MODUL PRAKTIKUM
Disusun Oleh:
Tim Pengajar Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi,
Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2018
1
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
2
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
PERCOBAAN
SISTEM PELIPUT
I. Tujuan
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan memahami tentang :
1. Struktur dan Fungsi sistem peliput
2. Beberapa karakteristik sensasi paad kulit
3
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
yang terletak di papila dermis, dan rangsangan tekanan diperankan oleh badan
paccini di epidermis.
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit melakukan fungsi ini dengan cara mengekskresikan keringat dan
mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Di waktu suhu dingin,
peredaran darah di kulit berkurang guna mempertahankan suhu badan. Pada waktu
suhu panas, peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi penguapan keringat dari
kelenjar keringat sehingga suhu tubuh dapat dijaga tidak terlalu panas.
f. Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari
rigi saraf. Jumlah melanosit dan 17 jumlah serta besarnya butiran pigmen
(melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu.
g. Fungsi kreatinisasi
Fungsi ini memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
h. Fungsi pembentukan/sintesis vitamin D
Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi
kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari proses tersebut. Pemberian
vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
Epidermis merupakan epitel gepeng (skuamosa) berlapis, dengan beberapa lapisan
yang terlihat jelas. Jenis sel yang utama disebut “keratinosit”. Keratinosit, yang merupakan
hasil pembelahan sel pada lapisan epidermis yang paling dalam stratum basale (lapisan
basal), tumbuh terus ke arah permukaan kulit, dan sewaktu bergerak ke atas keratinosit
mengalami proses yang disebut “diferensiasi terminal” untuk membentuk sel-sel lapisan
permukaan (stratum korneum).
Kelenjar keringat ekrin (eccrine) dan apokrin (apocrine), rambut dan kelenjar sebasea,
dan kuku merupakan aksesori-aksesori epidermis. Kelenjar keringat ekrin penting dalam
pengaturan suhu tubuh. Kelenjar ekrin mensekresi air, elektrolit, laktat, urea, dan amonia.
Kelenjar keringat apokrin menghasilkan sekret berminyak yang mengandung protein,
karbohidrat, amonia, dan lemak.
4
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
Alat : Pinset, paku (panas dan dingin), pensil, jarum, kain penutup mata, alat pengukur jarak,
kunci, mata uang, dan stopwatch, kain 9drill, katun, sutera, wol), amplas dengan 3 ukuran
kekasaran.
B. Fisiologi
a. Distributor Reseptor
1. Pada bagian anterior dari lengan bawah gambarkan suatu daerah dengan luas sekitar 2
cm2 yang terdiri dari 20 kotak dengan menggunakan pena.
5
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
2. Didalam daerah tersebut dilakukan sentuhan pelan-pelan dengan bulu sikat paling
sedikit pada 20 tempat yang berbeda. Jika dirasakanadanya sensasi, tandai dengan
huruf S. S artinya terasa sensasi sentuh.
3. Panaskan paku dalam air yang bersuhu sekitar 40oC atau 50oC. kemudian
dikeringkan. Cari lokasi reseptor panas seperti pada prosedur no 2. Tandai dengan
huruf P jika dirasakan sensasi panas.
4. Paku didinginkan dengan cara direndam dalam air es kemudian dikeringkan. Cari
lokasi reseptor dingin seperti pada prosedur no.2 dan 3 ditandai dengan huruf D jika
terasa sensasi dingin.
5. Lakukan lagi pada daerah yang sama dengan menggunakan jarum untuk mencari
reseptor nyeri. Sensasi dirasakan jika reseptor nyeri distimulasi oleh tekanan ringan,
yang mewakili shock listrik ringan. Tandai tempat reseptor pada daerah tersebut
dengan huruf N.
6. Jumlahkan lokasi reseptor untuk tiap sensasi
7. Ulangi prosedur 2 sampai 6 pada daerah lutut dan mata kaki.
8. Berdasarkan hasil percobaan di atas, apakah ada perbedaan jumlah reseptor pada
kedua daerah?
9.
Daerah Lutut :
Mata kaki:
6
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
Tujuan:
Menentukan apakah kepekaan tubuh terhadap tekanan bervariasi pada suatu tempat
dengan tempat lainnya.
Prosedur:
1. Percobaan anda lakukandengan seorang rekan
2. Rekan anda menutup mata
3. Anda tekankan ujung pensil cukup kuat pada suatu titik di kulit sampai ada bekasnya
4. Mintalah rekan anda untuk menunjukan lokasi tekanan tadi
5. Catat jarak dalam mm antara kedua titik tersebut (jarak antara titik tempat tekanan
pensil dengan titik ditunjukkan oleh rekan anda).
6. Lakukan percobaan ini lima kali dan rata-ratakan hasil yang diperoleh. Amati apakah
lokasi yang ditunjukan oleh rekan anda membaik pada pengujian keduaa, ketiga, dst?
7. Ulangi prosedur 1 sampai 6 pada daerah ujung jari, punggung tangan, lengan atas
bagian dalam dan tengkuk
8. Catat hasil pengamatandalam tabel seperti berikut ini:
Dareah Stimulan Jarak kesalahan (mm)
Ujung jari
Punggung tangan
Lengan bagian atas
Tengkuk
c. Adaptasi Reseptor
Hilangnya sensasi disebabkan reseptor beradaptasi terhadap srimulus. Dengan
demikian reseptor tidak membentuk impuls saraf sampai terjadi perubahan dalam
stimulus.
1) Stumulus sentuhan
a. Percobaan dilakukan oleh dua orang
b. Rekan anda menutup mata
c. Anda menempatkan mata uang pada kulit permukaan lengan
7
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
2) Stimulasi Suhu
a. Celupkan jari telunjuk dalam air hangat selama dua menit. Celupkan jari telunjuk
yang lain kedalam wadah air hangat yang sama. Catat perbedaan sensasi yang
dirasakan pada tiap jari.
b. Selanjutnya celupkan satu jari telunjuk ke dalam air hangat dan jari telunjuk lain
ke dalam air ledeng dingin yang sama. Maati hasil yang diperoleh!
Percobaan ini menggambarkan bahwa sensasi panas atau dingin tidaklah mutlak,tapi
tergantung bagaimana cepatnya kulit memperoleh atau kehilangan panas dan
tergantung pada besar serta arah gradient temperature. Selain itu sensasi suhu yang
ditimbulkan pada tiap jari tergantung dari peristiwa sebelumnya.
3) After image
Lepaskan pensil dibelakang telingan antara kepala dan daun telinga. Perasaan apakah
yang terasa apabila pensil di angkat?
d. Daya Membedakan
Tujuan:
Mempelajari perbedaan sensasi terhadap intensitas stimulus.
Prosedur:
1. Dengan ujung jari, lakukan penilaian terhadap benda dari berbagai tingkat
kekasaran (amplas) dan benda dari berbagai bentuk (mata uang, kunci ) yang
diberikan oleh rekann anda. Percobaan dilakukan dengan mata tertutup
2. Ulangi percobaan di atas dengan lengan bawah
8
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
e. Nyeri Acuan
Nyeri acuan adalah fenomena asing penerimaan nyeri dalam satu area tubuh jika area
lain menerima stimulus nyeri. Nyeri acuan dapat menjadi petunjuk adanya kelainan
pada organ dalam.
Prosedur:
1. Tempatkan siku anda dalam air es dan setelah periode waktu tertentu, catat
perubahan dalam lokasi sensasi
2. Apakah lokasi sensasi berubah?
3. Jika iya, dimana nyeri acuan dirasakan?
Tujuan:
Mempelajari fungsi kulit dalam pengaturan panas
Prosedur:
1. Gosokan kulit dengan kapas yang sudah dibasahi dengan eter. Apa yang anda
rasakan?
2. Ulangi dengan menggunakan etanol. Apa yang anda rasakan sekarang? Mengapa
dmeikian?
V. Tugas Pendahuluan
1. Jelaskan fungsi kulit
2. Jelaskan dimana letak bagian-bagian ini pada kulit:
a. Pembuluh darah
b. Pembuluh syaraf
c. Reseptor
3. Sebutkan gangguan-gangguan pada kulit dan jelaskan!.
9
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
PERCOBAAN
PANCA INDERA (SPESIAL SENSES)
I. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang :
1. Struktur anatomi dan fungsi organ sensorik khusus
2. Mekanisme fisiologis dan sifat-sifat indera
10
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
b. Titik Dekat
1. Fokuskan mata pada objek (misal pensil atau batang pengaduk) berjarak 1
meter
2. Perlahan-lahan gerakan obyek mendekati mata sampai objek terlihat berganda
3. Gerakan kembali menjauh sampai objek tampak lagi sebagai objek tunggal.
Jarak ini disebut titik dekat untuk akomodasi.
c. Ketajaman Penglihatan
1. Uji ketajaman mata penglihatan dengan kartu Snellen
2. Ketajaman penglihatan dinyatakan sebagai :
V = d/ D
d = Jarak dimana huruf dapat dilihat dengan jelas (dapat dibaca)
D= Jarak dimana huruf seharusnya dapat dibaca (mata normal)
Berapa ketajaman penglihatan anda?
d. Penglihatan Binokular
1. Masukan benang ke dalam lubang jarum dengan kedua mata terbuka. Catat
waktu yang diperlukan.
2. Lakukan hal yang sama, kali ini dengan salah satu mata tertutup.
3. Apa yang dapat disimpulkan dari percobaan ini?
11
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
2. Berikan jawaban nomor atau gambar apa yang terdapat dalam plat gambar
Ishihara tersebut.
3. Setiap jawaban harus diberikan tidak lebih dari 3 detik
4. Catat banyak kesalahan yang dibuat.
4.2 Pendengaran
a. Uji Ketajaman Pendengaran
1. Dilakukan di ruangan yang sepi
2. Salah satu anggota kelompok yang diuji diminta untuk menutup telinga kiri
dengan kapas dan menutup matanya.
3. Tempatkan sebuah jam yang berdetak di dekat telinga kanan
4. Jauhkan jam dari telinga dengan teratur dan perlahan-lahan
5. Tentukan jarak dimana detak jam tepat tidak terdengar lagi.
6. Jauhkan jam sedikit lagi, kemudian dengan teratur dan perlahan-lahan dekatkan
kembali pada telinga. Tentukan jarak dimana detak jam tepat terdengar
kembali. Apakah jarak yang diperoleh dengan kedua cara tersebut diatas sama
besar?
7. Lakukan hal yang sama pada telinga kiri dengan telinga kanan ditutup dengan
kapas.
8. Bandingkan ketajaman pendengaran telinga kanan dan kiri.
c. Uji Ketulian
i. Uji Weber
1) Tidak dilakukan di ruang sepi
2) Getarkan sebuah garpu tala dengan frekuensi 512 cps pada permukaan yang
keras.
12
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
4.4 Penciuman
a. Adaptasi Penciuman
1. Percobaan dilakukan oleh dua orang
2. Rekan anda diminta untuk menutup matanya.
3. Kepada rekan anda ciumkan kamper pada satu lubang hidungnya (lubang
hidung lainnya ditutup). Apakah bau tersebut langsung tercium ?
4. Bila kamper dicium terus menerus, catat waktu yang diperlukan sampai rekan
anda tak dapat lagi mendeteksi bau tersebut. Waktu yang diperoleh merupakan
waktu adaptasi.
5. Rekan anda langsung diminta untuk membedakan atau mengenali bau minyak
permen dan minyak cengkeh dengan lubang hidung.
V. Tugas Pendahuluan
1. Gambarkan anatomi mata dan telinga ! Jelaskan Fisiologisnya !
2. Jelaskan macam-macam gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran !
3. Sebutkan klasifikasi fungsi pendengaran lengkap dengan frekuensinya ! Frekuensi
pendengaran normal manusia adalah?
4. Sebutkan teknik-teknik pengujian pendengaran selain uji yang dilakukan pada
praktikum? Jelaskan apakah audiometer dan BERA beserta fungsinya?
5. Tentukan lokasi reseptor pada lidah untuk rasa manis, asam, asin, pahit dan gurih !
14
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
PERCOBAAN
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIDEPRESI
I. Tujuan
Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat memahami
bagaimana aktivitas obat antidepresi pada hewan percobaan dan dapat merancang eksperimen
untuk pengujiannya.
II. Teori
Depresi adalah suatu kondisi yang dapat disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu
atau beberapa aminergik neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps
neuron di SSP (terutama pada sistem limbik). Antidepresan adalah obat yang dapat
digunakan untuk memperbaiki perasaan (mood) yaitu dengan meringankan atau
menghilangkan gejala keadaan murung yang disebabkan oleh keadaan sosial – ekonomi,
penyakit atau obat –obatan.
Kadar NT (nontransmiter) terutama NE (norepinefrin) dan serotonin dalam otak sangat
berpengaruh terhadap depresi dan gangguan SSP. Rendahnya kadar NE dan serotonin di
dalam otak inilah yang menyebabkan gangguan depresi, dan apabila kadarnya terlalu tinggi
menyebabkan mania. Oleh karena itu antideresan adalah obat yang mampu meningkatkan
kadar NE dan serotonin di dalam otak.
Pada gangguan ini, selain serotonin dan norepinefrin, dopamin juga mempunyai peran.
Dopamin merupakan neurotransmitter yang disekresikan oleh neuron dari substansi gria mid
brain. Dopamin pada posisi lain mengaktivitasi protein Gi yang berikatan dengan reseptor
alfa 2, kondisi ini akan menghambat adenil siklase sehingga cAMP menurun. Hal ini sebagai
umpan balik kanal ion K. Dalam kondisi stress dalam mensekresikan dopamine yang
berlebihan sehingga aktivasi protein Gi meningkat dan aktivasi kanal ion K pun meningkat.
Hal ini menyebabkan ion K dalam jumlah berlebih akan keluar dari kanal ion sehingga terjadi
hiperpolarisasi dan penghambatan transmisi potensial aksi yang berlebihan hingga terjadi
hipereksitabelitas jaringan dan mendepresikan susunan syaraf pusat.
Beberapa golongan obat yang bekerja sebagai antidepresi dibagi berdasarkan target
kerjanya yaitu:
15
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
16
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
b. Mencit diberi larutan NaCl fisiologis (untuk kelompok kontrol) atau bahan uji
(untuk kelompok uji) secara per oral, dan 1 jam kemudian mencit dimasukkan ke
dalam tabung silinder yang berisi air. Mencit akan berenan secara aktif.
c. Dalam saat-saat tertentu, mencit akan menunjukkan sikap yang pasif, sama sekali
tidak bergerak menunjukkan bahwa mencit tersebut mengalami keputusasaan
yang dianggap emnyerupai keadaan depresi.
4. Pada saat itu, lamanya mencit tidak bergerak dicatat setiap 5 menit selama waktu
pengamatan 15 menit.
5. Data dianalisis berdasarkan analisis varians dan untuk mengetahui perbedaan yang
bermakna antara perlakuan bahan uji dan kontrol data analisis dengan Student’s t-test.
6. Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.
7. Hitung persentase aktivitas antidepresi dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Prosedur II
Masing-masing praktikan diminta untuk mengisi kuisioner mengenai sifat psikis secara
pribadi.
V. Pertanyaan
1. Sebutkan penggolongan obat antidepresi beserta contoh-contohnya!
2. Jelaskan mekanisme kerja obat antidepresi!
17
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
PERCOBAAN
PENGUJIAN AKTIVITAS LOKOMOTOR
I. Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan mengetahui efek obat terhadap aktivitas lokomotor hewan
percobaan yang dimasukkan ke dalam “roda putar” (wheel cage), berdasarkan pengamatan
jumlah putaran roda.
IV. Prosedur
Pengujian dilakukan dengan “metode roda putar” (Wheel cage method) yang dimodifikasi,
dengan prosedur sebagai berikut.
1. Hewan dibagi atas dua kelompok, yang terdiri atas :
a. Kelompok kontrol
b. Kelompok obat uji 1
19
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
V. Pertanyaan
1. Jelaskan mekanisme kerja obat sedatif-hipnotik golongan benzodiazepin dan
barbiturat dan berikan paling sedikit 6 contoh obat masing-masing
2. Amfetamin dan kafein merupakan salah satu obat yang merangsang SSP,
terangkan begaimana mekanisme kerjanya!
20
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
PERCOBAAN
PENGUJIAN AKTIVITAS ANALGETIKA
I. Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa:
1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental aktivitas analgetika
suatu obat.
2. Memahami dasar-dasar perbedaan daya analgetik berbagai obat analgetika.
berkhasiat pula sebagai antiinflamasi. Antiinflamasi sama kuat dengan analgetik, digunakan
sebagai anti nyeri atau rheumatik contohnya asetosal, asam mefenamat, ibuprofen. Anti
radang yang lebih kuat contohnya fenilbutazon. Sedangkan yang bekerja srentak sebagai anti
radang dan analgetik contohnya indometazin. Berdasarkan rumus kimiamya analgetik perifer
digolongkan menjadi:
1. Golongan salisilat : asetosal
2. Golongan para-aminophenol : paracetamol, fenasetin
3. Golongan pirazolon (dipiron) : fenilbutazon
4. Golongan antranilat : asam mefenamat.
Pengujian aktivitas analgetik dilakukan dengan dua metode yaitu induksi nyeri cara
kimiawi dan induksi nyeri cara termik. Daya kerja analgetik dinilai pada hewan dengan
mengukur besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sampai ada respons
nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulus nyeri. Rasa nyeri setelah induksi
nyeri cara kimiawi pada hewan uji ditunjukkan dalam bentuk gerakan geliat, frekuensi
gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya, sedangkan
rasa nyeri setelah induksi nyeri cara termik pada hewan uji ditunjukkan dengan menjilat kaki
belakang atau meloncat saat diletakkan di atas hot plate. Selang waktu antara pemberian
stimulus nyeri yang berupa panas sampai terjadinya respons disebut waktu reaksi. Obat-obat
analgetik dapat memperpanjang waktu reaksi ini.
22
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
b. Semua hewan dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya,
yaitu:
23
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
Kelompok kontrol negatif diberi larutan NaCl fisiologis/larutan suspensi gom arab 1-
2%
Kelompok kontrol positif (obat standar) diberi asam asetil salisilat
Kelompok obat uji diberi asam mefenamat atau parasetamol
c. Pemberian obat dilakukan secara oral
d. Setelah 30 menit, hewan diberi asam asetat 0.7% secara i.p.
e. Segera setelah pemberian asam asetat, gerakan geliat hewan diamati, dan jumlah
geliat dicattat setiap 5 menit selama 60 menit jangka waktu pengamatan.
f. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variansi dan
kebermaknaan perbedaan jumlah geliat antara kelompok kontrol dan kelompok uji
dianalisis dengan Student’s t-test.
g. Daya proteksi obat uji terhadap rasa nyeri dan efektivitas analgetiknya dihitung
dengan rumus berikut:
h. Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.
V. Pertanyaan Pendahuluan
1. Apa perbedaan obat analgetika narkotika dan analgetik non narkotika?
2. Bagaimana mekanisme kerja obat analgesic non narkotika? Apa efek sampingnya?
3. Bagaimana mekanisme kerja obat analgetika-antipiretika dalam menurunkan suhu
tubuh?
4. Jelaskan mengapa asam asetat dapat menginduksi rasa nyeri (geliat)?
24
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
PERCOBAAN
PENGUJIAN SISTEM RESPIRASI
I. TUJUAN
Memahami peranan system respirasi dalam mempertahankan homeostasis tubuh
Memahami peranan organ –organ yang terlibat dalam system respirasi
Mengetahui cara-cara sederhana dalam mendeteksi kelainan pada system respirasi
II. PRINSIP
Sistem Pernapasan
Sistem respirasi atau sistem pernafasan mencakup semua proses pertukaran
gas yang terjadi antara atmosfir melalui rongga hidung faring laring trakea
bronkus paru-paru alveolus sel-sel melalui dinding kapiler darah
(Kusnadi, 2017).
Insipirasi
Perpindahan udara ke dalam paru-paru akibat kontraksi otot-otot pernapasan
dan perubahan tekanan toraks (Asih dan Christantie, 2003).
Ekspirasi
Perpindahan udara ke luar paru-paru yang merupakan akibat relaksasi otot-otot
pernapasan (Asih dan Christantie, 2003).
III. TEORI DASAR
Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk
pertukaran gas. Sistem pernapasan umumnya termasuk saluran yang digunakan untuk
membawa udara ke dalam paru-paru di mana terjadi pertukaran gas. Diafragma menarik
udara masuk dan juga mengeluarkannya. Berbagai variasi sistem pernapasan ditemukan
pada berbagai jenis makhluk hidup (Lehninger, 1982).
Prevalensi
Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 14 juta orang menderita PPOK,
sedangkan mortalitas menduduki peringkat ke-4. WHO (World Health Organization)
menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian keempat didunia yaitu akan
menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau setara dengan 4,8%. Selain itu WHO
juga menyebutkan bahwa sekitar 80 juta orang akan menderita PPOK dan 3 juta
25
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
meninggal karena PPOK pada tahun 2005. Di Asia Tenggara diperkirakan prevalensi
PPOK sebesar 6,3% dengan prevalensi tertinggi ada di negara Vietnam (6,7%) dan RRC
(6,5%). sedangkan di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2013, prevalensi PPOK adalah sebesar 3,7% (Lasut et al, 2016).
Spirometer
Spirometri merupakan suatu pemeriksaan yang menilai fungsi terintegrasi mekanik
paru, dinding dada dan otot-otot pernapasan dengan mengukur jumlah volume udara yang
dihembuskan dari kapasitas paru total (TLC) ke volume residu (Uyainah et al, 2014)
Spirometri merupakan alat skrining untuk penyakit paru dan paling sering
dilakukan untuk menguji fungsi paru serta mendeteksi kelainan pada saluran pernapasan.
Indikasi lain penggunaan spirometri adalah untuk menentukan kekuatan dan fungsi dada,
mendeteksi berbagai penyakit saluran pernapasan terutama akibat pencemaran lingkungan
dan asap rokok (Alasagaff dan Abdul, 2005).
Diagnosa Spirometer
a. Paru-paru Normal
o Definisi normal, bervariasi, tergantung usia, ukuran paru-paru, dan jenis
kelamin. Normal ini dapat diketahui dari daftar tabel nilai normal hasil
spirometri (Uyainah et al, 2014).
b. Paru-paru Obstruktif
o Kondisi dimana terjadi penyempitan pada saluran pernapasan, umumnya pada
kondisi asma dan penyakit paru-paru obstruksi kronis (COPD) (Uyainah et al,
2014).
o Jika terjadi penyempitan saluran pernapasan maka jumlah udara yang
dihembuskan dengan cepat akan berkurang. Dalam hal ini berarti nilai FEV1
berkurang dan rasio FEV1/FVC menjadi rendah (Uyainah et al, 2014).
c. Paru-paru Restriktif
o Ketika nilai FVC lebih rendah dari nilai prediksi untuk usia, jenis kelamin, dan
ukuran tubuh seseorang (Uyainah et al, 2014).
o Pada kondisi restriktif, nilai FEV1 menurun sejalan dengan penurunan nilai
FVC sehingga pada kondisi paru-paru restriktif, rasio FEV1/FVC tetap normal
(Uyainah et al, 2014).
d. Kombinasi Paru-paru Obstruktif dan Restriktif
o Terjadi pada kondisi misalnya pasien terkena asma gangguan paru-paru
26
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
Volume Statik
a. Volume static terdiri dari :
o Volume Tidal (TV/ Tidal Volume),
27
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
Volume Dinamis
a. Volume Dinamis terdiri dari :
o Kapasitas Vital Paksa/Force Vital Capacity (FVC)
Pengukuran yang diperoleh dari ekspirasi yang dilakukan
secepat dan sekuat mungkin (Uyainah et al, 2014)
o Kapasitas Vital Lambat/ Slow Vital Capacity (SVC)
Volume gas yang diukur pada ekspirasi lengkap yang dilakukan
secara perlahan setelah atau sebelum inspirasi maksimal (Uyainah et
al, 2014)
o Volume Ekspirasi Paksa pada Detik Pertama/ Force Expiration
28
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
Volume (FEV1)
Jumlah udara yang dikeluarkan sebanyakbanyaknya dalam 1
detik pertama pada waktu ekspirasi maksimal setelah inspirasi
maksimal (volume udara yang dapat diekspirasi dalam waktu standar
selama pengukuran kapasitas vital paksa) (Uyainah et al, 2014)
o Maximal Voluntary Ventilation (MVV)
Jumlah udara yang bisa dikeluarkan sebanyakbanyaknya dalam
2 menit dengan bernapas cepat dan dalam secara (Uyainah et al, 2014)
Faktor Fisik
a. Umur
o Pada orang dewasa, frekuensi pernapasan menjadi lebih lambat
dikarenakan aktivitas sel-sel di dalam tubuh mengalami penurunan
(Somantri, 2007).
b. Aktivitas Tubuh
o Semakin tinggi aktivitas tubuh frekuensi pernapasann akan semakin
tinggi (Somantri, 2007).
c. Jenis Kelamin
o Frekuensi pernapasan pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan
karena laki-laki membutuhkan energi yang lebih banyak daripada
perempuan sehingga oksigen yang diperlukan semakin banyak
(Somantri, 2007).
d. Suhu Tubuh
o Semakin tinggi suhu tubuh, semakin membutuhkan energi yang lebih
banyak sehingga kebutuhan akan oksigen pun akan meningkat. Oleh
karena itu, frekuensi pernapasan pun akan lebih sering dilakukan
(Somantri, 2007).
e. Posisi Tubuh
o Seseorang yang sedang berdiri, frekuensi pernapasannya akan lebih
sering terjadi daripada seseorang yang posisi tubuhnya sedang
29
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
30
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
V. PROSEDUR
Proses Inspirasi dan Ekspirasi
a. Diukur rongga dada satu orang perwakilan kelompok menggunakan alar
pengukur saat mengalami respirasi (inspirasi dan ekspirasi) normal
kemudian dicatat
b. Bagian yang diukur merupakan bagian rongga dada pada daerah axila dan
xiphoid
c. Diukur pula rongga dada satu orang perwakilan kelompok (orang yang
sama) saat menarik napas dalam (inspirasi maksimum) kemudian dicatat
d. Satu orang perwakilan kelompok (orang yang sama) diminta untuk
menitup lilin yang menyala dan meniup balon
e. Diukur rongga dadanya saat dilakukan aktivitas tersebut dan dicatat
perubahan ukuran
Bunyi Pernapasan
a. Stetoskop ditempatkan pada berbagai posisi di punggung
b. Didengarkan bunyi pernafasan satu orang perwakilan kelompok
c. Dihitung frekuensi pernafasan (jumlah pernafasan/menit)
d. Dibahas kekuatan serta bunyi pernafasan satu orang perwakilan kelompok
tersebut
Penentuan Perbandingan VT :VEC:VIC
a. Dilakukan inhalasi normal lalu ekshalasikan (normal) ke dalam
spirometer
b. Dicatat nilai yang tertera pada spirometer, Nilai yang diperoleh adalah
nilai VT
c. Dilakukan ekshalasi normal lalu ekshalasikan sekuat-kuatnya ke dalam
spirometer
d. Dicatat nilai yang tertera pada spirometer, Nilai diperoleh adalah nilai
VEC
e. Dilakukan inhalasi sedalam mungkin lalu ekshalasikan sekuat-kuatnya ke
dalam spirometer
31
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
f. Dicatat nilai yang tertera pada spirometer, Nilai yang diperoleh adalah
nilai KV (kapasitas Vital).
g. Dari nilai KV ini diperoleh nilai VIC : karena KV=VT + VIC + VEC
maka VIC = KV- (VT+VEC)
h. Ditentukan perbandingan VT, VEC, dan VIC
32
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
PERCOBAAN
PENGUJIAN AKTIVITAS OBAT ANTIKONVULSAN
I. Tujuan
a. Mengetahui efek dari obat-obat Sistem Saraf Pusat (SSP) golongan antikonvulsi
yaitu fenitoin, karbamazepin dan gabapentindan pada hewan uji mencit (Mus
musculus).
b. Mengamati seberapa lama obat antikonvulsan mampu menahan kejang
(menunjukan tingkat aktivitas obat antikonvulsan) yang disebabkan oleh pemberian
teofilin yang berfungsi sebagai penginduksi kejang
II. Prinsip
2.1 Kejang (konvulsi)
Merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks
selebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan,
aktivitas motorik, dan/atau gangguan fenomena sensori. (Gunawan, S. G., 2007).
2.2 Antikonvulsan
Tujuan terapi menggunakan antikonvulsan adalah untuk mengurangi frekuensi kejang
dan memaksimalkan kualitas hidup dengan efek samping obat yang minimum (Bauer,
2008).
Kejang yang timbul sekali, belum boleh dianggap sebagai epilepsi. Timbulnya
parestesia yang mendadak, belum boleh dianggap sebagai manifetasi epileptic. Tetapi
suatu manifestasi motorik dan sensorik ataupun sensomotorik ataupun yang timbulnya
secara tiba-tiba dan berkala adalah epilepsi (Mardjono, 1988).
Kejang (konvulsi) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol
dari sel saraf korteks selebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan
33
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
Mekanisme dasar terjadinya bangkitan umum primer adalah karena adanya cetusan
listrik di fokal korteks. Cetusan listrik tersebut akan melampaui ambang inhibisi neuron
disekitarnya., kemudian menyebar melalui hubungan sinaps kortiko-kortikal. Kemudian,
cetusan korteks tersebut menyebar ke korteks kontralateral melalui jalur hemisfer dan jalur
nukleus subkorteks. Timbul gejala klinis, tergantung bagian otak yang tereksitasi.
Aktivitas subkorteks akan diteruskan kembali ke focus korteks asalnya sehingga akan
meningkatkan aktivitas eksitasi dan terjadi penyebaran cetusan listrik ke neuron-neuron
spinal melalui jalur kortikospinal dan retikulospinal sehingga menyebabkan kejang tonik-
klonik umum. Setelah itu terjadi diensefalon (Utama dan Gan, 2007).
Sedangkan mekanisme dasar terjadinya bangkitan parsial meliputi eua fase, yakni
fase inisiasi dan fase propagasi. Fase inisiasi terdiri atas letupan potensial aksi frekuensi
tinggi yang melibatkan peranan kanal ion Ca++ dan Na+ serta
34
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
hiperpolarisasi/hipersinkronisasi yang dimediasi oleh reseptor GABA atau ion K+. Fase
propagasi terjadi peningkatan K+ intrasel (yang mendepolarisasi neuron di sekitarnya),
akumulasi Ca++ pada ujung akhir pre sinaps (meningkatkan pelepasan neurotransmitter),
serta menginduksi reseptor eksitasi NMDA dan meningkatkan ion Ca++ sehingga tidak
terjadi inhibisi oleh neuron-neuron di sekitarnya. Kemudian akan dilanjutkan dengan
penyebaran dari korteks hingga spinal, sehingga dapat menyebabkan epilepsy
umum/epilepsy sekunder (Utama dan Gan, 2007).
Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kronik kejang berulang; muncul tanpa
diprovokasi (Purba, 2008). Sekitar 1 % penduduk dunia mengidap epilepsi yang
merupakan penyakit neurologic umum kedua setelah stroke (Katzung, 2003). Tujuan terapi
menggunakan antikonvulsan adalah untuk mengurangi frekuensi kejang dan
memaksimalkan kualitas hidup dengan efek samping obat yang minimum (Bauer, 2008).
Toksisitas dan kurangnya kepatuhan dalam menggunakan obat antiepilepsi adalah dua
faktor penyebab pasien sulit untuk bebas dari serangan kejang (Pedley et al., 1995).
Cara kerja fenitoin adalah memblokade pergerakan ion melalui kanal Na dengan
menurunkan aliran ion Na yang tersisa maupun aliran ion Na yang mengalir selama
penyebaran potensial aksi, memblokade dan mencegah potensial post tetanik, membatasi
perkembangan aktivitas serangan yang maksimal dan mengurangi penyebaran serangan
(Wibowo dan Gofir, 2006). Kadar terapeutik fenitoin untuk sebagian besar pasien adalah
antara 10 dan 20µg/mL. Bila terapi oral dimulai, pada umumnya pemberian dosis kepada
orang dewasa mulai dari 300mg/hari, tanpa memandang berapa berat badannya (Porter dan
Meldrum, 2009).
Cara kerja karbamazepin yaitu dengan memblokade kanal Na selama pelepasan dan
mengalirnya muatan listrik sel-sel saraf serta mencegah potensial post tetanik (Wibowo
dan Gofir, 2006). Obat ini efektif untuk anak-anak, dan dosis yang tepat adalah 15-25
mg/kg/hari (Porter dan Meldrum, 2009).
35
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
Gabapentin yaitu terapi tambahan untuk epilepsi parsial dengan atau tanpa kejang
umum yang tidak dapat dikendalikan dengan antiepilepsi lain, nyeri neuropati (BPOM RI,
2015).
Obat antiepilepsi bekerja untuk menghambat proses inisiasi dan penyebarang kejang.
Namun, umumnya obat antiepilepsi lebih cenderung bersifat membatasi proses penyebaran
kejang daripada mencegah proses inisiasi. Dengan demikian secara umum ada dua
mekanisme kerja, yakni : peningkatan inhibisi (GABA-ergik) dan penurunan eksitasi yang
kemudian memodifikasi konduksi ion Na+, Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas
neurotransmitor, meliputi:
a. Inhibisi kanal Na+ pada membrane sel akson
b. Inhibisi kanal Ca2+ tipe T pada neuron talamus (yang berperan sebagai pace-maker
untuk membangkitkan celusan listrik umum di korteks). Contoh: etosuksimid,
asam valproat, dan clonazepam.
c. Peningkatan inhibisi GABA
d. Menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi re update dan
metabolisme GABA.
3.1 Alat
3.2 Bahan
3.2.1 Diazepam
3.2.2 Fenitoin
3.2.3 Gabapentin
3.2.4 Karbamazepin
3.2.5 PGA 5%
3.2.6 Teofilin
36
Praktikum Farmakoterapi Gangguan Kulit, Tulang & Sendi, Mata, THT, Syaraf & Psikiatri
V. Prosedur
Mencit ditimbang dan dikelompokan menjadi 5 kelompok, kelompok kontrol negatif diberi
PGA, kelompok kontrol positif diberi Diazepam, kelompok uji 1 diberi karbamazepin,
kelompok uji 2 diberi gabapentin dan kelompok uji 3 diberi fenitoin. Semua kelompok diberi
obat secara intraperitoneal catat waktu pemberian obat. Setelah 30 menit hewan diberi zat
penginduksi konvulsi yaitu teofilin secara subktuan. Setelah pemberian zat penginduksi di
catat waktu timbulnya kejang pertama dan juga waktu terjadinya kematian hewan percobaan.
Buat tabel hasil percobaan.
37