Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN POST PARTUM SECTIO CAESARIA


DI RUANG EDELWEISS RS Tk. II dr. SOEPRAOEN

LAILATUL MUKAROMA

155070200111025

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2019

1
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN DENGAN POST PARTUM SECTIO CAESARIA

A. Konsep Dasar Sectio Caesaria


1. Definisi Sectio Caesaria
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio caesaria (SC) adalah membuka perut dengan sayatan pada dinding
perut dan uterus yang dilakukan secara vertical , dari kulit sampai fasia
(Wiknjosastro, 2010).
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk mengeluarkan anak dari rongga
rahim dengan mengiris dinding perut dan dinding rahim (Angraini, 2008).
Tindakan SC dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan
risiko pada ibu ataupun pada janin seperti proses persalinan normal lama atau
kegagalan proses persalinan normal, plasenta previa, panggul sempit, distosia
serviks, pre eklamsi berat, ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban
pecah dini, janin letak lintang, letak bokong, fetal distres dan janin besar melebihi
4.000gram (Salawati, 2013).

2. Etiologi
a. Riwayat SC
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk
melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Risiko ruptur uteri
meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut
melintang yang terbatas disegmen uterus bawah, kemungkinan mengalami
robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang
mengalami ruptur uteri berisiko mengalami kekambuhan, sehingga tidak menutup
kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervagina, tetapi dengan beresiko ruptur
uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin.

b. PEB (Pre - Eklamsi Berat)


Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Bahwa terdapat

2
beberapa kondisi ibu yang mengalami Pre Eklampsia berat yang memungkinkan
dilakukan tindakan Sectio Caesarea, yaitu bila dalam 24 jam persalinan tidak dapat
diselesaikan, serviks yang belum matang dengan janin yang masih hidup, serta
terdapat tanda-tanda gawat janin dengan DJJ < 100 x/menit atau > 180x/menit yang
menyebabkan pengakhiran kehamilan dengan tindakan SC dilakukan pada ibu
yang mengalami preeklampsia berat yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
bahaya eklampsia serta untuk menyelamatkan nyawa ibu dan janinSetelah
perdarahan dan infeksi, pre - eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi.

c. KPD (Ketuban Pecah Dini)


Ketuban pecah dini (KPD) merupakan pecahnya selaput janin sebelum proses
persalinan dimulai. Hal ini menyebabkan meningkatnya insiden seksio sesarea.
Faktor-faktor yang menambah risiko mencakup partus lama dan KPD. Komplikasi
KPD yang dapat dijadikan indikasi terminasi kehamilan yaitu prolaps tali pusat,
infeksi intrauterin, dan solusio plasenta. Seksio sesarea adalah suatu tindakan
untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gram, melalui sayatan pada dinding
uterus yang masih utuh (intact). Kejadian KPD sekitar 5-8 %

d. Indikasi Ibu :
1) Panggul sempit
2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3) Stenosis serviks uteri atau vagina
4) Plassenta praevia
5) Disproporsi janin panggul
6) Rupture uteri membakat
7) Partus tak maju
8) Incordinate uterine action

e. Indikasi Janin
1) Kelainan Letak :
a) Letak lintang
b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
c) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
d) Presentasi ganda

3
e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama
2) Gawat Janin
3) Indikasi Kontra (relative)
a) Infeksi intrauterine
b) Janin Mati
c) Syok/anemia berat yang belum diatasi
d) Kelainan kongenital berat
4) Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang
atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal
(Mansjoer. 2002)

3. Faktor Risiko
Faktor risiko sebelum seksio sesarea sudah terdapat proses persalinan,
khususnya jika terdapat partus lama, ketuban pecah dini dan jika sudah dilakukan
beberapa kali pemeriksaan pelvis, Anemia, hematokrit di bawah 30 persen dan
Obesitas(Oxorn dan Forte, 2010).

4. Klasifikasi Operasi Sectio Caesarea (SC)


a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus
uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira 10cm.
Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin lebih memanjang
2. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
3. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas

4
SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada
luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
4. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -
kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.

2) Sectio caesarea profunda (Ismika Profunda) : dengan insisi pada segmen


bawah uterus.Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus
ke rongga perineum
4. Perdarahan kurang
5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan :
1. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan
yang banyak.
2. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

3) Sectio caesarea ekstraperitonealis.


Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.

b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)


Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (tranversal)
3) Sayatan huruf T (T Insisian)

5
5. Patofisiologi (Pathway)
terlampir

6. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2000), antara lain :

1. Nyeri akibat luka pembedahan


2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6. Emosi labil
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Tucker (1998) adalah sebagai berikut:
1. Pemantauan EKG
2. JDL dengan diferensial
3. Pemeriksaan elektrolit
4. Pemeriksaan HB/Hct
5. Golongan darah
6. Urinalisis
7. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
8. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
9. USG

8. Penatalaksanaan Medis Post SC


1. Perawatan awal
a. Letakan klien dalam posisi pemulihan

6
b. Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika ada indikasi syok hemorarge
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah.
2. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.

3. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa
air putih dan air teh.

4. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:

a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
5. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter

7
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.

6. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi

b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan


1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C

d. Perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu
banyak jangan mengganti pembalut
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
e. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.

f. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara
tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
(Manuaba, 1999)
9. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan
lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada
gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan

8
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,
tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian
antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam
hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi-komplikasi lain seperti :
1) Luka kandung kemih
2) Embolisme paru – paru
Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura
uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea
klasik.

Diagnosa keperawatan yang sering muncul


a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada abdomen post operasi
SC
c. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan, luka post operasi
d. Cemas berhubungan dengan koping yang tidak efektif

9
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini. 2008. Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Post Sectio Caesaria. Surakarta :
UMS.
Mansjoer, Arif, 2002, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.

Oxorn, H & Forte, WR 2010, Ilmu kebidanan: patologi & fisiologi persalinan, Yayasan
Essentia Medica (YEM), Yogyakarta.

Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika


Prawirohardjo, Sarwono. 2009. . Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Salawati, L.(2013). Profil Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Daerah DR.Zainoel Abidin
Banda Aceh Tahun 2011. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 13 (3).

Wiknjosastro. 2010. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Edisi 1. Cet. 12. Jakarta : Bina Pustaka.

10

Anda mungkin juga menyukai