Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GERONTIK DENGAN HAMBATAN INTERAKSI SOSIAL

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kondisi lansia di Indonesia sesuai proyeksi Bank Dunia tahun 2010
adalah 5,57 % dan pada tahun 2020 menjadi 7,08 %. Menurut data Sensus
Penduduk tahun 1990 jumlah lansia adalah 6,96 juta jiwa (3,88 %). Pada 2020
diramalkan akan berjumlah 11,3 % atau 28.8 juta jiwa dari penduduk
Indonesia. Dengan demikian, Negara Indonesia memasuki negara berstruktur
penduduk tua. Diperkirakan sekitar 3,3 juta lansia memerlukan pelayanan
sosial, sebagian besar terlantar dan memerlukan upaya perlindungan khusus
(Komnas Lanjut Usia, 2010).

B. LANJUT USIA
Lansia adalah kelompok usia 60 tahun keatas yang rentan terhadap
kesehatan fisik dan mental. Penuaan atau dikenal dengan aging berarti
merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan.
Menurut Undang Undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai
usia 60 tahun keatas. Indonesia sendiri menduduki rangking keempat di dunia
dengan jumlah lansia 24 juta jiwa yang belum terlalu mendapat perhatian.
Tidak hanya menghadapi angka kelahiran yang semakin meningkat, Indonesia
juga menghadapi beban ganda (double burden) dengan kenaikan jumlah
penduduk lanjut usia (60 tahun ke atas) karena usia harapan hidup yang makin
panjang bisa mencapai 77 tahun (Maryam, 2008).
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Hambatan interaksi sosial adalah suatu gangguan kepribadian yang
tidak fleksibel, tingkah maladaptif dan mengganggu fungsi individu dalam
hubungan sosialnya (Stuart dan Sundeen, 1998).
Hambatan sosial adalah suatu keadaan seseorang berpartisipasi dalam
pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif (Towsend,
1998). Klien yang mengalami hambatan interaksi sosial mengalami kesulitan
dalam berinteraksi dengan orang lain yang salah satunya mengarah pada
perilaku menarik diri.
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. Selain itu
menarik diri merupakan suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian
maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri)
(Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku Menarik Diri merupakan percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan degan orang lain.
(Rawlins, 1993, hal 336).
Menarik Diri adalah suatu tindakan melepaskan diri dari alam
sekitarnya, individu tidak ada minat dan perhatian terhadap lingkungan sosial
secara langsung. (Petunjuk teknis Askep pasien gangguan skizofrenia hal 53).
Perilaku menarik diri adalah suatu usaha menghindari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak
menyadari kesempatan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain
yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan
tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (Budi Anna Keliat,
1999).
B. TANDA DAN GEJALA
1. Data Subjektif
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif
adalah menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata “tidak “,
“iya”, “tidak tahu”.
2. Data Objektif
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri
dari orang lain.
c. Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan orang lain.
d. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
f. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan
percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan
kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.

C. RENTANG RESPON SOSIAL


Waktu membina suatu hubungan sosial, setiap individu berada dalam
rentang respons yang adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif
merupakan respons yang dapat diterima oleh norma - norma sosial dan budaya
setempat yang secara umum berlaku, sedangkan respons maladaptif
merupakan respons yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah
yang kurang dapat diterima oleh norma - norma sosial dan budaya setempat.
Respons sosial maladaptif yang sering terjadi dalam kehidupan sehari - hari
adalah menarik diri, tergantung (dependen), manipulasi, curiga, gangguan
komunikasi, dan kesepian.
Menurut Stuart dan Sundeen, 1999, respon setiap individu berada
dalam rentang adaptif sampai dengan maladaptive yang dapat dilihat pada
bagan berikut : Respon adaptif dan Respon maladaptif
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma –
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat.
Respon adaptif terdiri dari :
a. Menyendiri (Solitude)
Merupakan respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara
mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya. Solitude
umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan.
b. Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama (mutualisme)
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu
tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
d. Saling tergantung (interdependen)
Merupakan kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal
2. Respon maladaptive
Respon maladaptif adalah respon yang menimbulkan gangguan dengan
berbagai tingkat keparahan (Stuart dan Sundeen, 1998). Respon maladaptif
terdiri dari :
a. Menarik diri
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
b. Manipulasi
Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu
yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
c. Impulsif
Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu
belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.
d. Narkisisme
Pada individu narkisisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus
menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap
egosenetris, pencemburuan, marah jika orang lain tidak mendukung.
e. Tergantung (dependen)
terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
f. Curiga
Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dengan
orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan dengan
tanda-tanda cemburu, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan individu
ditandai dengan humor yang kurang, dan individu merasa bangga
dengan sikapnya yang dingin dan tanpa emosi.

D. ETIOLOGI
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga
diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri
dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang
diekspresikan secara langsung maupun tak langsung.
Tanda dan gejala harga diri rendah :
Ada 10 cara individu mengekspresikan secara langsung harga diri rendah
(Stuart dan Sundeen, 1995)
1. Mengejek dan mengkritik diri sendiri
2. Merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri
3. Rasa bersalah atau khawatir
4. Manisfestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan
penyalahgunaan zat.
5. Menunda dan ragu dalam mengambil keputusan
6. Gangguan berhubungan, menarik diri dari kehidupan social
7. Menarik diri dari realitas
8. Merusak diri
9. Merusak atau melukai orang lain
10. Kebencian dan penolakan terhadap diri sendiri. Tanda Dan Gejala Harga
Diri Rendah
Selain itu terdapat beberapa faktor predisposisi (pendukung) dan factor
presipitasi (pencetus) terjadinya gangguan hubungan sosial :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari
pengalaman selama proses pertumbuhan dan perkembangan. Setiap
tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Kurangnya stimulasi kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari
(pengasuh) pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa
kelainan pada struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.
c. Faktor sosial – budaya
Faktor sosial – budaya dapat menjadi faktor pendukugn terjadinya
gangguan dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya
anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari orang lain
(lingkungan sosialnya).
2. Faktor presipitasi (pencetus)
a. Stresor sosial – budaya
Stresor sosial – budaya dapat menyebabkan gangguan dalam
berhubungan, misalnya keluarga yang labil.
b. Stresor psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan
yang ekstrim disertai terbatasnya kemampuan individu untuk
mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan berbagai masalah
gangguan berhubungan (Menarik Diri).

E. MEKANISME SEBAB AKIBAT


Sebab : Harga diri rendah yang kronis
Mekanisme : Harga diri klien yang rendah menyebabkan klien merasa malu
sehingga klien lebih suka sendiri dan selalu menghidari orang lain. Pasien
mengurung diri sehingga hal ini dapat menyebabkan klien berfikir yang tidak
realistik.
Akibat : Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi panca indra tanpa ada rangsangan dari luar yang
dapat mempengaruhi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu baik. (Carpenito,1996)
Mekanisme : Menarik diri pada individu dapat mengakibatkan perubahan
persepsi sensori : halusinasi. Hal ini disebabkan karena dengan menarik diri,
klien hanya menerima rangsangan internal dengan imajinasi yang berlebihan.
Tanda dan gejala Halusinasi :
1. Bicara, senyum / tertawa sendiri.
2. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, menghidu.
3. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
4. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata.
5. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
6. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
7. Sikap curiga dan bermusuhan.
8. Ketakutan.
9. Sulit membuat keputusan.
10. Menarik diri, menghindari dari orang lain.
11. Menyalahkan diri sendiri/ orang lain.
12. Muka merah kadang pucat.
13. Ekspresi wajah bingung.
14. Tekanan darah naik.
15. Nafas terengah- engah.
16. Nadi cepat.
17. Banyak keringat.
Karakteristik Perilaku
1. Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
2. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
3. Kemunduran secara fisik.
4. Tidur berlebihan.
5. Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
6. Banyak tidur siang.
7. Kurang bergairah.
8. Tidak memperdulikan lingkungan.
9. Kegiatan menurun.
10. Immobilisasai.
11. Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
12. Keinginan seksual menurun.
13. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha untuk mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Mekanisme koping yang sering digunakan pada klien menarik diri
adalah regresi, represi, dan isolasi.
F. PENATALAKSANAAN
Menurut Keliat, dkk.,(1998), prinsip penatalaksanaan klien menarik diri
adalah :
1. Bina hubungan saling percaya
2. Ciptakan lingkungan yang terapeutik
3. Beri klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
4. Dengarkan klien dengan penuh empati
5. Temani klien dan lakukan komunikasi terapeutik
6. Lakukan kontak sering dan singkat
7. Lakukan perawatan fisik
8. Lindungi klien
9. Rekreasi
10. Gali latar belakang masalah dan beri alternatif pemecahan
11. Laksanakan program terapi dokter
12. Lakukan terapi keluarga

BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Pemberian asuhan keperawatan klien degan masalah utama Hambatan
Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri tetap menggunakan proses
keperawatan yang lazim digunakan pada klien dengan gangguan jiwa dengan
tahap-tahap sebagai berikut :
1. Pengkajian
Adapun ruang lingkup pengkajian klien dengan masalah utama Hambatan
Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri meliputi pegumpulan data,
perumusan masalah keperawatan, pohon masalah dan analisa data.
a. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis,
sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan
jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, penilaian terhadap stresor,
sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart and
Sundeen, 1995).
Adapun data yang dapat dikumpulkan pada klien dengan
Hambatan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri adalah sebagai
berikut:
1) Identitas klien
Pada umumnya idetitas klien yang dikaji pada klien dengan
masalah utama Hambatan Interaksi Sosial Menarik Diri adalah :
biodata yang meliputi umur, terjadi pada umur atara 15 – 40 tahun,
bisa terjadi pada semua jenis kelamin, status perkawinan dan
agama pendidikan serta pekerjaan dapat menjadi faktor untuk
terjadinya penyakit Hambatan Interaksi Sosial pada kasus Menarik
Diri.
2) Alasan masuk rumah sakit
Pada umumnya alasan masuk rumah sakit pada klien dengan
Hambatan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri adalah keluhan
kontak mata kurang, duduk sendiri lalu menunduk, menjawab
pertanyaan dengan singkat.
3) Faktor predisposisi
Pada umumnya faktor predisposisi pada klien dengan Hambatan
Interaksi Sosial adalah pernah atau tidaknya mengalami gangguan
jiwa, usaha pengobatan bagi klien yang telah mengalami gangguan
jiwa trauma psikis seperti penganiayaan, penolakan, kekerasan
dalam keluarga dan keturunan yang mengalami gangguan jiwa
serta pengalaman yang tidak menyenangkan bagi klien sebelum
mengalami gangguan jiwa.
4) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi ;
a) Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : cenderung meningkat
Suhu : meningkat
Nadi : cenderung meningkat (takikardi)
Repirasi : bertambah
b) Ukuran
Berat badan : menurun
c) Keluhan fisik
Biasanya mengalami gangguan pola makan dan tidur sehingga
bisa terjadi penurunan berat baan. Klien biasanya tidak
menghiraukan kebersihan dirinya.
5) Aspeks psikososial
a) Konsep diri
Konsep diri merupakan satu kesatuan dari kepercayaan,
pemahaman dan keyakinan seseorang terhadap dirinya yang
memperngaruhi hubungannya dengan orang lain dan pada
umumnya klien dengan Hambatan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri mengalami gangguan konsep diri seperti : tidak
menerima salah satu bagian tubuhnya, merasa tidak berharga,
hidup tidak berguna, tidak mampu mempertahankan kontak
mata, sering memalingkan wajah, harga diri rendah, tidak
mampu membentuk identitas diri dan tidak mampu berperan
sesuai dengan umur atau profesinya.
b) Hubungan sosial
Hubungan sosial merupakan kebutuhan bagi setiap manusia,
karena manusia tidak mampu hidup secara normal tanpa
bantuan orang lain. Pada umumnya klien dengan Hambatan
Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri mengalami gangguan
seperti tidak merasa memiliki teman dekat, tidak pernah
melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan mengalami
hambatan dalam pergaulan.
6) Status mental
a) Penampilan
Pada klien dengan Hambatan Interaksi Sosial : Menarik Diri
berpenampilan tidak rai, rambut acak-acakan, kulit kotor, gigi
kuning, tetapi penggunaan pakaian sesuai dengan keadaan serta
klien tidak mengetahui kapan dan dimana harus mandi.
b) Pembicaraan
Pembicaraan klien dengan Hambatan interaksisosial Menarik
Diripada umumnya tidak mampu memulai pembicaraan, bila
berbicara topik yang dibicarakan tidak jelas atau kadang
menolak diajak bicara.
c) Aktivitas motorik
Klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktifitas, kadang
gelisah dan mondar-mandir.
d) Alam perasaan
Alam perasaan pada klien dengan Hambatan Interaksi Sosial
pada kasus Menarik Diri biasanya tampak putus asa
dimanifestasikan dengan sering melamun.
e) Afek
Afek klien biasanya datar, yaitu tidak bereaksi terhadap
rangsang yang normal.
f) Interaksi selama wawancara
Klien menunjukkan kurang kontak mata dan kadang-kadang
menolak untuk bicara dengan orang lain.
g) Persepsi
Klien dengan Hambatan Interaksi Sosial pada kasus Menarik
Diri pada umumnya mengalami gangguan persepsi terutama
halusinasi pendengaran, klien biasanya mendengar suara-suara
yang megancam, sehingga klien cenderung sering menyendiri
dan melamun.
h) Isi pikir
Klien dengan Hambatan Interaksi Sosial pada kasus Menarik
Diri pada umumnya mengalami gangguan isi pikir : waham
terutama waham curiga.
i) Proses pikir
Proses pikir pada klien dengan Hambatan Interaksi Sosial pada
kasus Menarik Diri akan kehilangan asosiasi, tiba-tiba
terhambat atau blocking serta inkoherensi dalam proses pikir.
j) Kesadaran
Klien dengan Hambatan Interaksi Sosial pada kasus Menarik
Diri tidak mengalami gangguan kesadaran.
k) Memori
Klien tidak mengalami gangguan memori, dimana klien
mampu mengingat hal-hal yang telah terjadi.
l) Konsentrasi dan berhitung
Klien dengan Hambatan Interaksi Sosial pada kasus Menarik
Diri pada umumnya tidak mengalami gangguan dalam
konsentrasi dan berhitung.
m) Kemampuan penilaian
Klien tidak mengalami gangguan dalam penilaian
n) Daya tilik diri
Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien akan
mengingkari penyakit yang dideritanya.
7) Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan
Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien akan
mengingkari penyakit yang dideritanya.
b) BAB / BAK
Kemampuan klien menggunakan dan membersihkan WC
kurang.
c) Mandi
Klien dengan Hambatan Interaksi Sosial pada kasus Menarik
Diri bisanya tidak memiliki minat dalam perawatan diri
(mandi)
d) Istirahat dan tidur
Kebutuhan istirahat dan tidur klien biasaya terganggu
e) Mekanisme koping
Koping yang digunakan klien adalah proyeksi, menghindar dan
kadang-kadang mencedrai diri.
f) Masalah psikososial dan lingkungan
Klien mendapat perlakuan yang tidak wajar dari lingkungan
seperti klien direndahkan atau diejek karena klien menderita
gangguan jiwa.
g) Pengetahuan
Klien dengan Hambatan Interaksi Sosial pada kasus Menarik
Diri, kurang mengetahuan dalam hal mencari bantuan, faktor
predisposisi, koping mekanisme dan sistem pendukung dan
obat-obatan sehingga penyakit klien semakin berat.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)

1 Hambatan interaksi NOC : NIC :


sosial berhubungan - Peningkatan interaksi sosial Peningkatan sosialisasi
dengan gangguan Kriteria hasil : -Buat interaksi terjadwal
proses pikir - Menunjukkan sikap senang -Identifikasi perubahan perilaku
berinteraksi sosial -Libatkan pendukung sebaya
-Memahami dampak perilaku dalam memberikan umpan balik
diri pada interaksi sosial interaksi
-Menunjukkan sikap asertif -Anjurkan belajar menghargai
dan peningkatan interaksi orang lain
dengan orang lain -Ajari sikap asertif kepada
-Mengungkapkan keinginan orang lain
untuk berhubungan dengan
orang lain
2 Defisit perawatan diri NOC : NIC :
b/d kelemahan fisik -Self care : Activity of Daily Self Care assistane : ADLs
dan ketidaknyamaan Living (ADLs) -Monitor kemempuan klien
inefektif Kriteria Hasil : untuk perawatan diri yang
-Klien terbebas dari bau badan mandiri.
-Menyatakan kenyamanan -Monitor kebutuhan klien untuk
terhadap kemampuan untuk alat-alat bantu untuk kebersihan
melakukan ADLs diri, berpakaian, berhias,
-Dapat melakukan ADLS toileting dan makan.
dengan bantuan -Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk
melakukan self-care.
-Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang
normal sesuai kemampuan yang
dimiliki.
-Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
-Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
-Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
-Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.

3 Distres spiritual NOC : NIC :


berhubungan dengan -Kesehatan spiritual Dukungan spiritual
kesepian/pengasingan Kriteria hasil : -Kaji secara tidak langsung
sosial -Menduskusikan praktik dan terhadap distres spiritual dengan
keluhan spiritual menentukan sumber-sumber
-Klien mau disarankan untuk harapan dan kekuatan pasien
sholat dan mengikuti kegiatan -Amati barang-barang
keagamaaan keagamaan seperti literatur
-Menunjukkkan tehnik koping keagamaan klien
yang baik untuk menghadapi -Meminta konsultasi spiritual
distres spiritual untuk membantu klien
mendapatkan sumber dukungan
masyarakat
DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen SJ. (2006). Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta :
EGC.

Budi Anna Keliat. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri.
Jakarta : FIK UI. 1999

Townsed, Mary C. (1998) Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan


Psikiatri:Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Edisi ketiga.
Alih Bahasa: Novi Helera C.D. Jakarta. EGC. Jakarta.

Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Rawlins, R.P, dan Heacock, P.E. (1993). Clinical Mannual of Psychiatric


Nursing. St. Louis: Mosby Year Book.

Carpenito, L.J., 1996. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, volume 2, ALih Bahasa
Monica Ester, Setiawan; EGC, Jakarta

Rasmun. (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan


Keluarga. Jakarta: PT. Fajar Interpratama

Komisi Nasional Lanjut Usia. (2010). Profil Penduduk Lansia 2009 Retrieved
August, 2013, from http://www.komnaslansia.or.id/

Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati, Jubaedi, A., Batubara, I. 2008.


Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2012-2014. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2012-2014


Definisi dan Klasifikasi. Philadhelpia.

NOC, 2006. IOWA Outcome Project Nursing Outcome Classification. Mosby :


New York.

NIC, 2006. IOWA Outcome Project Nursing Intervention Classification. Mosby :


New York.

Anda mungkin juga menyukai