Anda di halaman 1dari 2

Obesitas dan Dislipidemia

Obesitas atau yang biasa disebut kegemukan merupakan keadaan dimana tubuh kelebihan
lemak. Prevalensi orang dewasa lebih dari 18 tahun yang mengalami obesitas di Indonesia sendiri
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013 prevalensi laki-laki dewasa yang obesitas di
Indonesia mencapai 19,7 % dimana jumlah itu meningkat dari tahun 2010 yang hanya sebanyak
7,8 %. Sedangkan untuk perempuan dewasa yang berumur lebih dari 18 tahun prevalensi obesitas
mengalami peningkatan 15,5 % menjadi 32,9 % pada tahun 2010 hingga 2013. (Riskesdas,2013).
Cara menentukan seserang dikatakan obesitas atau tidak bisa dengan Indeks Massa Tubuh
dengan nilai ≥25kg/m2 hal tersebut merupakan ketentuan skor indeks massa tubuh untuk orang
asia sedang kan berbeda untuk orang kaukasian dimana mereka mempunyai kadar persen lemak
yang lebih rendah. (Mexitalia dkk, 2009). Kepercayaan masyarakat tentang obesitas adalah bahwa
obesitas merupakan factor keturunan saja dan menganggap bahwa gemuk itu sehat dan makmur.
Padahal kelebihan jumlah dan jenis asupan makan berpengaruh besar terhadap timbulnya obesitas
disamping dari faktor genetic. Pola makan di Indonesia yang menyukai makanan berlemak ,
makanan dengan proses digoreng serta jajanan yang manis berkontribusi dalam factor penyebab
obesitas.
Obesitas merupakan keadaan tubuh dimana kelebihan persen lemak sehingga erat
kaitannya dengan dyslipidemia. Dyslipidemia merupakan adanya kelainan pada metabolisme
lemak yang biasanya ditandai dengan penurunan atau peningkatan kadar lipid dalam plasma.
Kenaikan dan penurunan yang dimaksud adalah peningkatan kadar TG, peningkatan kadar LDL,
peningkatan kadar kolesterol total dan penurunan kadar HDL (Anwar,2004). Di Indonesia pada
tahun 2007 terdapat 39,8% orang yang mengalami dyslipidemia dengan kadar kolestero total >200
mg/dL. Factor risko terkena dyslipidemia yaitu orang yang mempunyai riwayat PJK, mengidap
diabetes mellitus, atherosclerosis, Obesitas yang lingkar pinggang untuk perempuan lebih dari 80
cm dan lebih dari 90 cm untuk laki-laki, riwayat hipertensi serta kelainan genetic. Intervensi untuk
dyslipidemia ada 2 jenis yaitu melaui terapi farmakologis dan terapi perbaikan gaya hidup. Terapi
perbaikan gaya hidup memang efek nya tidak secepat dengan obat (misalnya statin) namun
perbaikan gaya hidup akan membantu mempertahankan kadar profil lipid dalam darah. Dari segi
diet, yang bisa dilakukan adalah mengurangi asupan lemak jenuh dan memperbanyak asupan serat
dan lemak tak jenuh yang memiliki efek hipkolesterolemik contohnya adalah konsumsi makanan
yang mengandung PUFA dan MUFA seperti konsumsi ikan. Walaupun tidak berefek langsung
pada kadar kolesterol darah namun setidaknya konsumsi ikan dapat mengganti konsumsi daging
yang merupakan bahan makanan tinggi lemak. Terapi non farmaklogi lainnya adalah dengan
aktifitas fisik yang dilakukan minimal 20 menit hingga 30 menit. (PERKI,2013)

Daftar pustaka
Anwar, T B. 2004. Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner,
(http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri3.pdf), diakses pada 26 September
2016
Menkes RI.2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kemenkes

Mexitalia, M et al. 2009. Sindroma Metabolik Remaja Obesitas, 43-(6), pp 300-306


PERKI.2013.Pedoman Tatalaksana Dislipidemia. Jakarta : Centra Communication

Anda mungkin juga menyukai