Anda di halaman 1dari 3

Merek Dagang dan Desain 3D: Kasus Tripp Trapp

Saat mencari perlindungan terdaftar untuk bentuk barang 3D atau kemasannya, perusahaan
dapat mempertimbangkan pendaftaran merek dagang dan desain. Perlindungan desain industri
biasanya terbatas pada waktu, sementara perlindungan merek dagang mungkin saja dapat berlanjut
tanpa adanya batas waktu, selama persyaratan hukum yang berlaku terpenuhi. Yang terakhir ini
lebih menguntungkan. Tapi ini bukanlah satu-satunya perbedaan. Supaya terlindungi sebagai desain
industri, bentuk 3D harus bersifat baru dan memiliki karakter tersendiri, sementara untuk dilindungi
sebagai merek dagang, haruslah bersifat baru dan khas.

Terlebih lagi, untuk mencegah perlindungan merek dagang dari pemberian monopoli tanpa
waktu kepada pemiliknya dalam solusi teknis atau karakteristik fungsional suatu produk (yang
mungkin dicari pengguna dalam produk pesaing), undang-undang merek dagang UE tidak termasuk
perlindungan merek dagang beberapa bentuk 3D. Yakni, Pasal 3 (1)(e) dari merek dagang Petunjuk
89/104 / EEC (secara substansial tidak berubah dalam merek dagang saat ini Petunjuk 2008/95 /
EC) menyatakan bahwa

‘Berikut ini tidak akan terdaftar atau jika terdaftar dapat dinyatakan tidak sah;

e. tanda yang eksklusif terdiri dari:

 bentuk yang dihasilkan dari sifat barang itu sendiri, atau


 bentuk barang yang diperlukan untuk mendapatkan hasil teknis, atau
 bentuk yang memberi nilai substansial pada barang’.

Penafsiran pasal di atas telah menjadi subyek keputusan yang baru-baru ini dan telah lama
ditunggu oleh Pengadilan Keadilan Uni Eropa (Court of Justice of the European Union/CJEU)
dalam sebuah proses yang berkaitan dengan "Tripp Trapp" yang terkenal, yang merupakan kursi
pintar anak-anak

yang diproduksi dan dijual oleh Stokke.

KASUS

Pada 1998, Stokke mendaftar sebagai merek Benelux, yang merupakan merek 3D
menyerupai kursi anak “Tripp Trapp”. Trademark tersebut terdaftar sebagai ‘kursi, khususnya kursi
tinggi untuk anak-anak’ dan direpresentasikan sebagai bentuk yang ditunjukkan di bawah.

Setelah berhasil dalam melawan Hauck di Jerman, sebuah perusahaan yang


mendistribusikan dan menjual dua kursi anak-anak yang dinamai ‘Alpha’ dan ‘Beta’, Stoke
melakukan aksi lain di Belanda, menyatakan bahwa manufaktur dan pemasaran kursi ‘Alpha’ and
‘Beta’ melanggar hak cipta dari kursi ‘Tripp Trapp’ dan juga pendaftaran merek dagangnya
Benelux, dan mencari kompensasi untuk pelanggaran tersebut. Dalam perlawanannya, Hauck
mengajukan sebuah tuntutan balasan yang mencari pernyataan bahwa merek dagang Benelux dan
Tripp Trapp yang diisi oleh Stokke dianggap tidak sah.

Dalam tahap pertama, Pengadilan Daerah Hague sepenuhnya mendukung klaim Stokke, tetapi juga
mendukung tuntutan balasan yang mencari pernyataan bahwa merek dagang Benelux dianggap
tidak sah. Keputusan ini kemudian dikonfirmasi dalam tahap kedua. Hauck kemudian mangajukan
banding dalam kasasi melawan keputusan Pengadilan Banding, dan Stokke mengajukan banding
silang. Pengadilan Tinggi Belanda menolak banding dari Hauck, namun mempertimbangkan bahwa
banding silang dari masalah registrabilitas (registrability) dari merek tersebut membutuhkan
tafsiran Pasal 3(1)(e) dari undang-undang, dan mengajukan pertanyaan tersebut kepada Pengadilan
Keadilan Uni Eropa (CJEU).

PERNYATAAN CJEU

Ini merupakan kali pertama bagi CJEU dalam penafsiran Pasal 3(1)(e) dari undang-undang merek
dagang dan maka dari itu keputusan ini telah lama dinanti.

Mengenai penolakan pendaftaran sebagai sebuah bentuk merek dagang yang dihasilkan dari sifat
barang itu sendiri (poin pertama Pasal 3(1)(e) dari undang-udangn merek dagang), Pengadilan
memegang dasar sedemikian rupa bagi penolakan yang mengikuti objektif yang sama sebagaimana
ditetapkan di dalam poin kedua dan ketiga dari ketetapan tersebut, i.e. untuk mencegah hak
eksklusif dan permanen yang dimiliki sebuah merek dagang melalui pemakaian untuk
memperpanjang waktu hak-hak lain yang batas waktunya sudah ditetapkan oleh legislator UE (i.e.
desain). Akibatnya, poin pertama harus ditafsirkan secara konsisten berdasarkan tujuannya. “Maka
sebab itu – tegas Pengadilan – untuk menerapkan poin pertama Pasal 3(1)(e) dari undang-undang
merek dagang dengan tepat, maka dirasa perlu untuk mengidentifikasi karakteristik esensial —
yang merupakan elemen-elemen terpenting — dari tanda tersebut mengenai basis kasus per kasus,
penilaiannya dilakukan baik berdasarkan kesan keseluruhan yang dihasilkan oleh tandanya maupun
berdasarkan uji dari masing-masing komponen dari tanda tersebut”. Dalam hal tersebut, dasar bagi
penolakan registrasi ditetapkan di dalam poin pertama Pasal 3(1)(e) dari undang-undang merek
dagang tidak bisa diterapkan jika pendaftaran merek tersebut bersangkutan dengan sebuah bentuk
barang yang sudah ada, dimana elemen lainnya seperti elemen dekoratif maupun imajinatif, yang
tidak melekat pada fungsi umum dari barang tersebut, memegang peranan penting. Sebaliknya,
bentuk-bentuk dengan karakteristik penting yang melekat pada fungsi umum dari barang serupa
haruslah, dalam prinsipnya, ditolak dalam registrasi.
Maka dalam masalah ini Pengadilan memutuskan bahwa “poin pertama Pasal 3(1)(e) dari undang-
undang merek dagang harus ditafsirkan bahwa dasar dari penolakan pendaftaran yang di tetapkan
dalam ketentuan tersebut bisa berlaku untuk sebuah tanda yang secara eksklusif terdiri dari bentuk
sebuah produk dengan satu atau lebih karakteristik penting yang melekat pada fungsi umum atau
fungsi dari produk serupa dan yang mungkin di cari oleh konsumen dalam produk pesaing”.

Pengadilan juga meyakini bahwa penolakan pendaftaran sebuah bentuk merek dagang yang
memberikan nilai substansial pada barang (seperti yang telah ditetapkan pada poin ketiga Pasal
3(1)(e) dari undang-undang merek dagang) bisa diterapkan ketika, selain sebagai fungsi estetik,
produk terkait juga bisa menunjukkan fungsi penting lain. Tentunya – jelas Pengadilan – “konsep
dari ‘bentuk yang memberkan nilai substansial pada barang’ tidak bisa di batasi sepenuhnya pada
bentuk dari produk yang hanya memiliki nilai artistik atau ornamental, karena ada resiko bahwa
produk yang memiliki karakteristik fungsi penting dan elemen estetik yang signifikan tidak akan
dicakup. Dalam hal itu, hak yang dinyatakan oleh merek dagang pada pemiliknya akan memberikan
si pemilik sebuah monopoli pada karakteristik penting dari produk serupa, yang tidak mengijinkan
tujuan dari dasar penolakan bisa dilakukan sepenuhnya”.

Maka, poin ketiga Pasal 3(1)(e) undang-undang merek dagang harus ditafsirkan bahwa dasar dari
penolakan registrasi yang ditetapkan dalam ketetapan tersebut mungkin berlaku pada tanda yang
secara eklusif terdiri dari bentuk dari sebuah produk dengan beberapa karakteristik yang masing-
masing bisa memberikan nilai substansial pada produk tersebut. Persepsi publik target dari bentuk
produk tersebut hanya merupakan salah satu kriteria yang mungkin bisa digunakan untuk
menentukan apakah dasar dari penolakan dianggap cocok.

Pengadilan akhirnya memegang dasar bahwa penolakan registrasi yang di tetapkan di dalam poin
pertama dan ketiga dari ketetapan tersebut tidak boleh di kombinasikan dalam penerapannya.

Maka ini saatnya bagi Pengadilan Tinggi Belanda yang tertunjuk untuk menerapkan prinsip di atas
pada kasus Stokke. Ini bukanlah pekerjaan yang mudah karena masih ada beberapa ketidak jelasan
dalam peneraapan praktek dari prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh CJEU.

Anda mungkin juga menyukai