DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING :
drg. SANDY TRIMELDA, Sp.Ort.
Oleh:
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan pada kepala dan wajah seringkali terjadi sebagai defek lahir pada
semua populasi dari berbagai ras, dan dapat muncul sebagai bagian dari suatu
sindrom. Prevalensi anomali kraniofasial bervariasi antara etnis yang berbeda
berdasarkan latar belakang genetik, geografi, status sosial-ekonomi, dan faktor
lingkungan. Karena kompleksitas struktur regio kraniofasial, variasi faktor genetik
dan lingkungan mungkin memiliki efek pada perkembangan dan menyebabkan
cacat bawaan lahir.
Maloklusi skeletal merupakan cacat lahir yang umum terjadi akibat distorsi
perkembangan rahang atas dan/atau rahang bawah yang akan berdampak besar pada
posisi dan kesehatan dari gigi primer dan permanen. Makrognatia ditandai dengan
pertumbuhan mandibula atau maksila yang melebihi ukuran seharusnya, sedangkan
mikrognatia merupakan mandibula atau maksila yang lebih kecil dan merupakan
penyebab paling umum terjadinya maloklusi skeletal dengan prevalensi kejadian
1/1500 kelahiran hidup, dan seringkali berhubungan dengan abnormalitas skeletal
lain, sumbing langit-langit mulut dan kelainan bentuk lidah.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
MAKROGNATIA
A. Definisi
B. Etiologi
C. Patofisiologi
4
luas dibandingkan bagian anterior rahang atas. Keadaan ini terus berkembang
sehingga dapat menyebabkan makrognatia (Lubowitz, 2011).
D. Diagnosis
5
E. Terapi
Gambar 3. Pra dan post operatif pada makrognatia. Data post operatif
diambil satu tahun setelah operasi (Suggett, 1953)
6
Gambar 4. Gambaran klinis pra dan post operatif makrognatia. Data
post operatif diambil satu tahun setelah operasi (Suggett, 1953)
MIKROGNATIA
A. Definisi
7
B. Etiologi
Mikrognatia bisa terjadi karena adanya deformasi akibat tekanan pada saat
fetus. Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus
ataupun faktor ibu seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus
seperti uterus bikornus, kehamilan kembar. Etiologi hipoplasia mandibular
8
masih belum jelas. Hal ini mungkin terjadi akibat hasil dari malformasi posisi,
abnormalitas pertumbuhan intrinsik, atau oleh sebuah kelainan jaringan ikat.
Beberapa usaha telah dilakukan untuk menjelaskan mengapa janin dengan
mikrognatia disertai dengan sindrom yang berbeda-beda (Copel, 2012).
Mikrognatia biasanya disertai dengan sindrom genetik (seperti Pierre Robin
syndrome, Hallerman-Streiff syndrome, progeria, Teacher- Collins syndrome,
Turner syndrome, Smith-Lemli-Opitz syndrome, Russel-Silver syndrome, Seckel
syndrome, Cri du cat syndrome, dan Marfan syndrome); abnormalitas
kromosomal (terutama trisomi 18 dan triploidi); dan obat-obat teratogenik
(seperti methotrexate) (Arulkumaran et al, 2011).
C. Patofisiologi
D. Klasifikasi
1) Mikrognatia sejati (true micrognathia)
Keadaan dimana rahang cukup kecil yang terjadi akibat hipoplasia rahang
9
2) Mikrognatia palsu (false micrognathia)
Keadaan mikrognatia jika terlihat posisi pada salah satu rahang terletak
lebih ke posterior atau hubungan abnormal maksila dan mandibula
E. Diagnosis
Tanda klinis yang muncul disebabkan oleh rahang kecil yang belum
tumbuh. Saat membuka bibir, biasanya pada neonatus ada ketidakselarasan dari
tepi alveolar, sementara pada pasien yang lebih tua ada ketidakselarasan gigi.
Dagu kecil atau, pada pasien dewasa, sering tumbuh tetapi memiliki tampakan
dagu yang mengalami penyusutan. Manifestasi klinis dari mikrognatia meliputi:
10
Gambar 7. Anak dengan Treacher-Collins syndrome dan kelainan
mandibula sebelum dilakukan operasi (Thimmappa et al, 2009)
F. Terapi
11
sebelum terjadinya obstruksi kronis yang dapat menyebabkan retensi karbon
dioksida, vasokonstriksi pulmoner, gagal jantung kanan dan gangguan
pertumbuhan. Tatalaksana jalan nafas yang dulu sering dilakukan pada
mikrognatia dengan obstruksi berat adalah trakeostomi permanen.
MDO merupakan teknik pembedahan untuk memperpanjang mandibula
dengan cara bilateral corticotomi atau osteotomi pada corpus mandibula dan
selanjutnya diisi dengan alat internal atau eksternal yang kemudian dapat dilepas
setelah celah terisi oleh tulang baru. Alat eksternal memiliki keuntungan berupa
lebih memperpanjang ukuran mandibula dan dapat diganti dengan alat lain tanpa
operasi dibawah general anestesi. Akan tetapi, alat internal bersifat lebih nyaman
untuk pasien, walaupun efek memperpanjang mandibula tidak sebaik alat
eksternal dan membutuhkan operasi untuk dilepas. Teknik ini digunakan untuk
menghindari dilakukannya trakeostomi pada anak dengan obstruksi jalan nafas
atas yang berat dan merupakan tatalaksana efektif pada anak dengan
mikrognatia. Anak post-MDO mengalami peningkatan saturasi oksigen dan
adanya perbaikan dari gejala sleep apnea. Dari pemeriksaan CT Scan axial dan
sagital, didapatkan adanya pelebaran pada lumen faring post MDO (Rachmiel,
2012; Cielo, 2016)
Gambar 10. CT scan axial dan sagital pada pasien mikrognatia post
MDO (Rachmiel, 2012)
12
G. Prognosis
13
DAFTAR PUSTAKA
14
Paladini, D. (2010), Fetal micrognathia: almost always an ominous finding.
Ultrasound Obstet Gynecol, 35: 377-384.
Rachmiel, A., Emodi, O., & Aizenbud, D. (2012). Management of obstructive sleep
apnea in pediatric craniofacial anomalies. Annals of maxillofacial surgery,
2(2), 111-5.
Sesenna, E., Magri, A. S., Magnani, C., Brevi, B. C., & Anghinoni, M. L. (2012).
Mandibular distraction in neonates: indications, technique, results. Italian
journal of pediatrics, 38, 7.
Soemartono SH (1997). Mikrognatia dan mikroglosi kongenital. Jurnal Kedokteran
Gigi 4(2): 15-19
Suggett AH (1953). The correction of a mandibular macrognathia by surgical
means. American Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics,
39(12): 911-914.
Vawter-Lee, M. M., Seals, S. S., Thomas, C. W., & Venkatesan, C. (2016). Clinical
Reasoning: A neonate with micrognathia and hypotonia. Neurology, 86(8),
e80-4.
15