Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masyarakat sering kali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran fisik mereka
berdasarkan aktivitas mereka karena kesejahteraan mental dan efektivitas fungsi tubuh
sangat bergantung pada status mobilitas mereka. Misalnya, saat seseorang berdiri tegak,
paru lebih muda untuk mengembang, aktivitas usus (peristaltik) menjadi lebih efektif,
dan ginjal mampu mengosongkan kemih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat
penting agar tulang dan otot befungsi sebagaimana mestinya.
Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah , berirama, dan
terarah di lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Individu harus
bergerak untuk melindungi diri dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar
mereka. Mobilitas amat penting bagi kemandirian individu yang tidak mampu bergerak
secara total sama rentan dan bergantungnya dengan seorang bayi.
Kemampuan untuk bergerak juga mempengaruhi harga diri dan citra tubuh. Bagi
sebagian besar orang, harga diri bergantung pada rasa kemandirian atau perasaan berguna
atau merasa dibutuhkan. Orang yang mengalami gangguan mobilitas dapat merasa tidak
berdaya dan membebani orang lain. Citra tubuh dapat terganggu akibat paralisis,
amputasi, atau kerusakan motorik lain. Reaksi orang lain terhadap gangguan mobilitas
dapat juga mengubah atau mengganggu harga diri dan citra tubuh secara bermakna.
Ambulais adalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya gangguan mobilitas karena
dengan ambulasi dapat memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis (thrombosis
vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi, mempercepat
pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi. (kozier, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa itu mekanika tubuh?
b. Apa yang dimaksud dengan pengaturan posisi?
c. Apa itu mobilitas dan ambulansi?

1.3 Tujuan Masalah


a. Mengetahui pengertian mekanika tubuh.
b. Mengetahui maksud dari pengaturan posisi.
c. Mengetahui mobilitas dan ambulansi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian mekanika tubuh


Body mekanik merupakan penggunaan tubuh yang efisien, terkoordinir dan aman untuk
menghasilkan pergerakan dan mempertahankan keseimbangan selama aktivitas. Mekanika
tubuh dan ambulasi merupakan bagian dari kebutuhan aktivitas manusia. Body Mekanik
meliputi 3 elemen dasar yaitu :
1. Body Aligement (Postur Tubuh)
Susunan geometrik bagian-bagian tubuh dalam hubungannya dengan bagian tubuh yang
lain.
2. Balance / Keseimbangan
Keseimbangan tergantung pada interaksi antara pusat gravity, line gravity dan base of
support.
3. Koordinated Body Movement (Gerakan tubuh yang terkoordinir)
Dimana body mekanik berinteraksi dalam fungsi muskuloskeletal dan sistem syaraf.

2.2 Prinsip mekanika tubuh


Mekanika tubuh penting bagi perawat dan klien. Hal ini mempengaruhi tingkat
kesehatan mereka. Mekanika tubuh yang benar diperlukan untuk mendukung kesehatan
dan mencegah kecacatan. Perawat menggunakan berbagai kelumpok otot untuk setiap
aktivitas keperawatan, seperti berjalan selama ronde keperawatan, memberikan obat,
mengangkat dan memindahkan klien, dan menggerakan objek. Gaya fisik dari berat dan
friksi dapat mempengaruhi pergerakan tubuh. Jika digunakan dengan benar, kekuatan ini
dapat meningkatkan efisiensi perawat. Penggunaan yang tidak benar dapat mengganggu
kemampuan perawat unuk mengangkat, memindahkan, dan mengubah posisi klien.
Perawat juga mengganbungkan pengetahuan tentang pengaruh fisiologis dan patologis
pada mobilisasi dan kesejajaran tubuh. Prinsip yang digunakan dalam mekanik tubuh
adalah sebagai berikut :
1. Gravitasi
Merupakan prinsip pertama yang harus diperhatikan dalam melakukann mekanika
tubuh dengan benar, yaitu memandang gravitasi sebagai sumbu dalam pergerakan
tubuh. Terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam gravitasi:
a. Pusat gravitasi ( center of gravitasi ), titik yang berada dipertengahan tubuh
b. Garis gravitasi ( Line Of gravitasi ), merupakan garis imaginer vertikal melalui
pusat gravitasi.
c. Dasar tumpuan ( base of suport ), merupakan dasar tempat seseorang dalam
keadaan istirahat untuk menopang atau menahan tubuh
2. Keseimbangan
Keseimbangan dalam penggunaan mekanika tubuh dicapai dengan cara
mempertahankan posisi garis gravitasi diantara pusat gravitasi dan dasar tumpuan.
3. Berat
Dalam menggunakan mekanika tubuh yang sangat dipehatikan adalah berat atau
bobot benda yang akan diangkat karena berat benda akan mempengaruhi mekanika
tubuh.

2.3 Pergerakan dasar dalam mekanika tubuh


Mekanika tubuh dan ambulasi merupakan bagian dari kebutuhan aktivitas
manusia. Sebelum melakukan mekanika tubuh, terdapat beberapa pergerakan dasar yang
harus diperhatikan, di antaranya :
1. Gerakan (ambulating)
Gerakan yang benar dapat membantu keseimbangan tubuh. Sebagai contoh,
keseimbangan pada saat orang berdiri dan saat orang berjalan kaki berbeda. Orang
berdiri akan lebih mudah stabil dibanding dengan orang yang berjalan, karena pada
posisi berjalan terjadi perpindahan dasar tumpuan dari sisi satu ke sisi yang lain dan
pusat gravitasi selalu berubah pada posisi kaki. Pada saat berjalan terdapat dua fase
yaitu fase menahan berat dan fase mengayun, yang akan menghasilkan gerakan halus
dan berirama.
2. Menahan (squating)
Dalam menahan sangat diperlukan dasar tumpuan yang tepat untuk mencegah
kelainan tubuh dan memudahkan gerak yang akan dilakukan. Dalam melakukan
pergantian, posisi menahan selalu berubah. Sebagai contoh, posisi orang yang duduk
akan berbeda dengan orang yang jongkok dan tentunya juga berbeda dengan posisi
membungkuk. Gravitasi adalah hal yang perlu diperhatikan untuk memberikan posisi
yang tepat dalam menahan. Dalam menahan sangat diperlukan dasar tumpuan yang
tepat untuk mencegah kelainan tubuh dan memudahkan gerakan yang akan dilakukan.
3. Menarik (pulling)
Menarik dengan benar akan memudahkan untuk memindahkan benda. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan sebelum menarik benda diantaranya ketinggian, letak
benda, posisi kaki, dan tubuh sewaktu menarik, sodorkan telapak dan tangan dan
lengan atas di bawah pusat gravitasi pasien, lengan atas dan siku diletakan pada
permukaan tempat tidur, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki ditekuk lalu lakukan
penarikan.
4. Mengangkat (lifting)
Merupakan pergerakan gaya tarik. Gunakan otot-otot besar dari tumit, paha
bagian atas dan kaki bagian bawah, perut dan pinggul untuk mengurangi rasa sakit
pada tubuh bagian belakang
5. Memutar (pivoting)
Memutar merupakan gerakan untuk memutar anggota tubuh dan bertumpu pada
tulang belakang. Gerakan memutar yang baik memperhatikan ketiga unsur gravitasi
dalam pergerakan agar tidak memberi pengaruh buruk pada postur tubuh.

2.4 Faktor yang mempengaruhi mekanika tubuh


1. Status kesehatan
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi sistem muskuloskeletal dan
sistem saraf berupa penurunan koordinasi. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh
penyakit, berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari – hari dan lain
– lainnya.
2. Nutrisi
Salah satu fungsi nutrisi bagi tubuh adalah membantu proses pertumbuhan tulang
dan perbaikan sel. Kekurangan nutrisi bagi tubuh dapat menyebabkan kelemahan otot
dan memudahkan terjadinya penyakit. sebagai contoh tubuh yang kekurangan
kalsium akan lebih mudah mengalami fraktur.
3. Emosi
Kondisi psikologis seseorang dapat menurunkan kemampuan mekanika tubuh dan
ambulansi yang baik, seseorang yang mengalami perasaan tidak aman, tidak
bersemangat, dan harga diri rendah. Akan mudah mengalami perubahan dalam
mekanika tubuh dan ambulasi.
4. Situasi dan Kebiasaan
Situasi dan kebiasaan yang dilakukan seseoarang misalnya, sering mengankat
benda-benda berat, akan menyebabkan perubahan mekanika tubuh dan ambulasi.
5. Gaya Hidup
Gaya hidup, perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stress dan
kemungkinan besar akan menimbulkan kecerobohan dalam beraktivitas, sehingga
dapat menganggu koordinasi antara sistem muskulusletal dan neurologi, yang
akhirnya akan mengakibatkan perubahan mekanika tubuh.
6. Pengetahuan
Pengetahuan yang baik terhadap penggunaan mekanika tubuh akan mendorong
seseorang untuk mempergunakannya dengan benar, sehingga mengurangi tenaga
yang dikeluarkan. Sebaliknya, pengetahuan yang kurang memadai dalam penggunaan
mekanika tubuh akan menjadikan seseorang beresiko mengalami gangguan
koordinasi sistem neurologi dan muskulusletal.

2.5 Dampak mekanika tubuh


Penggunaan mekanika tubuh secara benar dapat mengurangi pengeluaran energi
secara berlebihan. Dampak yang dapat ditimbulkan dari penggunaan mekanika tubuh
yang salah adalah sbb :
a. Terjadi ketegangan sehingga memudahkan timbulnya kelelahan dan gangguan dalam
sistem muskulusletal.
b. Resiko terjadinya kecelakaan pada sistem muskulusletal. Seseorang salah dalam
berjongkok atau berdiri, maka akan memudahkan terjadinya gangguan dalam struktur
muskulusletal, misalnya kelainan pada tulang vertebrata.
2.6 Pengaturan posisi

1. Posisi fowler
Adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala tempat tidur
lebih tinggi atau di naikkan. Fungsinya untuk mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
1) Tujuan :
a. Untuk membantu mengatasi masalah kesulitan pernafasan dan cardiovaskuler
b. Untuk melakukan aktivitas tertentu (makan, membaca, menonton televisi)
2) Peralatan :
a. Tempat tidur
b. Bantal kecil
c. Gulungan handuk
d. Bantalam kecil
e. Sarung tangan (bila diperlukan)
3) Prosedur kerja :
a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan
transmisi mikroorganisme.
b. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan. Mencegah klien
melorot kebawah ketika kepala dinaikkan.
c. Naikkan kepala bed 45˚ sampai 60˚sesuai kebutuhan. (semi fowler 15-45˚, fowler
tinggi 60˚)
d. Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal jika ada celah disana.
Bantal akan mencegah kurva lumbal dan mencegah terjadinya fleksi lumbal.
e. Letakkan bantal kecil dibawah kepala klien. Bantal akan menyangnya kurva
cervical dari columna vertebra. Sebagai alternatif kepala klien dapat diletakkan
diatas kasur tanpa bantal. Terlalu banyak bantal dibawah kepala akan
menyebabkan fleksi kontraktur dari leher.
f. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan
landasan yang lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan akibat dari
adanya hiper ekstensi lutut, membantu klien supaya tidak melorot kebawah.
g. Pastikan bahwa tidak ada pada area popliteal dan lutut dalam keadaan fleksi.
Mencegah terjadinya kerusakan pada persyarafan pada dinding vena. Fleksi lutut
membantu supaya klien tidak melorot kebawah.
h. Letakkan bantal atau gulungan handuk dibawah paha klien. Bila ekstrimitas
bawah pasien mengalami paralis atau tidak mampu mengontrol ekstremitas
bawah, gunakan gulungan trochanter selain tambahan bantal dibawah panggulnya.
Mencegah hiperekstensi dari lutut damn oklusi arteri popliteal yang disebabkan
oleh tekanan dari berat badan. Gulungan trochanter mencegah eksternal rotasi
dari pinggul.
i. Topang telapak kaki dengan menggunakan footboard. Mencegah plantar fleksi.
j. Letakkan bantal untuk menopang kedua lengan dan tangan,bila klien memiliki
kelemahan pada kedua lengan. Mencegah dislokasi bahu kebawah karena tarikan
gravitasi dari lengan yang tidak disangga, meningkatkan sirkulasi dengan
mencegah pengumpulandarah dalam vena, menurunkan edema pada lengan dan
tangan, mencegah kontraktur fleksi pergelangan tangan.
k. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
l. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
Berikut ini masalah umum yang yerjadi pada klien dengan posisi Fowler:
a. Meningkatnya fleksi servikal karena bantal di kepala terlalu tebal dan kepala
terdorong ke depan.
b. Ekstensi lutut memungkinkan klien meluncur kebagian kaki tempat tidur.
c. Tekaknan lutut bagian posterior, menurunkan sirkulasi ke kaki.
d. Rotasi luar pada pinggul.
e. Lengan menggantung di sisi klien tanpa disokong.
f. Kaki yang tidak tersokong.
g. Titik penekanan di sakrum atau di tumit yang tidak terlindungi.

2. Posisi sims
Adalah Posisi miring kekanan atau kekiri. Posisi ini dilakukan untuk memeberi
kenyamanan dan untuk memberikan obat melalui anus.
1) Tujuan :
a. Untuk memfasilitasi drainase dari mulut klien yang tidak sadar.
b. Mengurangi penekanan pada sacrum dan trochanter besar pada klien yang
mengalami paralisis.
c. Untuk mempermudahkan pemeriksaan dan perwatan pada area parineal.
d. Untuk tindakan pemberian enema.

2) Peralatan :
a. Tempat tidur
b. Bantal kecil
c. Gulungan handuk
d. Sarung tangan (bila diperlukan)

3) Cara pelaksanaan :
a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan.
b. Baringkan klien terlentang mendatar di tempat tidur.
c. Gulungkan klien pada posisi setengah telungkup, bagian berbaring pada
abdomen.
d. Letakkan bantal dibawah kepala klien.
e. Atur posisi bahu sehingga bahu dan siku fleksi.
f. Letakkan bantal dibawah lengan klien yang fleksi. Bantal harus melebihi dari
tangan sampai sikunya. Mencegah rotasi inrternal bahu.
g. Letakkan bantal dibawah tungkai yang fleksi, dengan menyangga tungkai
setinggi pinggul. Mencegah rotasi interna pinggul dan adduksi tungkai.
Mencegah tekanan pada lutut dan pergelangan kaki pada kasur.
h. Letakkan support device (kantung pasir) dibawah telapak kaki klien.
Mempertahankan kaki pada posisi dorso fleksi. Menurunkan resiko foot-drop.
i. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
j. Dokumentasikan tindakan yang yang telah dilakukan.

Masalah umum pada posisi Sims adalah sebagai berikut :

a. Fleksi lateral pada leher.


b. Rotasi dalam, adduksi, atau kurang soskongan di bahu dan pinggul.
c. Kurang sokongan di kaki.
d. Kurang perlindungan dari titik pertekanan di tulang ilium, humerus klavikula,
lutut dan pergelangan kaki.

3. Posisi trendelenburg
Posisi pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepla lebih rendah daripada
bagian kaki.
1) Tujuan :
Posisi ini digunakan untuk melancarkan peredaran darah ke otak. Adalah posisi
pasien berbaring ditempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah dari pada bagian
kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
2) Cara pelaksanaan :
a. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
b. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang. Letakkan badan diantara kepala dan
ujung tempat tidur pasien. Serta berikan bantal dibawah lipatan lutut.
c. Pada bagian kaki tempat tidur, Berikan balok penopang atau atur tempat tidur
secara khusus dan meninggikan bagian kaki pasien

4. Posisi litotomi
Posisi litotomi dalah posisi berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kak dan
menariknya keatas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa generalia pada
proses persalinan dan memasang alat kontrasepsi.
1) Cara pelaksanaan :
a. Jelaskan Pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
b. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, kemudian angkat kedua paha dan
tarik kearah perut.
c. Tungkai bawah membentuk sudut 90° terhadap paha.
d. Letakkan bagian lutut atau kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi litotomi
e. Pasang selimut

5. Posisi genu pectoral


Kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini
dilakukan untuk memerikasa daerah rectum dan sigmoid.
1) Cara pelaksanaan :
a. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
b. Anjurkan pasien untuk berada dalam posisi menungging dengan kedua lutut kaki
ditekuk dan dada menempel pada kasur tempat tidur
c. Pasang selimut pada pasien

6. Posisi dorsal recumbent


Posisi dorsal recumbent adalah Posisi berbaring terlentang dengan kedua lutut fleksi
(ditarik atau direnggangkan) diatas tempat tidur.
1) Tujuan :
Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa genetalia serta proses
persalinan. Berikut ini beberapa masalah umum yang terjadi pada posisi
terlentang:
a. Bantal di kepala terlalu tebal dapat meningkatkan fleksi pada servikal.
b. Kepala datar pada matras.
c. Bahu tidak disokong dan berotasi dalam.
d. Siku melebar.
e. Ibu jari tidak berlawanan dengan jari-jari lain.
f. Pinggul berotasi luar.
g. Tidak tersokongnya pinggul.
h. Titik penekanan di bagian oksiput kepala, vertebra lumbal, siku dan tumit yang
tidak terlindungi.

7. Posisi terlentang (supinasi)


Posisi terlentang adalah posisi dimana klien berbaring terlentang dengan kepala
dan bahu sedikit elevasi menggunakan bantal.
1) Tujuan :
a. Untuk klien post operasi dengan menggunakan anastesi spinal.
b. Untuk mengatasi masalah yang timbul akibat pemberian posisi pronasi yang tidak
tepat.
2) Peralatan :
a. Tempat tidur
b. Bantal angin
c. Gulungan handuk
d. Footboard
e. Sarung tangan (bila diperlukan)
3) Prosedur kerja :
a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan
transmisi mikroorganisme.
b. Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur. Menyiapkan klien
untuk posisi yang tepat.
c. Letakkan bantal dibawah kepala, leher dan bahu klien. Mempertahankan body
alignment yang benar dan mencegah kontraktur fleksi pada vertebra cervical.
Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal, jika ada celah
disana. Bantal akan menyangga kurva lumbal dan mencegah terjadinya
fleksi lumbal.
d. Letakkan bantal dibawah kaki mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan
landasan yang lebar, lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan
dari adanya hiperektensi lutut dan tekanan pada tumit. Topang telapak kaki klien
dengan menggunakan footboard. Mempertahankan telapak kaki dorsofleksi,
mengurangi resiko foot-droop. Jika klien tidak sadar atau mengalami paralise
pada ekstremitas atas, maka elevasikan tangan dan lengan bawah (bukan lengan
atas) dengan menggunakan bantal. Posisi ini mencegah terjadinya edema dan
memberikan kenyamanan. Bantal tidak diberikan pada lengan atas karena dapat
menyebabkan fleksi bahu.
e. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

8. Posisi Orthopneu
Posisi orthopneu merupakan adaptasi dari posisi fowler tinggi dimana klien duduk di
bed atau pada tepi bed dengan meja yang menyilang diatas bed.
1) Tujuan :
a. Untuk membantu mengatasi masalah pernafasan dengan memberikan ekspansi
dada yang maksimal
b. Membantu klien yang mengalami masalah ekhalasi
2) Peralatan :
1. Tempat tidur
2. Bantal angin
3. Gulungan handuk
4. Footboard
5. Sarung tangan (bila diperlukan)
3) Prosedur kerja :
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan.
Menurunkan transmisi mikroorganisme.
2. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan. Mencegah
klien merosot kebawah saat kepala dinaikkan.
3. Naikkan kepala bed 90
4. Letakkan bantal kecil diatas meja yang menyilang diatas bed.
5. Letakkan bantal dibawah kaki mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan
landasan yang lebar, lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan akibat
dari adanya hiperekstensi lulut dan tekanan pada tumit.
6. Pastikan tidak ada tekanan pada area popliteal dan lulut dalam keadaan fleksi.
Mencegah terjadinya kerusakan pada persyarafan dan dinding vena. Fleksi
lutut membantu klien supaya tidak melorot kebawah.
7. Letakkan gulungan handuk dibawah masing-masing paha. Mencegah
eksternal rotasi pada pinggul.
8. Topang telapak kaki klien dengan menggunakan footboard. Mencegah plantar
fleksi.
9. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
10. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

9. Posisi Pronasi (telungkup)


Posisi pronasi adalah posisi dimana klien berbaring diatas abdomen dengan kepala
menoleh kesamping.
1) Tujuan :
1. Memberikan ekstensi penuh pada persendian pinggul dan lutut.
2. Mencegah fleksi kontraktur dari persendian pinggul dan lutut.
3. Memberikan drainase pada mulut sehingga berguna bagi klien post operasi mulut
atau tenggorokan.
2) Peralatan :
1. Tempat tidur
2. Bantal angin
3. Gulungan handuk
4. Sarung tangan (bila diperlukan)
3) Prosedur kerja :
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan
transmisi mikroorganisme.
2. Baringkan klien terlentang mendatar di tempat tidur. Menyiapkan klien
untuk posisi yang tepat.
3. Gulingkan klien dengan lengan diposisikan dekat dengan tubuhnya dengan siku
lurus dan tangan diatas pahanya. Posisikan tengkurap ditengah tempat tidur yang
datar. Memberikan posisi pada klien sehingga kelurusan tubuh dapat dipertahankan.
4. Putar kepala klien ke salah satu sisi dan sokong dengan bantal. Bila banyak
drainase dari mulut, mungkin pemberian bantal dikontra indikasikan. Menurunkan
fleksi atau hiperektensi vertebra cervical.
5. Letakkan bantal kecil dibawah abdomen pada area antara diafragma (atau
payudara pada wanita) dan illiac crest. Hal ini mengurangi tekanan pada payudara
pada beberapa klien wanita, menurunkan hiperekstensi vertebra lumbal, dan
memperbaiki pernafasan dengan menurunkan tekanan diafragma karena kasur.
6. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai lutut sampai dengan tumit. Mengurangi
plantar fleksi, memberikan fleksi lutut sehingga memberikan kenyamanan dan
mencegah tekanan yang berlebihan pada patella.
7. Jika klien tidak sadar atau mengalami paralisa pada ekstremitas atas, maka
elevasikan tangan dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan
bantal. Posisi ini akan mencegah terjadinya edema dan memberikan kenyamanan
serta mencegah tekanan yang berlebihan pada patella.
8. Jika klien tidak sadar atau mengalami paralisa pada ekstremitas atas, maka
elevasikan tangan dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan
bantal. Posisi ini akan mencegah terjadinya edema dan memberikan kenyamanan.
Bantal tidak diletakkan dibawah lengan atas karena dapat menyebabkan terjadinya
fleksi bahu.
9. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
10. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

10. Posisi lateral (side lying)


Posisi lateral adalah posisi dimana klien berbaring diatas salah satu sisi bagian tubuh
dengan kepala menoleh kesamping.
1) Tujuan :
1. Mengurangi lordosis dan meningkatkan aligment punggung yang baik
2. Baik untuk posisi tidur dan istirahat
3. Membantu menghilangkan tekanan pada sakrum dan tumit.
2) Peralatan :
1. Tempat tidur
2. Bantal angin
3. Gulungan handuk
4. Sarung tangan (bila diperlukan)
3) Prosedur kerja :
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan.Menurunkan
transmisi mikroorganisme.
2. Baringkan klien terlentang ditengah tempat tidur. Memberikan kemudahan
akses bagi klien dan menghilangkan pengubahan posisi klien tanpa melawan
gaya gravitasi.
3. Gulingkan klien hingga pada posisi miring. Menyiapkan klien untuk posisi
yang tepat
4. Letakkan bantal dibawah kepala dan leher klien. Mempertahankan body
aligment, mencegah fleksi lateral dan ketidaknyamanan pada otot-otot leher.
5. Fleksikan bahu bawah dan posisikan ke depan sehingga tubuh tidak menopang
pada bahu tersebut. Mencegah berat badan klien tertahan langsung pada sendi
bahu.
6. Letakkan bantal dibawah lengan atas. Mencegah internal rotasi dan adduksi
dari bahu serta penekanan pada dada.
7. Letakkan bantal dibawah paha dan kaki atas sehingga ekstremitas berfungsi
secara paralel dengan permukaan bed. Mencegah internal rotasi dari paha dan
adduksi kaki. Mencegah penekanan secara langsung dari kaki atas terhadap
kaki bawah.
8. Letakkan bantal, guling dibelakang punggung klien untuk menstabilkan
posisi. Memperlancar kesejajaran vertebra. Juga menjaga klien dari
terguling ke belakang dan mencegah rotasi tulang belakang.
9. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
10. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

2.7 Ambulasi dan Mobilitas


2.7.1 Konsep Dasar Ambulasi
1. Definisi Ambulasi
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca
operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai
berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Asmadi, 2008).
Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua pasien.
Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari latihan
berangsur-angsur dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien
menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas. Menurut Kozier 2005 ambulasi
adalah aktivitas berjalan.
2. Tujuan Ambulasi
Sedangkan Menurut Asmadi (2008) manfaat Ambulasi adalah:
A. Mencegah dampak Immobilisasi pasca operasi meliputi :
a) Sistem Integumen : kerusakan integritas kulit seperti Abrasi, sirkulasi yang
terlambat yang menyebabkan terjadinya Atropi akut dan perubahan turgor kulit.
b) Sistem Kardiovaskuler : Penurunan Kardiak reserve, peningkatan beban kerja
jantung, hipotensi ortostatic, phlebotrombosis.
c) Sistem Respirasi : Penurunan kapasitas vital, Penurunan ventilasi volunter
maksimal, penurunan ventilasi/perfusi setempat, mekanisme batuk yang menurun.
d) Sistem Pencernaan : Anoreksi-Konstipasi, Penurunan Metabolisme.
e) Sistem Perkemihan : Menyebabkan perubahan pada Eliminasi Urine, infeksi
saluran kemih, hiperkalsiuria
f) Sistem Muskulo Skeletal : Penurunan masa otot, osteoporosis, pemendekan serat
otot
g) Sistem Neurosensoris : Kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan syaraf pada
bagian distal, nyeri yang hebat.
Manfaat ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis
(thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi,
mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi. Ambulasi
sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi karena jika pasien membatasi
pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi pasien akan
semakin sulit untuk memulai berjalan (Kozier, 2010).
3. Tindakan-Tindakan Ambulasi
a. Duduk diatas tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan klien pada posisi terlentang
3) Pindahkan semua bantal
4) Posisi menghadap kepala tempat tidur
5) Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala tempat tidur di
belakang kaki yang lain.
6) Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu klien, sokong kepalanya
dan vetebra servikal.
7) Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan tempat tidur.
8) Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan perawat dari depan
kaki ke belakang kaki.
9) Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat tidur.
b. Duduk di tepi tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan pasien pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat tidur tempat
ia akan duduk.
3) Pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan.
4) Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi pasien.
5) Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.
6) Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien dan menjauh
dari sudut tempat tidur.
7) Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala tempat tidur di depan
kaki yang lain
8) Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah bahu pasien,
sokong kepala dan lehernya
9) Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
10) Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.
11) Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai atas pasien
memutar ke bawah.
12) Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakang tungkai dan angkat
pasien.
13) Tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan.
14) Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai
c.Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi
Bantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi pada sudut 45
derajat terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi roda, yakinkan bahwa kusi
roda dalam posisi terkunci.
Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga.
Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip.
Regangkan kedua kaki perawat.
Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan pasien
Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila pasien dan
tempatkan tangan pada skapula pasien.
Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan panggul dan
kaki, pertahankan lutut agak fleksi.
Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut perawat.
Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien secara langsung
ke depan kursi
Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi untuk
menyokong.
Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi.
Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat.
Stabilkan tungkai dengan selimut mandi
Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk kemajuan dan
penampilannya.
d. Membantu Berjalan
1) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau memegang telapak
tangan perawat.
2) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien.
3) Bantu pasien berjalan
e. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Brancard
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang tidak dapat atau
tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard.
1) Atur posisi branchard dalam posisi terkunci
2) Bantu pasien dengan 2 – 3 perawat
3) Berdiri menghadap pasien
4) Silangkan tangan di depan dada
5) Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien.
6) Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher/bahu dan bawah pinggang, perawat
kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan pinggul pasien, sedangkan perawat ketiga
meletakkan tangan di bawah pinggul dan kaki.
7) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
f. Melatih Berjalan dengan menggunakan Alat Bantu Jalan
Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan mobilitas pasien. Melatih berjalan
dengan menggunakan alat bantu jalan merupakan kewenangan team fioterapi. Namun
perawat tetap bertanggungjawab untuk menindaklanjuti dalam menjamin bahwa perawatan
yang tepat dan dokumentasi yang lengkap dilakukan.
3. Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi
a. Kruk adalah alat yang terbuat dari logam atau kayu dan digunakan permanen untuk
meningkatkan mobilisasi serta untuk menopang tubuh dalam keseimbangan pasien.
Misalnya: Conventional, Adjustable dan lofstrand
b. Canes (tongkat) yaitu alat yang terbuat dari kayu atau logam setinggi pinggang yang
digunakan pada pasien dengan lengan yang mampu dan sehat. Meliputi tongkat berkaki
panjang lurus (single stight-legged) dan tongkat berkaki segi empat (quad cane).
c. Walkers yaitu alat yang terbuat dari logam mempunyai empat penyangga yang kokoh
digunakan pada pasien yang mengalami kelemahan umum, lengan yang kuat dan mampu
menopang tubuh.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi
a. Kesehatan Umum
Penyakit, kelemahan, penurunan aktivitas, kurangnya latihan fisik dan lelah kronik
menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi musculoskeletal.
b. Tingkat Kesadaran
Pasien dengan kondisi disorienrtasi, bingung atau mengalami perubahan tingkat kesadaran
tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca operasi.
c. Nutrisi
Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atropi otot, penurunan jaringan subkutan yang
serius, dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien juga akan mengalami
defisisensi protein, keseimbangan nitrogen dan tidak ada kuatnya asupan vitamin C.
d. Emosi
Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan dan penghargaan pada diri sendiri akan
mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur ambulasi.
e. Tingkat Pendidikan
Pendidikan menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual, mengarahkan pada
ketrampilan yang lebih baik dalam mengevaluasi informasi. Pendidikan dapat meningkatkan
kemampuan seseorang untuk mengatur kesehatan mereka, untuk mematuhi saran-saran
kesehatan.
f. Pengetahuan
Hasil penelitian mengatakan bahwa perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan bertahan
lama dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Kozier, 2010)
5. Konsep Dasar Mobilisasi
Definisi Mobilisasi
1) Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas
(Kosier, 2010)
2) Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk
meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif
dan untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam
dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki
dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Asmadi, 2008)
Definisi Imobilisasi
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami
atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu
dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu
yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi
motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti
gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2005).
Tujuan Mobilisasi
a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
b. Mencegah terjadinya trauma
c. Mempertahankan derajat kesehatan
d. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari
e. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
Batasan karakteristik
a. Penurunan waktu reaksi
b. Kesulitan membolak-balik posisi
c. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis., meningkatkan perhatian
pada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, fokus pada ketunadayaan/aktivitas
sebelum sakit)
d. Dispnea setelah beraktifitas
e. Perubahan cara berjalan
f. Gerakan bergetar
g. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
h. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
i. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
j. Tremor akibat pergerakan
k. Ketidakstabilan postur
l. Pergerakan lambat
m. Pergerakan tidak terkoordinasi
(NANDA, 2012)
Jenis Mobilitas dan Imobilitas
a. Jenis Mobilitas
1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau
patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas
sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas
sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada
system musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang
b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel,
contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik. (Potter, 2010)
b. Jenis Imobilitas
1) Imobilisasi fisik
Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah
terjadinya gangguan komplikasi pergerakan
2) Imobilisasi intelektual
Imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya
pikir
3) Imobilitas emosional
Imobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri
4) Imobilitas sosial
Imobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam
kehidupan sosial. (Potter, 2010)
6. Etiologi Imobilisasi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab utama
kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan
gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran
keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di
tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Kozier, 2010).
Penyebab secara umum:
 Kelainan postur
 Gangguan perkembangan otot
 Kerusakan system saraf pusat
 Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
 Kekakuan otot
7. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal,
sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena
adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit.
Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan
tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan
tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot,
misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya
peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan
darah) karena latihan isometrik.

Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi
paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang
dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan
tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian
melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah
rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan
ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ
vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah. (Potter, 2010)
8. Tanda Dan Gejala
a. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:
EFEK HASIL
Penurunan konsumsi oksigen Intoleransi ortostatik
maksimum
Penurunan fungsi ventrikel Peningkatan denyut jantung,
kiri sinkop
Penurunan volume Penurunan kapasitas
sekuncup kebugaran
Perlambatan fungsi usus Konstipasi
Pengurangan miksi Penurunan evakuasi kandung
 Gangguan tidur kemih
 Bermimpi pada siang hari,
halusinasi

b. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ


ORGAN / PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT
SISTEM IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya
kekuatan otot, penurunan area potong lintang otot,
kontraktor, degenerasi rawan sendi, ankilosis,
peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya
volume sendi
Kardiopulmonal Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi
dan pembuluh miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan
darah ambilan oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning
jantung, penurunan volume plasma, perubahan uji
fungsi paru, atelektasis paru, pneumonia, peningkatan
stasis vena, peningkatan agresi trombosit, dan
hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria,
endokrin natriuresis dan deplesi natrium, resistensi insulin
(intoleransi glukosa), hiperlipidemia, serta penurunan
absorpsi dan metabolisme vitamin/mineral
(Potter, 2010)
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
a. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya.
Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa
melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan
gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya
misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian
pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk
bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita
penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit
kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya;
seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak
kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda
mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
d. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan
berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan seorang
remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat
kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
f. Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia
lanjut. (Kozier, 2010)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan adanya makalah ini , kami jadi memiliki banyak ilmu mengenai apa itu
mekanika tubuh,prinsip-prinsip mekanika tubuh,factor mekanika tubuh, dan
dampak apa saja yang kita dapatkan dari mekanika tubuh jika kita tidak
menjaga kesetimbangan tubuh dengan baik.

3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini yang bertujuan untuk memberi informai
mengenai kesetimbangan tubuh manusia, kita bisa lebih menjaga kesehatan,
terutama kesetimbangan tubuh saat mengalami proses kehamilan
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Alimul ,Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika .
Alimul , Aziz. 2006. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan Ed.2. Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry.2005.Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses & Praktik. Edisi ke-4,2.Jakarta:EGC
Potty & Perry.2006.Clical Nursing Skill Are Technic.Amerika:Mobsy.

Anda mungkin juga menyukai