Anda di halaman 1dari 66

Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

BAB I
KONSEP PERENCANAAN
1.1 Umum
Perancangan sebagai sebuah kegiatan pengambilan keputusan secara
umum dan perancangan sistem maritim secara khusus adalah sebuah aktivitas
multi-disiplin yang memerlukan pemanfaatan yang berdaya guna atas berbagai
sumber daya yang terbatas jumlahnya; untuk memenuhi beberapa kebutuhan
fungsional tertentu. Oleh karena dalam dunia yang semakin kompetitif ini
merancang, mendisain atau mensintesis struktur berarti mengambil keputusan
atas tataletak, geometri, bahan dan ukuran struktur sedemikian rupa sehingga
sebuah atau beberapa kriteria perancangan mencapai tingkat tertentu;
sementara batasan-batasan atau kendala-kendala, dapat dipenuhi (tidak
dilanggar). Identifikasi rancangan yang akhirnya terpilih umumnya melibatkan,
secara berulang, penyediaan, evaluasi dan perbandingan antara berbagai
pilihan yang laik; sedemikian sehingga proses perancangan bergerak maju
menuju pada sebuah penyelesaian yang terbaik.
Cara tradisional untuk melakukan proses perancangan ini adalah dengan
menggunakan pendekatan iteratif yang melibatkan perhitungan, yang lazim
disebut analisis, beberapa aspek rancangan seperti kekuatan, stabilitas,
keandalan dan sebagainya; sehingga diperoleh suatu rentang pilihan
rancangan yang laik. Perlu diperhatikan bahwa kegiatan perancangan
mensyaratkan kemampuan stabilitas tertentu. Pendekatan ini telah diterapkan
dalam suatu prosedur perancangan yang secara klasik disebut Disain Spiral.
Dengan perkembangan teknologi komputer, proses iteratif ini selanjutnya dapat
dipercepat dengan bantuan sistem-sistem CAD dan bahkan dapat
mempertimbangkan banyak aspek perancangan secara sekaligus dengan
memanfaatkan metode mathematical programming dalam kerangka
pengambilan keputusan dengan criteria majemuk atau Multi Criteria Decision
Making (Rosyid,1993).
Untuk memanfaatkan laut dan berbagai sumber daya alam yang ada di
dalamnya, diperlukan sistem-sistem rekayasa yang dirancang dengan
sepenuhnya memperhatikan tugas pokok sistem tersebut di laut dan dengan
memperhatikan lingkungan laut tempat kerja sistem-sistem tersebut. Salah satu

I-1
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

subsistem penyusun sistem rekayasa maritim yang terpenting adalah


strukturnya, dengan ciri pokok yang membedakan adalah sebuah struktur
anjungan lepas pantai dibuat dan dirakit di sebuah tempat, kemudian dipakai di
tempat yang lain sama sekali. Hal ini berarti proses perancangan tidak hanya
harus memperhatikan keadaan dan tugas as installed at its intended location,
namun juga harus memperhatikan bagaimana struktur dibuat dan diangkut ke
tempat yang telah ditentukan.
Sekalipun keandalan (reliability) struktur anjungan lepas pantai bukan
satu-satunya kriteria perancangan yang harus diperhatikan, di samping
kemampurwatan, biaya fabrikasi dan bahkan disposability, keadaan struktur
anjungan lepas pantai jelas merupakan kriteria yang penting. Hal ini
mencerminkan bahwa keselamatan baik personil, lingkungan hidup dan
investasinya sendiri, sebagian akan dinyatakan sebagai fungsi dari keandalan
struktur tersebut. Sekalipun keselamatan sebuah anjungan lepas pantai tidak
hanya ditentukan oleh keandalan strukturnya, keandalan struktur memberi
sumbangan besar bagi keandalan sistem rekayasa maritim tersebut secara
menyeluruh. Hal ini disebabkan karena subsistem struktur memberi wadah bagi
penempatan subsistem-subsistem lain. Sebuah anjungan lepas pantai
berfungsi untuk menyediakan suatu bidang kerja horisontal tempat manusia
dan berbagai peralatan (elektrikal, mekanikal, pneumatic dan lain-lain) sehingga
dapat bekerja secara normal tanpa terganggu lingkungan laut secara langsung.
Persyaratan keselamatan dapat dipandang dari dua sudut. Pertama, dari
sudut pemerintah (tercermin dalam atau sebagian diwakili oleh Rules dan
Recommended Practice, seperti API RP2A), yaitu Safety First, Within Economic
Bound. Kedua, dari sudut perancang struktur atau pemilik, yang bermaksud
menerapkan design by first principles, yaitu Economic First, Within Safety
Limits. Risalah ini mengambil sudut kedua, tanpa mengabaikan sudut yang
pertama.
Kecenderungan terakhir yang membutuhkan perancangan anjungan
lepas pantai pada perairan yang semakin dalam, memerlukan peninjauan ulang
atas metode-metode perancangan yang ada selama ini. Dengan eksplorasi
pada kedalaman 1000meter, rancangan-rancangan baru ini menunjukkan laju
pertumbuhan ukuran anjungan lepas pantai. Adalah amat penting untuk
menentukan seberapa jauh pengetahuan yang ada kini dapat diekstrapolasi

I-2
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

untuk mampu dipakai menganalisis anjungan-anjungan di laut dalam tersebut.


Juga penting untuk memahami metode-metode analisis yang paling mutakhir
yang dapat memberikan taksiran perilaku struktur anjungan secara lebih akurat
Perhatian khusus diperlukan untuk memahami kelemahan langkah-
langkah analitik yang berbeda. Proses perancangan yang banyak dipakai
sekarang mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menentukan Karakteristik Lingkungan (angin, arus, gelombang); lebih
realistis apabila karakteristik ini ditentukan secara statistik.
2. Memilih konfigurasi awal (tataletak, geometri, bahan, ukuran); dengan
mentransformasikan besaran-besaran lingkungan menjadi besaran-
besaran beban. Langkah ini memasukkan unsur ketidakpastian baru.
3. Menentukan respons struktur anjungan akibat beban-beban tersebut.
Langkah ini telah dibantu oleh perangkat-perangkat analisis yang
semakin akurat, untuk perilaku struktur linier. Ketidakpastian terbesar
adalah pada taksiran sifat-sifat tanah dan umur (fatique life) struktur.
Petunjuk-petunjuk perancangan untuk dua hal terakhir ini relatif masih
langka dan tidak begitu dapat diandalkan akibat data eksperimental yang
sedikit jumlahnya serta kebutuhan untuk mengembangkan teknik-teknik
analisis yang lebih memadai.
4. Membandingkan besaran-besaran respon (tegangan, lendutan, frekuensi
natural dan lain-lain) dengan besaran-besaran ijin (allowable quantities)
sebagaimana ditentukan oleh peraturan dan dianjurkan dalam
recommended practice. Apabila besaran-besaran respon melebihi
besaran-besaran ijin, maka langkah kedua diulang kembali, demikian
seterusnya.

1.2 Pengembangan Konsep Struktur Anjungan Lepas Pantai


Konsep Struktur pada dasarnya adalah jenis, tataletak (layout) dan
geometri struktur. Pemilihan konsep struktur merupakan tahapan pertama yang
amat penting bagi keberhasilan struktur anjungan untuk melakukan fungsi
utamanya. Pemilihan konsep struktur dilakukan pada tahap perancangan
konsep. Tahap ini memiliki potensi penghematan terbesar bila dibandingkan
dengan tahapan perancangan yang lebih hilir. Banyak faktor yang
mempengaruhi cost effectiveness sebuah anjungan lepas pantai. Dari sekian

I-3
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

faktor itu hanya beberapa yang berhubungan langsung dengan fungsi khusus
yang ditugaskan bagi anjungan yang ditinjau. Faktor-faktor yang mempengaruhi
proses seleksi konsep struktur, yaitu (McClelland & Reifel,1986):
1. Fungsi utama
2. Ukuran
3. Kedalaman
4. Karakteristik pondasi yang dibutuhkan
5. Lokasi geografis.
Selama 30 tahun terakhir ini telah dikembangkan banyak konsep struktur
anjungan untuk operasi lepas pantai. Perbedaan dan perkembangan pada
konsep struktur ini terus terjadi akibat perkembangan kriteria dan teknologi
untuk memenuhi kebutuhan anjungan yang lebih besar di perairan yang lebih
dalam dan di lingkungan yang lebih ganas.
Untuk membangun struktur-struktur ini, ukuran dan kapasitas galangan
fabrikasi dan peralatan konstruksinya terus bertambah. Sekalipun teknologi
konstruksi berkembang amat cepat, faktor-faktor yang berkaitan dengan
instalasi lepas pantai, transportasi dan fabrikasi di pantai masih amat
mempengaruhi dan seringkali justru menentukan konsep struktur anjungan
lepas pantai.
Melalui pemanfaatan komputer dan teknik-teknik komputasi yang
semakin maju, proses perancangan telah dapat dilakukan dengan tingkat
kedalaman yang semakin baik. Kini telah tersedia berbagai program untuk
menghitung pengaruh spektrum gelombang, eksitasi seismik, kelelahan,
respons dinamis dan interaksi tanah-pondasi-bangunan. Namun demikian,
seseorang masih harus menentukan konfigurasi dasar dan ukuran-ukuran awal
komponen struktur sebelum proses analisa dengan program yang canggih
tersebut dapat dimulai.

I-4
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

BAB II
TEORI & PROSES PERENCANAAN
FIXED JACKET PLATFORM
Perancangan merupakan pemikiran dasar yang menyangkut proses
identifikasi sejumlah kriteria yang berkaitan dengan kemampuan produksi,
kinerja dan keamanan serta keseimbangan antara pemenuhan berbagai target.
Perancangan struktur anjungan lepas pantai merupakan pemikiran dasar untuk
mengambil keputusan dalam memilih tata letak, geometri, bahan dan ukuran
struktur yang layak.
Langkah awal dalam konsep perancangan adalah penentuan target.
Target-target perancangan yang mendefinisikan kemampuan struktur untuk
memenuhi tujuan operasi, antara lain adalah; function ability (kemampuan
difungsikannya struktur), habitability (nilai mutu struktur dalam memberikan
kenyamanan), reliability (nilai keandalan struktur), availability (nilai proporsional
struktur untuk keseluruhan umur operasional), safety (kemampuan struktur
untuk tetap selamat selama dalam pengoperasian) dan damage tolerance
(kemampuan struktur untuk selamat dari tingkat kerusakan yang ekstrim pada
suatu periode tertentu).
Adapun target-target yang mendefinisikan nilai ekonomis struktur adalah
producibility (kemudahan dalam membangun, mereparasi dan meletakkan
struktur di lokasi operasional), inspect ability (kemudahan untuk melakukan
pemeriksaan struktur), maintainability (kemudahan untuk merawat struktur),
disposability (kemudahan untuk membongkar struktur), cost (biaya
pembangunan dan selama pengoperasian struktur) serta weight (berat struktur
yang berpengaruh terhadap biaya pengadaan material). Semua target-target
tersebut sangat berkaitan satu dengan yang lainnya.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konsep perancangan
struktur, khususnya struktur bangunan lepas pantai, yakni Riset Lapangan,
Peramalan Permintaan, Analisa Kecenderungan Pasar, Perkembangan
Teknologi Metode-metode Perancangan, Perubahan-perubahan Peraturan
yang Berlaku, Inovasi Baru, Perkembangan Teknologi Material dan Fabrikasi

II - 1
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

serta perubahan dalam pendanaan oleh Pemerintah dan dukungan terhadap


industri.
Kriteria yang terpenting dalam perancangan kosntruksi bangunan lepas
pantai adalah kemampuan untuk dapat menahan beban vertikal sebagai akibat
dari beban fungsional, berat struktur dan fasilitas pendukung lainnya serta
dapat menahan beban horisontal sebagai akibat dari pembebanan lingkungan.
Selain itu, sebuah konstruksi bangunan lepas pantai harus memiliki sifat tahan
terhadap beban statis dan dinamis serta efek kelelahan. Adapun prosedur
perancangan bangunan lepas pantai secara global adalah;
1. Menentukan lokasi dan karakteristik lingkungan dalam besaran-besaran
angka
2. Memilih konfigurasi struktur (geometri, bahan struktur dan ukuran awal)
3. Menganalisa respon struktur terhadap gaya-gaya yang bekerja, untuk
memeriksa unjuk kerja struktur terhadap kondisi kerjanya.
4. Menelaah dan mengadakan evaluasi akhir terhadap struktur yang
direncanakan hingga diperoleh besaran-besaran respons (tegangan,
lendutan, frekuensi natural dan sebagainya) dalam batas-batas yang
diizinkan oleh peraturan yang ada.

2.1 Penentuan Lokasi Geografis dan Karakteristik Lingkungan


2.1.1 Lokasi Geografis
Banyaknya kandungan minyak dan gas bumi pada suatu lokasi
merupakan alasan utama dibangunnya konstruksi pengeboran khususnya
bangunan lepas pantai. Penentuan letak struktur tentunya dipengaruhi oleh
keadaan atau kondisi setempat yang nantinya merupakan hal penting dalam
pemilihan jenis konstruksi, pondasi yang sesuai, jumlah sumur yang dibutuhkan
untuk pengeboran dan juga penentuan metode pengangkutan konstruksi ke
lokasi serta pengangkutan minyak atau gas itu sendiri menuju tempat
pemasaran atau pendistribusian. Untuk mengetahui kondisi minyak atau gas
dalam tanah dapat dilihat dalam peta cekungan minyak bumi, tentunya dengan
mengadakan tinjauan lokasi lebih lanjut.
Lokasi yang mengandung minyak atau gas, belum tentu layak untuk
dieksploitasi; kaitannya dengan perkiraan ekonomis terhadap pembangunan
konstruksi bangunan lepas pantai. Perkiraan ekonomis tersebut harus tepat

II - 2
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

mengingat mahalnya biaya konstruksi sebuah struktur bangunan lepas pantai.


Dalam hal ini, besar jumlah kandungan minyak atau gas pada suatu lokasi
sangat menentukan layak tidaknya sumur tersebut dieksploitasi.
2.1.2 Karakteristik Lingkungan
Karakteristik lingkungan adalah kondisi yang timbul di mana struktur
bangunan lepas pantai itu akan dioperasikan. Kondisi lingkungan itu diperoleh
pada saat peninjauan lokasi dan dilakukan secara berkala untuk mendapatkan
data atau informasi yang lebih akurat. Data tersebut mewakili gejala alam yang
mungkin timbul selama pengoperasian bangunan lepas pantai dalam bentuk
angka. Kondisi lingkungan di mana struktur bangunan lepas pantai akan
dioperasikan, harus dibedakan dalam dua kategori, yaitu Kondisi Lingkungan
Normal atau kondisi yang diperkirakan sering terjadi dan Kondisi Lingkungan
Ekstrim.
Salah satu kondisi lingkungan yang utama adalah kedalaman perairan.
Dalam banyak hal, data ini merupakan tolok ukur berbagai persyaratan yang
harus dipenuhi dalam penentuan konfigurasi struktur bangunan lepas pantai.
Muka air pasang dan muka air surut juga merupakan parameter penting yang
mempengaruhi kedalaman perairan.
Terdapat beberapa gejala alam yang merupakan bagian dari beban
lingkungan yang dialami oleh struktur bangunan lepas pantai di lokasi
pengoperasian, antara lain Gelombang, Angin dan Arus.
2.1.2.1 Gelombang
Gelombang merupakan sumber utama dari beban lingkungan yang diderita oleh
anjungan lepas pantai. Dalam perancangan konstruksi bangunan lepas pantai,
karakteristik gelombang yang digunakan adalah pada kondisi lingkungan
normal, terutama untuk menentukan parameter gelombang rata-rata;
sedangkan kondisi lingkungan ekstrim yang diperkirakan terjadi pada
perulangan periode 100 tahun. Parameter-parameter yang diperoleh dari
gelombang adalah tinggi gelombang, periode gelombang, panjang gelombang
dan elevasi puncak gelombang serta parameter lainnya yang mendukung.
2.1.2.2 Angin
Parameter angin yang utama adalah kecepatan angin. Data angin yang
diperoleh harus disesuaikan dengan kecepatan angin pada ketinggian standar
(ketinggian acuan/referensi) yaitu 10m atau 33ft di atas permukaan air rata-rata

II - 3
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

dengan interval waktu yang ditentukan. Terdapat dua tipe kecepatan angin,
yaitu Gust (kecepatan angin rata-rata dalam interval waktu kurang dari satu
menit) serta Sustained (kecepatan angin rata-rata dalam interval waktu satu
menit atau lebih). Namun penting pula diperhatikan frekuensi dan lama
berlangsungnya kecepatan angin di lokasi.
2.1.2.3 Arus
Seperti halnya angin, parameter utama dari arus adalah kecepatannya. Selain
itu, arah terpaan arus juga merupakan variabel penting yang berguna dalam
perencanaan pengoperasian anjungan lepas pantai. Perhitungan arus memiliki
banyak pengaruh terhadap penentuan letak dan arah kedudukan sandaran
kapal serta gaya dinamis yang diderita anjungan lepas pantai.

2.2 Pemilihan Konfigurasi Struktur


2.2.1 Pemilihan Konstruksi Secara Umum
Berdasarkan konstruksinya, bangunan lepas pantai dapat dibedakan atas tiga
jenis, yakni:
a. Struktur Terpancang; seperti Jacket Steel Platform, Grafity Platform
b. Struktur Terapung; seperti Semi Submersible, Jack Up, Drill Ship
c. Struktur Lentur; seperti Tension Leg Platform, Guyed Tower

Gambar 2.1 Gravity Platform

II - 4
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Gambar 2.3 Tension Leg Platform


Gambar 2.2 Jacket Steel Platform

Gambar 2.4 Semi Submersible Gambar 2.5 Jack Up Platform

II - 5
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Gambar 2.6 Floating Production and Storage Offloading

Gambar 2.7 Drill Ship

Struktur bangunan lepas pantai dapat juga dibedakan jenisnya berdasarkan


lama pemakaiannya, yaitu:
a. Konstruksi Permanen atau konstruksi yang dibangun untuk dioperasikan
dalam jangka waktu yang lama pada suatu lokasi kerja (biasanya 20
sampai 30 tahun) dan tidak dimaksudkan untuk dipindahkan ke lokasi
kerja yang lain

II - 6
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

b. Konstruksi Bergerak (Mobile Unit) atau konstruksi yang dibangun untuk


dioperasikan hanya beberapa waktu saja (beberapa minggu atau bulan),
kemudian berpindah tempat untuk dioperasikan di lokasi kerja yang lain.
Gambar 2.8 memperlihatkan bentuk dan bagian-bagian yang penting dalam
konstruksi bangunan lepas pantai, khususnya Fixed Jacket Offshore Platform.

Gambar 2.8 Fixed Jacket Platform dengan bagian-bagiannya


(McClelland & Reifel,1986)

Adapun berdasarkan fungsinya, konstruksi lepas pantai dapat dikategorikan


sebagai berikut:
a. Anjungan Pengeboran (Drilling Deck); yakni anjungan yang digunakan
untuk mengebor sumur minyak/gas bumi. Pengeboran tersebut dapat
berupa pengeboran awal (untuk melihat kandungan minyak/gas di sumur

II - 7
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

tersebut) dan dapat pula berupa pengeboran lanjutan untuk keperluan


eksploitasi.
b. Anjungan Produksi (Production Deck); yakni anjungan yang digunakan
sebagai tempat untuk memisahkan antara minyak, gas dan air.
c. Anjungan Akomodasi (Living Quarter Deck); yakni anjungan yang
digunakan sebagai tempat tinggal dan transit serta operasional
administrasi.
d. Anjungan Instalasi (Instalation Deck); yakni anjungan yang digunakan
sebagai tempat instalasi-instalasi pembantu proses eksploitasi, seperti
bengkel dan fasilitas derek
e. Anjungan Pipe Layer (Pipe Layer Deck); yakni anjungan yang digunakan
sebagai tempat pipa yang dapat langsung dicantolkan ke mobile unit
yang akan mengambil minyak/gas yang telah diisap dari sumur.
Pemilihan konstruksi banyak didasarkan pada berbagai pertimbangan yang
telah disebutkan sebelumnya, seperti halnya lokasi geografis dan karakteristik
lingkungan tempat anjungan lepas pantai akan dioperasikan.
2.2.2 Penentuan Berat dan Luasan Geladak
Terdapat empat jenis kategori berat geladak kaitannya dengan kondisi
gravitasi dari fasilitas geladak, yaitu;
a. Berat Kering (Dry Weight, WD) adalah berat fasilitas/peralatan kosong
sesuai dengan perhitungan galangan pembuat anjungan, yang terdiri
dari;
• Peralatan utama (fasilitas untuk operasi produksi, fasilitas
pendukung pengeboran dan sumber tenaga)
• Peralatan material tersebar (perpipaan, katup-katup,
instrumentasi, material tahan api serta komponen struktur baja
lainnya)
• Baja struktur geladak atas (konstruksi baja untuk pondasi
peralatan, tangga dan jembatan).
Penentuan WD dan Luasan Geladak dapat ditentukan dengan bantuan
grafik hubungan antara Jumlah Produksi Minyak Perhari (BOPD), seperti
pada Gambar 2.9 dan 2.10 dengan keterangan gambar sebagai berikut:

II - 8
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

• Estimated Upper Limit; digunakan jika anjungan berada di daerah


dingin yang dilengkapi dengan dua buah rig dan dirancang secara
konservatif.
• Median; digunakan untuk anjungan biasa yang dioperasikan di
daerah panas dengan GOR (Gas Oil Ratio) rata-rata 300 hingga
600 serta dirancang secara konservatif.
• Estimated Lower Limit; digunakan pada anjungan untuk
pengolahan gas atau untuk lokasi yang tidak memerlukan banyak
pengaturan tekanan

Gambar 2.9 Grafik Estimasi Berat Kering Fixed Jacket Platform


(Sumber: Planning and Design of Fixed Offshore Platform, hal. 39)

II - 9
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Gambar 2.10 Grafik Estimasi Luas Geladak Fixed Jacket Platform


(Sumber: Planning and Design of Fixed Offshore Platform, hal. 39)

b. Berat Operasional (Operational Weight, WO) adalah berat kering


ditambah dengan berat bahan-bahan yang dikonsumsi serta cairan yang
terdapat dalam bejana dan perpipaan. Berat-berat operasional berkisar
antara 1,30 sampai dengan 1,35 dari berat kering (McClelland &
Reifel,1986). Dalam bentuk matematis;
WO = (1,30 – 1,35)WD ...................................................................... (2.01)
c. Berat Pengangkatan (Lifting Weight, WL) adalah berat yang dihitung dari
berat kering, merupakan berat peralatan pemrosesan dan cadangan bagi
alat angkat. Besarnya berat pengangkatan diambil antara (5 – 8)% dari
Berat Kering (McClelland & Reifel,1986). Dalam bentuk matematis;
WL = (0,05 – 0,08)WD ...................................................................... (2.02)
d. Berat Pengetesan (Testing Weight, WT) adalah berat tambahan yang
timbul pada saat pengetesan peralatan, bejana atau perpipaan di atas
geladak atas. Jika setelah WT terdapat perbedaan sekitar 1 – 2 ton,
maka berat masih berada dalam ambang toleransi.
Dengan demikian, berat geladak Fixed Jacket Platform dapat disimpulkan
merupakan penjumlahan antara keempat komponen berat di atas. Namun hal

II - 10
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

tersebut berlaku jika setiap anjungan merupakan sistem sendiri. Jika terdapat
anjungan kombinasi, maka berat geladak adalah penjumlahan antara Berat
Operasional, Berat Pengangkatan dan Berat Pengetesan. Dalam bentuk
matematis:
WTOTAL = WO + WL + WT ............................................................................. (2.03)
2.2.3 Pemilihan Bahan Struktur
Oleh karena mengalami pembebanan yang tinggi, struktur anjungan
lepas pantai harus dibuat dari material yang kuat dengan karakteristik yang
sesuai untuk penggunaan di bawah laut. Untuk anjungan lepas pantai
disyaratkan untuk menggunakan baja tahan korosi, mudah dibentuk dan
disambung dengan cara pengelasan serta memperhatikan kondisi kerja
(kaitannya dengan kekuatan baja minimum). Baja yang digunakan harus sesuai
dengan spesifikasi yang mempunyai sertifikat dari pabrik atau sertifikat
pengujian yang dibuat oleh fabrikator dalam laboratorium.
Menurut tingkat kekuatan dan karakteristik pengelasannya, baja dapat
dikelompokkan dalam tiga group yakni:
a. Group I; dirancang untuk baja lunak dengan spesifikasi kuat luluh 4ksi
(280MPa) atau kurang, karbon ekivalen 4% atau kurang dan harus dapat
dilas dengan beberapa proses pengelasan.
b. Group II; dirancang untuk baja kekuatan menengah dengan spesifikasi
kuat luluh minimum 40ksi (280MPa) hingga 52ksi (360MPa), karbon
ekivalen 0,45% atau lebih dan semua proses pengelasan harus
menggunakan electrode hydrogen rendah.
c. Group III; dirancang untuk baja berkekuatan tinggi dengan spesifikasi
kuat luluh minimum 52ksi (360MPa). Baja ini dapat dipakai bila sudah
diketahui kemampuannya dalam hal:
• Mampu Las dengan prosedur pengelasan khusus yang disyaratkan
• Umur Kelelahan dengan beban tekanan kerja yang tinggi
• Ketahanan Takik, Kontrol Kepecahan, Prosedur Inspeksi,Tegangan
Kerja dan Temperatur Lingkungan.
Dengan karakteristik ketangguhan takik yang sesuai untuk kondisi kerja, baja
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

II - 11
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

a. Baja Kelas C, yakni baja yang mempunyai hasil yang baik untuk
pengelasan struktur pada temperatur kerja normal di mana impact test
tidak disyaratkan, digunakan untuk ketebalan terbatas, bentuk yang
moderat, pengekangan dan konsentrasi tegangan yang rendah dan
beban-beban equal-statis
b. Baja Kelas B, yakni baja yang sesuai untuk struktur di mana ketebalan,
temperatur rendah dan pengekangan, konsentrasi tegangan, beban
impact tidak begitu berpengaruh (ketangguhan tariknya sangat baik).
c. Baja Kelas A, yakni baja yang sesuai untuk digunakan pada temperatur
normal dan pada kondisi-kondisi penggunaan konstruksi yang kritis. Baja
seperti ini umumnya dapat ditemui pada baja dengan persyaratan
charphy yang tinggi pada rentang temperatur -20ºC hingga 40ºC.
2.2.4 Penentuan Karakteristik Tiang Pancang
Apabila kedalaman perairan bertambah atau beban lingkungan
membesar atau bahkan kondisi tanah melemah, dimensi tiang pancang perlu
diperbesar pula. Namun perlu diingat bahwa memperbesar dimensi tiang
pancang akan memperbesar beban lateral dari gelombang. Beban gelombang
dapat bertambah besar lebih cepat daripada pertumbuhan ukuran tiang
pancang.
2.2.4.1 Jumlah Pile/Kaki Struktur dan Ukurannya
Pertambahan jumlah tiang pancang atau kaki struktur secara otomatis
akan mengurangi ukuran masing-masing tiang pancang. Dalam hal ini,
kekuatan tiang pancang harus diperhatikan perubahannya, setiap kali terjadi
perubahan ukuran.
Pada mulanya konstruksi lepas pantai dibangun dengan 3 atau 4 kaki,
lalu berkembang 6, 8 kaki bahkan lebih pada saat sekarang. Penentuan jumlah
kaki sangat bervariasi, tergantung dari kebutuhannya, ditinjau dari segi
kekuatan dan efektivitas biaya konstruksinya. Dewasa ini, dengan adanya
ukuran pipa yang lebih besar, anjungan-anjungan cenderung dikonstruksi
dengan 8 kaki. Jenis ini dapat dipakai sampai kedalaman 400ft (122m).
Diameter tiang pancang dapat ditentukan dari Tabel 2.1. dengan
terlebih dahulu menentukan besarnya kapasitas aksial yang dapat didukung
oleh tiap tiang pancang dengan pendekatan matematis sebagai berikut;

II - 12
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

P = WTOTAL / n ............................................................................................. (2.04)


dengan P : Kapasitas Beban Aksial
W : Berat Total Geladak
n : Jumlah Kaki Struktur yang direncanakan

Tabel 2.1 Rentang Kapasitas Aksial dan Lateral Tiang Pancang


Diameter Tiang Pancang Kapasitas Kapasitas Aksial
(inchi) Lateral (ton) (ton)
30 50 – 75 250 – 750
36 70 – 90 500 – 1000
39 80 – 110 1000 – 1750
42 110 – 125 1500 – 2250
48 120 – 150 2000 – 2500
54 150 – 200 2250 – 2750
60 200 – 250 Sampai 3000
72 225 – 275 Sampai 4000
84 250 - 350 Sampai 5000
Sumber: Planning and Design of Fixed Offshore Platform
Rentang kapasitas dalam Tabel 2.1 di atas adalah taksiran pendekatan dan
sangat tergantung pada karakteristik tanah dasar laut; juga dibatasi oleh
kemampuan untuk melakukan instalasi tiang pancang hingga kedalaman yang
diperlukan.
Ukuran awal tiang pancang ditentukan berdasarkan taksiran beban
aksial dan lateral maksimum dan karakteristik tanah. Taksiran beban aksial dan
geser maksimum yang bekerja pada tiang pancang dapat dilakukan dengan
menganggap struktur anjungan sebagai benda kaku dan kemudian menaksir
beban operasional, berat struktur sendiri dan beban gelombang. Ukuran awal
tiang selanjutnya dipilih dengan prosedur sebagai berikut :
1. Memilih diameter luar tiang pancang.
2. Kedalaman penetrasi tiang pancang dihitung. Beban aksial maksimum
dikalikan dengan sebuah angka keamanan, sekaligus dengan
mempertimbangkan harga-harga koefisien tanah. Langkah 1 dan 2
diulang-ulang sampai kedalaman penetrasi yang wajar diperoleh yang
dapat dicapai oleh peralatan pemancangan yang tersedia.
3. Tebal dinding tiang pancang dipilih berdasarkan momen lengkung dan
lateral maksimum.
4. Dengan memilih modulus tanah tertentu yang sesuai untuk daerah
dengan lendutan lateral maksimum, momen sepanjang tiang pancang

II - 13
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

dapat dihitung dengan menggunakan prosedur analisa tiang pancang


elastis dengan beban lateral. Tiang pancang dapat dianggap terjepit
pada daerah mudline. Tegangan kombinasi akibat beban momen dan
beban aksial, dihitung dan penampang tiang pancang diperiksa terhadap
harga-harga tegangan ijin.
Untuk menentukan tebal dinding tiang pancang, menurut “Pedoman Rancang
Bangun Bangunan Lepas Pantai di Perairan Indonesia” oleh BKI halaman II-24,
digunakan Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Tebal Minimum Tiang Pancang
Diameter Tiang Tebal Nominal
Inchi mm Inchi mm
24 610 1/2 13
30 762 3/16 14
36 914 16
42 1067 11/16 17
48 1219 3/4 19
60 1529 3/8 22
72 1829 1 23
84 2134 11/8 28
96 2438 11/4 31
108 2743 13/8 34
120 3048 11/2 37
Sumber: BKI (1991)
2.2.4.2 Jarak Antar Kaki dan Kemiringan Struktur (Batter)
Penentuan jarak antar kaki struktur ditentukan berdasarkan tata letak
menyeluruh anjungan dan jumlah tiang pancang. Jarak ini bisa bervariasi yaitu
36 - 45ft (11 - 13,7m) dalam arah melintang dan 40 – 60ft (12 – 18,3m) dalam
arah memanjang (Graff,1984).
Kaki-kaki jacket dimiringkan agar memiliki ruangan yang lebih besar di
dasar laut yang kemudian membantu dalam menahan momen guling yang
timbul. Dalam arah melintang, hanya kaki-kaki terluar yang dimiringkan,
biasanya 1/10 atau 1/12; sedangkan dalam arah memanjang, semua kaki jacket
dimiringkan 1/7 atau 1/8. Penentuan jarak antar kaki struktur & kemiringannya
dimulai pada rentang 3 – 4 meter di atas garis air rerata (Graff,1984).
Akibat dari batter atau kemiringan, maka jarak antar kaki makin
melebar pada dasar laut; sehingga untuk membantu kaki struktur menahan
momen guling, biasanya konstruksi direncanakan menggunakan beberapa skirt

II - 14
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

pile yang memanjang hingga satu level di atas level terbawah dari struktur
(Graff,1984).
2.2.5 Penentuan Perangkaan
Kaki-kaki jacket dihubungkan dan ditopang oleh rangka-rangka (braces)
dengan arah-arah horisontal, diagonal-horisontal dan diagonal-vertikal.
2.2.5.1 Pola Perangkaan
Pola perangkaan struktur penyangga anjungan mengikuti tipe-tipe
sambungan tubular yang sangat beragam. Perangkaan struktur umumnya
adalah pola K, N, T, K Ganda, N Ganda, T Ganda dan kombinasi dari beberapa
pola tersebut (Gambar 2.11).

Gambar 2.11 Macam Geometri Sambungan Tubular Perangkaan (Graff,1984)

Akhir-akhir ini semakin banyak dipakai pola perangkaan silang X untuk


memperpendek panjang efektif rangka tanpa mengurangi kekakuan struktur
rangka penyangga. Apabila satu kaki rangka X dalam keadaan tertekan dan

II - 15
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

yang lain tertarik, maka bagian yang tertarik akan menahan bagian yang
tertekan dari lendutan keluar bidang pada pertemuan rangka tersebut dan
diameter kedua rangka tersebut dapat dikurangi sehingga mengurangi beban
gelombang pada anjungan. API RP2A merekomendasi pola perangkaan X ini
untuk anjungan pada lokasi rawan gempa.
2.2.5.2 Tinggi Rangka Horisontal
Rangka horisontal pada beberapa ketinggian diperlukan untuk
menstabilkan rangka struktur penyangga, menyangga conductor dan
sebagainya. Tinggi antara rangka horisontal ini bervariasi antara 40 – 60ft (12-
18.3m). Untuk rangka dekat permukaan air, biasanya digunakan tinggi rangka
12m. Makin besar kedalaman air, makin bertambah pula tinggi antara rangka
horisontalnya (Graff,1984).
2.2.6 Penentuan Rangka Tubular
Meskipun konfigurasi menyeluruh telah ditentukan, setiap rangka struktur
anjungan harus ditentukan ketebalannya sebelum analisis respon strukturnya
dapat dilakukan. Ujung-ujung rangka-rangka tubular ini, karena sambungan las,
ditumpu jepit; sehingga struktur rangka anjungan ini memiliki derajat
ketidaktentuan yang tinggi. Hal ini mempersulit penentuan ukuran rangka.
Hampir seluruh rangka struktur anjungan mengalami beban kombinasi tekan
dan momen lengkung selama tersapu gelombang sepanjang hidupnya.
Dengan demikian, parameter perancangan yang paling menentukan
adalah rasio kerampingan kl/r. Untuk penentuan ukuran awal struktur
penyangga utama, pengalaman menunjukkan bahwa kl/r antara 70 hingga 90
menghasilkan hasil yang memadai. Untuk kasus Indonesia, harga tersebut
diperbesar hingga 110 (McClelland & Reifel,1986). Untuk bagian struktur
penyangga yang lebih sekunder, angka kl/r ini dapat diambil yang terbesar atau
sekitar 2/3 dari diameter brace utama.
Sistem perangkaan (bracing system) mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Membantu menyalurkan beban horisontal ke pondasi
b. Melindungi keutuhan struktur selama proses fabrikasi dan instalasi
c. Menahan gerak sentakan dari sistem jacket-pile yang terpasang
d. Menyangga anoda korosi dan konduktor-konduktor sumur serta
menyalurkan gaya gelombang yang ditimbulkan ke pondasi

II - 16
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Karakteristik penting lainnya dari rangka tubular adalah kestabilan penampang


yang dinyatakan dalam rasio diameter/tebal dinding (D/t) yang juga
menunjukkan kestabilan terhadap local buckling. Untuk memperoleh tebal
minimum dinding rangka tubular setelah diameternya ditentukan, dapat
digunakan Tabel 2.3
Tabel 2.3 Rasio D/t untuk Komponen Tubular
Struktur Rangka Anjungan
Komponen Struktur Rangka D/t
Kaki struktur 45
Sambungan kaki 30 – 35
Brace 40 – 60
Seksi sambungan brace 35 – 40
Kaki geladak 35 – 40
Brace truss geladak 35 - 45
Sumber: Planning and Design of Fixed Offshore Platform
Untuk struktur penyangga lain atau penyangga sekunder, rasio D/t = 40 dan
rasio D/t pada sambungan adalah 35 – 40 dengan menambah 0,1inchi dari
ketebalan penyangga sekunder.
Nilai k (faktor panjang efektif) dapat ditentukan berdasarkan Tabel 2.4
(BKI,1991).
Tabel 2.4 Faktor Panjang Efektif, k
Part of Structures Value of k
Top Deck Leg:
• With Bracing 1,0
• Portal (without bracing) 1,0
Jacket Leg and Piling:
• Grouted Composite Section 1,0
• Ungrouted Jacket Leg 1,0
• Ungrouted Piling between Shim Points 1,0
Deck Truss Web Members:
• In Action Plane 0,8
• Out of Plane Action 1,0
Jacket Braces:
• Face to face Length of Main Diagonals 0,8
• Face of Leg to Centerline of Joint Length of K Brace 0,8
• Longer Segment length of X Brace 0,9
• Secondary Horizontals 0,7
• Deck Truss Chord Members 1,0
Sumber: Pedoman Rancang Bangun Bangunan Lepas Pantai di Perairan Indonesia
Perhitungan diameter dan ketebalan konstruksi harus diuji pada aspek
parameter sambungan tubular, dimana nilai-nilai tergantung dari diameter chord

II - 17
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

(D) dan brace (d) serta ketebalan chord (T) dan brace (t), seperti dijelaskan
berikut ini.
a. Aspek Parameter β (d/D)
Bila β<0,3; kemungkinan kegagalan sambungan terutama dalam bentuk
kerusakan sambungan las akibat tarikan atau gesekan brace pada sisi
chord atau kegagalan desakan geser (punching shear failures).
Bila β>0,8; kemungkinan kegagalan terjadi dalam bentuk keruntuhan
(collaps) pada chord.
Bila 0,3<β<0,8; kemungkinan kegagalan dalam bentuk interaksi antara
punching shear dengan collaps. Namun dalam kebiasaan, nilai yang
sering timbul adalah 0,4<β<0,7.
b. Aspek Parameter γ (R/T)
Nilai γ memberikan gambaran ketipisan dari struktur tubular. Kegagalan
yang sering terjadi adalah bentuk tekukan (buckling), akibat dari hoop
stress. Nilai γ untuk struktur tipis seperti bejana minimal 7,0. Untuk
bangunan lepas pantai, nilai yang digunakan minimal 10.
c. Aspek Parameter τ (t/T)
Nilai τ memberikan gambaran kemungkinan terjadi kerusakan dinding
chord yang mendahului kepecahan penampang brace. Berdasarkan
hasil penelitian, harga τ untuk struktur bangunan lepas pantai berkisar
antara 0,5 – 0,7.
Prosedur penentuan ukuran awal struktur penyangga anjungan dapat diringkas
sebagai berikut:
1. Tentukan tataletak dan geometri struktur
2. Untuk beban vertikal (payload dan gravitasi) yang telah diketahui, pilih
diameter tiang pancang dengan memperhatikan kapasitas aksialnya.
3. Tentukan diameter kaki jacket D dengan menambahkan paling tidak 5cm
pada diameter luar tiang pancang.
4. Dengan menghitung panjang tiap-tiap komponen tubular, pilih rasio
kerampingan kl/r yang sesuai.
5. Hitung tebal t untuk pilihan D/t yang sesuai. Pertahankan untuk memilih
D/t antara 19 s/d 90, karena D/t≤19 sulit dibuat atau tidak ada di
pasaran. Untuk material baja A36, D/t = 70 dapat mengakibatkan local

II - 18
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

buckling. Untuk D/t≥250/(h1/3) dengan h sebagai kedalaman, periksa


kemungkinan hydrostatic collapse.
6. Untuk pilihan diameter seluruh komponen struktur, taksir beban lateral
akibat gelombang. Periksa apakah kapasitas lateral tiang pancang
berada dalam rentang kapasistas lateralnya. Apabila kapasitas lateral
tiang pancang tidak memadai, ulangi langkah 2 dan seterusnya.
2.2.7 Perencanaan Geladak
2.2.7.1 Jenis-jenis Geladak
Terdapat beberapa jenis geladak yang lazim ada dalam sebuah anjungan lepas
pantai kombinasi, yakni:
a. Geladak Pengeboran (Drilling Deck)
Fungsi utama struktur lepas pantai adalah pengeboran, baik itu minyak
maupun gas bumi. Untuk itu, pada struktur lepas pantai aktivitas
pengeboran ditempatkan pada geladak pengeboran. Pada geladak ini
ditempatkan fasilitas-fasilitas pengeboran seperti Drilling Derrick.
b. Geladak Produksi (Production Deck)
Minyak/gas bumi yang dieksploitasi tidak langsung didistribusikan ke
darat. Oleh karena masih bercampur dengan unsur-unsur, maka geladak
produksi dimaksudkan sebagai tempat pengolahan dan pemisahan
antara minyak, gas dan air laut.
c. Geladak Instalasi (Instalation Deck)
Dalam proses pengeboran dan produksi, anjungan lepas pantai biasanya
mempunyai banyak kendala, utamanya dalam bentuk kerusakan-
kerusakan driller atau pipa. Oleh karenanya diperlukan bengkel untuk
memperbaiki dan memproduksi secara langsung alat tersebut. Bengkel
tersebut ditempatkan pada geladak Instalasi
d. Geladak Tempat Tinggal (Quarter Deck)
Anjungan lepas pantai umumnya dibangun jauh dari tempat tinggal para
pekerja, di samping itu pengawasan di atas anjungan harus sering
dikontrol. Untuk itu, perlu disiapkan tempat tinggal yang direncanakan
dengan memperhatikan keselamatan dan kenyamanan untuk para
pekerja.

II - 19
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

e. Geladak Heli (Helideck)


Penggunaan fasilitas transportasi helikopter diperlukan bila jarak antara
daratan dan tempat anjungan lebih dari 50mil (80km). Untuk jarak yang
kurang dari 50mil, biasanya menggunakan moda transportasi laut.
Namun penggunaan transportasi helikopter sangat besar manfaatnya
untuk efisiensi kegiatan anjungan, yang antara lain;
• Efisiensi Waktu; dengan helikopter dapat mengurangi waktu
perjalanan sekitar 1-6 kali dari perjalanan dengan kapal
• Gangguan cuaca dapat diatasi dengan menggunakan helikopter
sehingga kegiatan anjungan tidak terganggu
• Supervisor dan specialist dapat melakukan kegiatan di anjungan
dan di darat dengan efisien
• Dapat mengevakuasi kru secepatnya bila terjadi keadaan darurat
atau force major.
2.2.7.2 Kaki Geladak
Seperti halnya perencanaan tiang pancang, perencanaan kaki geladak
juga mempertimbangkan beban aksial yang akan ditumpu selain pertimbangan
beban lain dari lingkungan sekitarnya. Adapun tinggi rangka kaki geladak
diusahakan agar geladak terbawah tidak terkena puncak gelombang.
Persamaan matematisnya adalah;
H = 0,5HM + PAT + PB .................................................................................. (2.04)
Dengan HM : Tinggi Gelombang Maksimum (m)
PAT : Pasang Astronomi Tertinggi (m)
PB : Pasang Badai (m)
Untuk ketebalan tiang kaki geladak dapat ditentukan sesuai rasio D/t;
sedangkan untuk ukuran pengikat tiang geladak (brace) dapat didekati dengan
rasio kerampingan kl/r = 70 – 90 dan ketebalannya sesuai dengan Tabel 2.3.
Ukuran pengikat tiang geladak yang diperoleh harus diuji dengan aspek
parameter sambungan tubular
2.2.7.3 Balok dan Pelat Geladak
Balok geladak berfungsi untuk menyalurkan beban yang bekerja pada
pelat geladak ke penumpu utama geladak (main truss) yang kemudian ke kaki
geladak; dimana ukuran balok geladak tergantung jarak antar balok geladak.

II - 20
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Jika geladak tidak ditutup dengan sebuah modul, maka bagian lantai geladak
ditutup dengan pelat baja yang ketebalannya tergantung jarak balok geladak.
Persamaan yang dipakai untuk menentukan ukuran balok geladak adalah;
Mmaks = ql2/12 .............................................................................................. (2.05)
dengan q : beban balok geladak (berupa perkalian antara distribusi beban
geladak dengan jarak antar balok geladak)
l : panjang tak ditumpu balok geladak
Adapun persamaan untuk menentukan ukuran pelat geladak adalah;
Mmaks = ql2/10 .............................................................................................. (2.06)
dengan q : distribusi beban geladak
l : jarak antar balok geladak
Nilai beban geladak, q, didapatkan dengan beberapa estimasi. Khusus untuk
dek pengeboran dan operasional dengan delapan kaki, dapat dilihat pada
Introduction to Offshore Structure hal. 121 (Graff,1981). Untuk jumlah kaki
geladak sembarang, dipergunakan skema seperti pada buku BKI untuk
Rancang Bangun Bangunan Lepas Pantai, Bab. Beban Konstruksi dan Instalasi
hal 63-67 (BKI,1997). Sebagai alternatif, khusus untuk beban Quarter Deck dan
Helideck, dipergunakan Introduction to Offshore Structure hal. 35 dan 41
(Graff,1981).

2.3 Beban Lingkungan


Analisa teknik yang utama untuk menentukan kemampuan kerja suatu
struktur khususnya struktur bangunan lepas pantai, dimulai pada analisa
kondisi pembebanan yang bekerja. Perhatian yang khusus ditujukan pada hal
ini terutama yang menyangkut ketepatan atau akurasi pada kondisi
pembebanan terhadap struktur bangunan lepas pantai.
Pada struktur bangunan lepas pantai, terdapat beberapa kondisi pembebanan
yang bekerja, yakni;
a. Beban Mati (Dead Load); merupakan beban-beban dari komponen-
komponen struktur pada keadaan kering serta beban dari peralatan,
perlengkapan dan permesinan yang tidak berubah terhadap kondisi
operasi yang bagaimanapun.

II - 21
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

b. Beban Hidup (Live Load); merupakan berat keseluruhan peralatan,


perlengkapan dan permesinan yang dapat mengalami perubahan
selama kondisi operasional berlangsung.
c. Beban Lingkungan (Environmental Load); merupakan beban yang
ditimbulkan oleh lingkungan (alam) dimana struktur bangunan lepas
pantai tersebut dioperasikan.
d. Beban Fabrikasi (Fabrication Load); merupakan beban-beban yang
diakibatkan oleh pembuatan/fabrikasi, pengangkutan, peluncuran dan
pemasangan/instalasi di lokasi operasi
e. Beban Dinamis (Dynamic Load); merupakan beban yang ditimbulkan
oleh reaksi terhadap gelombang, arus, angin, gempa bumi, permesinan
dan lain-lain yang bersifat siklis.
Khusus untuk kondisi pembebanan lingkungan, dikategorikan dalam dua
kondisi khusus yakni;
1. Kondisi Pembebanan Lingkungan Normal; merupakan kondisi yang
sering terjadi di lokasi operasi struktur bangunan lepas pantai
2. Kondisi Pembebanan Lingkungan Ekstrim; merupakan kondisi yang
jarang terjadi di daerah operasi struktur bangunan lepas pantai
Terdapat dua tipe beban lingkungan dalam tahap perancangan, yakni;
1. Beban Lingkungan Rancang; yang diperhitungkan berdasarkan kondisi
lingkungan yang telah ditentukan dalam perancangan dengan
mengambil tolok ukur dampak pembebanan yang terburuk
2. Beban Lingkungan Operasional; yang diperhitungkan berdasarkan
kondisi lingkungan yang lunak atau bahkan merupakan kondisi batas
yang bila dilampaui akan menghentikan operasional struktur bangunan
lepas pantai
Kedua tipe beban tersebut harus dikombinasikan dengan Beban Hidup dan
Beban Mati serta beban lingkungan lain untuk memperoleh perhitungan beban
yang akurat.
Untuk beban temporer atau beban sementara (beban akibat fabrikasi
dan instalasi) harus dikombinasikan juga dengan Beban Mati serta beban
lingkungan lain, berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yang diperkirakan.
Adapun beban pada konstruksi harus diperhitungkan berdasarkan pembebanan
yang menimbulkan tegangan maksimum dengan memperhatikan tegangan ijin.

II - 22
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Berikut ini adalah bagian dari beban lingkungan tempat bangunan lepas pantai
beroperasi, yakni;
a. Beban Angin; baik kondisi normal maupun ekstrim
b. Beban Gelombang Laut; untuk tipe gelombang normal dan ekstrim
c. Beban Arus; baik arus yang diakibatkan oleh pasut, badai maupun
sirkulasi variabel-variabel fisik laut
d. Beban Akibat Pasut; baik pasut astronomis maupun pasut karena angin
e. Beban Akibat Efek Geologis; seperti gempa bumi, runtuhan,
penggerusan, pelepasan gas dangkal dan lain-lain
f. Beban Akibat Organisme Laut; yang menimbulkan penambahan gaya
gelombang dan massa konstruksi
g. Beban Lingkungan Minor; seperti pengendapan, fogging, peningkatan
salinitas dadakan dan lain-lain.
Beban yang diperhitungkan dalam perencanaan struktur bangunan lepas
pantai, pada umumnya didominasi oleh salah satu beban lingkungan yakni
gelombang. Adapun arus dan angin merupakan beban lingkungan sekunder
yang turut diperhitungkan. Untuk itu, perancangan konstruksi anjungan
bangunan lepas pantai, harus memperhitungkan kondisi beban gelombang,
beban arus dan beban angin serta kombinasi antara ketiganya, bila terjadi
bersamaan.
Perhitungan dan penentuan beban rancang sangat diperlukan dalam
mengontrol ukuran material struktur yang digunakan. Perhitungan beban dapat
dianalisis dalam dua cara, yaitu;
1. Analisa Beban Statis (Static Load Analysis)
2. Analisa Beban Dinamis (Dynamic Load Analysis)
Analisa beban statis umumnya dilakukan pada struktur yang tidak terlalu dalam,
namun untuk laut yang lebih dalam dimana untuk pengoperasiannya anjungan
cenderung bersifat lebih lentur (akibat hantaman gelombang secara terus
menerus), maka disamping analisa statis juga perlu dilakukan analisa dinamis
(BKI,1991).
Dalam analisa statis, beban-beban yang bekerja adalah antara lain
pembebanan pada struktur jacket misalnya beban geladak, beban bentur kapal
(boat landing load) dan beban lingkungan (gelombang, arus dan angin).
Adapun unsur-unsur yang berpengaruh dalam analisa tersebut adalah

II - 23
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

gelombang laut, arus dan kecepatan angin yang berpengaruh pada struktur
bangunan atas.
Pada perencanaan bangunan lepas pantai ini, analisa beban difokuskan pada
beban-beban lingkungan diantaranya beban gelombang, beban arus dan beban
angin.
2.3.1 Beban Gelombang
2.3.1.1 Penentuan Karakteristik Gelombang
Pada dasarnya parameter gelombang (Gambar 2.12.a & 2.12.b) yang
menggambarkan karakteristik gelombang adalah:
• Panjang Gelombang (λ); terukur dalam satuan jarak secara horisontal
arah jalaran dari puncak gelombang ke puncak gelombang berikutnya
• Periode Gelombang (T); terukur dalam satuan waktu, berupa waktu yang
diperlukan partikel fluida cair untuk berada pada kedudukan serupa
dalam rangkaian pergerakan gelombang

Gambar 2.12.a Profil Gelombang dalam 3D (t tetap)

Gambar 2.12.b Profil Gelombang dalam 2D (x tetap)

II - 24
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

• Tinggi Gelombang (H); terukur dalam satuan jarak secara vertikal arah Z
dari puncak tertinggi sampai lembah terdalam profil gelombang yang
terjadi
Adapun parameter yang digunakan dalam menganalisa gelombang adalah
karakteristik gelombang, kedalaman laut serta parameter lainnya seperti
percepatan dan kecepatan gelombang yang diperoleh dari persamaan teori
gelombang.
2.3.1.2 Penentuan Teori Gelombang Yang Sesuai
Teori gelombang yang digunakan untuk menyelesaikan masalah-
masalah-masalah hidrodinamika, terutama dalam menganalisa struktur
bangunan lepas pantai adalah teori gelombang Airy, Stokes, Cappelear, Stream
Function, Celerity Potential, Soliton dan Cnoidal.
Salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui teori
gelombang yang sesuai dalam perhitungan adalah nilai perbandingan
kedalaman perairan dengan panjang gelombang (h/λ), grafik hubungan antara
H/λ dengan h/λ serta grafik hubungan antara H/T2 dengan h/T2, sebagai
berikut:
Tabel 2.5 Hubungan h/λ dengan Parameter Ursell
Teori
Kondisi Yang Disyaratkan
Gelombang
Cnoidal h/λ < 0,1 Hλ2/h3 > 15
Soliton h/λ < 0,02 Hλ2/h3 > 15
Stokes h/λ > 0,1
h/λ < 0,05 (air dangkal)
Airy Hλ2/h3 > 15
h/λ < 0,5 (air dalam)
Sumber : Offshore Structural Engineering, 1981

Pada Gambar 2.14 dan 2.15 tergambarkan nilai h/T2 dengan indikator H/T2.
Pada kedua gambar tersebut, kedalaman tidak dilambangkan dengan notasi h
namun dengan notasi d (dengan variabel g yang tetap).

II - 25
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Gambar 2.13 Grafik hubungan h/λ dengan H/λ (Dawson,1981)

Gambar 2.14 Pembagian Teori Gelombang menurut Dean (1970)

II - 26
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Gambar 2.15 Pembagian Teori Gelombang


menurut Le Mehaute (1976)

2.3.1.3 Teori Gelombang Laut


Pada umumnya bentuk gelombang di alam sangat kompleks dan sulit
digambarkan secara matematis; karena ketidak-linieran, efek tiga dimensi dan
bentuk yang random (suatu deret gelombang mempunyai tinggi dan periode
yang berbeda). Terdapat beberapa teori dengan berbagai derajat kompleksitas
dan ketelitian untuk menggambarkan gelombang di alam, antara lain Airy,
Stokes, Cnoidal dan Soliton.
Karakteristik gelombang yang diperlukan dalam proses perencanaan bangunan
lepas pantai adalah:
• Elevasi Gelombang Permukaan
• Kecepatan Partikel Air (Horisontal dan Vertikal)
• Percepatan Partikel Air (Horisontal dan Vertikal)
• Bilangan, Frekuensi dan Dispersi Relasi Gelombang
• Kecepatan Gelombang (Celeritas)
• Tekanan Gelombang

II - 27
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

2.3.1.3.1 Teori Gelombang Airy


Teori gelombang Airy merupakan teori gelombang paling sederhana dari semua
teori gelombang yang ada. Teori ini berdasar atas batasan bahwa amplitudo
gelombang yang terjadi, sangatlah kecil dibanding kedalaman laut dan panjang
gelombangnya. Teori ini diturunkan dari persamaan Laplace untuk Irrotational
Flow dengan kondisi batas dasar laut dan permukaan air.
Teori gelombang Airy selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A.
2.3.1.3.2 Teori Gelombang Stokes
Dalam proses linierisasi di teori Airy, persamaan gelombang diturunkan dengan
mengabaikan suku (u2+v2) dari persamaan Bernoulli. Jika tinggi gelombang
relatif besar, maka suku tidak linier tersebut, tidak boleh diabaikan. Olehnya
diterapkan teori Stokes, dengan memperhitungkan besaran-besaran yang
berorde lebih tinggi; sehingga didapatkan nilai tambahan dari komponen
persamaan yang berorde lebih tinggi tersebut, seperti orde dua (Stokes Orde
2), orde tiga (Stokes Orde 3) dan seterusnya.
Teori gelombang Stokes selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A.
2.3.1.3.3 Teori Gelombang Cnoidal
Untuk memformulasi gelombang panjang dengan amplitudo berhingga di laut
dangkal, akan lebih sesuai jika digunakan teori gelombang Cnoidal. Gelombang
Cnoidal adalah gelombang periodik yang lazimnya mempunyai puncak tajam
yang dipisahkan oleh lembah yang cukup panjang. Teori ini berlaku apabila nilai
h/λ<1/8 dan nilai parameter Ursell (UR = Hλ2/h3) lebih dari 26.
Teori gelombang Cnoidal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran A.
2.3.1.3.4 Teori Gelombang Soliton
Gelombang Soliton adalah gelombang berjalan yang terdiri dari satu puncak
gelombang. Jika gelombang memasuki perairan yang sangat dangkal,
amplitudo gelombang menjadi sangat tinggi, puncaknya menjadi sangat tajam
dan lembahnya menjadi semakin datar. Gelombang Soliton merupakan
gelombang translasi, dimana kecepatan partikel air hanya bergerak dalam
penjalaran gelombang.

II - 28
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

2.3.1.4 Teori Gaya Gelombang


Gaya gelombang yang berpengaruh pada struktur bangunan lepas
pantai dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Morison, Froude-Krillof
dan Difraksi.
Persamaan Morison digunakan bila diameter struktur lebih kecil jika
dibandingkan dengan panjang gelombang atau D/λ<0,2; misalnya struktur Jack-
Up, Jacket, SemiSubmersible, Small Pipe dan lain-lain. Teori Froude-Krillof
digunakan untuk suatu keadaan dimana gaya gesek (drag force) kecil
dibanding dengan gaya inersianya. Teori Difraksi digunakan jika bentuk atau
diameter struktur cukup besar dibandingkan dengan panjang gelombang atau
D/λ>0,2; misalnya pada Concrete Grafity Platform.
Persamaan Morison menyatakan gaya yang timbul persatuan panjang
pada suatu elemen dari tiang yang terletak/terendam pada suatu aliran fluida
yang bergerak. Persamaan Morison dapat ditulis dalam;
f = ½.ρ.CD. ⎢u ⎢u + ρ.CI.π.D2a/4 ................................................................... (2.07)
Dengan CD : Koefisien Drag
CI : Koefisien Inersia
u : Kecepatan fluida pada titik yang ditinjau (m/dtk)
D : diameter pile (m)
a : Percepatan fluida pada titik yang ditinjau (m/dtk2)
ρ : Kerapatan fluida (kg/m3)
⎢u ⎢ : harga mutlak kecepatan fluida (m/dtk)
Menurut rekomendasi API RP2A 1980, nilai CD berkisar antara 0,6 sampai 1,0
dan nilai CI berkisar antara 1,5 sampai 2,0 (Dawson,1981). Menurut API RP2A
1977 untuk perhitungan dengan teori Gelombang Stoke Derajat Lima, CD
berkisar antara 0,6 – 1,0 dan CI berkisar antara 1,5 – 2,0 (Sarpkaya &
Isaacson,1981). Oleh karena dalam perhitungan ini yang akan ditentukan
adalah beban rancang maksimum, maka nilai yang digunakan adalah CD = 1,0
dan CI = 2,0. Adapun gaya yang bekerja sepanjang pile dari y = 0 sampai y = y
adalah;
y

F = ∫ f (y ) dy ................................................................................................. (2.08)
0

II - 29
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Dengan demikian dapat diperoleh model distribusi gaya gelombang yang


bekerja pada tiang pancang sebagai berikut;

y
C

SWL

Wave Force
Distribution

Sea Floor y = 0
x

Gambar 2.16 Ilustrasi Distribusi Gaya Gelombang

Untuk gaya gelombang pada silinder kedudukan sembarang; bila keadaan tiang
pancang dalam air memiliki kedudukan seperti pada Gambar 2.16 berkoordinat
polar (θ,φ) maka gaya gelombang yang bekerja terbagi dua (Gambar 2.17).

Gambar 2.17 Ilustrasi pile pada kedudukan sembarang

II - 30
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Gambar 2.17 di atas dapat ditentukan kecepatan dan percepatan air pada pile,
yaitu;
• Kecepatan Partikel Air Arah Normal (m/dtk)
Wn = [u2 – v2 – (cxu + cyv)2]1/2 ........................................................... (2.09)
• Kecepatan Partikel Air Arah Sumbu X (m/dtk)
unx = u – cx (cxu + cyv) ...................................................................... (2.10)
• Kecepatan Partikel Air Arah Sumbu Y (m/dtk)
uny = v – cy (cxu + cyv) ...................................................................... (2.11)
• Kecepatan Partikel Air Arah Sumbu Z (m/dtk)
unz = – cz (cxu + cyv) ......................................................................... (2.12)
dengan
cy = cos φ
cx = sin φ cos θ .......................................................................... (2.13)
cz = sin φ sin θ
Adapun komponen percepatan dapat dihitung dengan:
• Percepatan Partikel Air Arah Sumbu X (m/dtk2)
anx = ax – cx (cxax + cyay) .................................................................. (2.14)
• Percepatan Partikel Air Arah Sumbu Y (m/dtk2)
any = ay – cy (cxax + cyay) .................................................................. (2.15)
• Percepatan Partikel Air Arah Sumbu Z (m/dtk2)
anz = – cz (cxax + cyay) ...................................................................... (2.16)
Hubungan antara persamaan-persamaan tersebut dirumuskan oleh Morison,
yakni besar gaya persatuan panjang pile (N/m), untuk kedua arah yaitu:
fx = ½.ρ.CD.D.Wn.unx + ρ.CI.(π.D2/4).anx ...................................................... (2.17)
fy = ½.ρ.CD.D.Wn.uny + ρ.CI.(π.D2/4).any ...................................................... (2.18)
fz = ½.ρ.CD.D.Wn.unz + ρ.CI.(π.D2/4).anz ...................................................... (2.19)
Sehingga Gaya Normal persatuan panjang pada elemen (N/m) adalah;
f = (fx2 + fy2 + fz2)1/2 ...................................................................................... (2.20)
Gaya total (N) dari elemen untuk masing-masing arah sepanjang L pile, yaitu;
Fx = fx.L
Fy = fy.L ............................................................................................ (2.21)
Fz = fz.L

II - 31
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

2.3.2 Beban Arus


2.3.2.1 Kecepatan Arus
Arus mempunyai kondisi lingkungan yang penting untuk diperhitungkan dalam
perancangan anjungan karena mempunyai pengaruh pada:
a. Letak dan arah kedudukan sandaran kapal dan dampra tongkang
b. Gaya yang diderita anjungan
Arus pada umumnya dikategorikan ke dalam;
a. Arus Pasut (terkait dengan Pasut Astronomis)
b. Arus Sirkulasi (terkait dengan pola sirkulasi laut)
c. Arus yang ditimbulkan oleh badai/angin
Hasil penjumlahan vektor dari ketiga arus tersebut merupakan arus total.
Besaran relatif dari semua komponen vektor ini sangat bergantung pada kondisi
lepas pantai setempat.
Arus laut, pada dasarnya dapat memberikan pengaruh pada beban dinamis,
yaitu pada gaya drag dalam persamaan Morison.
Besar dan arah dari arus pasut pada permukaan air umumnya diperoleh
dengan mengukur besarnya arus pada daerah setempat. Adapun variasi
kecepatan arus dapat dihitung dengan persamaan;
UT = U0 (y/h)1/7 ............................................................................................ (2.22)
dengan UT : kecepatan arus pada ketinggian y dari permukaan (m/dtk)
U0 : kecepatan arus di permukaan laut (m/dtk)
h : kedalaman laut (m)
y : kedalaman yang ditinjau (m)
2.3.2.2 Gaya Arus
Gaya arus pada struktur mempunyai kombinasi dari gaya angkat (lift) dan gaya
drag. Gaya lift baru diperhitungkan bila pembebanan terjadi pada selinder
panjang dengan perbandingan panjang-diameter yang besar. Besar gaya arus
pada struktur adalah;
fL = ½.ρ.CL.D.UT2 ........................................................................................ (2.23)
fD = ½.ρ.CD.D.UT2 ....................................................................................... (2.24)
dengan fL : gaya angkat persatuan panjang (N/m)
fD : gaya drag persatuan panjang (N/m)

II - 32
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

CL : koefisien gaya angkat


: CD/3 (BKI,1991)
CD : koefisien gaya drag
D : diameter batang struktur (m)
2.3.3 Beban Angin
Gaya angin yang bekerja pada sebuah struktur bangunan lepas pantai
merupakan penjumlahan gaya-gaya yang diterima oleh masing-masing
komponen struktur. Gaya angin tersebut timbul akibat adanya hambatan
kekentalan udara dan adanya perbedaan distribusi tekanan di sisi komponen
yang menghadap ke arah angin dan sisi-sisi komponen lainnya. Besarnya gaya
angin tergantung pada kecepatan hembusan angin dan ukuran serta bentuk
dari struktur.
Dalam buku Offshore Structural Engineering, hal 93, diberikan
persamaan untuk menghitung gaya angin (N) yang bekerja pada suatu obyek;
F = ½. ρ.Cw.A.V2 ......................................................................................... (2.25)
dengan ρ : massa jenis udara; 1,29kg/m3
Cw : koefisien gaya angin
A : luas bidang tangkap angin (m2)
V : kecepatan angin (m/dtk)
Nilai untuk koefisien gaya angin dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut.
Tabel 2.6 Koefisien Gaya Angin
Koefisien Gaya Angin
Obyek
(Cw)
Balok 1,50
Silinder 0,50
Sisi-sisi Bangunan 1,50
Proyeksi Area Platform 1,00
Sumber : API RP2A 1980
Untuk obyek yang kedudukannya miring maka persamaan gaya angin yang
lebih konservatif (N) adalah;
F = ½. ρ.Cw.A.V2 Cos α .............................................................................. (2.26)

II - 33
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

BAB III
PROSEDUR PERANCANGAN
FIXED JACKET PLATFORM

Prosedur perancangan Fixed Jacket Platform, pada dasarnya terbagi


dalam dua macam, yakni Prosedur Umum dan Prosedur Khusus.

3.1 Prosedur Umum (General Procedure)


Prosedur umum perencanaan fixed jacket platform adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan Data Lingkungan; merupakan serangkaian proses
pengambilan data lingkungan yang terjadi mulai dari terdeteksinya
cadangan minyak/gas sampai pada tahap akhir proses eksplorasi. Data
lingkungan yang diambil adalah data tanah, angin, gelombang, pasut,
cuaca serta oseanografi fisik.
2. Penentuan Umur Ekonomi Anjungan; merupakan analisis probabilitas
dari Break Even Point anjungan. Hal ini akan merupakan indikator utama
dalam proses perancangan selanjutnya.
3. Penentuan Konfigurasi Anjungan; merupakan analisa kebutuhan
proses ekploitasi, yang mencakup ketersediaan ruang, peralatan,
perlengkapan, crew dan segala hal yang akan menentukan berapa
macam dan banyaknya anjungan yang dibutuhkan selama proses
eksploitasi.
4. Penentuan Konfigurasi Struktur Setiap Anjungan; merupakan
perencanaan struktur dari setiap jenis anjungan yang telah ditentukan
pada tahapan ketiga.
5. Analisa Beban Lingkungan; merupakan analisa struktur khususnya
untuk pembebanan lingkungan, yang datanya telah dirangkum pada
tahapan kedua.
6. Analisa Keandalan Struktur; merupakan lanjutan analisa struktur,
namun lebih dititikberatkan pada keandalan struktur terhadap segala
pembebanan yang terjadi, baik lateral maupun aksial.
7. Penentuan Umur Struktur Anjungan; merupakan lanjutan tahapan
keenam, yang akan menghasilkan umur struktur anjungan berdasarkan

III - 1
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

variabel pembebanan yang terjadi selama anjungan diharapkan


beroperasi.
Dari ketujuh tahapan, terdapat dua tahapan yang mempunyai koneksitas
mutlak, yakni tahapan kedua dan ketujuh. Jika umur ekonomi lebih besar dari
umur struktur anjungan, maka proses looping akan terjadi; sampai didapatkan
umur struktur lebih besar atau sama dengan umur ekonomi. Hal ini
dimaksudkan untuk memperkecil kemungkinan ketidakseimbangan profit
dengan sarana yang tersedia.

3.2 Prosedur Khusus (Detail Procedure)


Jika Prosedur Umum adalah tahapan-tahapan perancangan fixed jacket
platform secara global, maka Prosedur Khusus adalah detailisasi tahapan-
tahapan tersebut. Namun karena batasan buku ini berupa panduan pengerjaan
tugas rekayasa perencanaan bangunan lepas pantai, yang dikhususkan pada
perencanaan struktur Fixed Jacket Platform serta pembebanan lingkungan
yang terjadi; maka pada sub bab ini hanya akan dijelaskan detail tahapan
pertama, keempat dan kelima.
3.2.1 Pengambilan Data Lingkungan
Tahapan pengambilan data lingkungan terbagi dalam dua bagian, yakni
penentuan lokasi geografis dan penentuan karakteristik lingkungan.
Pada bagian pertama, hal-hal yang ditentukan adalah:
a. Posisi sumur; dalam bentuk Latitude dan Longitudinal
b. Posisi perairan tempat sumur berada; dalam bentuk limit serta luas area
c. Posisi sumur terhadap posisi patahan yang terdekat; dalam bentuk jarak
Sedangkan pada bagian kedua, hal-hal yang ditentukan adalah:
a. Kedalaman Air Tenang (m)
b. Karakteristik Tanah
c. Tinggi, Periode dan Panjang Gelombang Maksimum (m,dtk,m)
d. Elevasi Gelombang Maksimum di Air Tenang (m)
e. Elevasi Gelombang Maksimum di atas Datum Peta (m)
f. Elevasi Gelombang Maksimum di atas Dasar Laut (m)
g. Pasang Astronomi Tertinggi (m)
h. Pasang Badai (m)
i. Tinggi Pasang Total (m)

III - 2
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

j. Kecepatan Angin perjam (knot,m/dtk)


k. Kecepatan Angin per 0,5 jam (knot,m/dtk)
l. Kecepatan Angin permenit (knot,m/dtk)
m. Kecepatan Arus pada Permukaan (m/dtk)
n. Kecepatan Arus di Dasar Laut (m/dtk)
Khusus pada bagian kedua, mulai dari poin c sampai dengan point i, data yang
diambil harus merupakan data yang mewakili seratus tahun keadaan
lingkungan pada lokasi tersebut.
3.2.2 Penentuan Konfigurasi Struktur Anjungan
Tahapan ini terbagi dalam tujuh bagian, yakni:
a. Pemilihan Konstruksi; berupa proses memilih konstruksi anjungan
yang cocok untuk dioperasikan pada daerah yang dimaksud, seperti
fixed jacket, concrete gravity, guy tower, TLP atau yang lainnya.
b. Penentuan Berat dan Luasan Geladak; berupa proses menentukan
berat dan luasan geladak secara kasar dengan menggunakan grafik
serta tabel estimasi berat dan volume ruang tiap komponen pada setiap
geladak.
c. Pemilihan Bahan Struktur; berupa proses menentukan kelas dari
material yang akan digunakan. Hal ini terkait dengan kekuatan dari
setiap konfigurasi struktur yang akan dibuat.
d. Penentuan Karakteristik Tiang Pancang; berupa proses menentukan
jumlah dan dimensi pile/kaki struktur, jarak antar kaki serta kemiringan
strukturnya. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan rentang
kapasitas aksial dan lateral dari tiang pancang serta dimensi nominal
yang disyaratkan.
e. Penentuan Perangkaan; berupa proses menentukan pola perangkaan
yang sesuai dengan dimensi dan fungsi anjungan. Pada perangkaan
juga ditentukan tinggi rangka horisontal yang sesuai dengan pola
perangkaan yang telah dipilih.
f. Penentuan Rangka Tubular; berupa proses menentukan dimensi
rangka tubular, dengan batasan variabel D/t serta parameter-parameter
uji dimensi tubular (β,γ,τ).

III - 3
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

g. Perencanaan Geladak; berupa proses menentukan jenis geladak yang


akan dibuat serta dimensi struktur geladak (kaki, balok dan pelat);
dengan batasan besar beban yang terjadi pada setiap geladak.
3.2.3 Analisa Beban Lingkungan
Tahapan ini pada dasarnya terbagi dalam tiga bagian, yakni:
a. Penghitungan Beban Gelombang; berupa proses menghitung beban
gelombang dengan tata urutan sebagai berikut:
• Menentukan teori gelombang yang sesuai dengan kondisi dari
struktur yang telah direncanakan. Hal ini dilakukan dengan
beberapa grafik serta parameter-parameter yang menjadi
indikator.
• Menentukan karakteristik gelombang berdasarkan teori
gelombang yang telah didapatkan kesesuaiannya dengan bentuk
struktur.
• Menentukan beban gelombang dengan teori-teori pembebanan
gelombang terhadap struktur, yakni Morison, Froude-Krillof atau
Difraksi.
b. Penghitungan Beban Arus; berupa proses menghitung beban arus
dengan tata urutan sebagai berikut:
• Menentukan kecepatan arus dengan mempergunakan estimasi
kasar dari Power One-Seven Equation.
• Menentukan gaya arus dengan mempergunakan perpaduan
antara gaya drag dan gaya angkat
c. Penghitungan Beban Angin; berupa proses menghitung beban angin
dengan luas bidang tangkap serta kecepatan angin sebagai dua variabel
penentu.

III - 4
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

BAB IV
CONTOH PERANCANGAN
FIXED JACKET PLATFORM

Setelah mengemukakan teori dan prosedur perancangan bangunan


lepas pantai, selanjutnya diberikan sebuah contoh perancangan Fixed Jacket
Platform, yang merupakan rancangan struktur di Selat Makassar.

4.1 Penyajian Data


4.1.1 Penentuan Lokasi Geografis
Lokasi untuk tempat operasi anjungan lepas pantai yang akan dirancang
direncanakan di Selat Makassar pada posisi 01026’LS-116055’BT dengan
asumsi bahwa lokasi tersebut dapat menghasilkan produksi minyak mentah
perhari sebesar 73.000 BOPD (Barrel Oil Per Day).
4.1.2 Penentuan Karakteristik Lingkungan
Adapun karakteristik lingkungan di Selat Makassar pada posisi
01026’LS-116055’BT adalah sebagai berikut:
• Kedalaman air tenang (m) = 48,43
• Tinggi gelombang maksimum (m) = 8,84
• Periode gelombang maksimum (dtk) = 9,1
• Panjang gelombang maksimum (m) = 132,13
• Elevasi puncak gelombang maksimum diatas air tenang (m) = 4,94
• Elevasi puncak gelombang maksimum diatas detum peta (m)= 8,26
• Elevasi puncak gelombang maksimum di atas dasar laut (m) = 53,37
• Pasang astronomi tertinggi (m) = 3,17
• Pasang badai (m) = 0,15
• Tinggi pasang total (m) = 3,32
• Kecepatan angin per jam (m/dtk;knot) = 18,32
• Kecepatan angin per 0,5 jam (m/dtk;knot) = 22,35
• Kecepatan angin per menit (m/dtk;knot) = 27,71
• Kecepatan arus pada permukaan (m/dtk) = 0,21
• Kecepatan arus di dasar laut (m/dtk) = 0,64

IV - 1
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

4.2 Penentuan Konfigurasi Struktur


4.2.1 Pemilihan Konstruksi
Jenis konstruksi yang akan digunakan pada perancangan struktur lepas
pantai ini adalah jenis struktur terpancang Jacket Steel Platform dengan
konstruksi yang permanen dan difungsikan sebagai anjungan produksi dan
anjungan pengeboran (self-contained drilling and production platform). Sebagai
penunjangnya, konstruksi lepas pantai ini direncanakan menopang empat
geladak yaitu : geladak produksi, geladak pengeboran, geladak tempat tinggal
dan geladak heliport.
4.2.2 Penentuan Berat dan Luasan Geladak
4.2.2.1 Berat Geladak
a. Berat Kering (WD) secara keseluruhan ditentukan berdasarkan grafik
hubungan jumlah produksi minyak perhari (BOPD) dengan berat kering
seperti pada Gambar 2.9. Oleh karena pengoperasian anjungan
berlokasi di wilayah Asia Tenggara yang memiliki perairan
hangat/tropis dengan gelombang dan kecepatan arus yang tidak begitu
besar serta tidak memerlukan banyak pengaturan tekanan maka kurva
yang digunakan adalah kurva terbawah (Estimated Lower Limit) pada
area Warm Climate; sehingga dari grafik diperoleh berat kering untuk
73.000 BOPD adalah sebesar 4.800ton.
b. Berat Operasional (WO) dalam perencanaan struktur, dapat mencapai
(1,30–1,35) dari berat kering, Dengan mengambil prosentase
terbesar,maka diperoleh :
Berat Operasional = 1,35 x 4.800 = 6.480ton
c. Berat Pengangkatan (WL) berkisar (5 – 8)% dari berat kering. Dengan
mengambil prosentase yang terbesar, maka diperoleh:
Berat Pengangkatan = 0,08 x 4.800 ton = 384ton
d. Berat Pengetesan (WT) diasumsikan relatif kecil karena pada saat
tertentu pengetesan biasanya dilakukan untuk satu jenis peralatan atau
sistem perpipaan saja sehingga berat pengetesan ini dapat diabaikan.
e. Berat Ttotal (WTOTAL) yang bekerja pada konstruksi geladak yaitu berat
operasional ditambah berat pengangkatan, diperoleh :
Beban total geladak = 6.480 + 384 = 6.864ton

IV - 2
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

4.2.2.2 Luasan Geladak


Luasan Geladak dapat ditentukan berdasarkan grafik hubungan BOPD dengan
luasan geladak seperti pada Gambar 2.10. Dengan alasan yang sama pada
penentuan berat kering, maka dipilih kurva terbawah (Estimated Lower Limit)
pada area Warm Climate; sehingga dengan 73.000BOPD diperoleh luas
geladak sebesar 21.425ft2 atau sama dengan 1990m2.
4.2.3 Pemilihan Bahan Struktur
Untuk kaki struktur, jacket brace, kaki geladak digunakan baja group I kelas C
spesifikasi API M grade B dengan kekuatan luluh 35Ksi (240Mpa). Adapun
untuk sambungan tubular (sambungan chord, sambungan brace, joint X dan
joint K), digunakan baja group II kelas B spesifikasi API 5L grade N52
dengan kekuatan luluh 52Ksi (360Mpa). Pelat untuk balok geladak dan pelat
geladak digunakan baja group I kelas C spesifikasi ASTM mutu A36 dengan
kekuatan luluh 36ksi (Planning and Design of Fixed Offshore Platform:693–694
dan 702 & Pedoman Rancang Bangun Bangunan Lepas Pantai di Perairan
Indonesia: V-2 – V-6).
4.2.4 Penentuan Karakteristik Tiang Pancang
4.2.4.1 Jumlah dan Dimensi Pile/Kaki Struktur
Mengingat dengan adanya ukuran pipa yang lebih besar dewasa ini, anjungan–
anjungan cenderung dikonstruksi dengan 8 kaki. Jenis ini dapat dipakai sampai
kedalaman 400ft (122meter). Dalam perancangan konstruksi lepas pantai ini,
ditetapkan jumlah kaki struktur sebanyak 8 buah yang melayani 12 sumur.
Besarnya kapasitas aksial (P) yang dapat didukung oleh tiap pile adalah
sebagai berikut :
P = Beban total geladak/jumlah pile
= 6.864/8 = 858ton/kaki
Dari Tabel 2.1 dengan asumsi kapasitas lateral sebesar 84,5ton diperoleh
diameter pile yaitu sebesar 36inchi dan ketebalan dinding pile sesuai Tabel 2.2
yaitu sebesar 16mm.
4.2.4.2 Jarak Antar Kaki dan Kemiringan Struktur (Batter)
Penentuan jarak antar kaki struktur dan kemiringannya dimulai pada rentang 3–
4 meter di atas garis air rerata. Jarak antara kaki dalam arah melintang (rentang
11– 3,7m) direncanakan sebesar 12m dan arah memanjangnya (rentang 12–
18,3m) direncanakan jarak yang bervariasi yaitu 12m dan 13m.

IV - 3
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Adapun kemiringan kaki struktur baik arah melintang maupun memanjang


direncanakan sebesar 1/8 (Horisontal/Vertikal) yang berguna untuk
memperbesar ketahanan struktur terhadap momen guling.
Akibat dari kemiringan kaki struktur, maka jarak antar kaki makin melebar pada
dasar laut. Oleh karena itu, untuk membantu kaki struktur menahan momen
guling, maka pada perancangan bangunan lepas pantai ini direncanakan
menggunakan beberapa skirt pile yang memanjang hingga satu level di atas
bottom level struktur pada setiap kaki terluar struktur yang dipengaruhi oleh
kemiringan.
4.2.5 Penentuan Perangkaan
4.2.5.1 Pola Perangkaan
Dengan mempertimbangkan rasio kerampingan kl/r dan perencanaan yang
sederhana untuk menekan biaya produksi tanpa mengabaikan kekuatan
struktur, maka perangkaan struktur menggunakan sistem rangka yang
bervariasi yaitu sistem rangka horisontal dan kombinasi pola perangkaan K, N
dan T.
4.2.5.2 Tinggi Rangka Horisontal
Dengan mempertimbangkan kedalaman perairan, maka pada struktur lepas
pantai ini direncanakan rangka horisontalnya sebanyak empat tingkat yang
tinggi masing-masing tingkatnya adalah sebesar 13m (rentang 12–18,3m).
Untuk rangka horisontal, yang terbawah diletakkan sedikit lebih tinggi dari Garis
Lumpur atau Mudline.
4.2.6 Penentuan Rangka Tubular
4.2.6.1 Kaki Jacket
Untuk penentuan diameter luar kaki jacket direncanakan dengan menambah
minimal 5cm dari diameter luar pile (menurut DM.Rosyid dalam makalah
pelatihan Segitiga Biru; Perencanaan Struktur Anjungan Lepas Pantai: 14),
sehingga diperoleh :
D = Diameter pile (cm) + 5cm
= 91,4 + 5 (cm)
= 96,4cm = 38inchi
Ketebalan dinding jacket menurut Tabel 2.3 adalah sebagai berikut :
D/t = 45
t = 38/45 = 0,9inchi

IV - 4
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

4.2.6.2 Sambungan Kaki Jacket (Chord)


Ketebalan sambungan chord ditentukan menurut Tabel 2.3; dipilih rasio
D/t = 30, sehingga;
D/t = 30
t = 38/30 = 1,3inchi
Jadi diameter luar sambungan (D) = 38 + 1,3 = 39,3inchi
4.2.6.3 Pengikat Kaki Jacket (Brace)
Untuk menentukan ukuran awal braces, digunakan rumus pendekatan dengan
rasio kl/r (Planning and Design Of Fixed Offshore Platform: 564).
a. Brace Horisontal
Diambil nilai perbandingan kl/r = 80, k = 0,7 (Tabel 2.4)
• kl/r = 0,7 x 879,034/0,35d
80 = 615,324/0,35d
•l = panjang tak ditumpu yang terpanjang
= 22,33 = 879,034inchi
•r = 0,35d
sehingga d = 21,976 = 22inchi
Ketebalan brace dapat ditentukan menurut Tabel 2.3; dipilih rasio
D/t = 40, sehingga;
D/t = 40
t = 22/40 = 0,6inchi
Ketebalan sambungan brace ditentukan menurut Tabel 2.3; dipilih rasio
D/t = 35, sehingga;
D/t = 35
t = 22/35 = 0,7inchi
• Kontrol Nilai Perencanaan
β = d/D γ = R/T τ = t/T
(0,4<β<0,7) (γ ≥10) (0,5<τ<0,7)
β = 22/38 γ = 11/0,9 τ = 0,6/0,9
= 0,579 = 12,222 = 0,667
(memenuhi) (memenuhi) (memenuhi)

IV - 5
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

b. Brace K, N
Diambil nilai perbandingan kl/r = 80, k = 0,8 (Tabel 2.4)
• kl/r = 0,8 x 723,822/0,35d
80 = 579,057/0,35d
•l = panjang tak ditumpu yang terpanjang
= 18,38 = 723,822inchi
•r = 0,35d
sehingga d = 20,681 = 21inchi
Ketebalan brace dapat ditentukan menurut Tabel 2.3; dipilih rasio
D/t = 40, sehingga;
D/t = 40
t = 21/40 = 0,5inchi
Ketebalan sambungan brace ditentukan menurut Tabel 2.3; dipilih rasio
D/t = 35, sehingga;
D/t = 35
t = 21/35 = 0,6inchi
• Kontrol Nilai Perencanaan
β = d/D γ = R/T τ = t/T
(0,4<β<0,7) (γ ≥10) (0,5<τ<0,7)
β = 21/38 γ = 10,5/0,9 τ = 0,5/0,9
= 0,553 = 11,667 = 0,556
(memenuhi) (memenuhi) (memenuhi)

c. Brace Sekunder
Untuk struktur penyangga lain yang lebih sekunder maka rasio kl/r
dapat diambil yang terbesar, atau mengambil sekitar 2/3 dari diameter
brace utama. Rasio ketebalannya adalah d/t = 40, sedangkan rasio
ketebalan pada sambungannya adalah dalam rentang 35-40 atau
dengan menambah sekitar 0,1inchi dari ketebalan brace sekunder.
d. Skirt Pile
Untuk skirt pile maka rasio kl/r diambil yang terbesar atau mengambil
sekitar 2/3 dari diameter tiang pancang.
D = 36 x (2/3)

IV - 6
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

= 24inchi (61cm)
Dari Tabel 2.2 diperoleh ketebalan untuk pile dengan diameter 24inchi
adalah 0,5inchi. Diameter skirt pile sleeves diambil dengan menambah
5cm dari diameter skirt pile:
D = 61 + 5
= 66cm = 26inchi
Rasio ketebalan skirt pile sleeves-nya adalah D/t = 45, sehingga
diperoleh :
D/t = 45
t = 26/45 = 0,6inchi
4.2.7 Perencanaan Geladak
4.2.7.1 Jenis Geladak
Untuk menunjang fungsi sebagai anjungan produksi dan pengeboran, struktur
lepas pantai ini direncanakan memiliki empat geladak yaitu : geladak produksi,
geladak pengeboran, geladak akomodasi dan geladak heliport yang secara
berurut disusun dari bawah hingga helideck sebagai top deck-nya.
Luasan geladak yang diperoleh (1990m2) menunjukkan luasan yang meliputi
empat tingkatan geladak yang direncanakan; demikian pula dengan beban total
geladak (6.864ton). Perencanaannya sebagai berikut :
• Geladak Produksi (Production Deck) = (43 x 18)m2, 4744 ton
• Geladak Pengeboran (Drilling Deck) = (43 x 18)m2, 1720 ton
• Geladak Tempat Tinggal (Quarter Deck) = (21 x 13)m2, 200 ton
• Geladak Helikopter (HeliDeck) = (13 x 13)m2, 200 ton
4.2.7.2 Kaki Geladak
Ketinggian yang dapat dicapai air laut di atas garis air rata-rata (MWL) bisa
ditentukan dengan persamaan berikut :
H = 0,5HM + PAT + PB
dengan HM = Tinggi gelombang maksimum
PAT = Pasang astronomi tertinggi
PB = Pasang badai
= 0,5 x 8,84 + 3,17 + 0,15
= 7,74m

IV - 7
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Dengan berdasarkan pada data-data tinggi yang dapat dicapai gelombang,


maka tinggi tiang kaki geladak direncanakan 12m untuk menghindari akibat
pecahan dan percikan gelombang yang menumbuk struktur.
a. Diameter Kaki Geladak
Penentuan diameter luar kaki geladak direncanakan sama dengan
diameter luar tiang pancang (Perencanaan Struktur Anjungan Lepas
Pantai: 11), diperoleh D = 36inchi.
Ketebalan kaki geladak direncanakan berdasarkan Tabel 2.3; dipilih
rasio D/t = 40, sehingga;
D/t = 40
t = 36/40 = 0,9inchi.
b. Pengikat Kaki Geladak (Brace)
Diambil nilai perbandingan kl/r = 80, k = 0,8 (Tabel 2.4)
• kl/r = 0,8 x 668,143/0,35d
80 = 534,514/0,35d
•l = panjang tak ditumpu yang terpanjang
= 16,97 = 668,143inchi
•r = 0,35d
sehingga d = 19.09 = 20inchi.
Ketebalan brace geladak ditentukan menurut Tabel 2.3, dipilih rasio
D/t = 40, diperoleh;
D/t = 40
t = 20/40 = 0,5inchi.
Ketebalan sambungan brace ditentukan menurut Tabel 2.3, dipilih rasio
D/t = 35, sehingga diperoleh;
D/t = 35
t = 20/35 = 0,6inchi.
• Kontrol Nilai Perencanaan
β = d/D γ = R/T τ = t/T
(0,4<β<0,7) (γ ≥10) (0,5<τ<0,7)
β = 20/36 γ = 10/0,9 τ = 0,5/0,9
= 0,556 = 11,111 = 0,556
(memenuhi) (memenuhi) (memenuhi)

IV - 8
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

4.2.7.3 Balok dan Pelat Geladak


Ukuran balok dan pelat dapat ditentukan bila beban-beban yang bekerja pada
geladak sudah ditentukan. Beban yang dialami tiap geladak tergantung
peralatan dan perlengkapan yang terdapat pada geladak tersebut.
Untuk estimasi awal beban-beban yang bekerja pada geladak produksi,
geladak pengeboran dan geladak lainnya adalah sebagai berikut :
Geladak produksi = 60127 N/m2
Geladak pengeboran = 21800 N/m2
Geladak Lainnya = 2535 N/m2
Nilai-nilai beban pada tiap geladak di atas, ditentukan dengan menggunakan
teori perbandingan dan sesuai dengan contoh perhitungan untuk anjungan
dengan delapan kaki pada buku Introduction to Offshore Structure hal 121.
a. Balok Geladak
Rumus-rumus yang dapat digunakan untuk menentukan profil balok
geladak adalah :
Mmaks = ql2/12
fb = Mmaks / S
dengan Mmaks adalah momen maksimum yang bekerja tiap 1m lebar
pelat geladak, q adalah beban balok geladak (distribusi beban geladak
dikalikan jarak antar balok geladak), l adalah panjang tak ditumpu balok
geladak, fb adalah tegangan yang bekerja pada pelat, S adalah modulus
penampang pelat dan Fb adalah tegangan akibat momen lengkung yang
diizinkan (syarat batas adalah fb < Fb).
• Balok Geladak pada daerah Produksi
Mmaks = 42384,92 x 122 /12 dengan l = 12m
= 508,62kNm (374,99kip-ft)
q = 60127 x 0,705 = 42384,92N/m
Dipakai profil WF 14x14-1/2 (177,1kg/m) baja mutu A36,
Fb = 24ksi (165Mpa)
fb = 374,99 x 12 (inchi)/189,4
= 23,76ksi (163,81Mpa)
dengan S = 189,4inchi3
sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan memenuhi)

IV - 9
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

• Balok Geladak pada daerah Pengeboran


Mmaks = 15367,21 x 122 /12 dengan l = 12m
= 184,41kNm (135,96kip-ft)
q = 21800 x 0,705 = 15367,21N/m2
Dipakai profil WF 12x10 (78,87kg/m) baja mutu A36, Fb = 24ksi
(165Mpa)
fb = 135,96 x 12 (inchi)/70,7
= 23,08ksi (159,10Mpa)
dengan S = 70,7inch3
sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan memenuhi)
• Balok Geladak pada daerah lainnya (akomodasi dan heliport)
Mmaks = 1786,89 x 122 /12 dengan l = 12m
= 21,44kNm (15,81kip-ft)
q = 2535 x 0,705 = 1786,89N/m2
Dipakai profil WF 6x6 (29,72kg/m) baja mutu A36, Fb = 24ksi
(165Mpa)
fb = 15,81 x 12 (inchi)/8,53
= 22,24ksi (153,35Mpa)
dengan S = 8,53inchi3
sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan memenuhi)
b. Pelat Geladak
Rumus-rumus yang bisa digunakan untuk menentukan jenis baja pelat
geladak adalah :
Mmaks = ql2/12
b = Mmaks /S ,
S = l.t2 (m)/6
Dengan Mmaks adalah momen maksimum yang bekerja tiap 1m lebar
pelat geladak, q adalah distribusi beban geladak (distribusi beban
geladak dikalikan jarak antar balok geladak), l adalah jarak antar balok
geladak, fb adalah tegangan yang bekerja pada pelat serta Fb adalah
tegangan akibat momen lengkung yang diizinkan (syarat batas adalah
fb < Fb).

IV - 10
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

• Pelat Geladak pada daerah Produksi


Mmaks = 42384,92 x 0,7052/12 dengan l = 0,705m (27,75inchi)
= 1,76 kNm (1,29kip-ft)
q = 60127 x 0,705 = 42384,92N/m
Digunakan pelat baja mutu A36, t = 7/16inchi (11 mm), Fb = 24ksi
(165Mpa).
Dengan S = 27,75 x (7/16)2/6 = 0,885inchi3
fb = 1,29 x 12 (inchi) /0,885
= 17,54ksi (120,95Mpa)
Sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan memenuhi)
• Pelat Geladak pada daerah Pengeboran
Mmaks = 15367,21 x 0,7052 /12 dengan l = 0,705m (27,75inchi)
= 0,64kNm (0,47kip-ft)
q = 21800 x 0,705 = 15367,21N/m2
Digunakan pelat baja mutu A36, t = 1/4inch (6mm), Fb = 24ksi
(165Mpa).
Dengan S = 27,75 x (1/4)2/6 = 0,289inchi3 maka,
fb = 0,47 x 12 (inchi)/0,289
= 19,47ksi (134,27Mpa)
Sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan memenuhi)
• Pelat Geladak pada daerah lainnya (akomodasi dan heliport)
Mmaks = 1786,89 x 0,7052 /12 dengan l = 0,705m (27,75inchi)
= 0,07kNm (0,05kip-ft)
q = 2535 x 0,705 = 1786,89N/m2
Digunakan pelat baja mutu A36, t = 1/8inchi (3mm), Fb = 24ksi
(165Mpa)
Dengan S = 27,75 x (1/8)2/6 = 0,072inchi3
fb = 0,05 x 12 (inchi)/0,072
= 9,06ksi (62,45Mpa)
Sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan memenuhi)

IV - 11
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

4.3 Resume Penghitungan Konstruksi Rancangan


Penghitungan kontruksi rancangan kemudian dihimpun dalam satu resume
sebagai berikut.
BOPD/ Lokasi : 73.000/Selat Makassar (01026’LS-116055’BT)

Jenis Konstruksi : Jacket Steel Platform (terpancang)

Fungsi Konstruksi : Sebagai anjungan produksi & pengeboran

Berat Total Geladak : 6.864ton

Material Struktur :
Kaki struktur & geladak, jacket brace : Baja group I kls C spes. API M grade B
Joint chord, joint brace, joint X & K : Baja group II kls B spes. API 5L grade N52
Balok geladak dan pelat geladak : Baja group I kls C spes. ASTM mutu A 36

Jumlah Kaki Struktur / Kemiringan : 8 buah / 1 : 8

Ukuran Pile : Diameter = 36inch, tebal = 16mm

Pola Perangkaan : Rangka horizontal & kombinasi K, N,T

Struktur Jacket :
Kaki Jacket : Diameter = 38,0inch, tebal = 0,9inch

Sambungan Kaki Jacket : Diameter = 39,3inch, tebal = 1,3inch

Brace horizontal : Diameter = 22,0inch, tebal = 0,6inch

Brace K, N : Diameter = 21,0inch, tebal = 0,5inch

Skirt Pile : Diameter = 24,0inch, tebal = 0,5inch

Skirt Pile Sleeves : Diameter = 26,0inch, tebal = 0,6inch

Luasan Geladak :
Geladak Produksi : (43 x 18)m2

Geladak Pengeboran : (43 x 18)m2

Geladak Tempat Tinggal : (21 x 13)m2

Geladak Helikopter : (13 x 13)m2

Struktur Geladak :
Kaki Geladak : Diameter = 36,0inch, tebal = 0,9inch

Brace Geladak : Diameter = 20,0inch, tebal = 0,5inch

Balok Geladak : Profil WF baja mutu A36, Fb=24ksi (165Mpa)

Pelat Geladak : Pelat baja mutu A36, Fb= 24ksi (165Mpa)

Adapun sketsa konstruksi rancangan tersebut dapat dilihat pada halaman


berikut.

IV - 12
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Tampak Atas

Tampak Depan Tampak Samping

12m 13m 12m 12m


1/8 1/8
13m

13m

13m

13m

18,5m 13m 18,5m 25m

Gambar 4.1 Sketsa konstruksi rancangan

4.4 Perhitungan Beban Lingkungan


4.4.1 Beban Gelombang
Gaya gelombang yang bekerja pada elemen struktur untuk kondisi yang
sebenarnya, memiliki bentuk non linear. Dalam hal ini penentuan gaya
gelombang pada tiap elemen harus dihitung dengan peninjauan lebih dari satu
titik ordinat gelombang. Selain itu penentuan letak garis air permukaan
gelombang pada elemen sulit untuk diketahui tanpa menggambarkan posisi dari

IV - 13
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

gelombang dan elemen tersebut. Oleh karena itu beberapa asumsi digunakan
untuk menyederhanakan perhitungan, asumsi tersebut adalah:
• Gaya yang bekerja pada tiap elemen dianggap sebagai beban merata.
• Penentuan sumbu global struktur, untuk arah vertikal sumbu Y dan
arah horisontal sumbu X dan sumbu Z.
• Penentuan arah gelombang searah sumbu X, jadi sudut datang
gelombang 00 terhadap sumbu X atau 900 terhadap anjungan.
4.4.1.1 Penentuan Karakteristik Gelombang
Dari data-data yang ada maka karakteristik gelombang tempat operasional
struktur adalah sebagai berikut
• Kedalaman perairan (h) = 48,43m
• tinggi gelombang (H) = 8,84m
• periode gelombang (T) = 9,1detik
• panjang gelombang (λ) = 132,13m
4.4.1.2 Penentuan Teori Gelombang
Bila diketahui : h = 48,43m; H = 8,84 m; λ = 132,13m
diperoleh : h/λ = 0,37, H/λ = 0,067
Dari nilai tersebut maka teori gelombang yang cocok adalah teori gelombang
Airy dan Stokes (Tabel 2.5).
Cara lain yang digunakan adalah dengan menggunakan grafik hubungan h/T2,
H/T2 (Dinamic Analysis of Offshore structure, Page 78); diperoleh :
h/T2 = 0,585 m/dtk2
H/T2 = 0,107 m/dtk2
Dari grafik (Gambar 2.13, 2.14 dan 2.15) diperoleh bahwa teori gelombang
yang mendekati adalah teori gelombang stoke. Oleh kedua kondisi teori
gelombang yang diisyaratkan tersebut, maka teori gelombang yang digunakan
adalah teori gelombang stoke.
4.4.1.3 Parameter Gelombang Stokes
Untuk h/λ = 0,37, maka dengan interpolasi (Tabel A.1, A.2 dan A.3 pada
Lampiran A) parameter profil gelombang, parameter kecepatan serta parameter
frekuensi dan tekanan dapat diperoleh sebagai berikut :

IV - 14
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

F22 = 0. 541 G11 = 1.000 C1 = 1.044


F24 = 0.786 G13 = -0.682 C2 = 1.476
F33 = 0.425 G15 = -0.895 C3 = -0.010
F35 = 1.395 G22 = 0.031 C4 = 0.003
F44 = 0.393 G24 = 0.545
F55 = 0.401 G33 = -0.010
G35 = 0.138
G44 = 0.002
G35 = 0.000

Dari persamaan (9) pada Lampiran A, dapat ditentukan parameter a sebagai


berikut:
a = (kH/2) - a3F33 - a5(F35 + F55)
dimana : k = 2π/λ , kH/2 = 0,21
= 0,04755 m-1
nilai = 0,21 diambil sebagai nilai awal proses iterasi untuk memperoleh nilai a,
sehingga dari persamaan di atas diperoleh a = 0,20564.
Dari persamaan (8) pada Lampiran A, diperoleh harga F1 sampai F5 sebagai
berikut:
F1 F2 F3 F4 F5
0,20564 0,02428 0,00421 0,00070 0,00015

Dengan persamaan (7) pada Lampiran A, free-surface water deflection η


adalah sebagai berikut:
η = 4,32478 cos θ + 0,10502 cos 2θ + 0,00044 cos 3θ + 3.10638 . 10-7 cos
4θ + 4,58076 . 10-11 cos 5θ
dimana : θ = kx - ωt.
Frekuensi gelombang ditentukan dari persamaan (12) pada Lampiran A dan
parameter frekuensi dan tekanan, sebagai berikut:
ω = gk (1 + a2 C1 + a4 C2) tanh kh
dengan g = 9,81 m/s2, maka:
ω = 0,692 det-1

IV - 15
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Untuk t=0 detik, dan x = 1 hingga 2λ , diperoleh:


x (m) η X (m) η X (m) η X (m) η
0.000 4.942 74.323 -3.667 148,646 2,978 222,969 -1,937
8.258 4.389 82.581 -3.009 156,904 1,215 231,228 -0,496
16.516 2.979 90.839 -1.938 165,163 -0,496 239,486 1,215
24.774 1.215 99.098 -0.497 173,421 -1,937 247,744 2,978
33.033 -0.495 107.356 1.214 181,679 -3,008 256,002 4,389
41.291 -1.937 115.614 2.977 189,937 -3,667 264,260 4,942
49.549 -3.008 123.872 4.388 198,195 -3,891
57.807 -3.667 132.130 4.942 206,453 -3,667
66.065 -3.891 140,388 4,389 214,711 -3,008

Profil gelombang

6,000

4,000

2,000

0,000
η

0,00 0,25 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50 1,75 2,00


-2,000

-4,000

-6,000

x/λ

Gambar 4.2 Profil Gelombang Terpaan

Kecepatan gelombang c dapat dicari dengan menggunakan persamaan (13)


pada Lampiran A, yakni:
c = [g/k (1 + a2C1 + a4C2) tanh kh]½
=[(9,81/0,04755).(1+0,205642.1,044+0,205644.1,4760).tanh(0,047
55/48,43)]1/2
= 14,549m/dtk
Dari persamaan (11) pada Lampiran A, harga G1 sampa G5 diperoleh sebagai
berikut:
G1 G2 G3 G4 G5
0.19938 0,00457 0,0001 0.00001 0,00000

Untuk menentukan kecepatan partikel air, terlebih dahulu ditentukan pusat


beban (y dan x) pada masing-masing elemen. Elemen yang berada di bawah
garis air, letak titik pusat beban terletak pada bagian tengah elemen tersebut;

IV - 16
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

sedangkan elemen yang berada sebagian di bawah garis air dan sebagian di
atas garis air, letak titik pusat beban pada permukaan air titik pusat beban pada
permukaan air.
Dengan mengetahu titik awal (j) dan titik akhir (k) joint tiap elemen, maka harga
y dan x dapat digunakan rumus berikut:
y = yj + (L/2) . cos θ x = xj + (Lxz/2) . cos θ
Untuk elemen yang sebagian di bawah air dan sebagian di atas permukaan,
maka :
y=h x = xj + (Ly . tg φ)
dimana θ dan φ adalah sudut kemiringan elemen terhadap sumbu x dan y.
Penentuan titik pusat beban pada masing-masing elemen struktur dapat dilihat
pada Lampiran B. Perhitungan kecepatan partikel air dapat ditentukan dengan
persamaan (10.a). Sebagai contoh elemen 26 dengan y = 13,43m; x = 5,844m
(untuk t = 0 detik) :
5
cosh nky
u = (ω/k) . ∑ Gn cos n (kx - ωt)
1 sinh nkh
u = 14,549 . (0,19938 . ((cosh(0,3295)/sinh(2,303)) . cos(0,0386) +
0,00457 . ((cosh 2(0,3295)/sinh 2(2,303)) . cos 2(0,0386) –
0,00011 . ((cosh 3(0,3295)/sinh 3(2,303)) . cos 3(0,0386) +
0,00001 . ((cosh 4(0,3295)/sinh 4(2,303)) . cos 4(0,0386) + 0 .
((cosh 5(0,3295)/sinh 5(2,303)) . cos 5(0,0386))
= 0,619m/dtk
dengan cara yang sama kecepatan arah vertikal dapat dihitung,
5
sinh nky
v = (ω/k) . ∑ Gn sin n (kx - ωt)
1 sinh nkh
v = 14,549 . (0,19938 . ((sinh(0,3295)/sinh(2,303)) . sin(0,0386) +
0,00457 . ((sinh 2(0,3295)/sinh 2(2,303)) . sin 2(0,0386) – 0,00011
. ((sinh 3(0,3295)/sinh 3(2,303)) . sin 3(0,0386) + 0,00001 . ((sinh
4(0,3295)/sinh 4(2,303)) . sin 4(0,0386) + 0 . ((sinh 5(0,3295)/sinh
5(2,303)) . sin 5(0,0386))
= 0,008m/dtk
Sesuai dengan persamaan (15.a), (15.b), (16.a) dan (16.b), maka diperoleh :

IV - 17
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

U1 = 0,04247 V1 = 0,01351 R1 = 0,08493 S1 = 0,02701


U2 = 0,00011 V2 = 0,00006 R2 = -0,00117 S2 = 0,00026
U3 = -3,32 . 10-7 V3 = -2,51 . 10-7 R3 = -0,00001 S3 = -2.743 . 10-6
U4 = 5,72 . 10-9 V4 = 4,95 . 10-9 R4 = 7,188 . 10-8 S4 = 8,096 . 10-8
U5 = 0,00000 V5 = 0,00000 R5 = -7,752 . 10-10 S5 = -3,928 . 10-10

Percepatan partikel air horisontal dan vertikal dapat dicari untuk tiap elemen.
Sebagai contoh elemen 60 dengan y = 6,93m ; x = 0,813 (untuk t = 0 detik):
5
ax = kc2/2 . ∑
1
Rn sin n (kx - ωt)

ax = 5,033 . (0,08493 . sin (0,0386) - 0,00117 . sin 2(0,0386) -


0,00001 . sin 3(0,0386) + 7,188 . 10-8 . sin 4(0,0386) -7,752 . 0-10
. sin 5(0,0386))
= 0,016 m/det2
5
ay = (-kc2/2) ∑ 1
Sn cos n (kx - ωt)

ay = - 5,033 . (0,02701 . cos (0,0386) + 0,00026 . cos 2(0,0386) -


2.743 . 10-6 . cos 3(0,0386) + 8,096 . 10-8 . cos 4(0,0386) – 3,928
. 10-10 . cos 5(0,0386))
= -0.137 m/det2
4.4.1.4 Gaya Gelombang (Selinder pada Kedudukan Sembarang)
Untuk silinder yang memiliki kedudukan sembarang, sebelum menentukan
kecepatan dan percepatan partikel air serta gaya gelombang pada masing-
masing elemen, terlebih dahulu ditentukan sudut kemiringan terhadap sumbu x
dan sumbu y (θ dan φ), berikut rumus yang dapat digunakan:
θ = arc cos (Lx/Lxz) φ = arc cos (Ly/L)
Lx = xk - xj Ly = yk - yj Lz = zk - zj
L = (Lx2 + Ly2 + Lz2)1/2
Sebagai contoh elemen 26 dengan sudut 450;10,0250, maka sesuai pers. 2.13):
cx = sin φ . cos θ cy = cos φ cz = sin φ . sin θ
= sin 10,0250 . cos 450 = cos 10,0250 = sin 10,0250 . sin 450
= 0,123 = 0,985 = 0,123

IV - 18
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Selanjutnya kecepatan dan percepatan dapat ditentukan sesuai persamaan


(2.09), (2.10), (2.11), (2.12), (1.23), (1.24) seperti berikut :
Wn = [u2 – v2 – (cxu + cyv)2]1/2
= [0,6192 – 0,0082 – (0,123 . 0,619 + 0,985 . 0,008)2]1/2
= 0,613m/dtk
unx = u – cx (cxu + cyv)
= 0,619 – 0,123 . (0,123 . 0,619 + 0,985 . 0,008)
= 0,609m/dtk
uny = v – cy (cxu + cyv)
= 0,008 – 0,985 . (0,123 . 0,619 + 0,985 . 0,008)
= -0,075m/dtk
unz = – cz (cxu + cyv)
= - 0,123 . (0,123 . 0,619 + 0,985 . 0,008)
= -0,01m/dtk
anx = ax – cx (cxax + cyay)
= 0,016 – 0,123 . (0,123 . 0,016 + 0,985 . -0,137)
= 0,032m/dtk2
any = ay – cy (cxax + cyay)
= -0,137 – 0,985 . (0,123 . 0,016 + 0,985 . -0,137)
= -0.006m/dtk2
anz = – cz (cxax + cyay)
= – 0,123 . (0,123 . 0,016 + 0,985 . -0,137)
= 0,016m/dtk2
Gaya persatuan panjang pada elemen 26 (D = 0,965m, L = 13,201m) dapat
dihitung dengan persamaan (2.17), (2.18) dan (2.19) sebagai berikut:
(CD = 1,0; CI = 2,0; ρ = 1,025ton/m3)
fx = ½.ρ.CD.D.Wn.unx + ρ.CI.(π.D2/4).anx
= 0,233kN/m
fy = ½.ρ.CD.D.Wn.uny + ρ.CI.(π.D2/4).any
= -0.032 kN/m
fz = ½.ρ.CD.D.Wn.unz + ρ.CI.(π.D2/4).anz
= 0,021 kN/m

IV - 19
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Dengan persamaan (2.20), maka gaya normal persatuan panjang pada elemen
26 adalah:
f = (fx2 + fy2 + fz2)1/2
= 0.236kN/m
Gaya total pada elemen 26 (Pers. (2.21)) untuk masing-masing arah adalah:
Fx = fx . L F y = fy . L Fz = fz . L
= 3,079kN = -0,42kN = 0,283kN
untuk elemen yang sebagian di bawah dan sebagian di atas permukaan air,
maka L = (h - yj) /cos φ.
Untuk selanjutnya perhitungan gaya gelombang pada elemen yang lain secara
lengkap diberikan dalam bentuk tabel pada Lampiran B.

4.4.2 Beban Arus


Untuk menyederhanakan perhitungan, arus dianggap bergerak horisontal
dengan arah searah sumbu global-X (nol derajat). Gaya arus dihitung
pada elemen dengan pusat beban berada di pertengahan elemen (untuk
elemen yang berada di bawah air) dan pusat beban berada di permukaan
air (untuk elemen yang sebagian berada di atas permukaan air).
4.4.2.1 Kecepatan Arus
Kecepatan arus (pers. (2.22)) pada elemen 26 dengan y = 6,93m dan
U o = 0,21m/dtk adalah sebagai berikut:
UT = U0 (y/h)1/7
= 0,4903m/dtk
4.4.2.2 Gaya Arus
Perhitungan gaya arus, sebagai contoh elemen 26 (y = 6,93m dan
D = 0,965m). Dengan ρ = 1,025ton/m3, C D = 1,0 dan C L ≈ C D /3 = 0,333,
maka gaya angkat (f L ) dan Gaya drag (f D ) (pers. (2.23) dan (2.24)) adalah
sebagai berikut :
fL = ½.ρ.CL.D.UT2
= 0,004kN/m
fD = ½.ρ.CD.D.UT2
= 0,013kN/m

IV - 20
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Jadi,
F total = fD + fL
= 0,017kN/m.
Untuk elemen lain, perhitungan kecepatan dan gaya arus masing-masing
elemen dapat dilihat pada Lampiran B.

4.4.3 Beban Angin


Untuk menyederhanakan perhitungan, angin dianggap bergerak horisontal
dengan arah searah sumbu global-X (nol derajat). Gaya angin dihitung
pada elemen di atas permukaan air, panjang yang diukur mulai dari
perpotongan garis air ke atas untuk elemen yang sebagian di bawah dan
sebagian di atas permukaan air.
Untuk penentuan sudut datang angin (α) terhadap elemen, dapat digunakan
ketentuan sebagai berikut :
• untuk elemen yang miring terhadap arah datang angin, α = φ
• untuk elemen yang tegak lurus terhadap arah datang angin, α = 00
• untuk elemen yang sejajar bidang xz dan bersudut terhadap sumbu x,
α = 00
• untuk elemen yang sejajar dan searah sumbu global x, α = 900
Untuk elemen yang sebagian berada di bawah permukaan air, maka penentuan
panjang elemen adalah :
L = (yk – h)/cos φ
Sebagai contoh untuk elemen 171 (L = 3,654m, D = 0,965m, α = 10,0250)
dengan kecepatan angin V = 27,71m/dtk; C = 0,5 (untuk silnder); ρ = 1,29kg/m3,
maka besar gaya angin (pers. (2.25)) pada elemen adalah:
F = ½. ρ.Cw.A.V2
= 243,849N
Selanjutnya perhitungan elemen yang lain secara lengkap diberikan dalam
bentuk tabel.

IV - 21
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

21 m 2m
13 m

20 m 6m

6m

7m 6m

12 m

13 m
43 m
18 m

Gambar 4.3 Ilustrasi Bidang Tangkap Angin Arah Depan dan Samping

Sesuai gambar di atas maka dapat ditentukan gaya angin pada geladak dan
bangunan atas seperti berikut:
• Kaki Geladak (C = 0,5)
L = 12m; D = 0,9144 ; A = 10,9724m2; V = 27,71m/dtk
untuk 8 kaki geladak, A = 87,7779m2
F = 0,5 . ρ . C . A . V²
= 1677,213N
• Geladak (C = 1,5; luas (A) tower hingga ketinggian 6m = 37,5m2)
- Tampak Depan
A = (43 . 6) + ((43 . 6) - 37,5) + (21 . 6) + (13 . 1)
= 617,5m2
- Tampak Samping
A = (18 . 6) + ((18 . 6) – 37,5) + (13 . 6) + (13 . 1)
= 269,5m2
Atot = 2 . (617,5 + 269,5)
= 1774m2
F = 0,5 . ρ . C . A . V²
= 101688,687N
• Deck Tower (C = 0,5)
Atot = 74,831m2
F = 0,5 . ρ . C . A . V²
= 1429,806N

IV - 22
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

Gaya angin total yang bekerja pada geladak dan bangunan atas :
F = 1677,213 + 101688,687 + 1429,806
= 104,796kN

4.5 Resume Penghitungan Beban Lingkungan


Dari hasil perhitungan beban-beban lingkungan yang bekerja pada anjungan
lepas pantai, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
• Beban gelombang terbesar terjadi pada daerah permukaan laut sebesar
4.5kN pada elemen 173 & 188, hal ini disebabkan karena kecepatan dan
percepatan partikel air yang semakin besar pada daerah permukaan.
• Jika ditinjau dari arah datangnya gelombang, maka gelombang terbesar
dari arah samping anjungan (sudut 90° terhadap anjungan) karena
jumlah komponen struktur yang terkena hempasan gelombang lebih
banyak.
• Arus yang terjadi pada permukaan lebih besar daripada arus yang terjadi
di kedalaman hal ini dipengaruhi oleh media pembangkit arus yang lebih
banyak dan besar berada di permukaan yaitu gelombang dan angin.
Beban arus terbesar terjadi pada elemen yang kurang lebih tegak lurus
terhadap arah datang angin yaitu sebesar 0,029kN.
• Beban angin terbesar terjadi pada geladak sebesar 101,688kN; hal ini
disebabkan karena luas tangkap bidang angin pada daerah ini lebih luas
dari tempat lainnya.

IV - 23
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

BAB V
SISTEMATIKA LAPORAN

Oleh karena Perencanaan Bangunan Lepas Pantai merupakan tugas


rekayasa yang terstruktur, maka kepada mahasiswa yang mengambil mata
kuliah tersebut, diwajibkan membuat laporan.
Adapun sistematika pelaporan tersebut adalah sebagai berikut:

Lembar Judul
Lembar Pengesahan
Lembar Surat Tugas
Lembar Data Detail Struktur BLP
Lembar Asistensi
Daftar Isi
Bab I. Pendahuluan
Pendahuluan berisi cerita singkat tentang tugas rekayasa
Perencanaan BLP, antara lain prolog, permasalahan, batasan
masalah, tujuan dan manfaat serta skema alur pikir pengerjaan
Tugas Rekayasa
Bab II. Prarancangan
Bab ini berisi :
A. Landasan Teori; berisikan teori Penentuan Lokasi Geografis
dan Karakteristik Lingkungan serta Pemilihan Konfigurasi
Struktur (Pemilihan Konstruksi, Penentuan Berat dan Luasan
Geladak, Pemilihan Bahan Struktur, Tiang Pancang,
Perangkaan, Rangka Tubular dan Perencanaan Geladak)
B. Penyajian Data dan Proses Perancangan; berisikan data-
data yang diperlukan dalam Perencanaan BLP serta proses
perencanaan dengan tata urutan seperti pada poin
sebelumnya.
C. Resume Prarancangan; berisi data lengkap hasil yang
diperoleh dari poin B dalam bentuk resume.

V-1
Panduan Pengerjaan TR Perencanaan Bangunan Lepas Pantai

D. Sketsa Awal; berisi sketsa awal struktur yang telah


dirancang, dengan tampilan atas, depan dan samping.
Bab III. Analisa Beban Lingkungan
Bab ini berisi:
A. Landasan Teori; berisikan teori Beban Gelombang
(Penentuan Karakteristik Gelombang, Penentuan Teori
Gelombang Yang Sesuai, Teori Gelombang Yang
Dipergunakan, Teori Gaya Gelombang), Beban Arus
(Kecepatan Arus, Gaya Arus) dan Beban Angin
B. Perhitungan Beban Lingkungan; berisikan perhitungan
beban-beban yang bekerja terhadap struktur seperti yang
ada pada poin A
Bab IV. Kesimpulan
Bab ini berisi kesimpulan akan kemampuan struktur untuk
menahan beban-beban lingkungan yang bekerja terhadapnya.
Daftar Pustaka
Lampiran

Format penulisan yang dipergunakan adalah A4 (Margin Atas & Bawah 2,5;
Margin Kiri 3,5 & Kanan 2,5), Arial 12pt, spasi 1,5; dengan bahasa Indonesia
yang baku; sedangkan format Lembar Judul, Lembar Pengesahan, Lembar
Surat Tugas, Lembar Data Detail Struktur BLP, Lembar Asistensi, Daftar
Isi & Daftar Pustaka dapat dilihat pada Lampiran D.
Adapun Detail Data Karakteristik Lingkungan dapat dilihat pada Lampiran E.

V-2

Anda mungkin juga menyukai