Modal kontingensi fiedler menjelaskan bahwa kinerja kelompok yang efektif tergantung pada
kesesuaian antara gaya kepemimpinan dan banyaknya kendali serta pengaruh terhadap situasi itu.
Model ini berdasarkan premis bahwa gaya kepemimpinan tertentu akan lebih efektif dalam jenis
situasi yang berbeda. Kuncinya adalah dengan (1) mendefinisikan gaya kepemimpinan dan jenis
situasi yang berbeda itu, (2) mengidentifikasikan kombinasi gaya dan situasi yang tepat. Fiedler
menjelaskan bahwa faktor penting mencapai kesuksesan dalam kepemimpinan bergantung pada
gaya kepemimpinan dasar individual, baik berorientasi pada pekerjaan maupun hubungan
antarpribadi. Untuk mengukur gaya kepemimpinan fiedler mengembangkan kuesioner rekan kerja
yang paling tidak disukai (least preffered coworker – LPC.) Kuesioner ini terdiri dari 18 pasang kata
sifat sebagai contoh, menyenangkan, tidak menyenangkan, dingin, hangat, membosankan, menarik,
ramah, dan tidak ramah. Salah satu point penting lainya adalah fiedler mengasumsikan bahwa gaya
kepemimpinan seseorang bersifat tetap, bagaimanapun situasinya.
Penelitian fiedler menggunakan tiga dimensi kontingensi yang menentukan faktor faktor kunci
situasional terhadap efektivitas pemimpin, yaitu :
1. Hubungan pemimpin dengan anggota : tingkat keyakinan diri, kepercayaan, dan rasa hormat
karyawan terhadap pemipinya; dinilai sebagai baik atau tidak baik.
2. Struktut tugas : tingkat dimana penugasan pekerjaan distrukturisasi dan diformulasi; dinilai
sebagai tinggi atau rendah.
3. Kekuatan posisi : tingkat pengaruh seorang pemimpin atas aktivitas seperti, perekrutan,
pemecatan, pendisiplinan, promosi, dan peningkatan gaji; dinilai sebagai kuat atau lemah.
Karena fiedler menganggap gaya kepemimpinan individu adalah tetap, hanya ada dua cara untuk
memperbaiki efektifitas pemimpin. Pertama, anda dapat mengusulkan pemimpin baru yang memiliki
gaya yang lebih sesuai dengan situasi misalnya, jika situasi kelompok sangat tidak menguntungkan,
namun dipimpin oleh pimpinan yang berorientasi pada hubungan, kinerja kelompok dapat diperbaiki
dengan mengganti pemimpin yang berorientasi pada tugas. Alternatif kedua adalah mengganti
situasi yang sesuai dengan pemimpinya.
1. Jika pengikut berada di posisi R1 (tidak mampou dan tidak mau mengerjakan pekerjaan tertentu),
maka pemimpin perlu menggunakan gaya telling dan memberikan pengarahan yang spesifik dan
sejelas jelasnya.
2. Jika pengikut berada di posisi R2 (tidak mampu, namun mau), maka pemimpin harus
menggunakan gaya selling dan menunjukan orientasi yang tinggi pada pekerjaan sebagai
kompensasi atas kemampuan pengikut yang kurang dan orientasi yang tinggi pada hubungan
agar pengikut ingin mengikuti kemauan pemimpin.
3. Jika pengikut berada di posisi R3 (mampu namun tidak mau), maka pemimpin harus
menggunakan gaya participating agar memperoleh dukungan pengikutnya.
4. Jika pengikut berada di posisi R4 (mampu dan mau), maka pemimpin tidak perlu melakukan apa
apa dan sebaiknya menggunakan gaya delegating.
Teori kepemimpinan situasional memiliki daya tarik intuitif. SLT memahami pentingnya pengikut dan
mengebangkan logika bahwa pemimpin dapat menutupi keterbatasan kemampuan dan motivasi
yang dimiliki pegikutnya. Namun upaya penelitian untuk menguji dan mendukung teori ini secara
umum sejauh ini ternyata mengecewakan.
Teori Jalur-Tujuan
Salah satu pendekatan yang sering dijadikan rujukan dalam memahami kepemimpinan adalah teori
jalur-tujuan (path goal theory), yang menyatakan bahwa tugas pemimpin adalah membantu
pengikutnya mencapai tujuan dan mengajarkan memberikan dukungan sesuai kebutuhan untuk
memastikan bahwa tujuan mereka sejalan dengan tujuan kelompok atau organisasi. Dikembangkan
oleh Robert House, teori jalur-tujuan mengambil elemen penting teori ekspektasi dari motivasi.
House mengidentifikasikan empat prilaku kepemimpinan :
1. Pemimpin yang mengarahkan (directive leader) : pemimpin memberitahukan kepada bawahan
apa yang diharapkan dari mereka, jadwal pekerjaan yang harus diselesaikan, serta memberikan
bimbingan / arahan secara spesifik tentang cara cara menyelesaikan tugas.
2. Pemimpin yang mendukung (supportive leader) : pemimpin menunjukan kepedulian terhadap
kebutuhan pengikutnya dan bersifat ramah.
3. Pemimpin yang partisipatif (perticipative leader) : pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan
anggota kelompok dan menggunakan saran saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu
keputusan.
4. Pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement oriented leader) : pemimpin menetapkan
sekumpulan tujuan yang menentang dan mengharapkan pengikutnya untuk berprestasi
semaksimal mungkin.
Berkebalikan dengan pandangan fiedler yang berpendapat bahwa seorang pemimpin tidak dapat
mengubah perilakunya, House berpendapat bahwa pemimpin bersifat fleksibel dan dapat
menampilkan satu atau seluruh gaya kepemimpinan manapun, tergantung pada situasi. Teori ini
mengemukakan bahwa prilaku pemimpin tidak dapat berjalan dengan efektif jika perilaku itu sama
dengan struktur lingkungan yang ditawarkan atau tidak sesuai dengan karakteristik bawahan.
Sebagai contoh berikut beberapa prediksi dari teori jalur-tujuan :
Kepemimpinan yang mengarahkan menghasilkan tingkat kepuasaan tinggi saat pekerjaan
bersifat tidak pasti atau tingkat tekananya tinggi daripada pekerjaan yang tersetruktur dan
teratur. Bawahan tidak tahu apa yang harus dilakukan sehingga pemimpin harus mengarakan
mereka.
Kepemimpinan yang mendukung menghasilkan kinerja pegawai dan tingkat kepuasan yang
tinggi ketika bawahan mengerjakan pekerjaan terstruktur. Dalam situasi ini, pemimpin hanya
perlu mendukung bawahanya, bukan memerintahkan apa yang harus dilakukan.
Kepemimpinan yang mengarahkan dianggap berlebihan oleh bawahan yang memiliki tingkat
pemahaman yang tinggi atau memiliki pengalaman yang cukup luas. Bawahan dengan kriteria
tersebut sudah cukup mampu, sehingga mereka tidak membutuhkan pemimpin untuk
memerintahkan apa yang harus dilakukan.
Semakin jelas dan birokratis hubungan otoritas formal, pemimpin harus semakin menunjukan
lebih banyak prilaku dukungan dan mengurangi perilaku pengarahan. Situasi organisasi telah
memberikan struktur yang diharapkan oleh bawahan sehingga peranan pemimpin hanyalah
untuk mendukung.
Kepemimpinan yang mengarahkan akan mampu mengembangkan tingkat kepuasan pegawai
yang tinggi apabila terjadi konflik di dalam kelompok kerja. Dalam situasi seperti ini, bawahan
membutuhkan pemimpin yang bertanggung jawab.Kepemimpinan yang mengarahkan
menghasilkan tingkat kepuasaan tinggi saat pekerjaan bersifat tidak pasti atau tingkat
tekananya tinggi daripada pekerjaan yang tersetruktur dan teratur. Bawahan tidak tahu apa
yang harus dilakukan sehingga pemimpin harus mengarakan mereka.
Kepemimpinan yang mendukung menghasilkan kinerja pegawai dan tingkat kepuasan yang
tinggi ketika bawahan mengerjakan pekerjaan terstruktur. Dalam situasi ini, pemimpin hanya
perlu mendukung bawahanya, bukan memerintahkan apa yang harus dilakukan.
Kepemimpinan yang mengarahkan dianggap berlebihan oleh bawahan yang memiliki tingkat
pemahaman yang tinggi atau memiliki pengalaman yang cukup luas. Bawahan dengan kriteria
tersebut sudah cukup mampu, sehingga mereka tidak membutuhkan pemimpin untuk
memerintahkan apa yang harus dilakukan.
Semakin jelas dan birokratis hubungan otoritas formal, pemimpin harus semakin menunjukan
lebih banyak prilaku dukungan dan mengurangi perilaku pengarahan. Situasi organisasi telah
memberikan struktur yang diharapkan oleh bawahan sehingga peranan pemimpin hanyalah
untuk mendukung.
Kepemimpinan yang mengarahkan akan mampu mengembangkan tingkat kepuasan pegawai
yang tinggi apabila terjadi konflik di dalam kelompok kerja. Dalam situasi seperti ini, bawahan
membutuhkan pemimpin yang bertanggung jawab.
Bawahan dengan kendali internal akan memperoleh tignkat kepuasan yang tinggi dengan gaya
kepemimpinan partisipatif. Karena percaya bahwa mereka mengendalikan apa yang terjadi
pada mereka sendiri, bawahan lebih memilih untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan.
Bawahan dengan lokus kendali eksternal akan memperoleh tingkat kepuasan yang tinggi
dengan gaya kepemimpinan yang mengarahkan. Para bawahan ini percaya bahwa apa yang
terjadi pada mereka adalah hasil dari lingkungan eksternal, sehingga mereka lebih memilih
seorang pemimpin yang dapat memerintahkan apa yang harus dilakukan.
Kepemimpinan berorientasi prestasi akan meningkatkan ekspektasi bawahan, yaitu bahwa
usaha akan menghasilkan kinerja yang tinggi ketika struktur pekerjaan tidak pasti. Dengan
menetapkan tujuan yang menentang, bawahan mengetahui ekspektasi ekspektasi tersbut.
PANDANGAN Kontemporer tentang Kepemimpinan
Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota (LMX)
Teori pertukaran pemimpin-anggota (leader member exchange – LMX) mengatakan bahwa
pemimpin membuat in-group dan out-group / kelompok orang luar, dan orang orang di kelompok
orang dalam akan memiliki peringkat yang lebih tinggi dalam kinerja, sedikit perputaran, dan
kepuasan kerja yang lebih besar. Teori LMX menunjukan bahwa pada masa awal dari hubungan di
antara pemimpin dan pengikut tertentu, seorang pemimpin akan secara implisit mengkategorikan
seorang pengikut sebagai “orang dalam” (in) atau sebagai “orang luar” (out). Tidaklah jelas
bagaimana seorang pemimpin memilih siapa yang masuk ke masing masing kategori, tetapi bukti
menunjukan bahwa anggota kelompok orang dalam memiliki demografi, sikap, kepribadian, dan
bahkan kesamaan gender dengan pemimpinya atau mereka memiliki kompetensi yang lebih tinggi
daripada anggota kelompok orang luar. Pemimpin yang memilih, tapi karakteristik pengikutlah yang
mendorong keputusanya.
Kepemimpinan Transformasi-Transaksi
Pemimpin transaksi (transactional leader), yaitu peimpin yang memimpin dengan menggunakan
pertukaran sosial (transaksi). Pemimpin transaksi mengarahkan atau memotivasi bawahanya untuk
bekerja mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan memberikan penghargaan atas produktivitas
mereka. Namun terdapat tipe pemimpin yang lain , Pemimpin transformasi (transformational leader)
yang menstimulasi dan menginspirasi (transformasi) bawahan untuk mencapai hasil yang luar biasa.
Kepemipinan Karismatik-Visioner
Pemimpin kharismatik yaitu pemimpin yang antusias dan percaya diri yang kepribadian dan
tindakanya dapat mempengaruhi orang untuk berbperilaku dengan cara tertentu. Walaupun
sejumlah kecil ahli tetap beranggapan bahwa karismatik tidak dapat dipelajari, banyak yang percaya
bahwa individu individu dapat dilatih untuk menunjukan perilaku karismatik. Didalam kelompok
bersama para pemimpin karismatik “terlatih” ini, anggota menghasilakn kinerja yang lebih tinggi,
penyesuaian tugas yang tinggi, dan penyesuaian yang lebih naik terhadap pemimpin nonkarismatik.
Pemimpin karismatik tidak selalu dibutuhkan untuk mencapai kinerja karyawan yang tinggi. Mereka
lebih berperan dalam bidang politik, agama, atau saat peperangan; atau ketika sebuah perusahaan
baru memulai bisnisnya atau menghadapi suatu krisis. Kepemimpinan visioner (visionary leadership)
sangatlah berbeda karena kemampuanya dalam menciptakan dan mengartikulasikan sebuah visi
masa depan yang realistis, dapat dipercaya, dan menarik. Visi organisasi sebaiknya menawarkan
perumpamaan yang jelas dan menarik sehingga dapat mengetuk emosi dan memberikan inspirasi
kepada orang orang untuk mencapai tujuan organisasi
Kepemimpinan Tim
Karena kepemimpinan semakin berperan dalam konteks tim serta banyaknya organisasi yang
menggunakan tim kerja. Tantangan bagi para manajer adalah mempelajari bagaimana menjadi
pemimpin tim yang efektif. Mereka harus mempelajari berbagai keterampilan seperti membagi
informasi dengan sabar, mampu memercayai orang lain dan memberikan wewenang, serta dapat
memahami kapan harus ikut campur. Dan pemimpin tim yang efektif harus dapat menyeimbangkan
antara waktu yang tepat untuk membiarkan timnya bekerja dan waktunya ikut campur.