“STRUKTUR KEPEMILIKAN”
NAMA KELOMPOK :
REGULER DENPASAR
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
Organisasi dan Lingkungan
Good governance dalam organisasi merupakan kebutuhan mendesak bagi pucuk
pimpinan organisasi. Kebijakan good governance sebagai instrumen dasar dalam
merancang pedoman good governance dalam organisasi harus memiliki perspektif yang
luas, sehingga bisa menjadi pedoman yang dapat diandalkan. Sebagaimana kita ketahui,
dewan komisaris dan dewan direksi yang bertanggungjawab atas pengelolaan sumber
daya organisasi dalam rangka tercapainya tujuan organisasi sesuai dengan prinsip
corporate governance. Berdasarkan literatur manajemen, pemimpin yang menentukan
berhasil atau tidaknya suatu organisasi. Hal ini konsisten dengan konsep good
governance dimana pemain kunci penegakkan “good governance” dalam suatu
organisasi. Dalam konteks manajemen modern sistem governance memerlukan
perhatian yang besar selaras dengan semakin komplek sitasnya organisasi dan tuntutan
dari para stakeholders.
Meskipun prinsip-prinsip manajemen dan governance mempunyai kaitan yang
erat, akan tetapi governance memiliki ruang lingkup yang lebih luas daripada sekedar
manajemen dari sekumpulan manajer dan para bawahannya. Rahasia dari sistim modern
governance adalah kebijakan governance yang tepat sesuai dengan kondisi dan budaya
organisasi. Kebijakan governance harus merupakan suatu model yang lengkap yang
mencakup semua struktur dan instrument governance. Dengan kata lain, kebijakan
governance memiliki dimensi saling melengkapi antara konsep dan prinsip yang secara
internal konsisten dalam menghadapi berbagai kemungkinan situasi organisasi.
Sebagaimana kita ketahui, good governance ini merupakan suatu pengetahuan yang
baru bagi kebanyakan para eksekutif di Indonesia, maka diperlukan pemahaman yang
menyeluruh atas prinsip-prinsip yang mendasari kebijakan governance tersebut.
Konsep perusahaan (modern) muncul pada saat perusahaan tersebut dimiliki oleh
banyak pihak. Kebutuhan modal usaha dan pengembangan bisnis menjadi satu alasan
mengapa kepemilikan perusahaan dibuka kepada banyak pihak. Awalnya pemilik
perusahaan (owner) masih merangkap juga sebagai manajer perusahaan yang
menjalankan operasional perusahaan sehari-hari. Namun seiring dengan berkembangnya
kepemilikan pada banyak pihak (diverse ownership), maka para pemilik perusahaan
(shareholders) harus menyerahkan pengendalian perusahaan (control) kepada pihak
lain, dalam hal ini management yang akan menjalankan operasional perusahaan sehari-
hari. Inilah awal konsep “separation of ownership and control” yaitu pemisahan antara
kepemilikan (ownership) dan pengendalian (control). Pemisahan ini kemudian dikenal
dengan teori keagenan (agency theory) dimana terdapat pihak principal (shareholders)
yang mendelegasikan kewenangan untuk mengelola perusahaan kepada agent
(manajemen) dan untuk bertindak mewakili kepentingan principal.
Adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian ini juga menimbulkan
permasalahan yang dikenal sebagai “agency problem”, yaitu adanya perbedaan
kepentingan antara pemilik dan manajemen. Pemilik mengharapkan perusahaannya bisa
tumbuh dalam jangka panjang, sedangkan manajemen dalam menjalankan tugasnya
lebih berorientasi kepada jangka pendek, sesuai dengan kontrak masa kerjanya, dan
penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi yang dibebankan kepada
perusahaan. Secara teoritis, agency theory and agency problem merupakan cikal bakal
tumbuhnya ilmu corporate governance. Secara sederhana corporate governance bisa
diartikan bagaimana mekanisme perusahaan dikelola dan dijalankan serta mempelajari
hubungan antara berbagai pihak yang terkait dengan perusahaan. Dari sinilah muncul
berbagai macam pengaturan terhadap perusahaan yang dikenal sebagai “good corporate
governance” untuk melindungi kepentingan shareholders dan stakeholders.
Di negara industri maju, pasar modal menjadi sumber utama pendanaan operasi
jangka menengah perusahaan. Sebagai contoh sekitar 70-80% saham perusahaan-
perusahaan besar di Amerika dimiliki pemegang saham institusional. Investor orang
perorangan menanamkan dananya melalui investor institusional seperti dana pensiun,
mutual funds atau perusahaam reksa dana. Oleh karena itu di negara-negara tersebut
para pemegang saham mengumandangkan suara yang lantang agar perusahaan-
perusahaan publik menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance secara
konsekuen, termasuk melakukan evaluasi kinerja Board of Directors secara periodik.
Tujuan menyarankan perusahaan menerapkan prinsip-prinsip good corporate
governance tersebut adalah untuk melindungi hak dan kepentingan para pemegang
saham.
Sebuah studi oleh Claessens dan Fan mengungkapkan fakta menarik dari
kepemilikan perusahaan-perusahaan di Asia. Perusahaan di Amerika dan Eropa
umumnya dimiliki oleh berbagai pihak secara diffusely, sementara perusahaan di Asia
umumnya dimiliki oleh keluarga. Misal, Toyota Motor Corporation yang secara turun
temurun dimiliki oleh keluarga Toyota. Tidak hanya itu, keluarga umumnya juga
memiliki grup perusahaan yang terdiri dari beberapa perusahaan, baik listed maupun
tidak. Di kawasan Asia, pada umumnya pemisahan antara kepemilikan dan
kepengelolaan perusahaan tidak terlalu berkembang. Bisnis lebih bersifat kekeluargaan
sehingga kelompok-kelompok usaha besar yang berkembang selalu dikendalikan oleh
anggota keluarga dari hubungan darah atau hubungan perkawinan. Hal tersebut sangat
terasa dalam sistem Keiretsu di Jepang, Chebol di Korea, dan Konglomerasi di
Indonesia. Dalam sistem Anglo-Saxon, pemisahan antara pemilik dan pengelola
perusahaan umumnya cukup tegas. Pemilik modal menyerahkan sepenuhnya
pengelolaan perusahaan kepada para professional. Hal tersebut bisa terjadi karena
adanya dukungan sistem pasar modal yang kuat sehingga kepemilikan perusahaan bisa
dijualbelikan dengan baik. Dalam hal ini, kepemilikan perusahaan bisa saja terjadi
secara anonim lewat pembelian kepemilikan perusahaan lewat mekanisme pasa modal.
Umumnya, para pemilik modal ini memiliki suara dalam Rapat Umum Pemegang
Saham. Para pemilik modal dikelompokkan dalam pemilik modal besar (blockholder)
atau pemilik modal kecil (ritel). Pemilik modal besar memiliki hak suara cukup besar
serta posisi lemah dalam menyuarakan kepentingan. Bahkan, banyak diantara mereka
yang merasa tidak memiliki insentif untuk menyuarakan kepentingan. Namun, dalam
perusahaan dikenal sistem “komisaris independen” yang bertugas melindungi
kepentingan pemegang saham minoritas. Di Korea, Singapura, Taiwan, dan Hongkong,
kontrol keluarga terhadap perusahaan begitu tinggi. Kontrol para pemilik perusahaan
dilakukan melalui struktur piramida dan kepemilikan silang diantara beberapa
perusahaan. Model ini nampaknya sangat umum terjadi di semua negara di kawasan
Asia Tenggara. Jadi pada dasarnya, pemisahan antara pemilik dan pengelola sangat
jarang terjadi di kawasan tersebut. Ditambah lagi, pemisahan antara kontrol dan
manajerial juga jarang terjadi karena para pemilik menguasai hak suara dengan model
kepemilikan silang yang dipertahankan untuk mempertahankan posisi suara.
Tipikal perusahaan keluarga di Indonesia (dan juga di negara lain, meski tidak
mendominasi) adalah kepemilikan keluarga besar. Sesuatu yang normal untuk
menjumpai grup perusahaan keluarga yang berada dalam bisnis yang bervariasi dan
eksekutif perusahaan (komisaris dan direksi) dipegang oleh anggota keluarga tersebut,
mengingat eksekutif perusahaan dipilih oleh pemegang saham (yang adalah keluarga)
lewat RUPS.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/361905262/Sap-5-Kelompok-4-Struktur-
Kepemilikan (Diakses tanggal 11 Februari 2019)
https://www.coursehero.com/file/29131729/PAPER-SAP-5-STRUKTUR-
KEPEMILIKANdocx/
https://dwiermayanti.wordpress.com/category/sistem-pengendalian-manajemen/
https://www.kompasiana.com/bobyhernawan/552fef086ea834b36b8b45cd/corporate-
governance-dua-makna-konsep-separation-of-ownership-and-control.
https://www.academia.edu/5434174/PENGARUH_CORPORATE_GOVERNANCE
_DAN_STRUKTUR_KEPEMILIKAN_TERHADAP_KINERJA_PERUSAHAAN.
http://diklat.jogjaprov.go.id/v2/kegiatan/artikel/item/87-pemecahan-masalah-dan-
pengambilan-keputusan.
http://setabasri01.blogspot.com/2010/12/pengambilan-keputusan.html