Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Perawatan
Pasca Anestesi dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Perawatan Pasca Anestesi. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik serta
saran yang membangun demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
pasien spinal anestesi dikeluarkan dari ruang post anestesi care unit adalah
Bromage score 2 yaitu kemampuan pasien untuk menggerakkan kedua kaki
(Finucane, 2007).
Pasca menjalani pembedahan, pasien post spinal anestesi dipindahkan ke
ruang pemulihan (recovery room) untuk dilakukan observasi dengan
menggunakan parameter Bromage score. Indikasi keberhasilan paska spinal
anestesi ditunjukkan dengan tercapainya Bromage score 2, sehingga pasien
dapat dipindahkan ke ruang perawatan. Dampak dari lamanya pemulihan dapat
mengakibatkan beberapa kerugian yaitu terganggunya psikologis pasien karena
tidak mampu menggerakkan ekstremitas bawah. Dampak lain dari gangguan
neurologis yaitu terjadinya parastesi, kelemahan motorik, hilangnya kontrol
spinkter meskipun sangat jarang terjadi. Dilaporkan juga adanya gangguan
bersifat permanen walaupun pasien berstatus fisik (ASA) 1 dan 2. Penelitian
yang dilakukan Sudani (2012) menyebutkan bahwa rata-rata waktu pencapaian
skala Bromage score 2 pada pasien ASA I adalah 184,75 menit dan responden
pasien ASA II 207 menit. Penelitian yang dilakukan Ervina (2014)
menunjukkan rerata waktu pulih hambatan motorik pada pasien yang
menggunakan levobupivakain 0,5% 10 mg adalah sebesar 108,7 menit.
Sedangkan angka waktu pulih hambatan motorik pada pasien yang
menggunakan bupivakain 0,5% 10 mg adalah sebesar 152 menit.
Penelitian Nuriyadi (2012), menunjukkan bahwa pasien pasca sectio
caesarea dengan spinal anestesi dosis bupivacain 0,5% 20 mg memerlukan
waktu pencapaian Bromage Score 2 pada menit ke 190-235, sedangkan pada
bupivacain 0,5% 15 mg tercapai pada menit ke 155-195. Terdapat perbedaan
lama waktu pencapaian Bromage Score 2 dengan beda waktu ± 35 menit (lebih
cepat pada dosis 15 mg). Penelitian Subiyantoro (2014), menunjukkan bahwa
tidak terdapat pengaruh indeks masa tubuh (IMT) dengan waktu pencapaian
Bromage Score 2 pada responden spinal anestesi.
2
1.2.2 Tujuan khusus
a. Mahasiswa mengetahui definisi anestesi.
b. Mahasiswa mengetahui general anestesi.
c. Mahasiswa mengetahui standar praktik untuk fase pascaanestesi
d. Mahasiswa mengetahui gangguan pasca anestesi.
1.3 Ruang lingkup penulisan
Makalah ini mencakup tentang aspek-aspek mengenai perawatan pasca anestesi.
1.4 Sistematika penulisan
Untuk memahami lebih jelas makalah ini, maka materi-materi yang tertera pada
makalah ini dikelompokkan menjadi beberapa sub bab dengan sistematika
penyampaian sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORITIS
Bab ini berisikan pembahasan tentang perawatan pasca anestesi.
BAB III PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan perawatan pasca
anestesi.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi sumber-sumber artikel yang diambil dalam pembuatan makalah.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2.3 Anestesi umum
Merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi terdapat beberapa
teknik yang dapat dilakukan adalah general anestesi denggan teknik intravena
anestesi dan general anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup
muka) dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau
gabungan keduanya inhalasi dan intravena (Latief, 2007).
5
general anestesi dengan inhalasi, berikut obat-obat yang dapat
digunakan pada kedua teknik tersebut.
6
1. Status fisik praoperatif yang relevan, termasuk elektrokardiogram,
temuan radiografik, hasil laboratorium, alergi, kecacatan, pemakaian
obat, gangguan fisik atau mental, mobilitas, keterbatasan, prostese
(termasuk alat bantu dengar), dan riwayat medis atau bedah yang
relevan.
2. Teknik anestesi, (umum, regional, lokal); efek obat praoperatif.
3. Bahan anestesi, pelemas otot, narkotik dan obat pemulih yang
digunakan.
4. Lama pemberian anestesi.
5. Jenis prosedur pembedahan.
6. Perkiraan kehilangan dan penggantian cairan dan darah.
7. Penyulit selama anestesi, terapi yang diberikan, response.
1. Tanda-tanda vital.
2. Tingkat kesadaran.
3. Pembacaan tekanan: vena sentral, darah arteri, baji arteri pulmonaris,
dan tekanan intrakranium, jika diindikasikan.
4. Posisi klien.
5. Keadaan dan warna kulit.
6. Kebutuhan keamanan klien.
7. Status neurovaskuler: nadi perifer dan sensai ekstremitas, yang dapat
dilakukan.
8. Keadaan balutan.
9. Keadaan garis jahitan jika tidak terdapat balutan.
10. Jenis dan kepatenan slang drainase, kateter dan wadah.
11. Jumlah dan jenis drainase.
12. Respons dan kekuatan otot.
13. Respons pupil, sesuai indikasi.
14. Terapi cairan, letak slang, keadaan dan kemantapan tempat slang
intavena, dan jumlah larutan yang sedang diinfuskan (termasuk darah).
15. Tingkat bantuan fisik dan emosional yang diperlukan.
16. Skor numerik, jika digunakan.
7
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan ringkas yang
mencerminkan keputusan berdasarkan analisis data yang dikumpulkan
selama fase penilaian. Diagnosis keperawatan konsisten dengan
pengetahuan ilmiah yang sedang berlaku dan didasarkan pada data-data
yang dapat diidentifikasikan, dibandingkan dengan kondisi sebelumnya
atau norma yang berlaku. Diagnosis keperawatan mencakup, tetapi tidak
terbatas pada:
8
privasi, martabat, dan keamanan klien. Rencana perawatan mencakup,
tetapi tidak terbatas pada:
1. Identifikasi klien.
2. Memantau, mempertahankan, dan/atau meningkatkan fungsi
pernapasan dan sirkulasi.
3. Meningkatkan dan mempertahankan kenyamanan fisik dan
emosional.
4. Memantau luka operasi.
5. Menerima laporan dari perawat ruang operasi dan ahli anestesi.
6. Menginterpretasikan dan mendokumentasikan data yang diperoleh
selama penilaian.
7. Mendokumentasikan tindakan dan/ intervensi keperawatan dan
hasilnya.
8. Memberi tahu unit perawatan klien sekiranya diperlukan peralatan
tertentu.
9. Menyertakan orangtua/wali sah klien dalam perawatan klien, sesuai
indikasi.
10. Memberitahu unit perawatan klien jika klien siap dikeluarkan dari
UPPA dan memberi laporan mengenai semua kejadian penting
diruang operasi dan UPPA.
Penerapan
9
Evaluasi
Pengeluaran
10
menyebabkan obstruksi hipofaring. Kedua hal ini menyebabkan
hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih berat menyebabkan apnea.
2) Sirkulasi
Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia, hal ini
disebabkan oleh kekurangan cairan karena perdarahan yang tidak cukup
diganti. Sebab lain adalah sisa anastesi yang masih tertinggal dalam
sirkulasi, terutama jika tahapan anastesi masih dalam akhir pembedahan.
3) Regurgitasi dan Muntah
Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama anastesi.
Pencegahan muntah penting karena dapat menyebabkan aspirasi.
4) Hipotermi
Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain itu juga
karena efek obat-obatan yang dipakai. General anestesi juga memengaruhi
ketiga elemen termoregulasi yang terdiri atas elemen input aferen,
pengaturan sinyal di daerah pusat dan juga respons eferen, selain itu dapat
juga menghilangkan proses adaptasi serta mengganggu mekanisme fisiologi
pada fungsi termoregulasi yaitu menggeser batas ambang untuk respons
proses vasokonstriksi, menggigil, vasodilatasi, dan juga berkeringat.
5) Gangguan Faal Lain
Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan oleh kerja
anestesi yang memanjang karena dosis berlebih relatif karena penderita
syok, hipotermi, usia lanjut dan malnutrisi sehingga sediaan anestesi lambat
dikeluarkan dari dalam darah.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan
rasa sakit ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain
yang menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut
dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan
pembedahan (Sabiston, 2011).
Perawatan post anestesi diperlukan untuk memulihkan
kondisi pasien setelah menjalani operasi, baik pemulihan fisik
maupun psikis. Terhambatnya pemulihan post anestesi berdampak
pada timbulnya komplikasi seperti kecemasan dan depresi sehingga
pasien memerlukan perawatan lebih lama di ruang pemulihan.
Selain itu pasien tetap berada di ruang post anestesi care unit sampai
pulih sepenuhnya dari pengaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil,
fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan
tingkat kesadaran yang baik.
3.2 Saran
Selama pascaanestesi, berbagai tantangan akan segera
bermunculan. Oleh karena itu, diperlukan keahlian klinis khusus
untuk mengantisipasi dan mencegah komplikasi serta memulangkan
klien ke ICU, unit rawat inap, atau rumah dengan aman.
12
DAFTAR PUSTAKA
13