konsentrasi hambatan
minimum (KHM) ekstrak Gracilaria sp terhadap pertumbuhan bakteri patogen. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Desember 2010 – Januari 2011. Pembuatan ekstrak rumput laut
dengan menggunakan metode maserasi sedangkan pengujian aktifitas antibakteri dengan
menggunakan metode difusi agar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak Gracilaria sp
mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus yang ditunjukkan dengan
warna bening di sekitar ekstrak. Nilai zona hambat terhadap bakteri E. coli sebesar 14,33 ±
3,22 mm, sedangkan bakteri S. aureus nilai zona hambatnya sebesar 12,67 ± 2,08 mm. Di
antara kedua bakteri yang diujikan dengan ekstrak Gracilaria sp, bakteri E. coli menunjukkan
resistensi yang lebih kecil, hal ini ditunjukkan dengan zona hambat yang lebih besar dari
bakteri S. aureus. Konsentrasi hambat minimum ekstrak Gracilaria sp terhadap jenis bakteri
E. coli dan S. aureus adalah pada konsentrasi 0,05%.

Pengaruh Ekstrak Alga Cokelat (Sargassum sp.) terhadap Pertumbuhan Bakteri


Escherichia coli Secara In Vitro.

Algae Sargassum sp. menunjukkan kemampuan untuk menghambat pertumbuhan


maksimal beberapa jenis bakteri patogen seperti Escherichia coli. Karena Sargassum sp.
memiliki antibakteri dengan 2 bahan aktif adalah senyawa fenol dan serat tanin. Sp Jadi
Sargassum. potensi untuk melayani sebagai zat antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri
patogen seperti bakteri yang menyebabkan diarhea.The Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui aktivitas antibakteri ganggang coklat Exstract (Sargassum sp.) dan
menentukan konsentrasi terbaik dari ekstrak ganggang coklat (Sargassum sp.) untuk
membunuh E. coli.
Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat seperti Saints dan Teknologi Fakultas dan
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga Surabaya. Penelitian dilakukan
September 2010. Penelitian ini dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode
eksperimen rancangan acak lengkap dengan dua belas perlakuan dan ada ulangan. Tujuan
utama dari penelitian ini adalah MBC ekstrak Sargassum sp. Hasil penelitian dianalisis
dengan Khi-Kuadrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak Sargassum sp. telah
aktivitas antimikroba terhadap E. coli ditentukan dengan metode in vitro. Berdasarkan data
MBC ditemukan efektif untuk membunuh E. coli pada 50%.
Potensi eksplorasi ekstrak dari ganggang coklat (Sargassum sp.) Terhadap berbagai
jenis bakteri yang menyebabkan diare diharapkan menjadi informasi baru tentang isi ekstrak
Sargassum sp. sebagai antibakteri. Juga dari penelitian ini akan diperoleh alternatif
pengobatan penyakit diare yang berasal dari sumber daya hayati laut dan pada akhirnya akan
meningkatkan nilai ekonomis komoditas perikanan yang belum dieksplorasi penggunaannya
sebagai Sargassum sp.

UJI BIOAKTIFITAS EKSTRAK Gelidium sp. TERHADAP BAKTERI Escherichia


coli dan Staphylococcusaureus.

Gelidium sp. merupakan salah satu jenis makro alga yang telah dikaji kandungan
bioaktifnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses ekstraksi dan
kandungan senyawa bioaktif dengan pelarut yang berbeda, mengetahui potensi ekstrak
Gelidium sp. sebagai antibakteri E. coli dan S. aureus dan mengetahui pengaruh perbedaan
tingkat konsentrasi pelarut. Hasil penelitian didapatkan bahwa Gelidium sp. terbaik adalah
ekstrak metanol. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas antibakteri tertinggi yang
ditunjukkan dengan daya hambat bakteri terluas terdapat pada bakteri S. aureus (6,67±0,58
mm), dibandingkan pada E. Coli (4,67±0,58 mm), konsentrasi ekstrak yang memberikan daya
hambat paling tinggi yaitu13 mg/ml. Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan adanya
kandungan senyawa alkaloid, steroid dan triterpenoid.

PENDAHULUAN

Dalam penelitian ilmiah obat-obatan tradisional, Indonesia merupakan negara yang


masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lainya, seperti Jepang, Korea, Cina dan
India. Perkembangan obat tradisional di Indonesia tidak terlalu pesat, hal ini diakibatkan
karena pemakaiannya hanya terbatas pada jumlah atau jenis tanaman tertentu. Dari sekitar
3.000 jenis tanaman obat yang ada di Indonesia, baru sekitar 450 jenis saja yang sudah
diketahui khasiatnya (Fithriani, 2005).

Bakteri S. aureus merupakan bakteri flora normal pada kulit dan selaput lendir pada
manusia. Staphylococcus dapat menjadi penyebab infeksi baik pada manusia maupun pada
hewan. Bakteri S. aureus dapat mengakibatkan infeksi kerusakan pada kulit atau luka pada
organ tubuh jika bakteri ini mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh. Saat bakteri masuk
ke peredaran darah bakteri dapat menyebar ke organ lain dan meyebabkan infeksi (Anwar,
1994).

Escherichia coli adalah kuman yang banyak ditemukan di usus besar manusia sebagai
flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya
diare pada anak. Di dalam usus kuman ini tidak menyebabkan penyakit, malahan dapat
membantu fungsi normal dan nutrisi. Organisme ini menjadi patogen hanya bila mencapai
jaringan di luar saluran pencernaan khususnya saluran air kemih, saluran empedu, paru-paru,
peritoneum, atau selaput otak, menyebabkan peradangan pada tempat-tempat tersebut.
(Jawetz et al., 1991 dalam Iman, 2009).

Rumput laut adalah salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi
dan menjadi sumber devisa nonmigas. Secara umum, banyak dimanfaatkan sebagai bahan
baku industri makanan, kosmetik, farmasi dan lain-lain. Ditinjau secara biologi, rumput laut
adalah kelompok tumbuhan berklorofil yang terdiri dari satu atau banyak sel dan berbentuk
koloni. Didalam alga terkandung bahan-bahan organik seperti polisakarida, hormon, vitamin,
mineral dan juga senyawa bioaktif (Putra, 2006).

Salah satu kekayaan hayati laut Indonesia adalah rumput laut. Namun,
penggunaannya selama itu masih terbatas untuk makanan dan obat. Belum ada upaya
pengembangan lebih lanjut pada produk lain yang punya nilai ekonomis lebih tinggi (Irwan,
2003). Menurut Sastry dan Rao (1994), bahwa ekstrak Sargassum menunjukkan kemampuan
menghambat pertumbuhan yang maksimal terhadap beberapa jenis bakteri patogen seperti
Pseudomonas aeruginosa, Sthapylococcus aureus, Salmonella typhii, dan Escherichia coli,
Bacillus cereus dimana hal tersebut dapat diketahui setelah dilakukan suatu percobaan secara
in vitro. Dari keterangan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Sargassum sp. Potensi untuk
dijadikan sebagai bahan antimikroba terhadap beberapa jenis bakteri patogen seperti bakteri
penyebab diare. Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami buang air besar
yang sering dan masih memiliki kandungan air berlebihan.

Melalui penelitian ini dilakukan suatu eksplorasi potensi ekstrak dari alga cokelat
(Sargassum sp.) terhadap berbagai spesies bakteri penyebab diare, sehingga melalui
penelitian ini akan diperoleh suatu informasi baru tentang kandungan ekstrak terhadap
berbagai spesies bakteri penyebab diare. Selain itu dari penelitian ini akan diperoleh suatu
pengobatan alternatif dari penyakit diare yang berasal dari sumber daya hayati laut dan
akhirnya akan meningkatkan nilai ekonomis dari komoditas perikanan yang selama ini tidak
tereksplorasi kegunaannya seperti Sargassum sp.

Gelidium sp. merupakan salah satu jenis makro alga yang telah dikaji kandungan
bioaktifnya. Hasil penelitian Elsie dan Dhanarajan (2010) menunjukkan bahwa Gelidium
aerosa. memiliki komponen senyawa bioaktif alkaloid, saponin, phytosterol, phenolic
compounds, dan flavonoids yang diduga memiliki potensi sebagai antibakteri pada
staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Micrococcus luteus dan sebagai antijamur Candida
albicans, Aspergillus flavus. Metode umum yang digunakan untuk memperoleh senyawa
bioaktif adalah ekstraksi dan pemisahan secara evaporasi (penguapan) dalam labu pisah
menggunakan pelarut non polar, semi polar dan polar. Aktivitas antibakteri tergantung
kepada jenis mikroalga dan efisiensi dalam mengekstraksi bahan aktifnya. Ekstraksi
menggunakan pelarut organik seperti metanol memiliki efesiensi yang lebih tinggi daripada
ekstrak air.

Escherichia coli (gram negatif) dan Staphylococcus aureus (gram positif) merupakan
bakteri patogen. Bakteri patogen ini sering ditemukan di dalam ikan dan mengancam
keamanan pangan karena bila bakteri patogen ini telah menginfeksi maka dapat
membahayakan manusia yang mengkonsumsinya.

BAHAN DAN METODE

Pembuatan Ekstrak Gracilaria sp

Rumput laut jenis Gracilaria sp dikeringkan di bawah panas matahari selama ± 4 hari
dengan pengawasan pada suhu yang stabil. Sampel yang telah kering (simplisia) dipotong-
potong kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender hingga menjadi serbuk simplisia.
Simplisia ditimbang sebanyak 50 gram dan dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer. Lalu
dilakukan perendaman (maserasi) dengan larutan metanol 70 % sebanyak 100 ml dan
direndam selama 2 hari. Perendaman tersebut berfungsi untuk menyerap senyawa-senyawa
organik yang terkandung dalam simplisia. Setelah 2 hari, larutan disaring menggunakan
kertas saring dan dikeringkan di atas pemanas listrik hingga terbentuk ekstrak kental.

Peremajaan Bakteri

Biakan bakteri E. coli dan S. aureus sebanyak satu ose diinokulasikan ke dalam
medium agar miring TSA secara terpisah dan aseptis dengan meletakkan jarum ose yang
mengandung biakan pada dasar kemiringan agar dan ditarik dengan gerakan zig-zag. Bakteri
E. coli dan S. aureus sebanyak dua ose diinokulasikan kedalam medium TSB yang terpisah.
Selanjutnya masing-masing diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Peremajaan dilakukan
setiap minggu.

Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak

Uji aktivitas antibakteri dilakukan terhadap dua jenis bakteri yaitu bakteri E. coli dan
S. aureus. Pengujian antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar. Cara kerja metode
difusi agar adalah bakteri uji yang telah diremajakan diinokulasikan kedalam TSA sebanyak
200 μl lalu diratakan. Ke dalam medium yang berisi bakteri lalu dimasukkan kertas cakram 6
mm dan ditetesi dengan larutan ekstrak dengan konsentrasi 100% sebanyak 20 μl (5 μg).
Setelah itu di simpan selama 24 jam pada suhu 37oC di ukur diameter hambatan yang
terbentuk menggunakan penggaris.

Penetapan Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)

Setelah diketahui bahwa ekstrak memiliki aktivitas antibakteri selanjutnya dilakukan


penetapan konsentrasi hambat minimum dari ekstrak tersebut. Tujuannya untuk mengetahui
kadar terendah dari sampel ekstrak yang masih memberikan aktivitas antibakteri terhadap
bakteri uji. Metode penetapan yang dilakukan adalah dengan metode agar padat. Sampel
ekstrak dibuat dengan 0,05%. Pelarut yang digunakan adalah aquades. Selanjutnya di uji
aktivitas anti bakterinya.

Diameter zona hambat

Diameter zona hambat yang terbentuk karena adanya daya antibakteri dari hasil
ekstraksi yang diukur dari sisi sebelah kiri sampai sisi sebelah kanan dengan menggunakan
penggaris.

Konsentrasi Hambat Minimum

Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan metode difusi agar dari diameter
zona hambat yang terbentuk dari hasil ekstraksi dimana dilakukan uji dengan konsentrasi
10%, 5%, 1%, dan 0,05%.
Bahan penelitian yang digunakan adalah Sargassum sp. yang diperoleh dari pesisir pantai
Madura, bakteri Escherichia coli ATCC 25922 yang diperoleh dari Laboratorium
Bakteriologi dan Mikologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, metanol,
akuades steril, Nutrient Brooth (NB), kertas saring, Eosin Methylen Blue Agar (EMBA),
Sulfide Indol Motility (SIM), Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Simon Sitrat Agar, Urea Agar.
Media untuk uji gula-gula yaitu glukosa, laktosa, maltosa dan sukrosa.

Peralatan penelitian yang digunakan meliputi rotary vacuum evaporator, tabung


erlenmeyer, tabung reaksi, cawan petri, rak, pipet, jarum ose, inkubator, autoclave,
mikropipet, pembakar bunsen, mikroskop, kapas, vortex dan object glass.

Penelitian ini dilaksanakan secara in vitro dengan penentuan Minimum Bactericidal


Concentration (MBC) melalui metode dilusi. Menurut Lennete et al. (1974) untuk
mengetahui Minimum Bactericidal Concentration (MBC) dilakukan dengan
menginokulasikan larutan dari kedua tabung Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
terjernih pada media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA), kemudian diinkubasi 37 °C selama
24 jam.

Ekstrak Sargassum sp.

Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari
bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Metode yang digunakan adalah metode
maserasi. Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Rumput laut sebanyak 3 kg
yang sudah dikeringkan kemudian dimaserasi dengan menggunakan 1 liter methanol .
Rumput laut kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring dan filtrat ditampung
dalam tabung erlenmeyer. Selanjutnya, pelarut diuapkan dengan menggunakan rotary
vacuum evaporator pada suhu 40 °C. Ekstrak Sargassum sp. yang didapatkan berupa ekstrak
kental (Depkes RI, 2000).

Pembuatan suspensi bakteri Escherichia coli

Pembuatan suspensi kuman E. Coli dilakukan dengan cara mengambil koloni pada
media EMBA sebanyak 4 - 5 koloni dengan menggunakan jarum ose dan dimasukkan ke
dalam NB lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Kekeruhan dari suspensi bakteri
tersebut disesuaikan dengan kepadatan bakteri 3x108 CFU/ml (suspensi Mc.Farland). Semua
proses dilakukan secara aseptis (Bailey and Scott , 1986).

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian mengenai senyawa bioaktif yaitu
Gelidium sp. yang diambil dari pantai Kukup, Gunung Kidul, Yogyakarta. Tiga jenis pelarut
yang digunakan adalah n- heksan (non polar), aseton (semi polar) dan metanol ( polar).
Bahan lain yang digunakan adalah Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), E. coli, S.
aereus, asam asetat anhidrat, asam kloroform, aquades, pereaksi meyer, aluminium foil,
logam magnesium, asam klorida pekat, asam asetat, asam sulfat pekat dan ferry klorida.

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah mechanical driyer. rotary
evaporator, petri disk, tabung reaksi, erlenmeyer 1lt , gelas ukur 10 ml, bunsen flame,
timbangan analitik, autoclave, hot plate, incubator, pipet ukur, kulkas, kapas, jarum ose,
yellow tip, mikropipet 20 μL, korek, beaker glass, rak tabung reaksi, magnetic stirrer, kertas
label, botol kaca,pisau, corong, aluminium foil, botol kaca, botol vial.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode experimental
laboratories. Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi dua tahap. Penelitian tahap I, Tahap
penanganan bahan baku yang meliputi pengambilan dan preparasi rumput laut, Ekstraksi
senyawa bioaktif menggunakan metode maserasi. Rumput laut direndam menggunakan tiga
pelarut yang berbeda tingkat kepolaranya yaitu n-heksan (non polar), aseton (semi polar), dan
metanol (polar) selama 24 jam, uji aktivitas antibakteri menggunakan tiga pelarut berbeda
tingkat kepolaranya yaitu n-heksan, aseton, dan metanol dengan konsentrasi 5, 10 dan
15mg/ml, uji kontrol negatif.

Penelitian tahap II, uji skrining fitokimia yang meliputi senyawa flavonoid saponin,
alkoloid, steoid, triterpenoid, dan fenolik, serta uji aktivitas antibakteri menggunakan pelarut
metanol dengan konsentrasi 13, 15 dan 17 mg/ml.

HASIL DAN DISKUSI

Uji Antibakteri

Hasil uji zona hambat yang dihasilkan ekstrak Gracilaria sp terhadap bakteri E. coli
dan S. aureus menunjukkan hasil bening yang berarti aktivitas antibakteri bekerja dengan
baik. Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antibakteri menunjukan bahwa pada konsentrasi
100% ekstrak Gracilaria sp memiliki zona hambat paling besar terhadap E. coli yaitu sebesar
14,33±3,22 mm dibandingkan dengan bakteri S. aureus sebesar 12,67±2,08 mm. Sesuai
pernyataan (Suwanto dalam Purnama et al, 2010 ) aktivitas antibakteri dikatakan paling baik
apabila pada uji konsentrasiyang sama besar dihasilkan aktivitas antibakteri yang lebih baik.
Konsentrasi 100% merupakanmkonsentrasi ekstrak murni sehingga hasil diameter zona
hambat yang didapat merupakan hasilmdiameter zona hambat maksimum.

Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak rumput laut Gracilaria sp terhadap bakteri
E.mcoli dan S. aureus disimpulkan kuat. Davis dan Stout (1971) menyatakan bahwa apabila
zona hambatmyang terbentuk pada uji difusi agar berukuran kurang dari 5 mm, maka
aktivitas penghambatannyamdikategorikan lemah. Apabila zona hambat berukuran 5-10 mm
dikategorikan sedang, 10-19 mm dikategorikan kuat dan 20 mm atau lebih dikategorikan
sangat kuat.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa ekstrak Gracilaria sp yang diujikan
terhadap E. coli pada konsentrasi 0,05% sampai 10% memiliki zona hambat tertinggi jika
dibandingkan terhadap bakteri S. aureus . Selain rumput laut Gracilaria sp rumput laut lain
yang dapat dijadikan sebagai antibakteri adalah rumput laut dari jenis Halimeda renchii dan
Eucheuma cotonii. Purnama et al (2010) telah melakukan penelitian potensi ekstrak rumput
laut Halimeda renchii dan Eucheuma cotonii sebagai antibakteri vibrio parahaemolitycus,
vibrio alginolyticus dan vibrio charchariae. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa
diantara kedua ekstrak yang diujikan ekstrak yang memiliki aktivitas zona hambat paling baik
adalah ekstrak Eucheuma cotonii terhadap bakteri parahaemolyticus. Mekanisme
penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, peningkatan permeabilitas
membran sel yang dapat menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, menginaktivasi
enzim, dan destruksi atau kerusakan fungsi material genetik.

Hasil penelitian mengenai daya antibakteri ekstrak Sargassum sp. terhadap bakteri E.
Coli dilakukan dengan metode dilusi yaitu penentuan hasil Minimum Bactericidal
Concentration (MBC) yaitu konsentrasi minimum yang dapat membunuh bakteri E. coli
(Bailey and Scott's, 1994). Hasil pengamatan uji MBC menunjukkan bahwa pada konsentrasi
pengenceran 100 % dan 50 % ekstrak Sargassum sp. tidak memberikan perbedaan nyata
terhadap pertumbuhan bakteri E. coli secara in vitro. Hasil penelitian tentang daya antibakteri
ekstrak Sargassum sp. dapat diketahui bahwa ekstrak Sargassum sp. mempunyai aktivitas
menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Hasil pengamatan uji MIC secara visual
menunjukkan hambatan pertumbuhan terjadi pada konsentrasi 50 %. Hal ini tampak pada
tabung reaksi konsentrasi 50 % yangmemiliki kejernihan hampir mendekati kejernihan
tabung reaksi kontrol positif dan tidak keruh seperti tabung reaksi tabung kontrol negatif.

Pengambilan dan Preparasi Sampel

Gelidium sp. segar didapatkan dari sekitar pantai Kukup, Wonosari, Yogjakarta.
Pantai Kukup terletak di kooordinat 8°8'1"S 110°33'16"E. Energi gelombang di Kukup,
termasuk kuat dipengaruhi oleh angin dengan kecepatan berkisar 44,2 m/det, 69 m/det dan
43.9 m/det. Kondisi air laut di sekitar pantai Kukup memiliki salinitas air laut sekitar 33%.
Suhu air laut di perairan pantai Kukup berkisar antara 32°– 35° C. Derajat keasaman air laut
di perairan pantai Kukup adalah sebesar 9 (Damayanti danAyuningtyas, 2011).

Rumput laut Gelidium sp. segar dibersihkan dari kotoran dan dikeringkan dengan
menggunakan mechanical dryer pada suhu 60o C selama 21 jam dengan suhu yang
terkontrol. Rumput laut hasil pengeringan berwarna merah kecoklatan dan bau spesifik
rumput laut.

Ekstraksi Sampel

Metode ekstraksi menggunakan metode maserasi tunggal. Maserasi dilakukan dengan


merendam Gelidium sp. yang telah dipotong kecil- kecil (±1cm) menggunakan tiga pelarut
dengan tingkat kepolaran yang berbeda yaitu n-heksan, aseton, dan metanol hingga terendam
sempurna. Perendaman dilakukan selama 24 jam. Hasil filtrat yang terbentuk disaring
kemudian dievaporasi menggunakan rotary evaporator pada suhu 370C hingga terbentuk
ekstrak pasta dan sudah tidak tercium bau pelarut.

Berat ekstrak pekat yang dihasilkan oleh pelarut polar lebih besar daripada pelarut
semi polar dan nonpolar, sehingga diduga bahwa senyawa yang terdapat pada Gelidium sp.,
cenderung bersifat polar. Hal ini sesuai dengan prinsip like dissolve like yaitu senyawa polar
cenderung larut dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar cenderung larut dalam pelarut
nonpolar. Berdasarkan hasil ekstraksi disimpulkan bahwa pelarut yang digunakan untuk
proses ekstraksi Gelidium sp., adalah pelarut yang bersifat polar yaitu metanol.
Uji Kontrol Negatif (n-heksan, aseton dan metanol)

Hasil pengukuran daya hambat untuk kontrol negatif pelarut terhadap kedua bakteri
uji, terlihat bahwa diameter daya hambat bernilai 0 mm untuk semua bakteri uji (E. coli dan
S. aureus). Hasil uji kontrol negatif di atas bertujuan untuk mengetahui daya antibakteri dari
pelarut itu sendiri sehingga pada saat pengujian sensitivitas antibakteri menggunakan ekstrak
Gelidium sp. dapat dihitung senyawa antibakteri dari ekstrak, tanpa adanya senyawa
antibakteri dari pelarut. Menurut Pramesti (1998), uji sensitivitas bakteri uji terhadap pelarut
(uji kontrol negatif) bertujuan untuk mengetahui kepekaan bakteri terhadap pelarut yang
digunakan sehingga dapat dihindari adanya pengaruh daya antibakteri yang disebabkan oleh
pelarut.

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Gelidium sp.

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa Gelidium sp. yang diekstrak dengan n-
heksan dan aseton pada semua konsentrasi memiliki diameter daya hambat yaitu 0 mm pada
semua bakteri uji. Hal ini berarti ekstrak Gelidium sp. dengan pelarut n-heksan dan aseton ini
tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji baik pada bakteri jenis gram positif
maupun gram negatif. Namun, Gelidium sp. yang diekstrak dengan metanol menunjukkan
adanya aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji pada konsentrasi 15 mg/ml. Ketidakefektifan
ekstrak n-heksana dan aseton dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji diduga berkaitan
dengan sifat heksana yang nonpolar dan aseton yang semipolar. Menurut Sudarmaji et al.
(2007), nilai konstanta dielektrik pelarut n- heksana merupakan konstanta paling rendah
apabila dibandingkan dengan konstanta dielektrik pelarut yang lain, sehingga pelarut n-
heksana termasuk dalam pelarut non polar. Hal ini yang diduga hanya sedikit komponen
bioaktif yang larut di dalamnya.

Zona hambat yang tidak terbentuk pegujian aktivitas bakteri dimungkinkan karena
bahan antibakteri tidak dapat melewati dinding sel bakteri sehingga tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan bakteri tersebut. Dinding sel berfungsi sebagai pemberi bentuk,
perlindungan, pertukaran zat-zat dari dan ke dalam sel. Wattimena, et al., (1991), menyatakan
bahwa dinding sel merupakan pembatas antara sitoplasma dengan lingkungan luar sehingga
apabila terjadi kerusakan pada struktur ini maka akan terjadi gangguan pada keutuhan sel.
Hal ini akan menyebabkan lisis dan berakibat kematian pada bakteri.

Uji Skrinning Fitokimia

Uji skrinning fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa bioaktif


yang terdapat dalam ekstrak Gelidium sp. Senyawa bioaktif tersebut yang diduga berpotensi
sebagai antibakteri. Golongan senyawa yang diuji antara lain uji flavanoid, alkaloid, saponin,
steroid, triterpenoid, steroid, fenolik.

Berdasarkan uji skrinning fitokimia, ekstrak n-heksana memiliki kandungan senyawa


bioaktif triterpenoid yang ditandai warna merah kecoklatan pada permukaan larutan, dan
senyawa steroid yang ditandai dengan warna hijau kebiruan pada larutan ekstrak. Ekstrak
aseton mengandung senyawa triterpenoid yang ditandai dengan warna merah kecoklatan pada
permukaan larutan. Hasil uji skrinning fitokimia kedua pelarut yaitu n-heksana dan aseton
dijadikan pembanding hasil skrining fitokimia ekstrak metanol. Hasil uji skrinning fitokimia
terhadap ekstrak Gelidium sp. dengan pelarut metanol yang mempunyai aktivitas antibakteri
menunjukkan bahwa Gelidium sp. mengandung senyawa kimia berupa steroid, triterpenoid
dan alkoloid.

Kandungan alkaloid pada ekstrak metanol Gelidium sp., menunjukkan bahwa


Gelidium sp., berpotensi sebagai antibakteri. Alkaloid ternyata dapat mempengaruhi
penyusunan dinding sel bakteri, yakni mengganggu pada saat pembentukan peptidoglikan
sehingga dinding sel tidak terbentuk secara utuh (Robinson, 1998). Tanpa dinding sel, bakteri
tidak dapat bertahan terhadap pengaruh luar dan segera mengalami kematian (Wattimena et
al.,1991).

Ketiga ekstrak mengandung triterpenoid yang diduga sebagai senyawa antibakteri.


Naim (2004) menyatakan bahwa terpen atau triterpenoid aktif terhadap bakteri, virus dan
protozoa. Gunawan (2004) dalam Salni, et al., (2011) menyatakan bahwa mekanisme
penghambatan pertumbuhan bakteri oleh senyawa triterpenoid diduga senyawa triterpenoid
akan bereaksi dengan porin (protein trans membran) pada membran luar dinding sel bakteri
membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya
porin yang merupakan pintu keluar masuknya substansi, akan mengurangi permaebilitas
dinding sel bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi sehingga
pertumbuhan bakteri terhambat atau mati.

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Gelidium sp. dengan Pelarut Metanol

Diameter daya hambat yang terbesar adalah dari konsentrasi 13 mg/ml yaitu bakteri S.
aureus (6,67±0,58 mm). Aktivitas antibakteri ekstrak Geliidum sp. terhadap S. aureus
termasuk kategori sedang, sedangkan E. coli kategori lemah. Penentuan kriteria ini
berdasarkan Davis dan Stout (1971) yang melaporkan bahwa ketentuan kekuatan daya
antibakteri sebagai berikut: ≥ 20 mm (sangat kuat), 10-20 mm (kuat), 5-10 mm (sedang), dan
≤ 5 mm (lemah).

Ekstrak Gelidium sp. bekerja tidak stabil dalam penghambatan, ditunjukkan dengan
konsentrasi yang semakin besar tidak memberikan efek penghambatan yang lebih besar.
Kemungkinan ini disebabkan karena ekstrak yang digunakan merupakan ekstrak kasar yang
kelarutan senyawa antibakterinya belum maksimal, sehingga aktivitasnya tidak maksimal
pula. Selain itu, semakin pekat atau semakin tinggi konsentrasi ektrak dapat mempengaruhi
kecepatan difusi ekstrak tersebut sehingga tidak maksimal dalam menghasilkan zona hambat.
Hal serupa dialami juga oleh Dewi (2010), dimana diameter zona hambat tidak selalu naik
sebanding dengan naiknya konsentrasi antibakteri, kemungkinan ini terjadi karena perbedaan
kecepatan difusi senyawa antibakteri pada media agar serta jenis dan konsentrasi senyawa
antibakteri yang berbeda juga memberikan diameter zona hambat yang berbeda pada lama
waktu tertentu. Schlegel dan Schmidt (1994) menambahkan faktor- faktor yang
mempengaruhi difusi yaitu konsentrasi mikroorganisme, komposisi media, suhu inkubasi,
dan waktu inkubasi.
Bakteri S. aureus ternyata relatif lebih sensitif terhadap bahan bioaktif dibandingkan
dengan bakteri E. coli. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan komposisi dan struktur
dinding sel yang dimiliki oleh masing masing bakteri uji. Menurut pendapat Salni, et al.,
(2011), struktur dinding sel bakteri gram positif lebih sederhana, yaitu berlapis tunggal
dengan kandungan lipid yang rendah (1-4%) sehingga memudahkan bahan bioaktif masuk ke
dalam sel. Struktur dinding sel bakteri gram negative lebih kompleks, berlapis tiga, yaitu
lapisan luar lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida yang berperan sebagai penghalang
masuknya bahan bioaktif antibakteri, dan lapisan dalam berupa peptidoglikan dengan
kandungan lipid tinggi (11-12%). Ditambahkan oleh Jawetz et al., (2005) menyatakan bahwa
perbedaan struktur dinding sel menentukan penetrasi, ikatan dan aktivitas senyawa
antibakteri.

KESIMPULAN

1. Hasil ekstrak yang diperoleh rumput laut Gracilaria sp berwarna hijau kecoklatan,
berbentuk padat dan mempunyai tekstur lebih halus.

2. Ekstrak Gracilaria sp menghambat pertumbuhan bakteri E. coli sebesar 14,33±3,22 mm


dan S. aureus 12,67±2,08 mm

3. Konsentrasi hambat minimum ekstrak Gracilaria sp terhadap bakteri E. coli dan S. aureus
adalah pada konsentrasi 0,05%.

Ekstrak Sargassum sp. dapat membunuh bakteri E. coli secara in vitro. Konsentrasi minimum
ekstrak Sargassum sp. yang dapat menghambat E. coli adalah 50%. Perlu dilakukannya
penelitian lebih lanjut secara in vivo terhadap hewan coba sehingga dapat dijadikan informasi
dasar dalam penerapan obat alternatif di lapangaan sebagai bentuk pencegahan dalam
penanganan penyakit yang disebabkan karena bakteri E. coli.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan maka dapat diambil
kesimpulan yaitu Proses Ekstraksi Gelidium sp. Menggunakan metode maserasi dengan
pelarut n- heksan (non polar), aseton (semi polar) dan metanol (polar) dengan pelarut yang
terbaik adalah metanol serta senyawa bioaktif yang terkandung yaitu triterpenoid, steroid, dan
alkaloid, Gelidium sp. memiliki potensi sebagai antibakteri alami dengan ditunjukkannya
zona hambat terhadap E. coli dan S. aureus, dan perbedaan konsentrasi ekstrak berpengaruh
terhadap zona hambat yang terbentuk pada masing-masing bakteri uji.

Anda mungkin juga menyukai