Anda di halaman 1dari 69

Dengan ini, semoga bisa bermanfaat bagi yang

membaca
dan membantu menyukseskan UTS kedua
Adhiganadya

Penyusun:
Clarecce Mangatur Sirait (2-27)
Dianisa Wahyuning Indraswari (2-07)
Mei Ribka Anantasa Br Saragih (2-26)
HUKUM KEUANGAN NEGARA

Pertemuan 1: Mengenal Lingkungan Hukum Keuangan Negara


A. Sekilas Hukum Keuangan Negara
Hukum adalah peraturan mengenai tingkah laku masyarakat dalam pergaulan masyarakat
yang diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib, bersifat memaksa, dan memiliki
sanksi yang tegas.

Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. (UU No. 17 Tahun 2003
Pasal 1(1)).

Hukum Keuangan Negara: sekumpulan hukum yang mengatur keuangan negara.


Hukum Keuangan Negara merupakan ranah hukum publik, yaitu termasuk dalam
Hukum Administrasi Negara.

B. Kewenangan Pembentukan UU Keuangan Negara


Diatur dalam UUD 1945:
1. Pasal 5
(1) Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-
Undang sebagaimana mestinya.
2. Pasal 20
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-
Undang. *)
(2) Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. *)
(3) Jika Rancangan Undang-Undang itu tidak mendapat persetujuan bersama,
Rancangan Undang-Undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan
Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. *)
(4) Presiden mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui
bersama untuk menjadi Undang-Undang. *)
(5) Dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama
tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak
Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui, Rancangan Undang-Undang
tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan. **)

3
HUKUM KEUANGAN NEGARA

C. Kronologis Peraturan Keuangan Negara

Paket
UU
Keuang
-an
Negara

ICW, IBW,
IAR

1. Kolonial.
Indische Comptabiliteitswet (ICW ) ditetapkan 1864 dan mulai berlaku 1867, selain
itu ada Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan
Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381, serta
Insctructie en verdere bapelingen voor Algemeene Rekenkamer (IAR) stbl. 1933
No.320. Algemene Rekenkamer mempunyai kewenangan yang luas terhadap
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Hindia Belanda yang kedudukan-nya
berada di bawah Gubernur Jenderal Hindia Belanda
2. Era Kemerdekaan s.d. 2003.
ICW, IBW, dan RAB tetap digunakan, s.d. 2003. ICW terakhir ditetapkan sebagai
UUPI/UU Perbendaharaan Indonesia dengan UU No 9 Tahun 1968.
3. Reformasi Keuangan.
Lahirnya UU Paket KN tahun 2003 dan 2004 diharapkan dapat mengakomodasikan
berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan dan pengelolaan
keuangan pemerintahan.
D. Landasan Hukum/ Dasar Hukum berlakunya Hukum Keuangan
Negara
Paket RUU Keuangan Negara disiapkan oleh Tim ke XIV dan diajukan kepada DPR
pada 29 Sept. 2000
1. UU Keuangan Negara (UU Nomor 17/2003, 5 April 2003) tentang Keuangan
Negara
2. UU Perbendaharaan Negara (UU Nomor 1/2004, 14 Januari 2004) menggantikan
ICW & RAB tentang Perbendaharaan Negara

4
HUKUM KEUANGAN NEGARA

3. UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (UU


Nomor 15/2004, 19 Juli 2004) menggantikan IAR tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
E. Hubungan Antar UU Bidang Keuangan Negara

1. POIN-POIN YANG DIATUR UU 17/2003


a. Ketentuan Umum (definisi, ruang lingkup, tahun anggaran, satuan hitung
Keuangan Negara)
b. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
c. Penyusunan dan Penetapan APBN
d. Penyusunan dan Penetapan APBD
e. Hubungan Keuangan antara Pem Pus, Pemda, Bank Sentral dan Asing
f. Hubungan Keuangan antara Pemerintah dengan Perusahaan Negara, Daerah,
Swasta dan Badan Pengelola Dana Masyarakat
g. Pelaksanaan APBN & APBD
h. Pertangungjawaban APBN APBD
i. Ketentuan Pidana, Sanksi dan Ganti Rugi
2. POIN-POIN YANG DIATUR UU 1/2004
a. Ketentuan Umum (definisi, ruang lingkup, asas-asas umum)
b. Pejabat Perbendaharaan Negara
c. Pelaksana Pendapatan &Belanja Negara / Daerah
d. Pengelolaan Uang

5
HUKUM KEUANGAN NEGARA

e. Pengelolaan Piutang dan Utang


f. Pengelolaan Investasi
g. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
h. Larangan penyitaan BMN/D
i. Penatausahaan dan Pertanggungjawaban APBN/D
j. Pengendalian Intern Pemerintah
k. Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
l. Pengelolaan Keuangan BLU
3. POIN-POIN YANG DIATUR UU 15/2004
a. Ketentuan Umum
b. Lingkup Pemeriksaan
c. Pelaksanaan Pemeriksaan
d. Hasil Pemeriksaan dan Tindak Lanjut
e. Pengenaan Ganti Keugian Negara
f. Ketentuan Pidana

. If you can’t fly, then run


If you can’t run, then walk
If you can’t walk, then crawl
But by all means, keep moving

Martin Luther King Jr.

6
HUKUM KEUANGAN NEGARA

Pertemuan 2: Ruang Lingkup, Konsepsi Dasar, dan Pemegang Kekuasaan


Pengelolaan Keuangan Negara dalam Hukum Keuangan Negara
A. Ruang Lingkup Keuangan Negara
Ruang lingkup Keuangan Negara menurut Pasal 2, UU 17/2003:
1. Hak negara untuk memungut pajak,mengeluarkan dan mengedarkan uang dan
melakukan pinjaman
2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan
negara & membayar tagihan pihak ketiga
3. Penerimaan Negara
4. Pengeluaran Negara
5. Penerimaan Daerah
6. Pengeluaran Daerah
7. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain
berupa uang,surat berharga, piutang,barang,serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang,termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara/perusahaan daerah
8. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum
9. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang
diberikan pemerintah.

7
HUKUM KEUANGAN NEGARA

• Kekayaan Negara Yang Dipisahkan


= Kekayaan Negara Dipisahkan selanjutnya disingkat KND adalah kekayaan negara yang
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/ atau sumber lainnya yang
diinvestasikan secara jangka panJang dan berkelanjutan oleh pemerintah pusat dan dikelola
secara terpisah dari mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

B. PENGERTIAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA


Pengelolaan Keuangan Negara
• Keseluruhan pelaksanaan fungsi manajemen terkait dengan keseluruhan
pendekatan keuangan negara dalam rangka mewujudkan tujuan bernegara.
• Serangkaian aktivitas yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,

Presiden
(sebagai CEO)

Menteri Teknis Menteri Keuangan


(sebagai COO) (sebagai CFO)

Kepala Kantor Kepala KPPN


(selaku Kuasa COO) (selaku Kuasa CFO)

Pendelegasian kewenangan pelaksanaan program


Pendelegasian kewenangan perbendaharaan

penatausahaan, pertanggungjawaban dan pengawasan Keuangan Negara.

1. Kewenangan Presiden Dalam PKN


a. Kewenangan UMUM
1. Penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan prioritas pengelolaan
APBN
2. Kewenangan ini ditangani Presiden & di akhir tahun
dipertanggungjawabkan ke pemilik kedaultan melalui DPR
b. Kewenangan KHUSUS
1. Keputusan/kebijakan teknis dalam pengelolaan APBN
2. Didelegasikan ke Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga
Negara serta Gubernur/Bupati/Walikota
2. Pendelegasian Kewenangan Pengelolaan Keuangan Negara

8
HUKUM KEUANGAN NEGARA

a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil


Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
b. dikuasakan kepada Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang kementrian negara/lembaga yang dipimpinnya;
c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah
untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

3. Peran Menteri Keuangan sebagai Chief Financial Officer (CFO)


Tugas Menteri Keuangan dalam rangka pelaksanaan kekuasaan pengelolaan fiskal
a. menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
b. menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN;
c) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
d) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;
e) melaksanakan pemungutan pendapatan negara
f) melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
g) menyusun laporan keuangan
h) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal

4. Tugas Menteri/Pimpinan Lembaga sbg PA/PB :


1. menyusun rancangan anggaran
2. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
3. melaksanakan anggaran kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
4. melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya
ke Kas Negara;
5. mengelola piutang & utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian
negara /lembaga yang dipimpinnya;
6. mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
7. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara /lembaga
yang dipimpinnya;
8. melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan
ketentuan undang-undang.

9
HUKUM KEUANGAN NEGARA

C. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Sistem


Pemerintahan Daerah
Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah diatur dalam:
a. Pasal 10 ayat (1) UU 17/2003 :
1) dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku
pejabat pengelola APBD;
2) dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat
pengguna anggaran/barang daerah
b. Pasal 10 ayat (2) UU 17/2003 :
1) Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah mempunyai tugas sebagai berikut:
a) menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD;
b) menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
c)melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah;
d) melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;
e) menyusun laporan keuangan.
a. Pasal 10 ayat (3) UU 17/2003
Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna
anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut:
1) menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya;
2) menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
3) melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya;
4) melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
5) mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab
satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
6) mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung
jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
7) menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja
perangkat daerah yang dipimpinnya.

10
HUKUM KEUANGAN NEGARA

D. Dasar Hukum Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara dan


Tujuan Bernegara
No. Dasar Hukum

1. Pembukaan UUD 1945 :


“... Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
maka ...

2. Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 :


Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
UUD.

3. Pasal 5 UUD 1945 :


(1) Presiden berhak mengajukan rancangan UU kepada Dewan.
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan UU
sebagaimana mestinya.

4. Bab VIII Hal Keuangan


Pasal 23, 23A, 23B, 23C, 23D

5. Pasal 6 ayat (1) UU 17/2003 :


Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.

6. Pasal 6 ayat (2) UU 17/2003

7. Pasal 7 UU 17/2003

8. Pasal 8 UU 17/2003

9. Pasal 9 UU 17/2003

10. Pasal 10 UU 17/2003

E. Pengertian APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
11
HUKUM KEUANGAN NEGARA

Perwakilan Rakyat.

F. Siklus APBN

12
HUKUM KEUANGAN NEGARA

G. Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan


1. Pendapatan negara/daerah adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan Negara terdiri atas:
a. Penerimaan Perpajakan
1) Pendapatan Pajak Dalam Negeri adalah semua penerimaan negara dari pajak
penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas
barang mewah, pajak bumi dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.
2) Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional :bea masuk dan bea keluar
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak/PNBP: Sumber Daya Alam (SDA), pendapatan
bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PNBP lainnya, serta
pendapatan Badan Layanan Umum (BLU).
c. Penerimaan Hibah
2. Penerimaan negara/daerah adalah uang yang masuk ke kas negara/daerah
3. Belanja negara/daerah adalah kewajiban pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih yang terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
4. Pembiayaan Anggaran adalah penerimaan dibayar kembali, penerimaan kembali atas
pengeluaran tahun-tahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan
tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahuntahun anggaran berikutnya.
5. Surplus penerimaan adalah kondisi penerimaan lebih besar daripada pengeluaran.
Surplus dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara/daerah tahun
anggaran berikutnya.
6. Tahun Anggaran adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari
sampai dengan tanggal 31 Desember.

KALAU INGIN DIAPRESIASI,

SILAKAN LAKUKAN EKSISTENSI,

UBAH DUNIA INI MELALUI AKSI

DAN BUKTIKAN MEMILIKI PRESTASI

Nurauliasari

13
HUKUM KEUANGAN NEGARA

Pertemuan 3: Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara


(APBN)
A. Aspek Hukum Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
1. Untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana disebutkan pada Pembukaan
UUD 1945 alinea 4, diperlukan Perencanaan Pembangunan Nasional.Agar
dapat disusun perencanaan pembangunan Nasional yang dapat menjamin
tercapainya tujuan negara perlu adanya Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional.
2. Bahwa untuk menjamin terselenggaranya sistem perencanaan
pembangunan nasional dengan baik perlu ditetapkan landasan hukumnya
dalam UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN).

B. Pengertian dan Jenis Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional


1. Pengertian
Kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan
rencana -rencana pembangunan dalam jangka panjang (RPJP), jangka
menengah (RPJM), dan jangka tahunan dalam sebuah Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara
dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.
2. Jenis

Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP)
20 tahun RPJM Nasional
dijabarkan menjadi
Rencana Pembangunan Rencana Kerja (Renja)
Jangka Menengah K/L
(RPJM)
5 tahun RPJM Daerah
Rencana
dijabarkan menjadi
Pembangunan
Renja-SKPD

RKP
dijabarkan menjadi
Rencana Strategis
Rencana Kerja (Renstra) K/L
Pemerintah (RKP)
1 tahun
RKP Daerah dijabarkan
menjadi Renstra-SKPD

*catatan: RPJMN disesuaikan dengan visi dan misi Presiden yang memerintah saat itu.

14
HUKUM KEUANGAN NEGARA

C. Siklus Penyusunan Perencanaan Pembangunan Nasional


Penyusunan
Rencana

Evaluasi
Penetapan
Pelaksanaan
Rencana
Rencana

Pengendalian
Pelaksanaan
Rencana

1. Penyusunan Rencana
a. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
1) Penyiapan rancangan awal rencana pembangunan.
2) Musyawarah perencanaan pembangunan.
3) Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
b. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Tahunan
(RPJM nasional/daerah dan RKP/RKPD)
1) Penyiapan rancangan awal rencana pembangunan.
2) Penyiapan rancangan rencana kerja.
3) Musyawarah perencanaan pembangunan.
4) Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

2. Penetapan Rencana
Rencana Rencana Pembangunan Rencana Pembangunan
Pembangunan Jangka Menengah Tahunan
Jangka Panjang (RPJM)
(RPJP)
1. RPJP Nasional 1. RPJM Nasional 1. RKP ditetapkan
ditetapkan dengan ditetapkan dengan dengan Peraturan
Undang-Undang. Peraturan Presiden Presiden.
2. RPJP Daerah paling lambat 3 (tiga) 2. Renja-K/L ditetapkan
ditetapkan dengan bulan setelah Presiden dengan peraturan
Peraturan Daerah. dilantik. pimpinan
2. Renstra-KL ditetapkan Kementerian/Lembaga
dengan peraturan setelah disesuaikan
pimpinan dengan RKP
Kementerian/Lembaga 3. RKPD ditetapkan
setelah disesuaikan dengan Peraturan
dengan RPJM Kepala Daerah.
Nasional. 4. Renja-SKPD
3. RPJM Daerah ditetapkan dengan
ditetapkan dengan peraturan pimpinan
Peraturan Kepala Satuan Kerja
15
HUKUM KEUANGAN NEGARA

Daerah paling lambat 3 Perangkat Daerah


(tiga) bulan setelah setelah disesuaikan
Kepala Daerah dengan RKPD.
dilantik.
4. Renstra-SKPD
ditetapkan dengan
peraturan pimpinan
Satuan Kerja
Perangkat Daerah
setelah disesuaikan
dengan RPJM Daerah.

3. Pengendalian Pelaksanaan Rencana


a. Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan oleh masing-
masing pimpinan Kementerian/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah.
b.Menteri/Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan
pelaksanaan rencana pembangunan dari masingmasing pimpinan
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan
tugas dan kewenangannya.

4. Evaluasi Pelaksanaan Rencana


a. Pimpinan Kementerian/Lembaga melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan
rencana pembangunan Kementerian/Lembaga periode sebelumnya.
b.Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah melakukan evaluasi kinerja
pelaksanaan rencana pembangunan Satuan Kerja Perangkat Daerah
periode sebelumnya.
c. Menteri/Kepala Bappeda menyusun evaluasi rencana pembangunan
berdasarkan hasil evaluasi pimpinan Kementerian/Lembaga dan hasil
evaluasi pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah.
d.Hasil evaluasi menjadi bahan bagi penyusunan rencana pembangunan
Nasional/Daerah untuk periode berikutnya.

D. Keterkaitan Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Penganggaran


1. Perencanaan dan penganggaran adalah dua kegiatan yang saling
mempengaruhi dan berinteraksi secara terus menerus untuk menghasilkan
anggaran yang dapat memenuhi harapan semua pihak.
2. Agar perencanaan pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional
dapat dilaksanakan, perlu disediakan dana yang dituangkan dalam anggaran
negara.
3. Terdapat dua lembaga yang melaksanakan : fungsi perencanaan
(Bappenas) dan penganggaran (Kementerian Keuangan, lebih tepatnya
DJA) yang keduanya terikat dalam satu tujuan yaitu menghasilkan
anggaran tersebut.
4. Hasil proses perencanaan dan penganggaran :
a. Rancangan APBN (hasil kegiatan internal pemerintah).
b.UU APBN (hasil kegiatan eksternal / kesepakatan dengan DPR).

16
HUKUM KEUANGAN NEGARA

E. Pengertian dan Siklus APBN


1. Pengertian
a. Siklus merupakan suatu tahapan yang berisikan rangkaian kegiatan dan
selalu berulang untuk jangka waktu tertentu.
b.Siklus APBN adalah rangkaian kegiatan dalam proses APBN yang
dimulai pada saat APBN mulai disusun sampai dengan APBN
dipertanggungjawabkan kepada DPR.
c. Pelaksanaan siklus APBN saling beririsan antar tahun anggaran.

2. Siklus APBN
Perencanaan
dan
Penganggaran
APBN

Pemeriksaan dan
Pertanggungjaw Penetapan APBN
aban APBN

Pelaporan dan
Pelaksanaan
Pencatatan
APBN
APBN
a. Perencanaan dan Penganggaran APBN
Periode: Januari-Juli
1) Perencanaan APBN
a) Perumusan Kebijakan Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-
Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF).
b) Penyusunan Resource Envelope (kapasitas pemerintah
dalam melakukan pembangunan).
c) Penetapan Pagu Indikatif.
d) Trilateral Meeting (pertemuan antara Menteri Keuangan,
Kepala Bappenas, dan Menteri Teknis untuk membahas
anggaran yang bersifat inisiatif strategis/baru).
2) Penganggaran APBN
a) Penetapan Pagu Anggaran.
b) Penelaahan RKA-K/L.
c) Penyusunan RAPBN, RUU APBN, Nota Keuangan, dan
himpunan RKA-K/L.

b.Pembahasan APBN
Periode : Agustus-Oktober
1) Pidato Presiden pada 16 Agustus menyampaikan
RUU APBN tahun anggaran yang direncanakan beserta nota
keuangannya.

17
HUKUM KEUANGAN NEGARA

2) Pembahasan RUU APBN antara pemerintah dan DPR (Komisi XI)


dengan mempertimbangkan masukan dari DPD.
3) Pembahasan RUU APBN dengan DPR (Badan Anggaran).

c. Penetapan APBN
Periode: Akhir Oktober
1) Penetapan Pagu Definitif.
2) Penetapan RKA-K/L.
3) Penetapan Keputusan Presiden sebagai rincian APBN.
4) Penetapan UU APBN dan DIPA.

d.Pelaksanaan
1) Pencairan anggaran.
2) Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran.

e. Pencatatan dan Pelaporan APBN


Periode: Sepanjang tahun anggaran
1) Bersamaan dengan tahapan pelaksanaan APBN, K/L dan
Bendahara Umum Negara (BUN)
melakukan pelaporan dan pencatatan sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintah (SAP).
2) Laporan Keuangan K/L yang disusun oleh menteri/pimpinan
lembaga disampaikan kepada Menteri Keuangan selambat-
lambatnya dua bulan setelah tahun anggaran berakhir.
3) Menteri Keuangan menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
(LKPP) yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan Atas Laporan
Keuangan (CALK).
4) LKPP diserahkan pada Presiden untuk kemudian dilakukan audit
oleh BPK.

f. Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN


1) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan/ audit
atas LKPP.
2) LKPP yang telah diaudit oleh BPK disampaikan oleh Presiden
kepada DPR dalam bentuk rancangan undang-
undang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

F. Pengertian Kebijakan Anggaran/Kebijakan Fiskal


1. Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka
mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik dengan jalan
mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
2. Kebijakan fiskal bertujuan sebagai pedoman bagi pemerintahan suatu
negara dalam mengelola keuangan negara dalam rangka mencapai
tujuan bernegara.

18
HUKUM KEUANGAN NEGARA

G. Fungsi, Asas, Prinsip, dan Klasifikasi Anggaran


1. Fungsi Anggaran
Dapat dikaji dari Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi
a. Hukum Tata Negara
1) Fungsi Anggaran Negara berdasarkan kajian Hukum Tata Negara
adalah perpaduan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan oleh
Presiden bersama DPR.
2) Presiden merupakan pelaksana kedaulatan rakyat di bidang
pemerintahan sehingga berwenang mengajukan rancangan
anggaran negara.
3) DPR merupakan pelaksana kedaulatan rakyat dibidang legislasi,
khususnya di bidang anggaran negara.
b.Hukum Administrasi
1) Fungsi Anggaran Negara berdasarkan kajian Hukum Administrasi
adalah penguasaan dan pelaksanaan anggaran negara oleh Presiden
bersama pembantu-pembantunya.
2) Berdasarkan pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003, anggaran
mempunyai fungsi :
a) Otorisasi: dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja pada tahun tersebut.
b) Perencanaan: pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun tersebut.
c) Pengawasan: pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan
d) Alokasi: anggaran negara harus diarahkan untuk
mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya,
serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
e) Distribusi: memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
f) Stabilisasi: memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian.
*catatan: fungsi utama anggaran adalah fungsi alokasi,
distribusi, dan stabilisasi.

2. Asas Anggaran
Terdiri atas asas-asas umum dan asas-asas baru.
a. Asas-asas umum
1) Asas tahunan : masa berlaku atau periode anggaran adalah untuk
tahun tertentu.
2) Asas universalitas : transaksi keuangan tampil utuh dalam
dokumen anggaran.
3) Asas kesatuan : semua pendapatan dan belanja disajikan dalam
satu dokumen anggaran.
4) Asas spesialitas : anggaran terinci secara jelas peruntukannya.
b.Asas-asas baru pencerminan best practice
1) Akuntabilitas berorientasi pada hasil: setiap kegiatan dan hasil
akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat/rakyat.

19
HUKUM KEUANGAN NEGARA

2) Profesionalitas: mengutamakan keahlian dan kompetensi yang


berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan per-UU-an.
3) Proporsionalitas: mengutamakan keseimbangan antara hak &
kewajiban.
4) Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara: membuka
diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan
negara.
5) Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan
mandiri: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

3. Prinsip Anggaran
a.Tertib, disiplin dan efisien
Efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan dan penggunaannya dapat
dipertanggungjawabkan, serta hasilnya harus sepadan atau lebih besar dari
biaya atau masukan.
b.Taat pada peraturan perundang-undangan
Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedia penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan
melaksanakan progam dan kegiatan yang belum/tidak tersedia
anggarannya.
c. Ekonomis
Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan
belanja yang dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi
pengeluaran belanja.
d.Efektif
Dana yang tersedia dan upaya pencapaian hasil kerja (keluaran dan hasil)
dari perencanaan atas alokasi biaya atau masukan/input yang telah
ditetapkan harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan
peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan
masyarakat, juga harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja pada
setiap unit kerja yang terkait.

4. Klasifikasi Anggaran
Dibagi berdasarkan fungsi, subfungsi, program, dan subprogram
a. Fungsi: ada 11
Perwujudan tugas kepemerintahan dibidang tertentu
b.Subfungsi: ada 79
Mencerminkan tugas Kementerian/Lembaga (K/L) sbg bagian dari
Pemerintah.
c. Program: ada 441
Mencerminkan tugas pokok dan fungsi Unit Eselon 1.
d. Subprogram: ada >2500
Mencerminkan tugas pokok dan fungsi tiap Satuan Kerja.

Contoh:

20
HUKUM KEUANGAN NEGARA

H. Kewenangan Bappenas
1. Pengambilan Kebijakan
a. Perencanaan : Penyusunan rencana pembangunan nasional (RPJPN,
RPJMN, RKP).
b.Penganggaran : Penyusunan alokasi pendanaan (pagu indikatif).
c. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan nasional.
d.Penanganan permasalahan mendesak dan berskala besar, sesuai penugasan
Presiden.
2. Koordinasi
a. Koordinasi dan perumusan kebijakan di bidang perencanaan
pembangunan.
b.Koordinasi pencarian sumber-sumber pembiayaan dalam dan luar negeri
serta pengalokasian dana pembangunan bersama K/L terkait.
c. Koordinasi kegiatan strategis penanganan permasalahn mendesak dan
berskala besar, sesuai penugasan Presiden.
3. Think-Tank
a. Pengkajian kebjakan di bidang perencanaan pembangunan, dan kebijakan
lainnya.
b.Fasilitasi pembinaan instansi/unit perencanaan di pusat dan di daerah.
c. Kerjasama dengan perguruan tinggi dan organisasi profesi.
4. Administrasi
a. Pengelolaan dokumen perencanaan.
b.Penyusunan dan pengelolaan laporan hasil pemantauan pelaksanaan
pembangunan.
c. Penyusunan dan pengelolaan laporan hasil evaluasi.
d.Pembinaan dan pelayanan administrasi umum.

I. Penyusunan, Perencanaan, dan Penetapan APBN


1. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga (RKA-
K/L)
a. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga (RKA-K/L)
adalah dokumen yang memuat rencana kerja dan anggaran dari unit

21
HUKUM KEUANGAN NEGARA

satuan kerja yang akan dilaksanakan selama satu tahun anggaran, dirinci
menurut program dan kegiatan serta keluaran yang akan dihasilkan.
b.Instrumen pengalokasian dana dalam RKA-KL :
1) Visi dan Misi Kementerian Negara/Lembaga.
2) Peraturan yang terkait dengan penyusunan RKA-KL.
3) Skala Prioritas.
4) Standar Biaya Umum dan Standar Biaya Khusus.
5) TOR dan RAB.
6) Data pendukung lainnya yang dapat dipertanggung-jawabkan
c. Menjadi acuan dalam menyusun Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
(DIPA) yg menjadi dasar pelaksanaan anggaran.
d.Penyusunan RKA-KL merupakan bagian terpenting dalam penganggaran,
karena menentukan efektivitas dan efisiensi suatu kegiatan.
e. Merupakan dokumen tindak lanjut dari dokumen perencanaan karena
dasar penyusunan RKA-K/L adalah dokumen Renja K/L.
f. Proses penyusunan RKA-K/L:

2. Tiga Jenis Pagu APBN


a. Pagu Indikatif (disusun bulan Februari dan ditetapkan bulan
Maret, untuk APBN tahun berikutnya)
Adalah ancar-ancar pagu anggaran yang diberikan kepada
tiap-tiap kementrian/lembaga hasil penyusunan bersama
Menkeu dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
(PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) yang dirinci ke dalam program dan sumber dananya
sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Kerja Kementrian
Negara/Lembaga (Renja K/L).

22
HUKUM KEUANGAN NEGARA

b.Pagu Anggaran K/L (ditetapkan bulan Juni, untuk APBN


tahun berikutnya)
Adalah pagu anggaran yang ditetapkan berdasarkan
penilaian dan penelitian kembali terhadap pagu indikatif K/L
yang mempertimbangkan perubahan-perubahan yang terjadi
karena adanya kebijakan-kebijakan prioritas atau inisiatif baru
yang belum terakomodir.
c. Alokasi Anggaran (ditetapkan bulan Oktober, untuk APBN
tahun berikutnya)
Adalah batas tertinggi anggaran pengeluaran yang
dialokasikan kepada K/L dan BUN berdasarkan hasil
pembahasan R-APBN yang dituangkan dalam berita acara hasil
kesepakatan pembahasan RAPBN antara Pemerintah dan DPR.

3. Penyusunan Pagu Anggaran


a. Pagu Anggaran K/L adalah pagu anggaran yang ditetapkan berdasarkan
penilaian dan penelitian kembali terhadap pagu indikatif K/L yang
mempertimbangkan perubahan-perubahan yang terjadi karena adanya
kebijakan-kebijakan perioritas atau inisiatif baru yang belum diakomodir.
b.Setelah pagu indikatif ditetapkan, postur Proyeksi RAPBN masih akan
mengalami penyesuaian, akibat :
1) Perubahan Asumsi Ekonomi Makro hasil kesepakatan Pemerintah
dan DPR.
2) Adanya Inisiatif Baru dari K/L atau DPR.
3) Adanya perubahan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal pada RAPBN.
4) Adanya dinamika perubahan diluar perioritas nasional yang ada
dalam RKP atau perubahan sumber pendanaan.
c. Perubahan karena penyesuaian tersebut akan menghasilkan postur
proyeksi Pagu Anggaran Belanja K/L yang akan ditetapkan sebagai Pagu
Anggaran K/L (sebelumnya dikenal dgn Pagu Sementara)
d.Pedoman Menteri Keuangan dalam penetapan pagu Anggaran K/L dalam
rangka menyusun RKA K/L adalah:
1) Renja K/L.
2) Besaran pagu indikatif.
3) Kapasitas fiskal.
4) Hasil evaluasi kinerja K/L.
e. Proses penyusunan pagu anggaran dari pagu indikatif:

23
HUKUM KEUANGAN NEGARA

J. Pendekatan dalam Menyusun Anggaran


1. Penganggaran Terpadu (Unified Budgeting)
a. Mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di
lingkungan K/L untuk menghasilkan dokumen RKA-K/L dengan
klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja.
b.Proses integrasi perlu agar tidak terjadi duplikasi penyediaan dana untuk
K/L baik yang bersifat investasi/biaya operasional.
c. Bertujuan mencapai efisiensi alokasi anggaran bagi kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan dan prioritas pembangunan.
2. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure
Framework/ MTEF)
a. Berdasarkan kebijakan dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan
implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari 1 tahun anggaran
(multi-tahun anggaran).
b.Berpedoman pada RPJP Nasional.
c. Bertujuan agar pergerakan dari tahun ke tahun bisa dikontrol.
d.Dalam penyusunan RKA-K/L dengan pendekatan KPJM, K/L perlu
menyelaraskan kegiatan/program dengan RPJM Nasional dan Renstra-
K/L.
3. Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Budgeting)
a. Memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan kinerja (output) yang
diharapkan serta memperhatikan efisiensi dalam pencapaian kinerja
tersebut.

24
HUKUM KEUANGAN NEGARA

b.Pengalokasian anggaran program/kegiatan didasarkan pada tugas pokok


dan fungsi unit kerja. Kita melihat output apa yang akan dicapai, baru
menyediakan inputnya (money follow function).
c. Terdapat fleksibilitas pengelolaan anggaran dengan tetap menjaga prinsip
akuntabilitas (let the managers manage).
d.Tujuan penganggaran berbasis kinerja:
1) Keterkaitan antara pendanaan dengan kinerja yang akan dicapai.
2) Efisiensi dan transparansi dalam penganggaran.
3) Fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan
pengelolaan anggaran.

K. Penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA K/L / BUN)


1. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) adalah adalah dokumen
pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga atau
Satuan Kerja (Satker) selaku Pengguna Anggaran serta disahkan oleh
Menteri Keuangan dan digunakan sebagai acuan oleh pengguna anggaran
dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN.

2. DIPA menguraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan


rincian kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran
tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja, serta
pendapatan yang diperkirakan.

3. Jenis DIPA yang disusun oleh Pengguna Anggaran terdiri dari:


a. DIPA Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (DIPA BA
K/L)
b.DIPA Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (DIPA BA BUN)

4. Alur Penyusunan DIPA


a. Setelah APBN ditetapkan, Menteri Keuangan memberitahukan
kepada semua menteri/pimpinan lembaga agar menyampaikan
dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-masing kementerian
negara/lembaga.
b.Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan
anggaran untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya
berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan oleh Presiden.
c. Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri
Keuangan disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga, kuasa
bendahara umum negara, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

25
HUKUM KEUANGAN NEGARA

5. Terdapat pengintegrasian proses penyusunan RKA-KL dan DIPA.


Penyusunan DIPA dilakukan dengan menggunakan data yangberasal dari
RKA-K/L yang sudah ditelaah antara K/L dengan Ditjen Anggaran dan
sudah mendapat persetujuan DPR serta ditetapkan dalam Keppres Rincian
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat atau DHP RDP BUN.

Orang yang sukses terus berusaha.


Mereka mungkin membuat
kesalahan, tetapi mereka tidak
menyerah.

-Conrad Hilton

26
HUKUM KEUANGAN NEGARA

Pertemuan 4: Perbendaharaan Negara


A. Pengertian Istilah-Istilah Perbendaharaan Negara
Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan
negara, termasuk investasi dan kekayaan negara yang dipisahkan, yang ditetapkan
dalam APBN dan APBD.
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan
negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang negara
yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk
menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara
pada bank sentral.
 Menampung seluruh penerimaan negara
 Membayar seluruh pengeluaran negara
 Terdiri dari rupiah dan valuta asing
 Pemerintah Pusat memperoleh bunga/jasa giro
Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan
membayar seluruh pengeluaran daerah.
Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah
yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan
daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.

B. Ruang Lingkup Perbendaharaan Negara


1. Pelaksanaan Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah
2. Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Negara/Daerah
3. Pengelolaan kas, piutang, dan utang Negara/Daerah
4. Pengelolaan Investasi dan Barang Milik Negara/Daerah
5. Penyelenggaraan Akuntansi dan Sistem Informasi Manajemen Keuangan
Negara/Daerah
6. Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN/APBD
7. Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
8. Pengelolaan Badan Layanan Umum

27
HUKUM KEUANGAN NEGARA

C. Asas Pengelolaan Keuangan Negara


1. Asas kesatuan : semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam
satu dokumen anggaran,
2. Asas universalitas : setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam
dokumen anggaran,
3. Asas tahunan : masa berlakunya anggaran utk suatu tahun tertentu,
4. Asas spesialitas : kredit anggaran disediakan terinci secara jelas
peruntukannya.
D. Asas Umum Perbendaharaan Negara
1. Undang-undang tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat untuk
melakukan penerimaan dan pengeluaran negara.
2. Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah
untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah.
3. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas
beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut
tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
4. Semua pengeluaran negara, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai
dengan program pemerintah pusat, dibiayai dengan APBN.
5. Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai
dengan program pemerintah daerah, dibiayai dengan APBD.
6. Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak dan/atau
tidak terduga disediakan dalam bagian anggaran tersendiri yang selanjutnya
diatur dalam peraturan pemerintah.
7. Kelambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan
APBN/APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda dan/atau bunga
E. Pejabat Perbendaharaan
1. Pengguna Anggaran
a. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA bertanggung jawab secara formal dan
materiil kepada Presiden atas pelaksanaan kebijakan anggaran Kementerian
Negara/Lembaga yang dikuasainya sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
b. Tanggung jawab formal merupakan tanggung jawab atas pengelolaan keuangan
Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya.
c. Tanggung jawab materiil merupakan tanggung jawab atas penggunaan anggaran
dan hasil yang dicapai atas beban anggaran negara.

28
HUKUM KEUANGAN NEGARA

2. KPA
a. KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan
sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada
Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
b. Tugas dan Wewenang KPA
1) Dalam pengelolaan anggaran belanja negara pada satuan kerja, fungsi KPA
lebih berperan dalam segi manajerial untuk mencapai kinerja yang telah
ditetapkan dalam DIPA.
2) Fungsi manajerial tersebut meliputi antara lain fungsi perencanaan,
pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran. Dalam prakteknya fungsi-
fungsi tersebut dilaksanakan oleh KPA dalam bentuk tugas dan wewenang,
sebagai berikut:
a) Menyusun DIPA
b) Menetapkan PPK dan PPSPM
c) Menetapkan panitia/pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan
pengelola anggaran/keuangan
d) Menetapkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana
e) Memberikan supervisi dan konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan dan
penarikan dana
f) Mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan dan anggaran
g) Menyusun laporan keuangan dan kinerja atas pelaksanaan anggaran sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
3. Pejabat Pembuat Komitmen
a. PPK melaksanakan kewenangan KPA dgn mempedomani rencana
pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana, standar operasional,
sistem pengawasan dan pengendalian, dan monitoring dan evaluasi yang
telah ditetapkan oleh KPA.
b. Dalam melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja Negara, PPK memiliki tugas dan wewenang:
1) Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana
berdasarkan DIPA;
2) Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
3) Membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian/kontrak
dengan Penyedia Barang/Jasa;
4) Melaksanakan kegiatan swakelola;
5) Memberitahukan kepada Kuasa BUN atas perjanjian/ kontrak yang
dilakukannya;
6) Mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak;
7) Menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada
Negara;
8) Membuat dan menandatangani Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
9) Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian kegiatan kepada KPA;
29
HUKUM KEUANGAN NEGARA

10) Menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada KPA


dengan Berita Acara Penyerahan;
11) Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan
kegiatan; dan
12) Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan
tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara
4. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar
Dalam melakukan pengujian tagihan dan menerbitkan SPM, PPSPM
memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut

F. Bendahara Umum Negara (BUN), Bendahara Penerimaan dan Bendahara


Pengeluaran
1. Bendahara Umum Negara (BUN)
a. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) mengangkat Kepala
KPPN menjadi Kuasa BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam
rangka pelaksanaan anggaran belanja negara dalam wilayah kerja yang telah
ditetapkan.
b. Tugas kebendaharaan dari Kuasa BUN tersebut meliputi kegiatan menerima,
menyimpan, membayar atau menyerahkan, menatausahakan, dan
mempertanggung jawabkan uang dan surat berharga yang berada dalam
pengelolaannya.
2. Bendahara Penerimaan
Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang Pendapatan
Negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/Satuan Kerja Kementerian
Negara/Lembaga Pemerintah Non-kementerian.

30
HUKUM KEUANGAN NEGARA

3. Bendahara Pengeluaran
a. Menteri/Pimpinan Lembaga mengangkat Bendahara Pengeluaran di setiap Satker
untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran
belanja.
b. Kewenangan pengangkatan Bendahara Pengeluaran dapat didelegasikan kepada
kepala Satker. Pengangkatan Bendahara Pengeluaran dan pendelegasian
kewenangan pengangkatan Bendahara Pengeluaran ditetapkan dengan surat
keputusan.
c. Pengangkatan Bendahara Pengeluaran tidak terikat periode tahun anggaran.
d. Bendahara Pengeluaran tidak dapat dirangkap oleh KPA, PPK atau PPSPM.
e. Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran setelah terlebih dahulu dilakukan
pengujian atas perintah pembayaran yang disampaikan PPK yang meliputi:
1) Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK
2) Memeriksa kebenaran atas hak tagih, meliputi: Pihak penerima pembayaran,
nilai tagihan, jadwal pembayaran; dan ketersediaan dana yang bersangkutan
3) Memeriksa kesesuaian pencapaian keluaran
4) Memeriksa dan menguji ketepatan penggunaan kode mata anggaran
pengeluaran (akun 6 digit).
4. Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP)
a. Guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan anggaran, kepala Satker
dapat menunjuk 1 (satu) atau beberapa BPP untuk membantu Bendahara
Pengeluaran dalam melaksanakan tugas kebendaharaan.
b. BPP harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Bendahara
Pengeluaran.

KEKUATAN DAN KEPINTARAN ADALAH


MODAL,

TAPI TIDAK ADA YANG LEBIH DAHSYAT


DARI KEBERANIAN DAN KETEKUNAN

Merry Riana

31
HUKUM KEUANGAN NEGARA

Pertemuan 5: Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara


(APBN)
A. Pelaksanaan APBN/ APBD
1. Gambaran Umum Pelaksanaan Anggaran
a. Merupakan salah satu tahap dari siklus anggaran (APBN) yang mencakup
perencanaan dan penganggaran, penetapan, pelaksanaan, pelaporan dan
pencatatan, serta pemeriksaan dan pertanggungjawaban.
b.Perencanaan dimulai dari penyampaian pokok-pokok / arah kebijakan fiskal,
dituangkan secara bertahap dalam rencana anggaran pemerintah hingga
penetapan APBN.
c. Selanjutnya pemerintah sesuai tupoksinya, kementerian / lembaga
melaksanakan anggaran sesuai dengan alokasi dana masing-masing.
d.Pada tahap akhir melalui kementerian / lembaga masing-masing, pemerintah
menyusun pertanggungjawaban dalam satu laporan keuangan setelah terlebih
dahulu melalui audit lembaga pemeriksa mandiri.
2. Dasar Hukum Pelaksanaan Anggaran
Paket Undang-Undang Keuangan Negara
a. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
b.UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
c. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara
3. Struktur APBN

4. Pejabat yang berkaitan dengan Pelaksanaan Anggaran


a. Pengguna Anggaran (PA)
b.Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
c. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
d.Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)
32
HUKUM KEUANGAN NEGARA

e. Bendahara Penerimaan
f. Bendahara Pengeluaran

Catatan: Pelaksanaan anggaran lebih banyak dilaksanakan oleh


Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). KPA melaksanakan penggunaan
anggaran berdasarkan DIPA Satker.

5. Kegiatan yang berkaitan dengan Pelaksanaan Anggaran


a. Pelaksanaan Pendapatan Negara
1) Prinsip pelaksanaan pendapatan negara:
a) Pendapatan negara harus disetorkan ke Kas Negara.
b) Pendapatan negara yang diterima Kementerian Negara /
Lembaga tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai
pengeluaran (kecuali BLU).
c) Penerimaan-penerimaan (komisi, potongan dan lain-lain) atas
transaksi negara/daerah adalah hak negara/daerah.
d) Penyetoran pendapatan negara menggunakan sistem
penerimaan negara.
2) Pelaksanaan pendapatan negara mencakup pelaksanaan penerimaan
perpajakan, pelaksanaan PNBP, dan pelaksanaan penerimaan hibah.
b.Pelaksanaan Belanja Negara
1) Prinsip pelaksanaan belanja negara:
a) Semua pengeluaran negara dilakukan secara giral atas beban
rekening kas Negara/kas umum negara harus melalui transfer
dana atau pemindahbukuan dana antar rekening bank, termasuk
membayar tagihan pihak ketiga yang dilakukan oleh
kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga
b) Pengecualian diberikan untuk pembelian atau pengadaan
barang/jasa keperluan kantor/satuan kerja kementerian
negara/lembaga yang nilainya kecil-kecil sampai dengan Rp
50.000.000,- dapat dibayar melalui uang persediaan (UP) yang
dikelola Bendahara Pengeluaran/BPP.
c) Pelaksanaan penyaluran / pencairan Belanja mengikuti
prosedur pencairan dana APBN, yaitu melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut :
i. Penerbitan surat keputusan penunjukan Pejabat
Pembuat Komitmen, Pejabat Penandatangan SPM,
dan Bendahara Pengeluaran.
ii. Penerbitan Surat Permintaan Pembayaran.
iii. Penerbitan Surat Perintah Membayar.
iv. Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana.
2) Kegiatan pejabat perbendaharaan dalam pelaksanaan belanja negara:
a) Pelaksanaan Belanja K/L (termasuk mekanisme pembayaran
UP/TUP/LS).
b) Pelaksanaan Belanja Non K/L.
c) Pelaksanaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

33
HUKUM KEUANGAN NEGARA

3) Pelaksanaan belanja meliputi:


Belanja menurut Belanja menurut Belanja menurut jenis
organisasi fungsi belanja/ekonomi
88 bagian anggaran  Pelayanan umum  Pegawai
Kementerian/Lembaga  Pertahanan  Barang
dialokasikan kepada:  Ketertiban dan  Modal
 Unit Eselon I keamanan  Bunga utang
 Unit Eselon II  Ekonomi  Subsidi
 Unit Eselon III  Lingkungan  Hibah
 Unit Satker Khurus hidup  Bantuan sosial
 Unit Satuan Kerja  Perum dan  Lain-lain
Non Vertikal fasilitas umum
 Unit Satuan Kerja  Kesehatan
Perangkat Daerah  Pariwisata dan
 Unit Satuan Kerja ekonomi kreatif
Sementara  Agama
 Pendidikan
umum
 Perlindungan
sosial

B. Pengelolaan Uang Negara/Daerah


1. Pengelolaan uang adalah kegiatan pengelolaan yang mencakup pengelolaan
kas dan surat berharga termasuk kegiatan untuk menanggulangi kekurangan
kas atau memanfaatkan kelebihan kas secara optimal.
2. Dasar Hukum
a. Pasal 22-32 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
b.Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang
Negara/Daerah (Pelaksanaan Pasal 28 (1) UU No 1/2004).
3. Tujuan Pengelolaan Uang Negara/Daerah adalah mewujudkan penggunaan
dana yang dimiliki negara secara efisien dan efektif, dengan cara:
a. Menentukan jumlah keperluan kas untuk pelaksanaan kegiatan operasional
pemerintahan dan kegiatan penempatan/investasi.
b.Mendapatkan sumber dana yang paling efisien untuk membiayai kegiatan-
kegiatan pemerintahan.
c. Meminimalkan idle cash (dana menganggur).
d.Mempercepat penyetoran penerimaan negara.
e. Melakukan pembayaran tepat waktu.
4. Sasaran Pengelolaan Uang Negara/Daerah
a. Pengelolaan likuiditas
b.Minimalisasi idle cash
c. Mengurangi biaya transaksi keuangan pemerintah
5. Pasal 28 UU No. 1 Th. 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan:
a. Pokok-pokok pengelolaan uang negara / daerah diatur dengan Peraturan
Pemerintah (PP) setelah dilakukan konsultasi dengan bank sentral.

34
HUKUM KEUANGAN NEGARA

b.Pedoman lebih lanjut pengelolaan uang negara / daerah diatur oleh Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dalam Peraturan Menteri
Keuangan (PMK).
c. Pelaksanaan pengelolaan uang daerah selanjutnya diatur Peraturan Daerah
(Perda).
6. Pengelolaan Uang Negara dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara (BUN).
7. Pengelolaan uang negara dapat dirinci ke dalam:
a. Pengelolaan Kas Umum Negara
b.Pelaksanaan penerimaan negara oleh K/L
c. Pengelolaan uang persediaan untuk K/L
8. Uang Negara meliputi rupiah dan valuta asing.
9. Uang negara bisa terdiri atas uang dalam:
a.Kas Negara.
b.Bendahara Penerimaan/Pengeluaran K/L.
10. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa BUN
untuk melaksanakan sebagian wewenang BUN dan tugas kebendaharaan yang
berkaitan dengan pengelolaan uang dan surat berharga.
Kuasa BUN meliputi:
a. Kuasa BUN Pusat: Direktur Jenderal Perbendaharaan.
b.Kuasa BUN Daerah: Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
(KPPN).
11. Terkait pengelolaan uang negara terdapat ketentuan bahwa siapapun tidak
diperkenankan melakukan penyitaan terhadap :
a. Uang dan surat berharga milik negara, baik yang berada pada instansi
pemerintah maupun pihak ketiga.
b.Uang negara yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara.
kecuali ada izin Pengadilan untuk barang bukti atas suatu kasus pidana di
Pengadilan.
12. Implementasi Pengelolaan Uang Negara/Daerah
a.Treasury Single Account (TSA)/Rekening Tunggal Perbendaharaan
Suatu rekening yang digunakan untuk melakukan pengelolaan penerimaan
dan pengeluaran negara, dimana saldo kas penerimaan dan pengeluaran
tersebut dikonsolidasikan dalam rangka transaksi keuangan pemerintah.
b.Cash Forecasting/ Perencanaan Kas
Meliputi penjadwalan kapan pendapatan akan diterima dan kapan
pembayaran (atas belanja) akan jatuh tempo.
13. Tantangan dalam Pengelolaan Uang Negara/Daerah
a. Kesiapan sumber daya manusia.
b.Koordinasi dengan Bank Indonesia.
c. Sistem informasi yang belum memadai.
d.Kondisi geografis Indonesia.
e. Perubahan pola pikir.

35
HUKUM KEUANGAN NEGARA

C. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


1. Prinsip Umum Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
a. Pengguna barang dan / atau kuasa pengguna barang wajib mengelola dan
menatausahakan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya
dengan sebaik-baiknya.
b.Penggunaan BMN/D dibatasi hanya untuk penyelenggaraan tugas dan
fungsi Kementerian/Lembaga.
c. Pengguna Barang wajib menyerahkan BMN/D berupa tanah dan/atau
bangunan yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya
kepada Pengelola Barang.
d.Jika pengelolaan BMN/D tidak dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga
menimbulkan kerugian bagi negara/daerah, pengguna/kuasa pengguna barang
wajib mempertanggungjawabkan atas kerugian negara.
e. BMN/D yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan
negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan.
f. Pemindahtanganan BMN/D boleh dilakukan setelah memperoleh persetujuan
DPR/D.
2. Pejabat dalam Lingkup Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN)
a.Menteri Keuangan: Pengelola BMN.
Dapat mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang kepada Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang (diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan).
b.Menteri/Pimpinan Lembaga: Pengguna BMN.
Dapat mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu kepada
Kuasa Pengguna Barang berpedoman pada peraturan perundang-
-undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara.
c. Kepala Kantor dalam lingkungan K/L: Kuasa Pengguna BMN
3. Pejabat dalam Lingkup Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD)
a.Gubernur/Bupati/Walikota: Pemegang kekuasaan pengelolaan BMD.
b.Sekretaris Daerah: Pengelola BMD.
c. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah: Pengguna BMD.
4. Pihak Lain yang Dapat Mengoperasikan BMN
a. Badan Usaha Milik Negara.
b.Koperasi.
c. Pemerintah negara lain.
d.Organisasi internasional.
e. Badan hukum lainnya.
5. Jangka Waktu Pengoperasian BMN oleh Pihak Lain
a. Paling lama 5 tahun dan dapat diperpanjang, untuk pengoperasian BMN oleh
Badan Usaha Milik Negara, Koperasi, atau badan hukum lainnya;
b.Paling lama 99 tahun, untuk pengoperasian BMN oleh pemerintah negara
lain.
c. Sesuai perjanjian, untuk pengoperasian BMN oleh organisasi internasional.

D. Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah


1. UU 17 TH 2003 tentang Keuangan Negara memuat perubahan manajemen
keuangan pemerintah dari berbasis input ke berbasis kinerja (performance
based management).
36
HUKUM KEUANGAN NEGARA

2. Performance based management: kita melihat output apa yang akan dicapai,
baru menyediakan inputnya (money follow function).
3. Terdapat perubahan konsep manajemen keuangan meliputi : perubahan di
bidang perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban.
4. Target kinerja dengan capaian kinerja sinkron dengan muatan-muatan dalam
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban yang
mencakup program, kegiatan, keluaran dan hasil.
5. Pengertian Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
a. SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan pemerintah.
b.SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset,
utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui
pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran
berdasarkan basis yangditetapkan dalam APBN/APBD.
c. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan,
belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas
dana berbasis akrual. (*catatan:kita menggunakan ini)
6. Entitas Akuntansi dan Pelaporan
a. Entitas akuntansi merupakan unit pada pemerintahan yang mengelola
anggaran, kekayaan, dan kewajiban yang menyelenggarakan akuntansi dan
menyajikan laporan keuangan atas dasar akuntansi yang diselenggarakannya.
b.Entitas pelaporan merupakan unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau
lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang
undangan wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban, berupa laporan
keuangan yang bertujuan umum, yang terdiri dari:
1) Pemerintah pusat.
2) Pemerintah daerah.
3) Masing-masing K/L di lingkungan pemerintah pusat.
4) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau
organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan
organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.
7. Peranan Pelaporan Keuangan
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan
mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu
entitas pelaporan selama satu periode pelaporan.
Laporan keuangan digunakan untuk kepentingan:
a. Akuntabilitas
b.Manajemen
c. Transparansi
d.Keseimbangan Antargenerasi
e. Evaluasi Kinerja
8. Komponen Laporan Keuangan
Laporan keuangan pokok terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
b.Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL)
c. Laporan Operasional (LO)
37
HUKUM KEUANGAN NEGARA

d.Laporan Arus Kas (LAK)


e. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE)
f. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)

E. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Pembiayaan dan


Perhitungan
1. Pemerintah menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah (LKP)
sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah atas pengelolaan APBN/APBD.
2. Perbedaan Bentuk Pertanggungjawaban Pemerintah:
Sebelum terbit Paket UUKN Sesudah terbit Paket UUKN
Perhitungan Anggaran (PAN) tentang  Laporan Realisasi Anggaran
aliran kas APBN  Laporan Neraca
 Laporan Arus Kas
 Catatan atas Laporan Keuangan
3. Tujuan Pengaturan Penatausahaan dan Pertanggung jawaban APBN/APBD
a. Agar Laporan Keuangan Pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi.
b.Agar Laporan Keuangan Pemerintah disajikan sesuai dengan standar
akuntansi keuangan pemerintah, yang terdiri dari LRA, Neraca dan Laporan
Arus Kas serta CaLK.
c. Agar Laporan Keuangan sebagai wujud pertanggung jawaban setiap entitas
pelaporan :
1) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
2) Laporan Keuangan K/L.
3) Lapzran Pemerintah Daerah.
4. Tanggung Jawab Penggunaan Anggaran

38
HUKUM KEUANGAN NEGARA

F. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Badan Layanan Umum


1. Latar Belakang

a. Setelah terjadinya reformasi keuangan negara, unit kerja pada tiap


Kementerian Negara, Lembaga Non Kementerian, atau Lembaga Negara
diperkenankan dalam Hukum Keuangan Negara untuk mengelola
keuangannya sendiri.
b.Apabila suatu unit kerja berkehendak untuk mengelola keuangannya sendiri,
unit kerja tersebut harus berubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU)
terlebih dahulu.
c. Walaupun sudah menjadi BLU, unit tersebut tetap merupakan bagian yg tidak
terpisahkan dari instansi induknya.
2. Pengertian Badan Layanan Umum
Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di
lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual
tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan

39
HUKUM KEUANGAN NEGARA

dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan


produktivitas.
3. Tujuan Badan Layanan Umum
Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan
prinsip efisiensi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang
sehat.
4. Tata Kelola Badan Layanan Umum yang Baik (Good Corporate Governance)
adalah yang memberikan nilai tambah pada investor, pemerintah, masyarakat,
pegawai, dan pihak-pihak lain yang terkait.

G. Tata Cara Pemberian Pinjaman atau Hibah


1. Pengertian Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
a. Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk
devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk
barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang
harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
b.Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa
dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang
dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu
dibayar kembali.
2. Kewenangan Pemerintah atas Pinjaman Luar Negeri
a. Pemerintah berwenang melakukan pinjaman luar negeri.
b.Kewenangan dimaksud dilaksanakan oleh Menteri Keuangan.
c. Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah dilarang melakukan
perikatan dalam bentuk apapun yang dapat menimbulkan kewajiban untuk
melakukan pinjaman luar negeri.
3. Persyaratan Pinjaman/Hibah Luar Negeri
a. Pinjaman/hibah luar negeri tidak boleh dikaitkan dengan ikatan-ikatan
politik.
b.Bahwa syarat pembayaran pinjaman luar negeri harus dalam batas-batas
kemampuan untuk membayar kembali.
c. Penggunaan pinjaman/hibah luar negeri haruslah diperuntukkan proyek-
proyek yang produktif dan bermanfaat.
4. Proses Pinjaman/Hibah
Mencakup:
a. Perencanaan dan pengadaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri
b.Pelaksanaan dan penatausahaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri

H. Tata Cara Penyelesaian dan Penghapusan Piutang Negara/Daerah


1. Pengertian Piutang Negara
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah
pusat dan/atau hak pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang yang
timbul akibat :
a. Perjanjian atau perikatan.
b.Hal lainnya berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku.
40
HUKUM KEUANGAN NEGARA

c. Hal lainnya yang sah.


2. Peristiwa yang Menimbulkan Piutang
a. Pungutan Pendapatan Negara / Daerah (Piutang Pajak, PNBP)
b.Perikatan (Pemberian pinjaman, Jual beli, kemitraan, pemberian fasilitas/jasa)
c. Transfer Antar Pemerintahan (Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Khusus)
d.Kerugian Negara (Piutang Tuntutan Ganti Rugi/Tuntutan Kebendaharaan)
3. Ketentuan Pengelolaan Piutang Negara
a. Sekalipun Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman, apabila
anggarannya tidak tersedia, maka tidak boleh memberikan pinjaman.
b.Pengakuan sebagai piutang negara setelah terdapat surat penetapan jumlah
Tuntutan Ganti Rugi (TGR) dan telah diterbitkan surat penagihan.
c. Pejabat yang diberi kuasa mengelola pendapatan, belanja dan kekayaan
negara wajib mengusahakan agar setiap piutang negara diselesaikan tepat
waktu.
d.Jika piutang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tidak tepat waktu, akan
diselesaikan secara hukum. Hal ini untuk memberikan perlindungan hukum
terhadap piutang negara yg berada pada pihak lain.
4. Ketentuan Penyelesaian Piutang Negara
a. Dalam hal upaya penagihan telah dilakukan namun Piutang Negara tidak
dilunasi, Menteri/Pimpinan Lembaga menyerahkan pengurusan Piutang
Negara yang telah dinyatakan macet kepada instansi yang berwenang
mengurus Piutang Negara untuk diproses lebih lanjut penyelesaiannya sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
b.Debitur perorangan maupun lembaga melakukan pembayaran atas Piutang
Negara langsung ke rekening Kas Negara.
c. Dalam hal tertentu pembayaran atas Piutang Negara dapat disetorkan ke
rekening Kas Negara melalui rekening Bendahara Penerimaan.
5. Penghapusan Piutang Negara
a. Piutang negara/daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari
pembukuan, kecuali mengenai piutang negara/daerah yang cara
penyelesaiannya diatur tersendiri dalam undang-undang.
b.Piutang negara/daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari
pembukuan, kecuali mengenai piutang negara/daerah yang cara
penyelesaiannya diatur tersendiri dalam undang-undang.
6. Macam Penghapusan Piutang Negara/Daerah
a. Penghapusan dari pembukuan Pemerintah Pusat/Daerah tanpa
menghapuskan hak secara bersyarat adalah menghapuskan piutang
negara/daerah tanpa menghilangkan hak tagih Negara/ Daerah.
b.Penghapusan secara mutlak adalah dengan menghapuskan hak tagih
Negara/Daerah.
7. Penyelesaian Perselisihan Jumlah Piutang dengan Debitur
ditetapkan:
a. Menteri Keuangan, apabila bagian piutang yang tidak disepakati tidak lebih
dari Rp. 10 miliar.
b.Presiden, apabila bagian piutang yang tidak disepakati diatas Rp. 10 miliar
sampai dengan Rp. 100 miliar
c. Presiden dengan pertimbangan DPR, apabila apabila bagian piutang yang
tidak disepakati diatas Rp. 100 miliar.
41
HUKUM KEUANGAN NEGARA

8. Kewenangan Penghapusan Piutang Negara/Daerah


ditetapkan:
a. Menteri Keuangan, apabila jumlah piutang yang tertunggak tidak lebih dari
Rp. 10 miliar.
b.Presiden, apabila jumlah piutang yang tertunggak diatas Rp. 10 miliar sampai
dengan Rp. 100 miliar
c. Presiden dengan pertimbangan DPR, apabila jumlah piutang yang
tertunggak diatas Rp. 100 miliar.

I. Tata Cara Pelaksanaan dan Penatausahaan Utang Negara/Daerah


1. Pengertian Pengelolaan Utang
Pengelolaan Utang adalah kegiatan pengelolaan atas jumlah uang yang
wajib dibayar Pemerintah Pusat (Daerah) dan/atau kewajiban Pemerintah
Pusat (Daerah) yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab
lainnya yang sah.
2. Ketentuan Pengelolaan Utang Negara
a. Utang negara merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara karena
peranannya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan anggaran negara,
sehingga kedudukannya sama dengan mengelola uang negara.
b.Dikelola secara benar berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, agar tidak menimbulkan kesulitan dimasa yang akan datang.
c. Menteri Keuangan selaku pejabat berwenang mengelola utang dapat
menunjuk pejabat yang diberi kuasa untuk atas nama Menteri Keuangan
mengadakan utang negara baik berasal dalam negeri maupun luar negeri.
d.Perbuatan mengadakan utang harus terikat pada persyaratan dalam anggaran
negara agar perbuatan hukum tsb berada dalam katagori perbuatan hukum
yang sah.
e. Utang negara dapat secara langsung dipinjamkan kepada Pemda, BUMN,
BUMD bila dibutuhkan saat itu.
f. Bila utang tidak secara langsung digunakan, maka utang negara tersebut
dimasukkan ke rekening umum kas negara.

42
HUKUM KEUANGAN NEGARA

3. Jenis-Jenis Utang

4. Kebijakan Pembiayaan Utang


a.Kebijakan pembiayaan yang ditempuh dalam keadaan dana dalam negeri
tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan investasi yang besar tersebut
adalah melalui utang luar negeri.
b.Kebijakan pembiayaan yang perlu dilakukan dalam hal utang luar negeri:
1) Pengendalian rasio utang terhadap PDB pada tingkat yang aman.
2) Mengutamakan pembiayaan utang dalam negeri.
3) Mengarahkan utang untuk kegiatan produktif.
4) Memanfaatkan utang luar negeri secara selektif.
5) Memanfaatkan pinjaman siaga dalam kondisi pasar keuangan yang
tidak mendukung penerbitan SBN.
6) Melakukan pengelolaan utang secara aktif terutama antisipasi
penyediaan anggaran akibat gejolak kurs yang akan berakibat
meningkatnya cicilan pokok dan bunga.
5. Pembayaran Kewajiban Utang Negara
a. Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal berwenang mengelola anggaran
utang.
b.Dalam rangka pengelolaan anggaran utang Menteri Keuangan bertindak
selaku PA atas anggaran utang.
c. Menteri Keuangan selaku PA atas anggaran utang menunjuk pejabat
setingkat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan untuk menjalankan
fungsi PA.
d.Menteri Keuangan selaku PA atas anggaran utang menetapkan pejabat pada
Kementerian Keuangan yang membidangi fungsi pelaksanaan pembayaran
utang selaku KPA.
e. Penyusunan dan pengesahan DIPA atas anggaran utang dapat dilakukan
dalam tahun anggaran berjalan sesuai dengan perencanaan; dan/atau
43
HUKUM KEUANGAN NEGARA

permintaan penyediaan dana yang disampaikan oleh pejabat pada


Kementerian Keuangan.
f. Untuk menjaga kredibilitas negara, pembayaran utang dapat melampaui
pagu DIPA, mendahului ditetapkannya revisi DIPA dan akan dicantumkan
dalam perubahan APBN atau dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

J. Investasi Pemerintah
1. Pengertian Investasi Pemerintah
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang
dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan
Investasi Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau
manfaat lainnya.
2. Tujuan Investasi
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum.
3. Larangan Investasi
Investasi tidak boleh berada di luar ranah hukum keuangan negara
karena terkait dengan kedaulatan rakyat yang dijelmakan dalam bentuk
anggaran. Pada investasi yang akan dilakukan hendaknya harus dilakukan
pengkajian mendalam agar negara tidak mengalami kerugian.

4. Jenis-Jenis Investasi

44
HUKUM KEUANGAN NEGARA

K. Pengendalian Intern Pemerintah


1. Dilakukan melalui Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
2. Tujuan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
diantaranya adalah untuk mencapai:
a. Efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan
negara. berhubungan dengan program/kegiatan pemerintah
b.Keandalan pelaporan keuangan. Berhubungan dengan opini
c. Pengamanan aset negara. BPK (WTP, WDP, tidak
d.Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. wajar, tidak menyatakan
pendapat)
L. Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
1. Pengertian Kerugian Negara
Kerugian negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang,
yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan
hukum baik sengaja maupun lalai.
2. Ketentuan Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
a. Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar
hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b.Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena
perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan
kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti
kerugian tersebut.
c. Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat
daerah dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui
bahwa dalam kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah
yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak mana pun.
3. Tahapan Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
a. Pengungkapan
1) Pelaporan setiap kerugian negara kepada pimpinan instansi dengan
dokumen Berita Acara Pemeriksaan Kas/Barang.
2) Pimpinan instansi segera menugaskan TPKN untuk menindaklanjuti
setiap kasus kerugian negara selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak
menerima laporan.
b.Pembuktian
1) Tim Penyelesaian Kerugian Negara (TPKN) mengumpulkan dan
melakukan verifikasi dokumen-dokumen.
2) TPKN mencatat kerugian negara dalam daftar kerugian negara.
c. Pelaporan
1) TPKN harus menyelesaikan verifikasi dokumen dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak memperoleh penugasan.
2) Selama dalam proses penelitian, bendahara dibebastugaskan
sementara dari jabatannya.
3) Mekanisme pembebastugasan dan penunjukkan bendahara pengganti
ditetapkan oleh instansi masing-masing.
4) TPKN melaporkan hasil verifikasi dalam Laporan Hasil Verifikasi
Kerugian Negara dan menyampaikan kepada pimpinan instansi.

45
HUKUM KEUANGAN NEGARA

5) Pimpinan instansi menyampaikan Laporan Hasil Verifikasi Kerugian


Negara kepada BPK selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterima
dari TPKN dengan dilengkapi dokumen-dokumen.
4. Penyelesaian Kerugian Negara dengan surat Keterangan Tanggung Jawab
Mutlak (SKTJM)
a. Pengertian SKTJM
SKTJM adalah surat keterangan yang menyatakan kesanggupan dan/atau
pengakuan bahwa yang bersangkutan bertanggung jawab atas kerugian
negara yang terjadi dan bersedia mengganti kerugian negara dimaksud.
b.Tahapan penyelesaian kerugian negara dengan SKTJM
1) BPK melakukan pemeriksaan atas laporan kerugian negara
berdasarkan laporan hasil penelitian untuk menyimpulkan telah terjadi
kerugian negara yang meliputi nilai kerugian negara, perbuatan
melawan hukum baik sengaja maupun lalai, dan penanggung jawab.
2) Apabila dari hasil pemeriksaan terbukti ada perbuatan melawan
hukum baik sengaja maupun lalai, BPK mengeluarkan surat kepada
pimpinan instansi untuk memproses penyelesaian kerugian negara
melalui SKTJM.
3) Apabila dari hasil pemeriksaan ternyata tidak terdapat perbuatan
melawan hukum baik sengaja maupun lalai, BPK mengeluarkan surat
kepada pimpinan instansi agar kasus kerugian negara dihapuskan dan
dikeluarkan dari daftar kerugian negara.
5. Penghapusan dan Kedaluwarsa
a. Penghapusan
Terhadap kerugian negara atas tanggung jawab bendahara dapat dilakukan
penghapusan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.Kedaluwarsa
1) Kewajiban bendahara untuk membayar ganti rugi menjadi
kedaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya
kerugian negara atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya
kerugian negara tidak dilakukan penuntutan ganti rugi.
2) Tanggung jawab ahli waris, pengampu, atau pihak lain yang
memperoleh hak dari bendahara menjadi hapus apabila 3 (tiga)
tahun telah lewat sejak keputusan pengadilan yang menetapkan
pengampuan kepada bendahara, atau sejak bendahara diketahui
melarikan diri atau meninggal dunia tidak diberitahukan oleh pejabat
yang berwenang tentang kerugian negara.

Semakin sulit perjuangannya,


semakin besar kemenangannya.

-Thomas Paine

46
HUKUM KEUANGAN NEGARA

Pertemuan Ke-6: Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah


A. Konsepsi Dasar
1. Pengertian
Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang/jasa
yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik yang
dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa..

Secara umum, beberapa kegiatan yang termasuk dalam tugas pengadaan


antara lain:
(a) Perencanaan pembelian,
(b) membuat prosedur standar pengadaan barang/jasa,
(c) membuat spesifikasi barang/jasa yang dibutuhkan secara detail dengan
informasi yang didapat dari departemen/bagian lain yang memintanya,
(d) pencarian supplier/vendor yang tepat dengan melihat penawaran serta
rekam jejaknya secara detail
(e) membuat perbandingan biaya pembelian dari supplier/vendor
(f) negosiasi harga, jangka waktu pembayaran (term of
payment),pengiriman (shipping), dll.
(g) memutuskan pembelian dari suplier/vendor
(h) membuat kontrak
(i) melakukan kontrol jumlah persedian di gudang
(j) menerima tagihan pembayaran dari vendor/supplier

2. Dasar Pendanaan
Siklus pengadaan (Procurement life cycle):

a. Requirement Determination
Menentukan kebutuhan barang atau jasa yang akan dibeli berdasarkan kebutuhan
perusahaan/organisasi sesuai dengan pedoman permintaan barang / sop masing-
masing departemen
b. Source Determination
47
HUKUM KEUANGAN NEGARA

Mencari perseorangan/perusahaan penyedia barang atau jasa secara tepat. Pihak


procurement dapat mengirimkan inquiry document atau dokumen harga ke pihak
penyedia barang/jasa
c. Vendor Selection
Mencari supplier/vendor yang tepat. Pihak procurement melakukan negosiasi
terhadap para supplier serta mencapai kesepakatan dengan pihak supplier/vendor
d. Order Processing
Proses permintaan barang/jasa, dalam tahap ini pihak procurement akan
menrbitkan dokumen PO (Purchase Order) yang telah disahkan dan legal untuk
diberikan ke pihak suplier/vendor, sebagai dasar untuk pembuatan produksi dan
pengiriman.
e. Purchase Order monitoring
Pihak procurement harus terus memantau perkembangan order nya/ tracking
order
f. Goods Receipt
Penerimaan barang/jasa oleh pihak vendor/supplier sesuai dengan dokumen PO
yang telah dikirimkan sebelumnya
g. Payment
Melakukan proses penerimaan dan input data tagihan dari vendor, untuk
diteruskan ke bagian keuangan/Finance dan pembayaran dilakukan sesuai dengan
kesepakatan.

B. Prinsip-prinsip Pengadaan Barang/jasa Pemerintah


1. Efisien : pengadaan barang/jasa harus diusahakan menggunakan dana dan daya
yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan
atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran
dengan kualitas yang maksimum.
2. Efektif : pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang
telah ditetapkan serta memberi manfaat yang sebesar-besarnya.
3. Transparan : semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa
bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia barang/jasa yang
berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.
4. Terbuka : pengadaan barang/jasa dapat diikuti oleh sema penyedia barang/jasa
yang memenuhi pesyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur
yang jelas
5. Bersaing : pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui persaingan yang sehat
diantara sebanyak mungkin penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi
persyaratan, sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang ditawarkan secara
kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme
pasar dalam pengadaan barang/jasa.
6. Adil/Tidak diskriminatif : memberikan perlakukan yang sama bagi semua calon
penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan pada pihak
tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
7. Akuntabel : harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan
pengadaan barang/jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

48
HUKUM KEUANGAN NEGARA

C. Kebijakan Umum Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah


1. Dalam Pengadaan Barang Jasa Pemerintah harus diberdayakan peningkatan
penggunaan produksi Barang/Jasa dalam negeri (TKDN) yang sasarannya
untuk memperluas kesempatan kerja dan basis industri dalam negeri dalam
rangka meningkatkan ketahanan ekonomi dan daya saing nasional;
2. Pengadaan industri alat utama sistem senjata (Alutsista) dan industri alat
material khusus (Almatsus) dalam negeri, untuk meningkatkan kemandirian
industri pertahanan,
3. Pengadaan barang jasa pemerintah harus diupayakan sebesar-besarnya
peningkatan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, koperasi kecil dan kelompok
masyarakat dalam Pengadaan Barang/Jasa;
4. Perhatian terhadap aspek pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup secara arif untuk menjamin terlaksananya pembangunan
berkelanjutan;
5. Pengadaan barang jasa dilakukan dengan penggunaan teknologi informasi dan
transaksi elektronik;
6. Penyederhanaan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat proses pengambilan
keputusan dalam Pengadaan Barang/Jasa;
7. Peningkatan profesionalisme, kemandirian, dan tanggung jawab para pihak yang
terlibat dalam perencanaan dan proses Pengadaan Barang/Jasa;
8. Peningkatan penerimaan negara melalui sektor perpajakan;
9. Penumbuhkembangan peran usaha nasional;
10. Penumbuhkembangan industri kreatif inovatif, budaya dan hasil penelitian
laboratorium atau institusi pendidikan dalam negeri;
11. Memanfaatkan sarana/prasarana penelitian dan pengembangan dalam negeri;
12. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, termasuk di Kantor Perwakilan Republik Indonesia; dan
13. Pengumuman secara terbuka rencana dan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di
masing-masing Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Pemerintah Daerah/Institusi
lainnya kepada masyarakat luas.

D. Etika Pengadaan
1. Tertib dan tanggung jawab : melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa
tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya
tujuan pengadaan barang/jasa.
2. Bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan dokumen
pengadaan barang/jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah
terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa
3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat
terjadinya persaingan tidak sehat.
4. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai
dengan kesepakatan tertulis para pihak.
5. Menghindari Conflict of Interest : menghindari dan mencegah terjadinya
pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam proses pengadaan barang/jasa
49
HUKUM KEUANGAN NEGARA

6. Menghindari pemborosan : mencegah dan menghindari terjadinya pemborosan


dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa
7. Menghindari penyalahgunaan wewenang : menghindari dan mencegah
penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan keuntungan pribadi,
golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan
negara
8. Tidak menerima, menawarkan atau menjanjikan untuk memberi atau menerima
hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dai dan atau siapapun yang
diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa

E. Jenis-Jenis Pengadaan
1. Pengadaan Barang
Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak
maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan
atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang.
Mudahnya adalah barang merupakan sesuatu yang sudah jadi. Tinggal dibeli dan
langsung dapat dipakai. Misalnya : pembelian alat tulis kantor, kendaraan
bermotor sehari - hari, komputer built in, atau software komersial yang sudah ada
di pasaran, misalnya : Microsoft Office, Adobe, Sistem Operasi Windows, dan
sebagainya.
2. Pekerjaan Konstruksi
Pekerjaan Konstruksi adalah seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan
pelaksanaan konstruksi bangunan atau pembuatan wujud fisik lainnya.
Contoh dari pekerjaan konstruksi adalah seperti yang telah diterangkan di atas.
Misalnya mobil dengan spesifikasi khusus yang tidak ada di pasaran. Dapat juga
kapal, maupun pesawat, dan alat transportasi lainnya dengan spesifikasi khusus.
Disamping itu, pembangunan properti seperti kantor, gedung, jembatan, dan
sebagainya juga masuk dalam kategori ini. Inti dari pekerjaan konstruksi adalah
membangun atau merakit wujud fisik sesuatu yang sesuai dengan si pemesan.

3. Jasa Konsultansi
Jasa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian
tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir
(brainware).Contoh dari jasa konsultansi dalam kegiatan pemerintahan yang
paling mencolok adalah pekerjaan perencanaan. Entah itu perencanaan tata ruang,
perencanaan sosial, dan sebagainya.
Disamping itu, ada beberapa jasa konsultansi yang biasa ada pada kegiatan
perencanaan. Misalnya jasa arsitek yang biasa disebut dengan konsultan
bangungan, dan ada pula pembuatan sistem informasi teknologi. Khusus tentang
pembuatan sistem informasi, walaupun output dari kegiatan ini adalah adanya
barang tidak berwujud yang disebut software, namun pekerjaan pembuatan sistem
informasi masih dimasukkan dalam kategori jasa konsultansi.
50
HUKUM KEUANGAN NEGARA

4. Jasa Lainnya
Jasa Lainnya adalah jasa yang membutuhkan kemampuan tertentu yang
mengutamakan keterampilan (skillware) dalam suatu sistem tata kelola yang telah
dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau segala
pekerjaan dan/atau penyediaan jasa selain Jasa Konsultansi, pelaksanaan
Pekerjaan Konstruksi dan pengadaan Barang.
Sebenarnya, contoh dari kegiatan jasa lainnya ini sangatlah luas. Untuk mudahnya
adalah semua kegiatan yang tidak masuk dalam kategori 3 sebelumnya.
Sedangkan contoh yang paling sering ditemui dalam kegiatan pemerintahan adalah
jasa kebersihan atau keamanan gedung, jasa transportasi dan penyewaan
kendaraan, hotel, penyelenggaraan pameran kegiatan, dan sebagainya.

F. Tanggung Jawab KPA , PPK , PPHP dan Bendahara


1. Pengguna Anggaran (PA) /Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa, Kuasa Pengguna Anggaran memiliki tugas
dan wewenang untuk:
1. Menetapkan Rencana Umum Pengadaan;
2. Mengumumkan secara luas Rencana Umum Pengadaan paling kurang di website
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya (K/L/D/I);
3. Menetapkan PPK;
4. Menetapkan Pejabat Pengadaan;
5. Menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan;
6. Menetapkan pemenang lelang;
7. Mengawasi pelaksanaan anggaran;
8. Menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
9. Menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan, dalam hal
terjadi perbedaan pendapat;
10. Mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan seluruh Dokumen Pengadaan
Barang/Jasa.
2. Pejabat Pembuat Komitmen
Tugas pokok PPK dalam pengadaan barang/jasa antara lain meliputi:
1. Menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa;
2. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
3. menyetujui bukti pembelian atau menandatangani Kuitansi/Kontrak/Surat Perintah
Kerja yang selanjutnya disebut SPK;
4. Melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;

51
HUKUM KEUANGAN NEGARA

5. Mengendalikan pelaksanaan Kontrak;


6. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA;
7. Menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita
Acara Penyerahan;
8. Melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan
pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan
9. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa.
3. Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan/ PPHP
Tugas utama PPHP adalah melakukan pemeriksaan/ Pengujian hasil pekerjaan
pengadaan barang/jasa sesuai yang tercantum alam dokumen kontrak, yang mencakup
kesesuaian jenis, spesifikasi teknis, jumlah/volume/kuantitas, mutu/ kualitas, waktu dan
tempat penyelesaian pekerjaan apakah sesuai dengan yang tertuang dalam kontrak atau
tidak, serta membuat bertia acara hasil pemeriksaan dan pengujian tersebut.
4. Pejabat Pengadaan; Unit Layanan Pengadaan/ ULP:
Tugas utama ULP yakni:
1. Menetapkan penyedia barang jasa berupa pengadaan langsung.
 Untuk paket pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, atau jasa lainnya yang
bernilai paling tinggi Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); [1]
 Untuk paket pengadaan jasa konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) [1]
2. Menyampaikan hasil Pemilihan dan salinan Dokumen Pemilihan Penyedia Barang
atau Jasa kepada Pejabat Pembuat Komitmen [1]
3. Menyerahkan dokumen asli pemilihan Penyedia Barang atau Jasa kepada Pengguna
Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran[1]
4. Membuat laporan mengenai proses Pengadaan kepada Pengguna
Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran
5. Bendahara
Tugas Bendahara :
1. Bertanggung jawab secara formil atas barang/jasa yang dibayarkan melalui Uang
Persediaan (UP)
2. Melakukan pengujian tagihan yang akan dibayarkan melalui uang persediaan
3. Melakukan pembayaran yang dananya berasal dari uang persediaan berdasarkan
perintah KPA

Jika Anda masih ragu untuk


mencoba ,maka Anda belum
pantas menapaki tangga
kesuksesan

52
HUKUM KEUANGAN NEGARA

Pertemuan Ke-7: Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah(2)


A. Pengadaan yang Memerlukan Penyedia Barang/Jasa
1. Menyesuaikan dengan jenis barang/jasa diadakan, pengadaan barang jasa melalui
pemilihan penyedia dapat dilakukan dengan beberapa cara menyesuaikan dengan
jenis barang/jasa yang diadakan:
Untuk pemilihan penyedia pengadaan Jasa Konstruksi:
1. Pelelangan Umum 4. Penunjukan Langsung
2. Pemilihan Langsung 5. Pelelangan Terbatas
3. Pengadaan Langsung
Untuk pemilihan penyedia pengadaan Barang dan Jasa Lainnya
1. Pelelangan Umum 4. Penunjukan Langsung
2. Pelelangan Sederhana 5. Sayembara/Kontes
3. Pengadaan Langsung
Untuk pemilihan penyedia pengadaan Jasa Konsultansi
1. Seleksi Umum 4. Penunjukan Langsung
2. Seleksi Sederhana 5. Sayembara
3. Pengadaan Langsung

2. Dalam PP No.16 tahun 2018 disebutkan, bahwa metode pemilihan Penyedia


Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas: a. E-purchasing; b.
Pengadaan Langsung; c. Penunjukan Langsung; d. Tender Cepat; dan e. Tender.
3. E-purchasing sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilaksanakan untuk
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog
elektronik.
4. Sedangkan Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud dilaksanakan untuk
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), Penunjukan Langsung sebagaimana
dimaksud dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam
keadaan tertentu.
5. Adapun Tender Cepat sebagaimana dimaksud dilaksanakan dalam hal: a.
spesifikasi dan volume pekerjaannya sudah dapat ditentukan secara rinci; dan b.
Pelaku Usaha telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia, dan
Tender sebagaimana dimaksud dilaksanakan dalam hal tidak dapat menggunakan
metode pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam keadaan tertentu.
6. “Metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya dilakukan dengan: a. Sistem Nilai; b. Penilaian Biaya Selama Umur
Ekonomis; atau c. Harga Terendah,” bunyi Pasal 39 Perpres ini.
7. Adapun Metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi, menurut Perpres ini, terdiri
atas: a. Seleksi; b. Pengadaan Langsung; dan c. Penunjukan Langsung.
8. Sedangkan khusus untuk pemilihan penyedia jasa konsultansi melalui negosiasi
teknis dan biaya sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar dan
secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi
pada prinsipnya dilakukan melalui Seleksi Umum. Dalam keadaan tertentu

53
HUKUM KEUANGAN NEGARA

pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dapat dilakukan melalui Seleksi Sederhana,


Penunjukan Langsung, Pengadaan Langsung, Sayembara.
9. Penjelasan Metode-Metode Pemilihan Penyedia Barang/Jasa:
a. Seleksi Umum; merupakan metode pemilihan penyedia jasa konsultansi yang
dmumkan secara luas sekurang-kurangnya di website K/D/L/I, dan papan
pengumuman resmi masyarakat serta Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE,
sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat serta memenuhi
kualifikasi dapat mengikutinya;
b. Seleksi Sederhana; merupakan metode yang dilakukan terhadap Pengadaan Jasa
Konsultansi dalam hal Seleksi Umum dinilai tidak efisien dari segi biaya seleksi,
dilakukan untuk pengadaan Jasa Konsultansi yang bersifat sederhana dan bernilai
paling tinggi Rp200.000.000,-dengan diumumkan paling kurang di website
K/L/D/I dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta Portal Pengadaan
Nasional melalui LPSE, sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat
dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
c. Penunjukan Langsung; dilaksanakan dikarenakan keadaan tertentu dan keadaan
khusus, pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan dengan menunjuk
satu penyedia jasa konsultansi yang memenuhi kualifikasi dan dilakukan
negosiasi baik dari segi teaftar pendek pesertanya dipilih melalui proses
prakualifikasi secara terbuka yaitu diuknis maupun biaya sehingga diperoleh
biaya yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
d. Pengadaan Langsung; dilakukan terhadap Pengadaan Jasa Konsultansi yang
memiliki karakteristik merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I, dan atau
bernilai paling tinggi Rp50.000.000,-. Pengadaan dilaksanakan oleh 1 Pejabat
Pengadaan. Pengadaan Langsung tidak digunakan sebagai alasan untuk memecah
paket pengadaan menjadi beberapa paket dengan maksud untuk menghindari
Seleksi.
e. Sayembara; dilakukan terhadap Pengadaan Jasa Konsultansi yang memiliki
karakteristik merupakan proses dan hasil dari gagasan, kreatifitas, inovasi dan
metode pelaksanaan tertentu, tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan.
Persyaratan administratif bagi Penyedia Jasa Konsultansi yang akan mengikuti
Sayembara ditetapkan oleh ULP/Pejabat Pengadaan yang dapat lebih mudah dari
pada Persyaratan Penyedia Barang/Jasa secara umum. Persyaratan dan metode
evaluasi teknis ditetapkan oleh ULP/Pejabat Pengadaan setelah mendapat
masukan dari tim yang ahli dibidangnya, sedangkan pelaksanaan evaluasi
dilakukan oleh tim yang ahli di bidangnya.

54
HUKUM KEUANGAN NEGARA

10. Yang dimaksud keadaan tertentu dalam pelaksanaan penunjukan langsung adalah:
Penanganan darurat yang tidak bisa direncanakan sebelumnya dan waktu penyelesaian
pekerjaannya harus segera/tidak dapat ditunda untuk:
(1) pertahanan negara;
(2) keamanan dan ketertiban masyarakat;
(3) keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya
tidak dapat ditunda/harus dilakukan segera, termasuk akibat bencana alam
dan/atau bencana non alam dan/atau bencana sosial, dalam rangka
pencegahan bencana, dan/atau akibat kerusakan sarana/prasarana yang
dapat menghentikan kegiatan pelayanan publik.
(4) pekerjaan penyelenggaraan penyiapan konferensi yang mendadak untuk
menindaklanjuti komitmen internasional dan dihadiri oleh Presiden/Wakil
Presiden;
(5) Kegiatan menyangkut pertahanan negara yang ditetapkan oleh Menteri
Pertahanan serta kegiatan yang menyangkut keamanan dan ketertiban
masyarakat yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
11. Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat
dilaksanakan oleh 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa Lainnya karena 1 (satu)
pabrikan, 1 (satu) pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari
pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang pelelangan untuk
mendapatkan izin dari pemerintah.

B. Pemilihan Penyedia Barang/Jasa


Metode pemilihan penyedia dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah
mempunyai 3 cara, yaitu pengadaan langsung, penunjukan langsung dan
pemilihan langsung.

55
HUKUM KEUANGAN NEGARA

C. Jenis-Jenis Perikatan
1. Perikatan Menurut Cara Pembayaran
a. Lump Sum
Kontrak lump sum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian
seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga yang pasti
dan tetap,
b. Kontrak harga satuan
Kontrak harga satuan adalah berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk
setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu, yang volume
pekerjaannya masih bersifat perkiraan sementara, sedangkan pembayarannya
didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-
benar telah dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa.
c. Kontrak Gabungan Lump Sum Dan Harga Satuan
Kontrak gabungan lump sum dan harga satuan adalah kontrak yang merupakan
gabungan dua sifat kontrak yaitu lump sum dan harga satuan dalam satu
pekerjaan yang diperjanjikan.
d. Kontrak Terima Jadi
Kontrak terima jadi adalah kontrak pengadaan barang/jasa pemborongan atas
penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan jumlah harga
pasti dan tetap sampai seluruh bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan utama
maupun penunjangnya dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan kriteria kinerja
yang telah ditetapkan

56
HUKUM KEUANGAN NEGARA

e. Kontrak Persentase
Kontrak persentase adalah kontrak berdasarkan persentase tertentu dari nilai
pekerjaan fisik konstruksi/ pemborongan tersebut.
2. Perikatan Menurut Jenis Pekerjaan
a. Perencanaan tunggal : hanya terdiri dari satu pekerjaan , yaitu : perencanaan,
pelaksanaan, atau pengawasan.
b. Perencanaan terintegrasi : bersifat kompleks dengan menggabungkan kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan/atau pengawasan
3. Perikatan Menurut Pembebanan Tahun Anggaran
a. Tahun tunggal : satu tahun anggaran
b. Tahun jamak : lebih dari satu tahun anggaran
4. Perikatan Menurut Sumber Pendanaan
a. Kontrak pendanaan tunggal : kontrak yang dibuat oleh satu PPK dengan satu
penyedia
b. Kontrak pengadaan bersama : Kontrak antara beberapa PPK dengan satu
Penyedia Barang/Jasa
c. Kontrak payung : Kontrak harga satuan antara pemerintah dengan Penyedia
Barang/Jasa yang dapat dimanfaatkan oleh K/L/D/I, yang pembayarannya
dilakukan oleh setiap PPK atau Satuan Kerja yang didasarkan pada hasil
penilaian/pengukuran bersama terhadap volume/kuantitas pekerjaan yang telah
dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa secara nyata.

D. Pelaksanaan Swakelola Dalam Pengadaan Barang dan Jasa


1. Pengertian Swakelola
Swakelola dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan kegiatan
Pengadaan Barang/Jasa yang penyelenggaran pekerjaannya direncanakan,
dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab
anggaran, instansi pemerintah lain, dan/atau kelompok masyarakat. Kegiatan
yang termasuk pengadaan swakelola yaitu :
a. pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan
kemampuan teknis sumber daya manusia, serta sesuai dengan tugas dan fungsi
K/L/D/I;
b. pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung
masyarakat setempat atau dikelola oleh K/L/D/I. Yang dimaksud dengan partisipasi
langsung masyarakat setempat antara lain pekerjaan pemeliharaan saluran irigasi
tersier, pemeliharaan hutan/tanah ulayat, atau pemeliharaan saluran/jalan desa;
c. pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak
diminati oleh Penyedia Barang/Jasa, misalnya pelaksanaan pengadaan di daerah
konflik;
d. pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ ditentukan terlebih dahulu,
sehingga apabila dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa akan menimbulkan
ketidakpastian dan risiko yang besar;
e. penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan;
f. pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus
untuk pengembangan teknologi/ metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh
Penyedia Barang/Jasa;

57
HUKUM KEUANGAN NEGARA

g. pekerjaan survei, pemrosesan data (misalnya sensus dan statistik), perumusan


kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium dan pengembangan sistem tertentu;
h. pekerjaan yang bersifat rahasia bagi K/L/D/I yang bersangkutan. Yang dimaksud
dengan pekerjaan yang bersifat rahasia adalah pekerjaan yang berkaitan dengan
kepentingan negara yang tidak boleh diketahui dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak
yang tidak berhak, antara lain pembuatan soal-soal ujian negara. Disini dilihat bahwa
yang bersifat rahasia adalah pembuatan soalnya, bukan pencetakannya.

2. Ketentuan Swakelola
 Swakelola terbagi menjadi beberapa tahap, diantaranya adalah
Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan, Penyerahan, PC.serta laporan
dan Pertanggungjawaban.
 Swakelola terbagi juga menjadi 3, yaitu Swakelola oleh K/L/D/I
penanggungjawab anggaran, Swakelola oleh instansi pemerintah lain,
dan Swakelola oleh kelompok masyarakat. Dalam swakelola oleh
penanggungjawab anggaran semua direncanakan, dikerjakan, dan
diawasi oleh K/L/D/I, menggunakan pegawai sendiri dan pegawai
K/L/D/I lain yang tidak melebihi 50% dari keseluruhan pegawai
K/L/D/I yang terlibat.
 Sedangkan dalam swakelola oleh instansi pemerintah lain perencanaan
dan pengawasan dilaksanakan oleh K/L/D/I namun untuk
pelaksanaannya dilakukan oleh K/L/D/I lain. Kemudian dalam
swakelola oleh kelompok masyarakat seluruh perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan dilakukan oleh kelompok masyarakat.
Sasaran ditentukan oleh K/L/D/I dan pekerjaan utama tidak boleh
menggunakan subkontrak.
Tahapan Pengadaan dengan Swakelola:
a. Tahapan Perencanaan
PPK mengadakan kontrak dengan pelaksana swakelola pada instansi pemerintah
lain, atau dengan pelaksana swakelola pada kelompok masyarakat.
Kontrak swakelola paling kurang atau minimal berisi :
a. Para pihak
b. Pokok pekerjaan yang diswakelolakan
c. Nilai pekerjaan yang diswakelolakan
d. Jangka waktu pelaksanaan
e. Hak dan kewajiban para pihak
b. Tahapan Pelaksanaan
1. Pekerjaan mengacu pada :
a. Rincian Kerangka Acuan Kerja (KAK)
b. Kontrak/MoU untuk swakelola yang dilakukan oleh instansi pemerintah
lain dan kelompok masyarakat
2. Pengadaan barang, peralatan, jasa lainnya, dan/atau tenaga ahli perseorangan
dilakukan oleh:
a. ULP/Pejabat Pengadaan pada instansi Penanggungjawab Anggaran atau
Instansi Pemerintah lain
58
HUKUM KEUANGAN NEGARA

b. Tim Pengadaan pada swakelola kelompok masyarakat


3. Pembayaran dilakukan secara berkala
4. Pencairan dana swakelola oleh kelompok masyarakat disalurkan langsung
kepada kelompok masyarakat tersebut, dengan tahapan :
a. 40% total dana apabila kelompok masyarakat telah siap
b. 30% total dana apabila pekerjaan selesai 30%
c. 30% total dana apabila pekerjaan selesai 60%
5. Membuat laporan kemajuan pekerjaan dan dokumentasi
6. Membuat laporan realisasi pekerjaan
7. Melaksanakan penyerahan hasil pekerjaan
c. Tahapan Pengawasan dan Evaluasi
Apabila dari hasil pengawasan ditemukan penyimpangan, PPK harus segera
mengambil tindakan. Dari hasil evaluasi tersebut, Tim Pengawas memberikan
masukan dan rekomendasi untuk memperbaiki dan meningkatkan pelaksanaan
pekerjaan swakelola selanjutnya

E. Pengadaan dengan E-procurement


1. Sekilas E-Procurement
E-Procurement dalam arti sempit merupakam Pengadaan secara elektronik.
Sedangkan dalam arti luas adalah Pengadaan barang atau jasa yang dilaksanakan
dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
E-Procurement memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah :
a. Meningkatkan transparansi dalam setiap tahapan dari proses pengadaan
b. Mendorong terjadinya persaingan usaha yang sehat
c. Meningkatkan efisiensi dalam proses pengadaan barang atau jasa
d. Meningkatkan akuntabilitas instansi penyelenggara pengadaan barang atau jasa
Serta memberikan manfaat terhadap 3 pihak, yaitu manfaat terhadap ULP/PP,
Penyedia Barang/Jasa, dan terhadap masyarakat. Manfaat terhadap ULP/PP adalah :
a. Mendapatkan penawaran yang lebih banyak
b. Mempermudah proses administrasi
c. Mempermudah pertanggungjawaban atas proses pengadaan barang atau jasa
Sedangkan manfaat terhadap Penyedia barang atau jasa adalah :
a. Menciptakan persaingan usaha yang sehat
b. Memperluas peluang usaha
c. Membuka kesempatan kepada pelaku usaha mengikuti lelang
d. Mengurangi biaya transport untuk mengikuti lelang
Terakhir terhadap masyarakat adalah untuk memberikan kesempatan kepada
masyarakat luas untuk mengetahui proses pengadaan barang atau jasa.
2. Tata Cara Pelaksanaan E-Procurement
E-Procurement dilaksanakan dengan 2 cara yaitu E-Tendering dan E-Purchasing.

59
HUKUM KEUANGAN NEGARA

a. E-Tendering adalah Tata cara pemilihan penyedia barang atau jasa yang dilakukan
secara elektronik dengan menggunakan SPSE (Sistem Pengadaan Secara
Elektronik) melalui unit LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik), dimulai
dari pengumuman lelang sampai pengumuman penetapan pemenang.

Ketentuan E-Tendering diantaranya adalah :


(1) Ruang lingkup meliputi proses pengumuman pengadaan barang/jasa sampai
dengan pengumuman pemenang
(2) Pihak yang terlibat dalam E-Tendering adalah PPK, ULP/Pejabat Pengadaan dan
Penyedia Barang/Jasa
(3) E-Tendering dilaksanakan dengan menggunakan SPSE yang diselenggarakan
oleh LPSE
(4) Aplikasi E-Tendering sekurang-kurangnya memenuhi unsur perlindungan hak
atas kekayaan intelektuan dan kerahasiaan dalam pertukaran dokumen, serta
tersedianya sistem keamanan dan penyimpanan dokumen elektronik yang
menjamin hanya dapat dibaca pada waktu yang telah ditentukan
(5) Arsitektur aplikasi dibuat dan dikembangkan oleh LKPP
Syarat dari system E-Tendering adalah :
(1) Mengacu pada standar yang meliputi interoperabilitas dan integrasi
(2) Mengacu pada standar proses pengadaan secara elektronik
(3) Tidak terikat pada lisensi tertentu (Free License)
(4) ULP/Pejabat Pengadaan dapat menggunakan SPSE yang diselenggarakan oleh
LPSE terdekat
b. E-Purchasing adalah Tata cara pembelian barang atau jasa melalui katalog
elektronik (E-Catalogue). E-Catalogue sendiri adalah sistem informasi elektronik
yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari
berbagai Penyedia barang atau jasa pemerintah.
Ketentuan E-Purchasing diantaranya adalah :
(1) Diselenggarakan oleh LKPP dengan membuat informasi spesifikasi dan harga
barang/jasa
(2) Informasi E-Catalogue dilakukan dengan membuat framework contract oleh
LKPP
(3) Barang/Jasa pada sistem E-Catalogue ditentukan oleh LKPP
3. Tujuan E-Procurement :
a. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
b. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time
c. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat
d. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan
e. Mendukung proses monitoring dan audit

60
HUKUM KEUANGAN NEGARA

4. Prosedur E-Procurement

Ketika kita terjatuh , maka saat


itu pula kita harus melompat
lebih tinggi lagi.

61
HUKUM KEUANGAN NEGARA

Pertemuan 8: Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN)

A. Konsepsi Dasar Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN)


1. Pengertian BMN
a. Barang milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas
beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
b. Barang milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas
beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
c. Perolehan yang sah meliputi:
(1) Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
(2) Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
(3) Barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
(4) Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
2. Jenis-Jenis BMN
Menurut jenisnya, BMN/D terdiri dari:
a. Persediaan (misalnya: persediaan alat tulis kantor, obat-obatan, dsb)
b. Aset Tetap berupa tanah; peralatan dan mesin; gedung dan bangunan,
jalan, irigasi, dan jaringan.
c. Aset Tetap Lainnya (misalnya: buku koleksi perpustakaan, hewan
peliharaan, barang bercorak seni dan budaya)
d. Konstruksi dalam Pengerjaan

62
HUKUM KEUANGAN NEGARA

e. Aset lainnya mencakup aset kemitraan (KSP, BGS/BSG); aset tak


berwujud (software, hak cipta, hak paten); dan aset tetap yang dihentikan
penggunaannya.
3. Dasar Hukum Pengelolaan BMN
a. Undang-undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara;
b. Undang-undang Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 27/2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah;
d. Peraturan Menteri Keuangan No. 181/2016 tentang Penatausahaan BMN.
4. Asas-Asas Pengelolaan BMN
a. Fungsional: dilakukan pengelola/ pengguna BMN sesuai tanggung
jawabnya masing-masing.
b. Kepastian hukum: didasarkan pada hukum dan peraturan perundang-
undangan, serta asas kepatutan dan keadilan.
c. Transparansi dan keterbukaan: transparan dan membuka diri
terhadap hak dan peran serta masyarakat dalam memperoleh
informasi dan mengamankan BMN.
d. Efisiensi: diarahkan sesuai SOP agar mendapat hasil optimal.
e. Akuntabilitas: harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
f. Kepastian Nilai: jumlah dan nominal BMN harus akurat.
5. Prinsip-Prinsip Pengelolaan BMN
a. Efisien;
b. Efektif;
c. Transparan dan terbuka;
d. Bersaing;
e. Adil/ Tidak Diskriminatif;
f. Akuntabel.

B. Ruang Lingkup/Siklus Pengelolaan BMN


1. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
2. Pengadaan;
3. Penggunaan;
4. Pemanfaatan (sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna
sewa/bangun sewa guna);
5. Pengamanan dan pemeliharaan;
6. Penilaian;
7. Penghapusan;
8. Pemindahtanganan (penjualan, tukar menukar, hibah, penyertaan modal
pemerintah);
9. Penatausahaan (pembukuan, inventarisasi, pelaporan);
10. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

63
HUKUM KEUANGAN NEGARA

C. Pejabat yang Terkait dengan Pengelolaan BMN


Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah
 Menteri Keuangan selaku  Gubernur/bupati/walikota adalah
BUN adalah pengelola pemegang kekuasaan pengelolaan
barang barang milik daerah
 Sekretaris daerah adalah pengelola
barang
 Menteri/pimpinan lembaga  Kepala kantor Satuan Kerja Perangkat
adalah pengguna barang Daerah adalah pengguna barang
 Kepala kantor adalah kuasa
pengguna barang

D. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran


1. Perencanaan Kebutuhan
a. Disusun dalam Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-
K/L) atau Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-
SKPD) setelah memperhatikan ketersediaan barang milik negara/daerah
yang ada;
b. Meliputi perencanaan pengadaan barang dan perencanaan pemeliharaan
barang;
c. Berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan standar
harga yang ditetapkan oleh pengelola barang setelah berkoordinasi
dengan instansi/ dinas teknis terkait.
2. Penganggaran
a. Pengguna barang menghimpun usul rencana kebutuhan barang yang
diajukan oleh kuasa pengguna barang dan menyampaikan usul kepada
pengelola barang;
b. Pengelola barang bersama pengguna barang membahas usul tersebut
dan selanjutnya ditetapkan sebagai Rencana Kebutuhan Barang Milik
Negara/Daerah.

E. Pengadaan
1. Dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip: efisien, efektif, transparan dan
terbuka, bersaing, adil/ tidak diskriminatif, dan akuntabel;
2. Pengaturan mengenai pengadaan tanah dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pelaksanaan pengadaan Barang
Milik Negara/Daerah selain tanah diatur dengan Peraturan Presiden.

F. Penggunaan
1. Status penggunaan barang ditetapkan:
a. Barang milik negara oleh pengelola barang;
b. Barang milik daerah oleh gubernur/bupati/walikota.
2. Penetapan status penggunaan digunakan untuk:
a. Penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi K/L atau SKPD;
64
HUKUM KEUANGAN NEGARA

b. Dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan


umum sesuai tugas pokok dan fungsi K/L atau SKPD.
3. Pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib menyerahkan
tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan kepada:
a. Pengelola barang untuk barang milik negara; atau
b. Gubernur/bupati/walikota melalui pengelola barang untuk barang
milik daerah.
untuk:
1) Ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas pokok
dan fungsi instansi pemerintah lainnya;
2) Dimanfaatkan dalam rangka optimalisasi barang milik negara/daerah;
3) Dipindahtangankan.
4. Apabila tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan tidak diserahkan,
dikenakan sanksi berupa pembekuan dana pemeliharaan tanah dan/atau
bangunan dimaksud.
5. Tanah yang tidak digunakan dengan tujuan seperti pada ketentuan akan
dicabut penetapan status penggunaannya.

G. Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah yang tidak
dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan
kerja perangkat daerah dengan tidak mengubah status kepemilikannya, dalam
bentuk:
a. Sewa:
b. Pinjam pakai:
c. Kerjasama pemanfaatan:
d. Bangun Serah Guna/Bangun Guna Serah.

H. Pengamanan dan Pemeliharaan


1. Pengamanan
a. Dilakukan pengelola barang, pengguna barang dan/atau kuasa
pengguna barang;
b. Pengamanan Barang Milik Negara/Daerah meliputi:
1) Pengamanan administrasi dengan pembukuan, inventarisasi, dan
pelaporan;
2) Pengamanan fisik dengan mencegah penurunan fungsi, mencegah
penurunan jumlah, dan mencegah kehilangan
3) Pengamanan hukum dengan melengkapi bukti status kepemilikan
dan menyimpan dokumen kepemilikan.
2. Pemeliharaan
a. Dilakukan pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang;
b. Pemeliharaan berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang
(DKPB);
c. Biaya pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah.

65
HUKUM KEUANGAN NEGARA

I. Penilaian
1. Dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat/daerah,
pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara/ daerah.
2. Berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).
Untuk Tanah/Bangunan Untuk Selain Tanah/Bangunan
Penilaian dilakukan oleh tim Penilaian dilakukan oleh tim
(ditetapkan oleh pengelola barang) (ditetapkan oleh pengguna)
Dapat melibatkan penilai independen
Tujuan untuk mendapatkan nilai wajar, Tujuan untuk mendapatkan nilai
dengan estimasi terendah menggunakan wajar
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Hasil penilaian ditetapkan oleh: Hasil penilaian ditetapkan oleh:


 Pengelola barang untuk barang  Pengguna barang untuk
milik negara barang milik negara
 Gubernur /bupati /walikota  Pengelola barang untuk
untuk barang milik daerah barang milik daerah

J. Penghapusan
1. Penghapusan adalah tindakan menghapus catatan Barang Milik
Negara/Daerah dari:
a. Daftar Barang Pengguna dan/atau Kuasa Pengguna oleh pengguna
barang;
b. Daftar Barang Milik Negara/Daerah oleh pengelola barang.
dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang.
2. Tujuan Penghapusan:
Membebaskan kuasa pengguna dan/atau pengguna dan/atau pengelola
barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada
dalam penguasaannya.
3. Penghapusan Barang Milik Negara/Daerah dari Daftar Barang Pengguna
dilakukan dalam hal:
a. Penyerahan kepada pengelola barang;
b. Pengalihan penggunaan kepada pengguna lain;
c. Pemindahtanganan kepada pihak lain;
d. Pemusnahan;
e. Sebab-sebab lain.
4. Penghapusan Barang Milik Negara/Daerah dari Daftar Barang Milik
Negara/Daerah dilakukan dalam hal:
a. Sudah beralih kepemilikannya;
b. Pemusnahan;
c. Sebab-sebab lain (hilang, kecurian, terbakar, susut, mencair).
5. Penghapusan Barang Milik Negara/Daerah dengan tindak lanjut pemusnahan,
dilakukan dengan ketentuan:
66
HUKUM KEUANGAN NEGARA

a. Tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, tidak dapat


dipindahtangankan;
b. Alasan lain sesuai ketentuan perundang-undangan.

K. Pemindahtanganan
1. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik
Negara/Daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual,
dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah.
2. Barang Milik Negara/Daerah yang diperlukan dalam penyelenggaraan
tugas pemerintahan negara tidak dapat dipindahtangankan.
3. Syarat pemindahtanganan tanah Barang Milik Negara/Daerah:
Tanah dan/atau bangunan; dan selain tanah dan/atau bangunan, dilakukan
setelah mendapat persetujuan DPR/D.
4. Jenis- jenis pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah:
a. Penjualan;
b. Tukar-menukar;
c. Hibah;
d. Penyertaan modal pemerintah:
5. Pemindahtanganan BMN/D berupa tanah dan atau bangunan, dilakukan setelah
mendapat persetujuan DPR/D, kecuali:
a. Tidak sesuai dengan tata ruang wilayah/penataan kota;
b. Anggaran untuk bangunan pengganti sudah tersedia dalam dokumen
anggaran;
c. Untuk kepentingan pegawai negeri;
d. Untuk kepentingan umum;
e. Dikuasai negara berdasarkan putusan pengadilan/ketentuan undang-
undang, yang jika kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara
ekonomis;
6. Kewenangan Pemindahtanganan BMN
a. Tanah dan atau bangunan, yang tidak memerlukan persetujuan DPRD
dilakukan pengelola barang dengan persetujuan
gubernur/bupati/walikota;
b. Selain tanah dan/atau bangunan
1) sampai dengan 5 M dilakukan pengelola barang dengan
persetujuan gubernur/bupati/walikota;
2) di atas 5 M dilakukan pengelola barang dengan persetujuan DPRD.

L. Penatausahaan
1. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan,
inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara/Daerah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. Kegiatan dalam Penatausahaan:
a. Pembukuan
1) Merupakan kegiatan pendaftaran dan pencatatan Barang Milik
Negara/Daerah ke dalam Daftar Barang menurut penggolongan
dan kodefikasi barang, meliputi:
a) Pengguna Barang : Daftar Barang Pengguna (DBP);

67
HUKUM KEUANGAN NEGARA

b) Kuasa Pengguna Barang : Daftar Barang Kuasa Pengguna


(DBKP);
c) Pengelola Barang : Daftar Barang Milik Negara (DBMN).
2) Pengguna/Kuasa Pengguna Barang harus menyimpan dokumen
kepemilikan BMN/D selain tanah dan/atau bangunan yang berada
dalam penguasaannya;
3) Pengelola Barang harus menyimpan dokumen kepemilikan tanah
dan/atau bangunan yang berada dalam pengelolaannya.
b. Inventarisasi
1) Merupakan kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan
pelaporan hasil pendataan BMN/D, dimana:
a) Pengguna barang sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun
(kecuali berupa persediaan dan konstruksi dalam
pengerjaan, dilakukan setiap tahun);
b) Pengguna barang menyampaikan laporan hasil inventarisasi
tersebut kepada pengelola barang selambat-lambatnya 3
bulan setelah selesainya inventarisasi;
c) Pengelola barang khusus berupa tanah dan bangunan yang
berada dalam penguasaannya sekurang-kurangnya sekali
dalam 5 tahun.
c. Pelaporan
1) Kuasa Pengguna Barang
Menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS)
dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) untuk
disampaikan kepada Pengguna Barang;
2) Pengguna Barang
Menyusun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan
Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) untuk disampaikan
kepada Pengelola Barang;
3) Pengelola Barang
a) Menyusun Laporan Barang Milik Negara/Daerah (LBMN/D)
berupa tanah dan/atau bangunan semesteran dan tahunan;
b) Menghimpun LBPS, LBPT dan LBMN/D berupa tanah dan/atau
bangunan semesteran dan tahunan;
c) Menyusun LBMN/D sebagai bahan untuk menyusun neraca
pemerintah pusat/daerah.

M. Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian


1. Pengguna/Kuasa Pengguna Barang
a. Melakukan pemantauan dan penertiban terhadap BMN yang
dikuasainya;
b. Dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk melakukan audit
tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban;
c. Menindaklanjuti hasil audit sesuai ketentuan.
2. Pengelola Barang
a. Berwenang melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan
pengelolaan dalam rangka penertiban sesuai dengan ketentuan;
b. Dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk melakukan audit;

68
HUKUM KEUANGAN NEGARA

c. Hasil audit dimaksud disampaikan kepada pengelola untuk ditindaklanjuti


sesuai ketentuan.

Semua kemajuan terjadi di luar


zona nyaman.

-Michael John Bobak

69

Anda mungkin juga menyukai