Malaria Uni Fix
Malaria Uni Fix
MALARIA VIVAX
Oleh :
Pendamping
Pembimbing:
PERIODE MEI
2018-2019
1
Kasus - 1
No. ID dan Nama Peserta : dr. Sri Wahyuni Sahir
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Sinjai
Topik : Malaria
Tanggal (kasus) : 19 Mei 2018
Nama Pasien : An. MY No. RM :126691 / 18
2
Data Pasien : An. MY No. Registrasi : 126691 / 18
Nama Wahana: RSUD Sinjai Telp : - Terdaftar sejak : 2018
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
- Demam sejak 7 hari SMRS dirasakan tidak tiap hari, biasanya gejala mulai pada jam 3 sore
yang diawali dengan menggigil selama 15-30 menit kemudian terasa panas dan berkeringat
banyak.
- Mual (-), Muntah (-), Mimisan (-)
- Lemas (+)
- Sakit kepala (+)
- Riwayat bepergian ke daerah endemis Malaria (Papua)
- Pemeriksaan penunjang apusan darah tebal / DDR (DrikeDrupple): Plasmodium vivax (+).
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien sebelumnya dirawat di puskesmas Balangnipa selama 4 hari kemudian dirujuk
Riwayat minum profilaksis malaria sebelum ke papua disangkal
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwawat penyakit dengan keluhan yang sama tidak ada
Hipertensi, Diabetes, Asma, typhoid dan Alergi obat tidak ada
Trauma tidak ada
4. Riwayat Keluarga :
Kakak ipar (+) mengeluhkan keluhan yang sama dengan pasien dan sekarang dirawat di Papua
dengan diagnosis Malaria
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
Tinggal bersama ayah dan ibu
Riwayat banjir (-)
6. Lain-lain :
Sosial ekonomi sedang
3
Daftar Pustaka :
1. Pusat data dan informasi Kementrian kesehatan RI. Infodatin Malaria. 2016. Jakarta:
PUSDATIN. ISSN 2442-7659.
2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Di Indonesia. Jakarta.
3. Kemetenterian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Buku Saku Tatalaksana Kasus Malaria.
Jakarta: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan RI. 614.532.Ind.M
4. S. Hill. Adrian V. 2011. Review Vaccines Against Malaria. Phil. Trans. R. Soc. B (2011) 366,
2806–2814. Tersedia pada http://rstb.royalsocietypublishing.org/ on August 15, 2018.
5. Radhi, Fatimah. 2012. Malaria. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2017 pada halaman
http://publichealthnote.blogspot.com/2012/03/malaria.html
Hasil Pembelajaran :
1) Diagnosis Malaria
2) Tatalaksana Malaria
4
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO
1. Subjective
- Demam sejak 7 hari SMRS dirasakan tidak setiap hari, biasanya gejala mulai
pada jam 3 sore yang diawali dengan menggigil selama 15-30 menit kemudian
terasa panas dan berkeringat banyak.
- Sakit kepala (+)
- Riwayat bepergian ke daerah endemis Malaria (Papua) selama 7 bulan
- Memiliki kakak ipar yang mengeluhkan keluhan yang sama dengan pasien dan
sekarang dirawat di Papua dengan diagnosis Malaria
- Pemeriksaan penunjang apusan darah tebal / DDR (DrikeDrupple): Plasmodium
vivax (+).
2. Objective
Hasil Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis Cooperative
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Frek. Nafas : 24x/menit
Suhu : 38,4ºC
BB : 55 Kg
TB : 163 cm
Status Gizi : Gizi baik (IMT 20.68)
Keadaan Spesifik
Kepala:
o Bentuk : normosefali, simetris
o Rambut : hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
o Mata : tidak cekung, pupil bulat isokor ø 3mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
o Hidung : deviasi septum (-), epistaksis (-), sekret (-),
napas cuping hidung (-)
o Mulut : mukosa mulut & bibir kering (-), sianosis (-), coplik spot (-),
thypoid tongue (-)
o Tenggorokan : faring-tonsil hiperemis (-), T1-T1
5
Leher:
o Pembesaran KGB (-)
Thorax:
o Paru-paru:
Inspeksi : simetris, retraksi interkostal (-), iga gambang (-)
Palpasi : fokal fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) Normal, ronki (-), wheezing (-)
o Jantung:
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : HR:110 x/m, irama reguler, BJ I-II normal, murmur (-)
Abdomen:
o Inspeksi : datar
o Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit baik
o Perkusi : timpani
o Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas superior et inferior:
o Akral dingin (-), CRT < 3 detik, edema (-), nyeri gastrocnemius (-)
Foto Klinis
6
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (19 Mei 2018)
Darah Lengkap
HASIL
WBC 2.37 x 103/µl
HGB 6.9 g/dl
RBC 2.46 x 106/µl
HCT 20.9 %
PLT 98 x 103/µl
GDS 145 mg/dl
UR 17 mg/dl
CR 1.0 mg/dl
7
3. Assessment
Pasien datang dengan keluhan demam ± 7 hari, yang disertai dengan
menggigil dan berkeringat. Klinis tersebut sugestif malaria2-3, namun di daerah
endemis kemungkinan demam tifoid tidak dapat disingkirkan. Diperlukan
pemeriksaan penunjang untuk memastikan adanya parasit malaria untuk
menegakan diagnosis dan jenis parasit malaria, serta untuk menyingkirkan
kemungkinan demam tifoid sebagai penyebab demam tersebut. Namun pada
pasien ini didapatkan riwayat berpergian ke daerah endemis (Papua) dan tinggal
disana selama 7 bulan serta hasil pemeriksaan DDR di puskesmas menujukkan
hasil Plasmodium Vivax (+). Sehingga sebagaimana standar diagnosis malaria1
maka pasien patut dicurigai malaria dan harus dilakukan pemeriksaan Apusan
Darah Tepi (ADT). Sehingga pada pasien dilakukan pemeriksaan ADT dan
didapatkan hasil positif untuk Plasmodium Vivax, dan pada pemeriksaan Tubex
didapatkan hasil negatif. Berdasarkan hasil tersebut dapat menegakan diagnosis
malaria yang disebabkan oleh plasmodium vivax, sehingga pada pasien ini
diberikan pengobatan dengan ACT (Artemisin base Combination Therapy) sesuai
dengan anjuran WHO, yaitu berupa DHP (Dihidroartemisinin dan Piperakuin)
sesuai dengan berat badan pasien. Sesuai dengan patogenesisnya, malaria yang
disebabkan oleh plasmodium vivax harus diberikan primakuin selama 14 hari
untuk mencegah relaps. Pengobatan simptomatis diberikan untuk mengurangi
keluhan pasien terkait proses patogenesis penyakit berupa pemberian
Paracetamol dan Ranitidin. Tidak dilakukan pemberian transfusi darah pada
pasien walaupun kadar hb < 7 mg/dl karena ditakutkan akan memperparah
hemolisis sel darah merah yg terjadi dan berdampak pada fungsi organ Lien
(Spleenomegaly)
8
4. Plan
Diagnosis Klinis:
- Malaria Vivax
- Anemia kronik ec Hemolisis
Penatalaksanaan:
Non Farmakologis:
Istirahat
Diet biasa
Jaga hidrasi dengan konsumsi air yang cukup
Pencegahan gigitan nyamuk dengan penggunaan kelambu berinsektisida
Farmakologis:
IVFD RL 28 tpm
Paracetamol 3 x 500 mg
DHP : 3 tablet perhari selama 3 hari
Primakuin : 1 tablet perhari selama 14 hari
Ranitidin 50 mg/ 12j / IV
9
PENDAHULUAN
Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan
kematian terutama pada kelompok risiko tinggi, yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil. Selain
itu, malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja.
Penyakit ini juga masih endemis di sebagian besar wilayah Indonesia.1
Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana hanya sekitar
45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria. Berdasarkan hasil survei
komunitas selama 2007 – 2010, prevalensi malaria di Indonesia menurun dari 1,39 %
(Riskesdas 2007) menjadi 0,6% (Riskesdas 2010). Sementara itu berdasarkan laporan yang
diterima selama tahun 2000-2009, angka kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar
3,62 per 1.000 penduduk pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009
dan 1,96 tahun 2010. Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3%.2
Morbiditas malaria pada suatu daerah ditentukan dengan Annual Parasite Incidence
(API) per Tahun. Jika dilihat secara provinsi pada tahun 2015, tampak bahwa wilayah timur
Indonesia masih memiliki angka API tertinggi. Sedangkan DKI Jakarta dan Bali memiliki
angka API nol dan sudah masuk dalam kategori provinsi bebas malaria.1
10
TINJAUAN PUSTAKA
I. Defenisi
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh yaitu makhluk hidup bersel
satu yang termasuk ke dalam kelompok protozoa genus Plasmodium. Malaria ditularkan
melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung Plasmodium di dalamnya.
Plasmodium yang terbawa melalui gigitan nyamuk akan hidup dan berkembangbiak dalam
sel darah merah manusia. Penyakit ini menyerang semua kelompok umur baik laki-laki
maupun perempuan. Orang yang terkena malaria akan memiliki gejala: demam, menggigil,
berkeringat, sakit kepala, mual, atau muntah. Penderita yang menunjukkan gejala gejala
klinis harus menjalani tes laboratorium untuk mengkonfirmasi status positif malarianya.1
11
5) Malaria Knowlesi
Disebabkan oleh Plasmodium knowlesi. Gejala demam menyerupai malaria
falsiparum.
12
Gambar 2. Siklus Hidup Plasmodium4
13
V. Gejala Malaria
Gejala demam tergantung jenis malaria. Sifat demam akut (paroksismal) yang
didahului oleh stadium dingin (menggigil) diikuti demam tinggi kemudian berkeringat
banyak. Gejala klasik ini biasanya ditemukan pada penderita non imun (berasal dari daerah
non endemis). Selain gejala klasik di atas, dapat ditemukan gejala lain seperti nyeri kepala,
mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot . Gejala tersebut biasanya terdapat pada
orang-orang yang tinggal di daerah endemis (imun).3
Gejala dan tanda yang dapat ditemukan adalah: 5
1. Demam
Demam khas malaria terdiri dari 3 stadium, yaitu menggigil (15 menit – 1 jam),
puncak demam (2– 6 jam), dan berkeringat (2 – 4 jam). Demam akan meredasecara
bertahap karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada
respon imun.
2. Splenomegali
Splenomegali merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongesti,
menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan
ikat yang bertambah.
3. Anemia
Anemia disebabkan oleh:
- Penghancuran eritrosit yang berlebihan
- Eritrosit normal tidak dapat hidup lama
- Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoiesis dalam sumsum
tulang
4. Ikterus
Ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Demam ( ≥ 37,5°C )
b. Kunjunctiva atau telapak tangan pucat
c. Pembesaran limpa
d. Pembesaran hati
Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat, dapat ditemukan
keadaan di bawah ini: 2-3
1. Perubahan kesadaran (GCS<11, Blantyre <3)
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)
3. Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
4. Distres pernafasan
5. Gagal sirkulasi atau syok: pengisian kapiler > 3 detik,
7. Tekanan sistolik <80 mm Hg (pada anak: <70 mmHg)
6. Jaundice (bilirubin>3mg/dL dan kepadatan parasite >100.000)
7. Hemoglobinuria
8. Perdarahan spontan abnormal
9. Edema paru (radiologi), saturasi Oksigen <92%
Gambaran laboratorium :
1. Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)
2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).
3. Anemia berat (Hb <5 gr% untuk endemis tinggi, <7gr% untuk endemis sedang-
rendah), pada dewasa Hb<7gr% atau hematokrit <15%)
15
4. Hiperparasitemia (parasit >2 % eritrosit atau 100.000 parasit/μL di daerah
endemis rendah atau >5 % eritrosit atau 100.0000 parasit/μl di daerah endemis
tinggi)
5. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
6. Hemoglobinuria
7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)
3. Pemeriksaan Laboratorium2-3
a. Pemeriksaan dengan mikroskopik
Sebagai standar emas pemeriksaan laboratorium demam malaria pada penderita
adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi. Pemeriksaan
darah tebal dan tipis untuk menentukan:
1) Ada/tidaknya parasit malaria.
2) Spesies dan stadium Plasmodium
3) Kepadatan parasit
Semi kuantitatif:
(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB
(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal
atau sediaan darah tipis.
b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik. Tes ini
digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi KLB, dan di daerah
terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis.
c. Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing DNA
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan ini
penting untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P. falcifarum.
Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah
parasitnya rendah atau di bawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan
16
dengan menggunakan PCR juga sangat penting dalam eliminasi malaria karena
dapat membedakan antara parasit impor atau indigenous.
17
5) Jika penderita malaria berat akan dirujuk, sebelum dirujuk penderita harus diberi
dosis awal Artesunate intramuskular/intravena.
c. Standar Pemantauan Pengobatan
1) Evaluasi pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan klinis dan mikroskopis.
2) Pada penderita rawat jalan, evaluasi pengobatan dilakukan setelah pengobatan
selesai (hari ke-3), hari ke-7, 14, 21, dan 28.
3) Pada penderita rawat inap, evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari hingga tidak
ditemukan parasit dalam sediaan darah selama 3 hari berturut-turut, dan
setelahnya dievaluasi seperti pada penderita rawat jalan.
18
2) Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan regimen ACT
yang sama tapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
3) Pengobatan malaria ovale
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP ditambah dengan
Primakuin selama14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria
vivaks.
4) Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari, dengan
dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin.
5) Pengobatan infeksi campur P. falciparum+ P. vivax/P.ovale
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin
dengan dosis 0,25mg/kgBB/hari selama 14 hari.
19
IX. Pencegahan Malaria3
Upaya pencegahan malaria adalah dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap
risiko malaria, mencegah gigitan nyamuk, pengendalian vector dan kemoprofilaksis.
Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan menggunakan kelambu
berinsektisida, repelen, kawat kasa nyamuk dan lain-lain.3
Obat yang digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin dengan dosis
100mg/hari. Obat ini diberikan 1-2 hari sebelum bepergian, selama berada di daerah
tersebut sampai 4 minggu setelah kembali. Tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak
dibawah umur 8 tahun dan tidak boleh diberikan lebih dari 6 bulan.3
20