Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Perawatan
Pasca Anestesi dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Perawatan Pasca Anestesi. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik serta
saran yang membangun demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.

Tanjung Pinang, 22 Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Tujuan penulisan .................................................................................................... 2
1.2.1 Tujuan umum ............................................................................................ 2
1.2.2 Tujuan khusus .................................................................................................. 3
1.3 Ruang lingkup penulisan .................................................................................. 3
1.4 Sistematika penulisan ....................................................................................... 3
BAB II ................................................................................................................................ 4
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 4
2.1 Definisi Anestesi ................................................................................................ 4
2.2 Jenis Anestesi ..................................................................................................... 4
2.2.1 Anestesi Lokal ........................................................................................... 4
2.2.2 Anestesi Regional ...................................................................................... 4
2.2.3 Anestesi umum .......................................................................................... 5
2.3 Standar praktik untuk fase pasca anestesi I ................................................... 6
2.4 Gangguan Pasca Anestesi ............................................................................... 10
BAB III............................................................................................................................. 12
PENUTUP........................................................................................................................ 12
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 12
3.2 Saran ................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hanya dalam waktu 100 tahun, anestesi yang tersedia untuk tindakan
pembedahan telah berkembang dari proses sederhana pemberian eter dengan
metode terbuka sampai sedasi, blok regional, dan teknik endotrakea umum yang
canggih. Kemajuan di sebagian besar spesialisasi bedah sangat dibantu oleh
penemuan berbagai anestetik baru, perkembangan teknologi pemantau, dan
identifikasi metode yang lebih baik untuk mengatasi penyulit.
Anestesi dapat berdampak pada sistem syaraf pusat. Efek pada sistem syaraf
pusat lainnya termasuk mengantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan
pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi dapat timbul
nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus
diikuti oleh depresi sistem syaraf pusat dan kematian yang terjadi untuk semua
anestesi lokal. Anestesi lokal menimbulkan depresi jalur penghambatan
kortikal, sehingga komponen eksitasi sisi sepihak akan muncul. Tingkat transisi
eksitasi tak seimbang ini akan diikuti oleh depresi sistem syaraf pusat,
umumnya bila kadar anestesi lokal dalam darah lebih tinggi lagi (Katzung,
2008). Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi
dan beresiko besar untuk jatuh. Untuk menanganinya dengan pasien
ditempatkan pada tempat tidur yang nyaman dan dipasang side railnya
(Finucane, 2007).
Perawatan post anestesi diperlukan untuk memulihkan kondisi pasien
setelah menjalani operasi, baik pemulihan fisik maupun psikis. Terhambatnya
pemulihan post anestesi berdampak pada timbulnya komplikasi seperti
kecemasan dan depresi sehingga pasien memerlukan perawatan lebih lama di
ruang pemulihan. Selain itu pasien tetap berada di ruang post anestesi care unit
sampai pulih sepenuhnya dari pengaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil,
fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran
yang baik. Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan

1
pasien spinal anestesi dikeluarkan dari ruang post anestesi care unit adalah
Bromage score 2 yaitu kemampuan pasien untuk menggerakkan kedua kaki
(Finucane, 2007).
Pasca menjalani pembedahan, pasien post spinal anestesi dipindahkan ke
ruang pemulihan (recovery room) untuk dilakukan observasi dengan
menggunakan parameter Bromage score. Indikasi keberhasilan paska spinal
anestesi ditunjukkan dengan tercapainya Bromage score 2, sehingga pasien
dapat dipindahkan ke ruang perawatan. Dampak dari lamanya pemulihan dapat
mengakibatkan beberapa kerugian yaitu terganggunya psikologis pasien karena
tidak mampu menggerakkan ekstremitas bawah. Dampak lain dari gangguan
neurologis yaitu terjadinya parastesi, kelemahan motorik, hilangnya kontrol
spinkter meskipun sangat jarang terjadi. Dilaporkan juga adanya gangguan
bersifat permanen walaupun pasien berstatus fisik (ASA) 1 dan 2. Penelitian
yang dilakukan Sudani (2012) menyebutkan bahwa rata-rata waktu pencapaian
skala Bromage score 2 pada pasien ASA I adalah 184,75 menit dan responden
pasien ASA II 207 menit. Penelitian yang dilakukan Ervina (2014)
menunjukkan rerata waktu pulih hambatan motorik pada pasien yang
menggunakan levobupivakain 0,5% 10 mg adalah sebesar 108,7 menit.
Sedangkan angka waktu pulih hambatan motorik pada pasien yang
menggunakan bupivakain 0,5% 10 mg adalah sebesar 152 menit.
Penelitian Nuriyadi (2012), menunjukkan bahwa pasien pasca sectio
caesarea dengan spinal anestesi dosis bupivacain 0,5% 20 mg memerlukan
waktu pencapaian Bromage Score 2 pada menit ke 190-235, sedangkan pada
bupivacain 0,5% 15 mg tercapai pada menit ke 155-195. Terdapat perbedaan
lama waktu pencapaian Bromage Score 2 dengan beda waktu ± 35 menit (lebih
cepat pada dosis 15 mg). Penelitian Subiyantoro (2014), menunjukkan bahwa
tidak terdapat pengaruh indeks masa tubuh (IMT) dengan waktu pencapaian
Bromage Score 2 pada responden spinal anestesi.

1.2 Tujuan penulisan


1.2.1 Tujuan umum
Makalah ini bertujuan agar mahasiswa memahami tentang perawatan pasca
anestesi.

2
1.2.2 Tujuan khusus
a. Mahasiswa mengetahui definisi anestesi.
b. Mahasiswa mengetahui general anestesi.
c. Mahasiswa mengetahui standar praktik untuk fase pascaanestesi
d. Mahasiswa mengetahui gangguan pasca anestesi.
1.3 Ruang lingkup penulisan
Makalah ini mencakup tentang aspek-aspek mengenai perawatan pasca anestesi.
1.4 Sistematika penulisan
Untuk memahami lebih jelas makalah ini, maka materi-materi yang tertera pada
makalah ini dikelompokkan menjadi beberapa sub bab dengan sistematika
penyampaian sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORITIS
Bab ini berisikan pembahasan tentang perawatan pasca anestesi.
BAB III PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan perawatan pasca
anestesi.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi sumber-sumber artikel yang diambil dalam pembuatan makalah.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anestesi


Anestesi (pembiusan; berasal dari Bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi
digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat
anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga
menghilangkan kesadaran. Pada operasi-operasi daerah tertentu seperti perut,
maka selain hilangnya rasa sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot
yang optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar (Ibrahim, 2000).

Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika


dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa
sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi
optimal bagi pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2011).

2.2 Jenis Anestesi


2.2.1 Anestesi Lokal
Jenis ini biasa dipakai untuk tindakan medis minor atau operasi kecil. Obat
bius ini dapat membuat area kecil dari tubuh mati rasa namun tetap sadarkan
diri.Contoh obat-obatan anestesi lokal lidocaine, mepivacaine, bupivacaine,
etodocaine, poropitocaine, procaine, tetracaine, choloroprocaine, piperocaine dan
dibucaine.

2.2.2 Anestesi Regional


Sebagian besar tubuh dapat dibuat mati rasa dengan bius regional. Bius
regional terbagi lagi menjadi epidural, spinal dan blok saraf tepi. Contoh obat-
obatan anestesi regional lidocaine, bupivacaine, chloroprocaine.

4
2.2.3 Anestesi umum
Merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi terdapat beberapa
teknik yang dapat dilakukan adalah general anestesi denggan teknik intravena
anestesi dan general anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup
muka) dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau
gabungan keduanya inhalasi dan intravena (Latief, 2007).

1) Teknik General Anestesi


General anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2010), dapat dilakukan
dengan 3 teknik, yaitu:
a. General Anestesi Intravena
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan
obat anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.
b. General Anestesi Inhalasi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan
kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang
mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara
inspirasi.
c. Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-
obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau
kombinasi teknik general anestesi dengan analgesia regional untuk
mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang, yaitu:
1. Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum
atau obat anestesi umum yang lain.
2. Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik
opiat atau obat general anestesi atau dengan cara analgesia regional.
3. Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh
otot atau general anestesi, atau dengan cara analgesia regional.
2) Obat-obat General Anestesi
Pada tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat
dilakukan adalah general anestesi dengan teknik intravena anestesi dan

5
general anestesi dengan inhalasi, berikut obat-obat yang dapat
digunakan pada kedua teknik tersebut.

Tabel 1. Obat–obat General Anestesi

Obat-obat Anestesi Intravena Obat-obat Anestesi


Inhalasi

1) Atropine Sulfat 1) Nitrous Oxide


2) Pethidin 2) Halotan
3) Atrakurium 3) Enfluren
4) Ketamine HCL 4) Isofluran
5) Midazolam 5) Sevofluran
6) Fentanyl
7) Rokuronium bromide
8) Prostigmin

Sumber: Omoigui, 2009

2.3 Standar praktik untuk fase pasca anestesi I


Fungsi keperawatan dalam fase pascaanestesi I adalah memenuhi
kebutuhan klien selama keadaan teranestesi total sampai klien kurang
membutuhkan pengamatan dan perawatan (ASPAN, 1992; Thomas-Keith,
1987).
Penilaian Data status kesehatan dikumpulkan, dicatat, dan
dikomunikasikan. Data yang diperoleh dari fase praanestesi diambil pada
saat ini . Informasi perioperatif dikumpulkan dari ahli anestesi. Selain itu,
berbagai komponen proses keperawatan seperti disebut di atas, perlu
digunakan. Perawat UPPA (Unit Perawatan Pasca Anestesi) kemudian
harus mengkomunikasikan informasi ini kepada perawat utama berikutnya
sewaktu pemindahan klien.
Faktor-faktor penilaian mencakup, tetapi tidak terbatas pada:

6
1. Status fisik praoperatif yang relevan, termasuk elektrokardiogram,
temuan radiografik, hasil laboratorium, alergi, kecacatan, pemakaian
obat, gangguan fisik atau mental, mobilitas, keterbatasan, prostese
(termasuk alat bantu dengar), dan riwayat medis atau bedah yang
relevan.
2. Teknik anestesi, (umum, regional, lokal); efek obat praoperatif.
3. Bahan anestesi, pelemas otot, narkotik dan obat pemulih yang
digunakan.
4. Lama pemberian anestesi.
5. Jenis prosedur pembedahan.
6. Perkiraan kehilangan dan penggantian cairan dan darah.
7. Penyulit selama anestesi, terapi yang diberikan, response.

Penilaian fisik awal mencakup dokumentasi terhadap fakta-fakta berikut:

1. Tanda-tanda vital.
2. Tingkat kesadaran.
3. Pembacaan tekanan: vena sentral, darah arteri, baji arteri pulmonaris,
dan tekanan intrakranium, jika diindikasikan.
4. Posisi klien.
5. Keadaan dan warna kulit.
6. Kebutuhan keamanan klien.
7. Status neurovaskuler: nadi perifer dan sensai ekstremitas, yang dapat
dilakukan.
8. Keadaan balutan.
9. Keadaan garis jahitan jika tidak terdapat balutan.
10. Jenis dan kepatenan slang drainase, kateter dan wadah.
11. Jumlah dan jenis drainase.
12. Respons dan kekuatan otot.
13. Respons pupil, sesuai indikasi.
14. Terapi cairan, letak slang, keadaan dan kemantapan tempat slang
intavena, dan jumlah larutan yang sedang diinfuskan (termasuk darah).
15. Tingkat bantuan fisik dan emosional yang diperlukan.
16. Skor numerik, jika digunakan.

7
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan ringkas yang
mencerminkan keputusan berdasarkan analisis data yang dikumpulkan
selama fase penilaian. Diagnosis keperawatan konsisten dengan
pengetahuan ilmiah yang sedang berlaku dan didasarkan pada data-data
yang dapat diidentifikasikan, dibandingkan dengan kondisi sebelumnya
atau norma yang berlaku. Diagnosis keperawatan mencakup, tetapi tidak
terbatas pada:

1. Perubahan tingkat kesadaran.


2. Perubahan kenyamanan.
3. Rasa cemas.
4. Perubahan curah jantung.
5. Perubahan volume cairan (baik kelebihan ataupun kekurangan).
6. Gangguan mobilitas (termasuk penurunan kekuatan otot).
7. Risiko tinggi mengalami cedera.
8. Disfungsi pernapasan.
9. Gangguan integritas kulit.
10. Kelainan perfusi jaringan.
11. Perubahan eliminasi urin.
12. Perubahan suhu tubuh.
13. Defisit pengetahuan.

Rencana perawatan. Rencana asuhan keperawatan menjelaskan suatu


metode sistemik dalam mencapai tujuan asuahn keperawatan pascaanestesi
agar klien kembali ke tingkat fisiologis yang aman setelah anestesi dengan
memberikan asuhan keperawatan yang aman, berdasar, dan individual bagi
klien dan keluarga selama fase dini pasca anestesi. Rencana mencakup
penentuan prioritas tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan
pengetahuan ilmiah yang berlaku.

Rencana dibuat bersama dan dikomunikasikan kepada klien, keluarga,


atau orang penting lainnya serta petugas kesehatan yang terkait. Rencana
tersebut diformulasikan sesuai dengan penilaian status kesehatan
praoperatif dan pasca anestesi. Rencana tersebut dirancang untuk menjaga

8
privasi, martabat, dan keamanan klien. Rencana perawatan mencakup,
tetapi tidak terbatas pada:

1. Identifikasi klien.
2. Memantau, mempertahankan, dan/atau meningkatkan fungsi
pernapasan dan sirkulasi.
3. Meningkatkan dan mempertahankan kenyamanan fisik dan
emosional.
4. Memantau luka operasi.
5. Menerima laporan dari perawat ruang operasi dan ahli anestesi.
6. Menginterpretasikan dan mendokumentasikan data yang diperoleh
selama penilaian.
7. Mendokumentasikan tindakan dan/ intervensi keperawatan dan
hasilnya.
8. Memberi tahu unit perawatan klien sekiranya diperlukan peralatan
tertentu.
9. Menyertakan orangtua/wali sah klien dalam perawatan klien, sesuai
indikasi.
10. Memberitahu unit perawatan klien jika klien siap dikeluarkan dari
UPPA dan memberi laporan mengenai semua kejadian penting
diruang operasi dan UPPA.

Penerapan

Rencana asuhan keperawatan diterapkan, dalam upaya mencapai


tujuan yang disebutkan dalam rencana perawatan. Tindakan
keperawatan tetap konsisten dengan rencana tertulis, untuk memberikan
kesinambungan perawatan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
baku. Tindakan keperawatan dilakukan dengan keterampilan, efisiensi,
efektivitas, pengetahuan, dan mempertimbangkan keamanan.
Keputusan dan tindakan keperawatan yang berkaitan dengan perawatan
klien ditujuan untuk menjaga martabat klien dan keluarganya. Rencana
dapat diubah sesuai kebutuhan klien.

9
Evaluasi

Rencana asuhan keperawatan harus dievaluasi. Data penilaian yang


dikumpulkan dan dicatat untuk mengevaluasi status pengeluaran klien
dari UPPA adalah sebagai berikut:

1. Kepatenan jalan napas, fungsi pernapasan, dan saturasi oksigen.


2. Stabilitas tanda-tanda vital, termasuk suhu.
3. Tingkat kesadaran dan kekuatan otot.
4. Mobilitas.
5. Kepatenan slang, kateter, drain, dan slang intravena.
6. Warna dan keadaan kulit.
7. Keadaan balutan dan/atau tempat pembedahan.
8. Pemasukan dan pengeluaran.
9. Kenyamanan.
10. Rasa cemas.
11. Interaksi anak-orang tua-orang penting lainnya.

Pengeluaran

Perawat pascaanestesi mengeluarkan klien sesuai dengan kebijakan


tertulis yang dibuat oleh departemen anestesi dan sesuai dengan kriteria
serta data yang dikumpulkan melalui proses keperawatan. Dilakukan
penilaian dan evaluasi akhir keperawatan terhadap kondisi klien dan
hasilnya dicatat. Apabila digunakan sistem penentuan skor secara
numeris, maka skor sewaktu keluar dicatat, untuk mencerminkan status
klien. Perawat pascaanestesi merencanakan pemindahan klien dari
UPPA secara aman.

2.4 Gangguan Pasca Anestesi


1) Pernapasan
Gangguan pernapasan cepat menyebabkan kematian karena hipoksia
sehingga harus diketahui sedini mungkin dan segera di atasi. Penyebab
yang sering dijumpai sebagai penyulit pernapasan adalah sisa anastesi
(penderita tidak sadar kembali) dan sisa pelemas otot yang belum
dimetabolisme dengan sempurna, selain itu lidah jatuh kebelakang

10
menyebabkan obstruksi hipofaring. Kedua hal ini menyebabkan
hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih berat menyebabkan apnea.
2) Sirkulasi
Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia, hal ini
disebabkan oleh kekurangan cairan karena perdarahan yang tidak cukup
diganti. Sebab lain adalah sisa anastesi yang masih tertinggal dalam
sirkulasi, terutama jika tahapan anastesi masih dalam akhir pembedahan.
3) Regurgitasi dan Muntah
Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama anastesi.
Pencegahan muntah penting karena dapat menyebabkan aspirasi.
4) Hipotermi
Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain itu juga
karena efek obat-obatan yang dipakai. General anestesi juga memengaruhi
ketiga elemen termoregulasi yang terdiri atas elemen input aferen,
pengaturan sinyal di daerah pusat dan juga respons eferen, selain itu dapat
juga menghilangkan proses adaptasi serta mengganggu mekanisme fisiologi
pada fungsi termoregulasi yaitu menggeser batas ambang untuk respons
proses vasokonstriksi, menggigil, vasodilatasi, dan juga berkeringat.
5) Gangguan Faal Lain
Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan oleh kerja
anestesi yang memanjang karena dosis berlebih relatif karena penderita
syok, hipotermi, usia lanjut dan malnutrisi sehingga sediaan anestesi lambat
dikeluarkan dari dalam darah.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan
rasa sakit ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain
yang menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut
dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan
pembedahan (Sabiston, 2011).
Perawatan post anestesi diperlukan untuk memulihkan
kondisi pasien setelah menjalani operasi, baik pemulihan fisik
maupun psikis. Terhambatnya pemulihan post anestesi berdampak
pada timbulnya komplikasi seperti kecemasan dan depresi sehingga
pasien memerlukan perawatan lebih lama di ruang pemulihan.
Selain itu pasien tetap berada di ruang post anestesi care unit sampai
pulih sepenuhnya dari pengaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil,
fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan
tingkat kesadaran yang baik.

3.2 Saran
Selama pascaanestesi, berbagai tantangan akan segera
bermunculan. Oleh karena itu, diperlukan keahlian klinis khusus
untuk mengantisipasi dan mencegah komplikasi serta memulangkan
klien ke ICU, unit rawat inap, atau rumah dengan aman.

12
DAFTAR PUSTAKA

J. Gruendemann, Barbara & Billie Fernsebner. (2006). Buku Ajar Keperawatan


Perioperatif Volume 1 Prinsip. Jakarta: EGC.

13

Anda mungkin juga menyukai