Anda di halaman 1dari 51

AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SURIAN (Toona

sinensis Roem.) SEBAGAI AGEN ANTIDIABETOGENIK


PADA TIKUS YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOSIN

AIDA JUNIARTI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Ekstrak


Etanol Daun Surian (Toona sinensis Roem.) sebagai Agen Antidiabetogenik pada
Tikus yang Diinduksi Streptozotosin adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017

Aida Juniarti
NIM G84120014
ABSTRAK
AIDA JUNIARTI. Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Surian (Toona sinensis Roem.)
sebagai Agen Antidiabetogenik pada Tikus yang Diinduksi Streptozotosin.
Dibimbing oleh SYAMSUL FALAH dan MEGA SAFITHRI.
Ekstrak daun surian (Toona sinensis Roem.) di Indonesia dilaporkan
memiliki senyawa aktif yang berpotensi sebagai antihiperglikemia dan telah diuji
secara in vitro. Penelitian ini bertujuan mengukur kadar glukosa darah dan insulin
serum serta menganalisis kondisi histopatologi pankreas melalui pewarnaan
Haematoxylin-Eosin (HE) pada tikus jantan galur Sprague-Dawley yang diinduksi
streptozotosin setelah pemberian ekstrak etanol daun surian. Selain itu, dilakukan
juga pengukuran bobot badan dan konsumsi pakan selama perlakuan. Rata-rata
rendemen ekstrak etanol yang diperoleh sebesar 25.57% dan analisis fitokimia
ekstrak ini memberikan hasil positif pada senyawa flavonoid, fenolik hidrokuinon,
tanin, saponin, steroid dan glikosida. Peningkatan kadar glukosa darah sebesar
21.22% hingga akhir masa perlakuan terjadi pada kelompok ekstrak 200 mg/kg
BB, ekstrak 400 mg/kg BB mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus
diabetes sebesar 26.62% pada minggu pertama, namun peningkatan kadar glukosa
darah yang signifikan sebesar 24.80% terjadi setelah induksi STZ hingga akhir
perlakuan. Oleh sebab itu, ekstrak etanol daun surian dosis 200 mg/kg BB dapat
dikatakan tidak memiliki aktivitas antidiabetogenik, sedangkan dosis 400 mg/kg
BB tidak efektif sebagai agen antidiabetogenik.
Kata kunci: antidiabetogenik, streptozotosin, T.sinensis

ABSTRACT
AIDA JUNIARTI. The Activity of Surian (Toona sinensis Roem.) Leaf Ethanolic
Extract as Antidiabetogenic Agent in Streptozotocin-Induced Rats. Supervised by
SYAMSUL FALAH dan MEGA SAFITHRI.
Surian leaves (Toona sinensis Roem.) extract In Indonesia is reported to
have an active compound which has potential as antihyperglycemia using in vitro
test. The aim of this research is measuring the level of blood glucose, serum
insulin and conducting histopathological analysis of the pancreas condition
through Haematoxylin-Eosin staining (HE) on male Sprague-Dawley induced
streptozotosin after the ethanolic extract of T.sinensis leaves treatment. In
addition, weight of rats and feed consumption were also measured during the
treatment. Extraction process of T. sinensis leaves yielded 25.57% of dry extract
and phytochemical analysis of this extract gives positive results in flavonoids,
phenolic hydroquinone, tannins, saponins, steroids and glycosides. Dose 200
mg/kg BW increase blood glucose levels, which was 21.22% until the end of
treatment, dose 400 mg/kg BW gave 26.62% of the blood glucose lowering effect
in first week, but the significantly increase in blood glucose levels which was
24.80% occurred after STZ induction until the end of treatment. Therefore, 200
mg/kg BW ethanolic extract of T.sinensis leaves have no antidiabetogenic activity
and 400 mg/kg BW ethanolic extract of T.sinensis leaves was not effective as
antidiabetogenic agent.
Kata kunci: antidiabetogenic, streptozotocin, T.sinensis
AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SURIAN (Toona
sinensis Roem.) SEBAGAI AGEN ANTIDIABETOGENIK
PADA TIKUS YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOSIN

AIDA JUNIARTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT
karena dengan rahmat dan karunia-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Penelitian dengan judul Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Surian (Toona sinensis
Roem.) sebagai Agen Antidiabetogenik pada Tikus yang Diinduksi Streptozotosin
dilakukan dari bulan Juni 2016 hingga Oktober 2016. Kegiatan penelitian ini
bertempat di Unit Kandang Hewan Percobaan (UKHP) Pusat Studi Biofarmaka
(PSB) LPPM-IPB, Laboratorium Penelitian Biokimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam IPB, dan Laboratorium Patologi Balai Besar Penelitian
Veteriner (Balitvet) Bogor.
Rangkaian penelitian hingga pelaporan kegiatan penelitian tentu saja tidak
terlepas dari kontribusi berbagai pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr
Syamsul Falah, SHut, MSi selaku pembimbing utama dan Dr Mega Safithri, MSi
selaku pembimbing kedua atas bimbingan, kritik, dan sarannya selama
penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada bunda dan ayah beserta seluruh keluarga, rekan satu bimbingan: Enni,
Arifa, Iqbal, Yahya, Melati dan Listia, tidak lupa juga para sahabat: Dijah, Linda,
Anik dan semua rekan Biokimia IPB 49 atas doa dan segala bentuk dukungan
yang diberikan kepada penulis dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2017

Aida Juniarti
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii


DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
BAHAN DAN METODE 2
Bahan dan Alat 2
Metode Penelitian 3
HASIL 7
PEMBAHASAN 13
SIMPULAN DAN SARAN 20
Simpulan 20
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 25
RIWAYAT HIDUP 41
DAFTAR GAMBAR
1 Rata-rata bobot badan 5 kelompok tikus 9
2 Rata-rata jumlah konsumsi pakan tikus setiap minggu 10
3 Rata-rata kadar glukosa darah 5 kelompok tikus 11
4 Kadar insulin serum tikus hari ke-16 12
5 Kondisi histopatologi pankreas 13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir penelitian 26
2 Bagan alir perlakuan antihiperglikemia dengan ekstrak daun surian 27
3 Rendemen ekstrak etanol daun surian 28
4 Bobot badan tikus selama masa adaptasi dan perlakuan 28
5 Rata-rata bobot badan tikus selama masa adaptasi dan perlakuan 28
6 Perbedaan rata-rata bobot badan tikus selama perlakuan 29
7 Hasil analisis beda nyata dengan uji Duncan 29
8 Hasil analisis paired T-test data bobot badan 30
9 Konsumsi pakan tikus selama masa adaptasi dan perlakuan 32
10 Glukosa darah tikus selama perlakuan 33
11 Rata-rata kadar glukosa darah tikus selama perlakuan 33
12 Perbedaan rata-rata glukosa darah selama perlakuan 33
13 Hasil analisis tes normalitas glukosa darah 34
14 Hasil analisis homogenitas glukosa darah 34
15 Hasil analisis beda nyata Duncan 34
16 Hasil analisis paired T- test glukosa darah 36
17 Absorbansi pengukuran kadar insulin serum dengan metode ELISA 37
18 Kurva standar insulin 38
19 Hasil analisis uji normalitas data insulin serum 38
20 Hasil analisis homogenitas data insulin serum 38
21 Hasil analisis beda nyata dengan uji Duncan 38
22 Contoh perhitungan rendemen ekstrak, rendemen terkoreksi, volume
cekok dosis ekstrak 200 dan 400 mg/kg BB 39
23 Komponen senyawa fitokimia ekstrak etanol daun surian 40
1

PENDAHULUAN

Salah satu masalah kesehatan yang terjadi hampir di seluruh dunia adalah
diabetes melitus. International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2013
memperkirakan terdapat 382 juta penderita diabetes dari seluruh dunia. Selain itu,
dalam kurun waktu kurang dari 25 tahun perkiraan tersebut meningkat hingga 592
juta penderita diabetes dari seluruh dunia dan sebanyak 80% kasus tersebut terjadi
di negara berkembang. Indonesia pada tahun 2013 menempati urutan ke-7 di
dunia dengan prevalensi diabetes tertinggi. Namun demikian, penderita diabetes
melitus di Indonesia diperkirakan akan terus mengalami peningkatan, pada tahun
2030 penyandang diabetes diperkirakan mencapai 21.3 juta orang (Kemenkes
2013).
Diabetes melitus (DM) diketahui sebagai kelainan metabolik yang ditandai
dengan kondisi hiperglikemia, poliuria, polidipsia, polifagia hingga penyusutan
bobot badan yang dikaitkan dengan gangguan pada proses sekresi insulin,
mekanisme insulin ataupun keduanya. Hal tersebut mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein (ADA 2010; Patel et al. 2015). Saat
ini, penanganan diabetes dengan pemberian antidiabetika oral dan terapi insulin
dinilai belum mampu mengatasi peningkatan penyandang diabetes setiap
tahunnya. Selain itu, pengobatan tersebut seringkali menimbulkan berbagai efek
samping bagi penggunanya, salah satunya hipoglikemia (BPOM 2010). Oleh
sebab itu, sangat diperlukan pengobatan alternatif dengan bahan alami seperti
tanaman herbal dengan tingkat toksisitas dan efek samping yang lebih rendah.
Salah satu tanaman yang berpeluang menjadi obat herbal untuk diabetes
melitus adalah surian. Surian (Toona sinensis) merupakan tanaman asli pada
wilayah Asia dan tersebar luas hingga ke Indonesia. Surian adalah satu dari
berbagai tanaman dengan keragaman senyawa aktif yang memiliki efek
farmakologis untuk berbagai masalah kesehatan (Yang et al. 2014). Hampir
semua bagian pada tanaman ini dapat dimanfaatkan, salah satunya bagian daun.
Penelitian Falah et al. (2015) menunjukkan bahwa ekstrak etanol dan air daun
surian mengandung golongan senyawa alkaloid, tanin, fenolik, flavonoid, dan
terpenoid dan tidak bersifat toksik terhadap sel vero (sel normal) dengan IC50 >
100 µg/mL, sehingga aman untuk dijadikan alternatif obat herbal.
Penelitian terkait pemanfaatan daun surian sebagai alternatif pengobatan
herbal yang mulai dilakukan saat ini salah satunya menguji potensi senyawa
aktifnya sebagai antidiabetes. Ekstrak daun surian telah diteliti memiliki aktivitas
antidiabetes secara in vivo dengan mereduksi glukosa plasma sebesar 40% dan
meningkatkan kadar insulin plasma pada tikus dengan DM tipe 2 (Wang et al.
2008). Selain itu, dalam penelitian Liu et al. (2015) dijelaskan bahwa ekstrak daun
surian mampu meningkatkan transaktivitas dari PPARγ sebesar 88% sehingga
ekspresi protein PPARγ dan adiponektin pada mencit dengan DM tipe 2 kembali
normal yang akhirnya berimplikasi pada peningkatan sensitivitas insulin.
Kemampuan ekstrak daun surian sebagai antidiabetes secara in vivo kembali
dilaporkan Zhang et al. (2016). Kuersetin dalam ekstrak daun surian mampu
menetralisasi kondisi hiperglikemia dan dislipidemia, serta mampu memperbaiki
fungsi sel hepatosit yang diindikasikan dengan penurunan kadar enzim alanin dan
aspartat aminotransferase (ALT/AST) pada mencit dengan DM tipe 2. Namun
demikian, penelitian daun surian di Indonesia sebagai antidiabetes baru dilakukan
2

secara in vitro. Pengujian antidiabetes tersebut dilakukan dengan menganalisis


kemampuannya dalam menginhibisi enzim α-glukosidase. Menurut Manurung
(2016) dan Monisa (2016) ekstrak etanol daun surian memiliki aktivitas
penghambatan enzim α-glukosidase dengan IC50 sebesar 101.95 dan 64.35 µg/mL.
Berdasarkan penelitian sebelumnya aktivitas antidiabetes ekstrak daun
surian diketahui dengan meningkatan sensitivitas insulin dan memanfaatkan
kemampuan antioksidan untuk menetralisasi kondisi hiperglikemia. Namun
demikian, aktivitas antidiabetes daun surian di Indonesia hanya diujikan secara in
vitro, sedangkan pengujian secara in vivo untuk menganalisis aktivitas
antidiabetes dari senyawa aktif daun surian di Indonesia belum dilakukan.
Penelitian ini bertujuan mengukur kadar glukosa darah dan insulin serum serta
menganalisis kondisi histopatologi pankreas melalui pewarnaan Haematoxylin
Eosin (HE) pada tikus jantan galur Sprague-Dawley yang diinduksi streptozotosin
setelah pemberian ekstrak etanol daun surian. Selain itu, dilakukan juga
pengukuran bobot badan dan konsumsi pakan selama perlakuan. Penelitian ini
akan memberikan informasi terkait perubahan kadar glukosa darah, kadar insulin
serum serta kondisi histopatologi pankreas tikus diabetes setelah diberi ekstrak
etanol daun surian, sehingga daun surian diharapkan dapat dijadikan alternatif
pengobatan antidiabetes terutama pada penderita dengan defisiensi insulin.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan pada penelitian adalah daun surian, tikus
putih jantan galur Sprague-Dawley, pakan standar, serbuk kayu (bedding), strip
test glukometer (Accu-Check®), daun tapak dara, daun meniran, daun kumis
kucing, serbuk teh, daun katuk, rimpang kunyit, dan kayu manis. Bahan kimia
yang digunakan yaitu streptozotosin (Sigma (S0130-1G)), buffer sitrat 50 mM pH
4.5, etanol teknis 70%, akuades, ketamine, xylazine, ELISA kit Rat-Insulin
(standar, standard diluent, special diluent, HRP-Conjugate reagent, 20x wash
solution, kromogen A, kromogen B, dan stop solution) (Qayee-Bio), kloroform,
NH3, H2SO4 2 M, pereaksi Dragendorf, Mayer dan Wagner, HCl pekat, amil
alkohol, serbuk Mg, FeCl3, NaOH 10%, etanol 96%, dietil eter, asam asetat
anhidrat, H2SO4 pekat BNF 10% pH 6.5-7.5, xylol, parafin, gliserin 99.5%,
albumin, larutan haematoxylin, litium karbonat, larutan eosin, dan DPX. Bahan
pendukung lainnya yaitu kertas saring Whattmann, kapas, betadine, alumunium
foil, plastic wrap, dan tissue.
Alat utama yang digunakan adalah mesin penggiling Willey Mill, neraca
analitik, labu erlenmeyer 500 mL (Pyrex), vacuum evaporator, penangas air,
glukometer (Accu-Check®), pipet mikro 0.1-10 µL dan 100-100 µL, micropipette
multi channel 20-200 µL (BioRad), microplate (Qayee-Bio), inkubator,
spektrofotometer sinar UV-tampak (Spectrostar Nano BMG Labtech), mesin
microtome, mesin processor otomatis, mesin vakum, mesin bloking, kandang
tikus, wadah pakan, dan air. Alat pendukung lain yaitu alat-alat gelas, plat tetes,
cawan pinggang, seperangkat alat bedah (skalpel, gunting, pinset), sonde oral,
dispossable syringe, needle 27G/23G, microtube (eppendorf), seal, tissue casseet,
3

sarung tangan karet, masker, pot, dan coolbox.

Metode Penelitian

Preparasi Simplisia (Ichsan 2011)


Daun surian yang digunakan untuk penelitian diperoleh dari Sumedang,
Indonesia. Sampel daun yang digunakan berasal dari pohon berumur 15 tahun.
Daun surian terlebih dahulu dikering anginkan dengan bantuan sinar matahari.
Setelah daun tersebut benar-benar kering, dilakukan penggilingan daun dengan
mesin Willey Mill sehingga dihasilkan simplisia daun surian.

Ekstraksi dengan Metode Maserasi (BPOM 2004)


Simplisia daun surian dengan ukuran 40 mesh diestraksi dengan metode
maserasi menggunakan pelarut etanol teknis 70% dengan perbandingan 1:10
(%b/v). Sebanyak 30 g simplisia daun surian ditimbang menggunakan neraca
analitik. Setelah itu, 300 mL etanol teknis 70% ditambahkan ke dalam erlenmeyer
500 mL yang telah diisi dengan 30 g simplisia daun surian. Simplisia yang larut
dalam etanol 70% kemudian diaduk dan direndam selama 24 jam dalam ruang
gelap bersuhu ruang. Maserat yang diperoleh disaring menggunakan kertas saring
Whatmann, filtrat ditampung dalam wadah kaca. Residu kemudian diekstraksi
kembali sebanyak 2 kali. Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan
vacuum evaporator sehingga diperoleh ekstrak kasar etanol daun surian dalam
bentuk serbuk. Rendemen ekstrak dapat dihitung melalui persamaan berikut:

bobot ekstrak (g)


Rendemen (%) = × 100%
bobot simplisia (g)

Analisis Senyawa Fitokimia (Harborne 1987)


Alkaloid. Ekstrak etanol daun surian sebanyak 0.025 g dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Kloroform sebanyak 10 mL dan 5 tetes amoniak
ditambahkan ke dalam tabung reaksi, lalu diaduk. Fraksi kloroform dipisahkan
dan ditambahkan 20 tetes H2SO4 2 M dan diaduk kembali. Lapisan asam yang
diperoleh diujikan di plat tetes. Selanjutnya ditambahkan masing-masing 2 tetes
pereaksi Dragendorf, Mayer, dan Wagner. Hasil uji positif ditandai dengan
terbentuknya endapan jingga pada pereaksi Dragendorf, endapan putih pada
pereaksi Mayer, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner. Kontrol positif pada
uji alkaloid ini menggunakan daun tapak dara.
Flavonoid, Tanin, dan Saponin. Ekstrak sebanyak 0.025 g dimasukkan
ke dalam tabung reaksi. Akuades sebanyak 10 mL ditambahkan ke dalam tabung
reaksi kemudian dipanaskan selama 5 menit, setelah itu diaduk. Campuran
tersebut kemudian disaring dan filtratnya dibagi menjadi 3 bagian untuk uji
flavonoid, tanin dan saponin. Filtrat pertama ditambahkan seujung sudip serbuk
Mg, 1 mL HCl pekat dan 1 mL amil alkohol. Hasil positif untuk uji flavonoid
yaitu warna kuning/jingga/merah pada lapisan atasnya. Filtrat kedua ditambahkan
3 tetes FeCl3. Hasil positif uji tanin ditandai dengan terbentuknya warna biru
kehitaman atau hijau kehitaman, sedangkan filtrat yang ketiga dikocok hingga
4

berbuih. Buih stabil selama 1 menit menunjukkan hasil yang positif. Kontrol
positif untuk uji ini yaitu daun meniran (flavonoid), teh (tanin) dan daun kumis
kucing (saponin).
Hidrokuinon, Steroid, dan Triterpenoid. Sebanyak 0.025 g ekstrak
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 mL etanol 96%.
Selanjutnya ekstrak dipanaskan hingga mendidih, lalu diaduk. Campuran disaring
kemudian filtratnya dibagi dua. Filtrat pertama diujikan di plat tetes dan
ditambahkan 3 tetes NaOH 10%. Hasil positif hidrokuinon ditunjukkan dengan
warna merah. Filtrat kedua kemudian diuapkan hingga kering pada penangas air
bersuhu 100 oC. Setelah itu ditambahkan 1 mL dietil eter dan dikocok hingga
homogen. Campuran tersebut dipindahkan ke cawan pinggang dan ditambahkan 4
tetes asam asetat anhidrat dan 4 tetes H2SO4 pekat. Hasil positif pada uji steroid
ditandai dengan terbentuknya warna hijau atau biru dan hasil positif uji
triterpenoid ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu. Kontrol positif
yang digunakan pada uji hidrokuinon yaitu kayu manis, kontrol positif untuk
steroid yaitu daun katuk, sedangkan kontrol positif untuk uji triterpenoid
menggunakan rimpang kunyit.
Glikosida. Sebanyak 0.025 g ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan ditambahkan 5 mL akuades. Selanjutnya campuran disaring dan masing-
masing 1 mL filtratnya ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Filtrat pertama
ditambahkan dengan 1 mL Benedict, lalu dipanaskan pada suhu 100 oC selama 5
menit, sedangkan filtrat kedua dipanaskan selama 5 menit pada suhu 100 oC
kemudian ditambahkan beberapa tetes HCl 1%. Larutan kemudian diamati dan
ditambahkan 1 mL Benedict lalu dipanaskan kembali selama 5 menit. Parameter
positif pada kedua uji ini yaitu terbentuknya endapan kuning/jingga, sedangkan
kontrol positif yang digunakan yaitu madu.

Aklimatisasi Tikus galur Sprague-Dawley


Hewan uji yang digunakan untuk pengujian aktivitas antidiabetes dari
daun surian secara in vivo yaitu tikus putih jantan dari galur Sprague-Dawley yang
sehat dan memiliki aktivitas normal. Tikus yang digunakan dalam pengujian ini
diperoleh dari V-Stem Bogor. Bobot tikus yang digunakan berada pada kisaran
200-270 g. Aklimatisasi tikus dilakukan selama 1 minggu dengan pemberian air
secara ad libitum dan pakan standar sebanyak 10 g/100 g BB. Pakan standar yang
diberikan mengandung 19-21% protein, 5% lemak, 5% serat, 0.9% kalsium dan
0.6% fosfor. Hewan uji tersebut ditempatkan secara individual dengan kondisi
cahaya cukup (12 jam gelap/terang) dan sirkulasi udara yang baik pada suhu
ruang (25-28 oC dan kelembaban berkisar 55-75%) (Meihong et al. 2014;
Hasibuan et al. 2016). Selama masa adaptasi dan perlakuan pengambilan data
bobot badan dilakukan sebanyak 2 kali/minggu, sedangkan pengambilan data
bobot konsumsi pakan dilakukan setiap hari. Penelitian ini dilakukan di bawah
pengawasan Komisi Etik Hewan (KEH) Institut Pertanian Bogor.

Induksi Streptozotosin dan Rancangan Penelitian


Streptozotosin (STZ) digunakan untuk menginduksi diabetes pada tikus
dengan kadar glukosa darah normal (normoglikemia). Terlebih dahulu STZ
5

dilarutkan dalam 50 mM buffer sitrat pH 4.5 sesaat sebelum diinduksi pada tikus
uji. Induksi dilakukan secara intraperitonial dengan dosis STZ 40 mg/kg BB.
Setelah 48 jam dilakukan pengukuran kadar glukosa darah menggunakan
glukometer (Malini et al. 2011; Nagarchi et al. 2015).
Tikus uji yang digunakan berjumlah 15 ekor, kemudian secara acak dibagi
ke dalam 5 kelompok perlakuan dengan rincian: Kelompok (1) terdiri atas tikus
kelompok normal dengan perlakuan induksi 1 mL buffer sitrat 50 mM pH 4.5 dan
cekok akuades 1 mL, kelompok (2) terdiri atas tikus kelompok kontrol negatif
dengan perlakuan induksi STZ 40 mg/kg BB dan cekok akuades sebanyak 1 mL,
kelompok (3) terdiri atas tikus kontrol positif yang diinduksi STZ 40 mg/kg BB
dan dicekok dengan glibenklamid 5 mg/kg BB. Selanjutnya, kelompok (4) terdiri
atas tikus yang diinduksi STZ 40 mg/kg BB kemudian diberi ekstrak etanol daun
surian dengan dosis 200 mg/kg BB/hari, kelompok (5) yaitu tikus yang diinduksi
STZ 40 mg/kg BB kemudian diberi ekstrak etanol daun surian dengan dosis 400
mg/kg BB/hari. Perlakuan dilakukan selama 14 hari, dengan pemberian pakan
standar secara rutin dan air secara ad libitum.

Analisis Glukosa Darah pada Tikus Diabetes


Metode pengambilan darah dilakukan berdasarkan penelitian Rahmayani
(2015). Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan di hari ke-0, 2, 9 dan 16
setelah induksi STZ. Sebelum proses pengambilan darah, tikus terlebih dahulu
dipuasakan selama 16 jam. Pengambilan sampel darah untuk pengukuran kadar
glukosa darah puasa dilakukan pada bagian ekor. Bagian ekor terlebih dahulu
dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian ujung ekor ditusuk menggunakan
needle 27G yang telah disterilkan. Darah yang diperoleh kemudian diteteskan
pada strip glukometer (Accu-Check®). Kadar glukosa darah yang terukur
dinyatakan dalam satuan mg/dL.
Terminasi pada hari ke-16 dilakukan dengan euthanasia menggunakan
ketamine (80 mg/kg BB) dan xylazine (10 mg/kg BB) yang diinjeksikan secara
intraperitonial. Darah diambil melalui vena portal hepatica sebanyak 3 mL. Serum
darah diperoleh dengan cara didiamkan pada suhu ruang lalu disentrifugasi
dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit untuk mendapatkan pemisahan yang
baik (Ghani et al. 2012; Safithri 2012).

Pengukuran Kadar Insulin Serum (Qayee-Bio 2016)


Pembuatan Washing Solution. Sebanyak 20 mL 20× wash solution
(buffer) dipipet ke dalam gelas piala 600 mL. Setelah itu 380 mL akuades
ditambahkan ke dalam gelas piala tersebut. Campuran kemudian dihomogenkan.
Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Terlebih dahulu
dilakukan pencucian microplate dengan menambahkan 350 µL pada setiap well.
Microplate kemudian digoyangkan selama 2 menit, buffer dibuang dan microplate
dikeringkan dengan kertas saring. Pencucian dilakukan sebanyak 5 kali. Larutan
stok standar 200 µIU/mL dipipet sebanyak 100 µL ke dalam well, kemudian
dilakukan pengenceran secara bertingkat dengan standard diluent sehingga
diperoleh rentang konsentrasi standar 200, 100, 50, 25, 12.5 dan 0 µIU/mL.
Sebanyak 40 µL special diluent ditambahkan ke dalam well sampel, lalu 10 µL
sampel ditambahkan pada setiap well sampel. Blanko yang digunakan hanya
6

mengandung 100 µL standard diluent. Standar, blanko dan sampel terdiri atas 2
ulangan. Setelah itu, Horseradish Peroxidase (HRP) sebanyak 50 µL
ditambahkan ke setiap well kecuali pada well blanko. Campuran kemudian
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 60 menit.
Setelah inkubasi, semua larutan dalam well dibuang. Well dibilas kembali
menggunakan washing solution sebanyak 5 kali. Sebanyak 50 µL kromogen A
ditambahkan pada setiap well setelah microplate dikeringkan dengan kertas saring.
Kromogen B lalu ditambahkan sebanyak 50 µL ke setiap well. Inkubasi kembali
dilakukan selama 10 menit pada suhu 37 oC. Stop solution ditambahkan ke dalam
well sebanyak 50 µL. Cahaya perlu dihindari ketika pemberian stop solution.
Absorbansi diukur pada λ = 450 nm.

Analisis Histopatologi Organ Pankreas (Muntiha 2001; Prabowo 2012)


Pengambilan dan penyimpanan pankreas. Organ pankreas yang telah
didapatkan dari tikus uji kemudian direndam pada larutan Buffered Neutral
Formalin (BNF) 10% dengan pH ideal 7. Penggunaan larutan BNF 10% yang
disarankan ialah perbandingan 1:10 antara organ dan larutan. Lama fiksasi
jaringan minimal berlangsung selama 2 hari.
Pembuatan preparat histopatologi dan dehidrasi. Jaringan fiksatif yang
telah dapat digunakan terlebih dahulu ditiriskan pada saringan. Selanjutnya,
dilakukan pemotongan dengan pisau scalpel setebal 0.3-0.5 mm kemudian
disusun ke dalam tissue cassette dengan label dan dimasukkan ke dalam keranjang
khusus. Setelah itu, keranjang berisi jaringan organ dimasukkan ke dalam mesin
processor otomatis untuk proses dehidrasi bertahap dengan putaran waktu: etanol
70% (2 jam), etanol 80% (2 jam), etanol 90% (2 jam), etanol absolut (2 jam),
etanol absolut (2 jam), xylol (2 jam), xylol (2 jam), parafin cair (2 jam), parafin
cair (2 jam). Selanjutnya keranjang dikeluarkan untuk proses penghilangan udara
dari jaringan (vakum).
Proses vakum. Penghilangan udara dari jaringan dilakukan dengan mesin
vakum yang memiliki ruang penyimpan keranjang yang diisi dengan parafin cair
dengan temperatur (59-60 oC) selama 30 menit. Setelah itu, keranjang diangkat
dan tissue cassette dikeluarkan dan disimpan pada temperatur 60 oC untuk
sementara waktu sebelum pencetakan dengan parafin cair.
Pencetakkan blok parafin. Jaringan di dalam tissue cassette kemudian
dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam cetakkan berbahan stainless steel yang
terlebih dahulu dihangatkan di atas api bunsen. Selain itu, parafin cair telah
disiapkan dengan temperatur mencapai 60 oC. Parafin cair dituangkan sampai
seluruh jaringan terendam. Parafin diletakkan di atas mesin pendingin agar
membeku. Setelah itu, blok parafin dapat dilepaskan dari cetakan dan disimpan
dalam pendingin (-20 oC) sebelum proses pemotongan.
Pemotongan blok parafin. Blok parafin berisikan jaringan dipotong
menggunakan mikrotom dengan ketebalan 3-4 μm. Selanjutnya, potongan tersebut
diletakkan di atas permukaan air dalam penangas air bersuhu 46 oC, bentuk
lapisan dirapikan kemudian diletakkan di atas kaca obyek yang telah diolesi ewith
sebagai perekat. Kaca obyek dengan jaringan di atasnya kemudian disusun dalam
rak khusus dan dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 60 oC sampai preparat
siap untuk diwarnai.
7

Pewarnaan. Preparat yang telah dibuat dalam rak kemudian dicelupkan ke


dalam larutan urutan pertama dengan xylol 2 kali berturut-turut dengan waktu
masing-masing 3 menit, lalu 2 kali dengan etanol absolut dengan waktu masing-
masing 3 menit, selanjutnya dicelupkan ke dalam etanol 90% dan 80% dengan
waktu masing-masing 3 menit, setelah itu dibilas dengan air selama 1 menit.
Preparat kemudian dicelupkan dalam haematoxylin selama 6-7 menit lalu dibilas
kembali dengan air selama 1 menit. Setelah itu, dilakukan pewarnaan dengan
larutan pembiru selama 1 menit dan dibilas kembali selama 1 menit dengan air.
Selanjutnya dilakukan pewarnaan dengan larutan eosin selama 1-5 menit dan
dibilas kembali selama 1 menit dengan air. Tahapan akhir kembali melakukan
pencelupan dengan etanol 80%, 90% dan etanol absolut masing-masing 10 kali
celupan lalu direndam dalam etanol absolut selama 1 menit dan larutan xylol
sebanyak tiga kali masing-masing selama 3 menit. Preparat dari larutan xylol
diangkat dan diteteskan DPX (cairan perekat) lalu preparat ditutup dengan kaca
penutup.
Pembacaan preparat histopatologi. Pola susunan dan bentuk sel pada
preparat dapat diamati dengan mikroskop cahaya berkamera. Setelah didapat pola
susunan dan bentuk sel yang masuk ke dalam analisis pembacaan histopatologi,
gambar pengamatan disimpan dalam bentuk file format JPEG.

Analisis Statistika
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini berupa
rancangan acak lengkap (RAL) dua faktor dengan lima kelompok perlakuan dan 3
kali ulangan. Data dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) pada
selang kepercayaan 95%. Uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dilakukan
untuk uji lanjut. Analisis dilakukan menggunakan perangkat lunak Microsoft
Excel dan Statistical Package for Social Science (SPSS 20).

HASIL

Rendemen dan Komponen Seyawa Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Surian

Ekstraksi daun surian dilakukan menggunakan pelarut etanol 70% dengan


metode maserasi. Rata-rata rendemen ekstrak yang dihasilkan setelah proses
pemekatan filtrat menggunakan vacuum evaporator yaitu 23.20%. Persentase
rendemen tersebut dikoreksi dengan nilai kadar air, sehingga diperoleh rata-rata
rendemen terkoreksi sebesar 25.47%.
Selain itu, dilakukan skrining senyawa fitokimia sebagai uji pendahuluan
yang bertujuan menganalisis kandungan metabolit sekunder yang terkandung pada
ekstrak etanol daun surian. Hasil analisis senyawa fitokimia ekstrak etanol daun
surian ditunjukkan pada Tabel 1. Senyawa fitokimia yang positif terkandung
dalam ekstrak etanol daun surian yaitu flavonoid, tanin, saponin, fenolik
hidrokuinon, steroid dan glikosida. Hasil negatif diberikan pada pengujian
senyawa alkaloid dan triterpenoid pada ekstrak etanol daun surian. Parameter
positif dalam analisis fitokimia tersebut dibandingkan dengan kontrol positif dari
8

masing-masing uji.

Tabel 1 Komponen senyawa fitokimia ekstrak etanol daun surian


Ekstrak
Senyawa Etanol Daun Kontrol Positif a Parameter
Suriana
Alkaloid
Dragendorff ̶ +++ (tapak dara) tidak terbentuk endapan jingga
Meyer ̶ +++ (tapak dara) tidak terbentuk endapan putih
Wagner ̶ +++ (tapak dara) tidak terbentuk endapan coklat
Flavonoid +++ +++ (meniran) terbentuk lapisan jingga kemerahan
Tanin +++ +++ (teh) terbentuk warna biru kehitaman
Saponin ++ +++ (kumis kucing) terbentuk buih stabil
Hidrokuinon ++ +++ (kayu manis) terbentuk warna merahan
Steroid ++ +++ (katuk) terbentuk warna hijau
Triterpenoid ̶ +++ (kunyit) tidak terbentuk warna merah/ungu
Glikosida +++ +++ (madu) terbentuk endapan kuning/jingga
a
(+) = senyawa terdeteksi, ( ̶ ) = senyawa tidak terdeteksi

Profil Bobot Badan Tikus

Pendataan bobot badan dilakukan selama masa aklimatisasi dan perlakuan.


Hal tersebut bertujuan mengukur bobot tikus uji sebelum dan setelah pemberian
STZ serta mengetahui efek pemberian ekstrak daun surian baik pada dosis 200
mg/kg BB maupun 400 mg/kg BB terhadap bobot badan tikus. Perubahan rata-
rata bobot badan dapat dilihat pada Gambar 1. Rata-rata bobot badan tikus semua
kelompok pada hari ke-8 (H-8) sebelum perlakuan (aklimatisasi) berada pada
rentang 197.00-235.33 g. Peningkatan bobot badan tikus pada semua kelompok
terjadi pada hari pertama (H-1) sebelum perlakuan, namun peningkatan bobot
badan tikus yang signifikan terdapat pada kelompok ekstrak 400 mg/kg BB yaitu
sebesar 8.67% (p<0.05). Namun demikian, terjadi penurunan bobot badan pada
semua kelompok tikus di hari ke-2 (H2) setelah perlakuan dan penurunan
signifikan (p<0.05) terjadi pada tikus kelompok ekstrak 400 mg/kg BB dengan
penurunan sebesar 14.03%. Peningkatan rata-rata bobot badan tikus kelompok
normal kembali terjadi pada hari ke-9 (H9) setelah hari perlakuan hingga akhir
masa perlakuan (H16) meskipun peningkatan rata-rata bobot badan tersebut tidak
signifikan pada taraf nyata 0.05.
Selain tikus kelompok normal, kelompok tikus lainnya masih tetap
mengalami penurunan bobot badan hingga akhir masa perlakuan, meskipun
menurut statistika nilainya tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0.05. Penurunan
signifikan (p<0.05) dari hari ke-2 hingga hari ke-9 setelah perlakuan (H2-H9)
terjadi pada kelompok kontrol negatif dan ekstrak 200 mg/kg BB dengan nilai
penurunan secara berturut-turut sebesar 8.48 dan 9.57%. Penurunan signifikan
(p<0.05) kembali terjadi di hari ke- 2 hingga hari ke-16 setelah perlakuan (H2-
H16) pada kelompok kontrol negatif, dengan penurunan rata-rata bobot badan
sebesar 16.81%. Selain kelompok kontrol negatif, penurunan bobot badan yang
signifikan (p<0.05) dari hari kedua hingga akhir masa perlakuan terjadi pada tikus
9

kelompok ekstrak 200 mg/kg BB, dengan penurunan rata-rata bobot badan sebesar
15.07%. Berdasarkan hasil tersebut, hingga akhir masa perlakuan (H16), bobot
badan semua kelompok berada pada rentang 178.33-206.00 g, dengan bobot
badan tertinggi pada kelompok normal.

270,00

250,00

230,00
Bobot badan (g)

K(-)
210,00 E400
E200
190,00 NORMAL
K(+)
170,00

150,00
H-8 H-1 H+2 H+9 H+16
Masa perlakuan (hari)

Gambar 1 Rata-rata bobot badan 5 kelompok tikus. K(-) adalah kontrol negatif
yang diinduksi STZ 40 mg/kg BB dan dicekok akuades; E400 adalah
kelompok tikus yang diinduksi STZ 40 mg/kg BB dan dicekok ekstrak
daun surian dosis 400 mg/kg BB; E200 adalah kelompok tikus yang
diinduksi STZ 40 mg/kg BB dan dicekok ekstrak daun surian dosis
200 mg/kg BB; Normal adalah kelompok tikus yang diinduksi buffer
sitrat 50 mM pH 4.5 dan dicekok akuades; K(+) adalah kontrol positif
yang diinduksi STZ 40 mg/kg BB dan dicekok glibenklamid

Profil Konsumsi Pakan Tikus

Rata-rata jumlah konsumsi pakan setiap minggu dapat dilihat pada


Gambar 2. Pendataan jumlah konsumsi pakan tikus selama masa aklimatisasi dan
perlakuan bertujuan mengukur jumlah kosumsi pakan sebelum dan setelah induksi
STZ, serta mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun surian baik
dengan dosis 200 maupun 400 mg/kg BB terhadap jumlah konsumsi pakan tikus.
Rata-rata konsumsi pakan minggu ke-0 (masa aklimatisasi) pada semua kelompok
berada pada rentang 11.43-16.43 g. Konsumsi pakan tertinggi terdapat pada
kelompok ekstrak 200 mg/kg BB dan yang terendah pada kelompok kontrol
positif. Selanjutnya, rata-rata konsumsi pakan minggu pertama (M1) semua
kelompok perlakuan selain kelompok normal mengalami peningkatan, sehingga
rata-rata konsumsi pakan pada minggu ke-1 (M1) berada pada rentang 11.39-
17.00 g, dengan rataan jumlah konsumsi pakan tertinggi pada kelompok kontrol
negatif. Selain itu, peningkatan rata-rata konsumsi pakan di minggu ke-2 (M2)
kembali terjadi pada semua kelompok. Berdasarkan hal tersebut rata-rata
konsumsi pakan pada minggu terakhir perlakuan berkisar antara 12.61-20.00 g,
10

rata-rata jumlah konsumsi pakan tertinggi terdapat pada kelompok kontrol negatif,
sedangkan rata-rata jumlah konsumsi pakan terendah terdapat pada kelompok
normal.

20,00

18,00
Konsumsi pakan (g)

16,00 E200
K(-)

14,00 E400
NORMAL
K(+)
12,00

10,00
M0 M1 M2
Masa perlakuan (minggu)

Gambar 2 Rata-rata jumlah konsumsi pakan tikus setiap minggu. E200


adalah kelompok tikus yang diinduksi STZ 40 mg/kg BB dan
dicekok ekstrak daun surian dosis 200 mg/kg BB; K(-) adalah
kontrol negatif yang diinduksi STZ 40 mg/kg BB dan
dicekok akuades; E400 adalah kelompok tikus yang diinduksi
STZ 40 mg/kg BB dan dicekok ekstrak daun surian dosis 400
mg/kg BB; Normal adalah kelompok tikus yang diinduksi
buffer sitrat 50 mM pH 4.5 dan dicekok akuades; K(+) adalah
kontrol positif yang diinduksi STZ 40 mg/kg BB dan dicekok
glibenklamid

Kadar Glukosa Darah Tikus

Pengukuran kadar glukosa bertujuan menganalisis perubahan kadar


glukosa darah setelah induksi STZ dan pemberian ekstrak etanol daun surian dosis
200 dan 400 mg/kg BB. Rata-rata kadar glukosa darah selama perlakuan dapat
dilihat pada Gambar 3. Rata-rata kadar glukosa darah semua kelompok pada hari
ke-0 (sebelum induksi STZ) berada pada rentang 75.33-84.33 mg/dL. Namun
demikian, rata-rata kadar glukosa darah di hari ke-2 (setelah induksi STZ)
termasuk kelompok normal mengalami peningkatan. Peningkatan kadar glukosa
yang signifikan menurut statistika (p<0.05) terdapat pada kelompok kontrol
negatif dan ekstrak 200 mg/kg BB dengan peningkatan kadar glukosa secara
berturut-turut sebesar 302.09 dan 250.20%.
Peningkatan kadar glukosa darah kelompok normal, kontrol negatif dan
ekstrak 200 mg/kg BB kembali terjadi di hari ke-9 setelah perlakuan (H9),
sedangkan dua kelompok lainnya mengalami penurunan, meskipun perubahan
kadar glukosa darah tersebut tidak memiliki perbedaan nyata pada taraf nyata 0.05.
11

Hingga hari ke-16 setelah perlakuan, peningkatan kadar glukosa darah terjadi
pada semua kelompok selain kelompok kontrol positif. Terjadinya peningkatan
kadar glukosa darah yang signifikan dari hari ke-2 hingga hari ke-16 perlakuan
terdapat pada kelompok normal dan ekstrak 400 mg/kg BB yaitu sebesar 46.21
dan 24.80%.

400,00

350,00
Glukosa darah (mg/dL)

300,00

250,00 K(-)
E200
200,00
K(+)

150,00 E400
NORMAL
100,00

50,00
H0 H+2 H+9 H+16

Masa perlakuan (hari)

Gambar 3 Rata-rata kadar glukosa darah 5 kelompok tikus. K(-) adalah kontrol
negatif yang diinduksi STZ 40 mg/kg BB dan dicekok akuades; E200
adalah kelompok tikus yang diinduksi STZ 40 mg/kg BB dan dicekok
ekstrak daun surian dosis 200 mg/kg BB; K(+) adalah kontrol positif
yang diinduksi STZ 40 mg/kg BB dan dicekok glibenklamid; E400
adalah kelompok tikus yang diinduksi STZ 40 mg/kg BB dan dicekok
ekstrak daun surian dosis 400 mg/kg BB; Normal adalah kelompok
tikus yang diinduksi buffer sitrat 50 mM pH 4.5 dan dicekok akuades

Kadar Insulin Serum Tikus

Pengukuran kadar insulin serum pada hari ke-16 setelah perlakuan


bertujuan menganalisis kadar insulin serum pada setiap kelompok perlakuan
setelah masa perlakuan. Rata-rata kadar insulin serum kelompok kontrol positif
sebesar 0.160 ± 0.03 mIU/mL sedangkan untuk kelompok ekstrak 400 mg/kg BB
sebesar 0.153 ± 0.03 mIU/mL. Kadar insulin serum kedua kelompok tersebut
sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata kadar insulin serum
kelompok normal yaitu 0.163 ± 0.02 mIU/mL. Kelompok kontrol negatif
memiliki rata-rata kadar insulin serum sebesar 0.213 ± 0.06 mIU/mL dan
kelompok ekstrak 200 mg/kg BB memiliki rata-rata kadar insulin serum sebesar
0.183 ± 0.03 mIU/mL. Kedua kelompok perlakuan tersebut memiliki kadar insulin
serum yang lebih tinggi dari kelompok normal (Gambar 4). Namun demikian rata-
rata kadar insulin serum dari semua kelompok perlakuan tidak menunjukkan
12

perbedaan nyata pada taraf nyata 0.05.

0,250
0.213a ± 0.06
0.163a ± 0.02 0.160a ± 0.03 0.183a ± 0.03 0.153a ± 0.03
0,200
Kadar insulin (mIU/mL)

0,150

0,100

0,050

0,000
NORMAL K(-) K(+) E200 E400

Kelompok perlakuan

Gambar 4 Kadar insulin serum tikus pada hari ke-16. Huruf-huruf di atas balok
menunjukan perbandingan nilai tengah kadar insulin serum
antarkelompok perlakuan berdasarkan uji beda nyata Duncan pada
taraf nyata 0.05. Normal adalah kelompok tikus yang diinduksi buffer
sitrat 50 mM pH 4.5 dan dicekok akuades; K(-) adalah kontrol negatif
yang diinduksi STZ 40 mg/kg BB dan dicekok akuades; K(+) adalah
kontrol positif yang diinduksi STZ 40 mg/kg BB dan dicekok
glibenklamid; E200 adalah kelompok tikus yang diinduksi STZ 40
mg/kg BB dan dicekok ekstrak daun surian dosis 200 mg/kg BB;
E400 adalah kelompok tikus yang diinduksi STZ 40 mg/kg BB dan
dicekok ekstrak daun surian dosis 400 mg/kg BB

Histopatologi Pankreas Tikus

Perbandingan antar perlakuan uji ditunjukkan pada Gambar 5. Pengamatan


kondisi hsitopatologi pankreas bertujuan menganalisis kemampuan ekstrak etanol
daun surian dosis 200 dan 400 mg/kg BB dalam meregenerasi sel β-pankreas
setelah induksi STZ dosis 40 mg/kg BB. Kondisi histopatologi kelenjar endokrin
(pulau Langerhans) kelompok normal berdasarkan pengamatan mikroskopik
dengan pewarnaan HE sangat mudah terlihat dan memiliki ukuran yang besar. Hal
yang sama terjadi pada tikus kelompok kontrol positif, pulau Langerhans tikus
yang diinduksi STZ kemudian diberi glibenklamid memiliki ukuran yang hampir
sama dengan kelompok normal.
Kondisi yang sangat berbeda terlihat pada pulau Langerhans tikus
kelompok kontrol negatif dan ekstrak dosis 200 mg/kg BB. Pulau Langerhans
kedua kelompok ini berukuran lebih kecil dan berdampak pada pengurangan
jumlah sel (deplesi) pada pulau Langerhans. Selain itu, terdapat penyumbatan
pembuluh darah (kongesti) pada kelompok kontrol negatif, sedangkan pada
13

kelompok ekstrak 200 mg/kg BB terjadi atrofi pulau Langerhans. Berdasarkan


diagnosis, terjadi peningkatan aktivitas sel α pankreas pada kedua kelompok
tersebut, sedangkan pada kelompok ekstrak 400 mg/kg BB terlihat ukuran pulau
Langerhans yang hampir sama dengan kelompok normal, namun diduga masih
terjadi pengurangan jumlah sel (deplesi) dan didiagnosis terjadi peningkatan
aktivitas sel α pankreas.

1 1
2
2
1
2

(a) (b) (c)

1
2
2

(d) (e)
Gambar 5 Kondisi histopatologi pankreas. (a) normal; (b) kontrol positif; (c)
kontrol negatif; (d) ekstrak daun surian dosis 200 mg/kg BB; (e)
ekstrak daun surian dosis 400 mg/kg BB. Pewarnaan HE perbesaran
200x. Keterangan: (1) Folikel pankreas, (2) Pulau Langerhans

PEMBAHASAN

Rendemen dan Komponen Seyawa Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Surian

Rata-rata rendemen ekstrak pada penelitian ini dikoreksi dengan kadar air
berdasarkan penelitian Manurung (2016) sebesar 8.90% pada simplisia daun
surian yang sama, sehingga rata-rata rendemen yang diperoleh sebesar 25.47%.
Persentase nilai rendemen ini tidak jauh berbeda dengan nilai rendemen pada
penelitian Monisa (2016) dan Manurung (2016) secara berturut-turut sebesar
21.90% dan 22.54%. Menurut Tiwari et al. (2011) parameter dasar yang
mempengaruhi kualitas ekstrak yaitu bagian tanaman yang digunakan, pelarut dan
prosedur ekstraksi, sedangkan perbedaan persentase ketiga rendemen tersebut
dapat disebabkan variasi metode selama proses ekstraksi berlangsung. Selain itu,
diketahui bahwa banyaknya rendemen menunjukkan korelasi positif dengan
jumlah senyawa aktif yang terekstrak (Ichsan 2011).
Menurut Salamah dan Widyasari (2015) serta Shams et al. (2015) hasil
ekstraksi juga dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti proses pengadukan, jumlah
14

dan lama ekstraksi serta tingkat kepolaran pelarut. Pemilihan pelarut etanol 70%
didasarkan pada penelitian Falah et al. (2015) yang melaporkan senyawa aktif
pada daun surian lebih bersifat polar, dengan komponen fitokimia terbesarnya
yaitu asam galat dan rutin (Liu et al. 2015). Golongan senyawa yang cenderung
bersifat polar dapat larut dengan baik dalam pelarut yang juga memiliki sifat polar
(Shams et al. 2015), di samping itu konsentrasi komponen flavonoid lebih tinggi
dalam etanol 70% dibandingkan etanol absolut (Tiwari et al. 2011)
Selain itu dilakukan juga analisis senyawa fitokimia yang terkandung
dalam ekstrak etanol daun surian. Ekstrak ini memberikan hasil positif pada uji
flavonoid, tanin, saponin, hidrokuinon, steroid dan glikosida (Tabel 1). Namun
demikian, hasil positif pada penelitian ini menunjukkan sedikit perbedaan dengan
hasil penelitian Monisa (2016), Manurung (2016) Falah et al. (2015) dan Negi et
al. (2011). Uji alkaloid dan triterpenoid pada penelitian ini memberikan hasil
negatif, sedangkan pada penelitian sebelumnya melaporkan adanya golongan
alkaloid dan triterpenoid pada daun surian. Perbedaan kandungan metabolit
sekunder dalam suatu tanaman dapat disebabkan kondisi agrobiofisik tempat
tumbuh tanaman (Falah et al. 2015), faktor umur tanaman, kultivar, kondisi
ekologi (Centinkaya dan Kulak 2016) maupun variasi metode yang dilakukan
selama proses ekstraksi (Tiwari et al. 2011). Hasil positif pada uji fenolik
hidrokuinon dan flavonoid membuktikan keselarasan dengan penelitian Liu et al.
(2015) yang melaporkan bahwa kandungan fitokimia terbesar dalam ekstrak
etanol daun surian yaitu asam galat dan rutin.
Berdasarkan penelitian Chen et al. (2009) diketahui senyawa asam galat
dalam ekstrak daun surian memiliki aktivitas antikanker, adapun Yang et al.
(2014) melaporkan 5 jenis flavonol dan 3 senyawa turunan asam galat yang
diisolasi dari daun surian berpotensi sebagai antioksidan. Selain itu, menurut
Zhang dan Jiang (2012) golongan flavonoid dalam tanaman surian diketahui
mampu mereduksi glukosa darah pada mencit yang diinduksi streptozotosin dan
penelitian Zhang et al. (2016) membuktikan bahwa isolasi kuersetin dari daun
surian mampu mengurangi hiperglikemia dan melindungi sel hepatosit pada
mencit yang diinduksi aloksan dan diberi pakan tinggi lemak/karbohidrat yang
diindikasikan dengan menurunnya kadar enzim aspartat/alanin trasnferase dalam
hati.

Profil Bobot Badan Tikus

Penurunan bobot badan merupakan salah satu indikasi penyakit diabetes


melitus. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengamatan bobot badan tikus selama
perlakuan berlangsung. Merujuk pada Gambar 1, terlihat peningkatan bobot badan
pada semua kelompok selama 1 minggu masa aklimatisasi. Peningkatan signifikan
sebesar 8.67% terjadi pada kelompok ekstrak 400 mg/kg BB, hal tersebut
mengindikasikan bahwa tikus pada semua kelompok berada dalam kondisi yang
sehat dan normal (Prabowo 2012) serta memiliki kemampuan adaptasi yang baik
terhadap lingkungannya (Rahmi 2014). Terjadi penurunan bobot badan pada
semua kelompok di hari ke-2 setelah induksi STZ. Kelompok normal yang juga
mengalami penurunan bobot badan dapat disebabkan induksi buffer sitrat yang
memicu stres pada tikus (Rahmi 2014). Peningkatan bobot badan pada kelompok
ini terjadi sampai akhir perlakuan, peningkatan tersebut mengindikasikan aktivitas
15

tikus kembali sehat dan normal setelah induksi buffer sitrat, meskipun
peningkatan yang terjadi tidak signifikan pada taraf nyata 5%.
Penurunan bobot hingga akhir masa perlakuan (H16) pada semua
kelompok perlakuan selain kelompok normal, disebabkan induksi STZ. Hal ini
sesuai dengan penelitian Udo et al. (2013) dan Hasibuan et al. (2016) bahwa
terjadi penurunan bobot badan pada tikus diabetes hingga akhir perlakuan. Induksi
streptozotosin menyebabkan terganggunya produksi dan sekresi insulin sehingga
menghambat proses masuknya glukosa ke dalam jaringan dan salah satunya
berdampak pada penurunan bobot badan yang signifikan (Chandramohan et al.
2008; Hussan et al. 2013). Penurunan bobot badan terjadi karena peningkatan
katabolisme protein akibat defisiensi karbohidrat sebagai sumber energi sehingga
berdampak pada kurangnya massa otot (Chandramohan et al. 2008; Latha dan
Daisy 2011; Hussan et al. 2013). Mobilisasi asam lemak berlebih dari jaringan
adiposa juga diketahui menjadi salah satu faktor berkurangnya bobot badan,
sedangkan gejala poliuria pada penderita diabetes yang dapat menyebabkan
dehidrasi menjadi faktor lain yang berperan dalam penurunan bobot badan tikus
diabetes (Okon et al. 2012).
Penurunan signifikan dari hari ke-2 hingga ke-16 setelah perlakuan terdapat
pada kelompok kontrol negatif dan ekstrak 200 mg/kg BB, dengan persentase
penurunan secara berturut-turut sebesar 16.81 dan 15.07%. Hal ini menunjukkan
masih terjadinya pengaruh induksi zat diabetogenik pada tikus (Prabowo 2012).
Selain itu, pemberian ekstrak etanol daun surian dosis 200 mg/kg BB hingga akhir
perlakuan tidak mampu menekan penurunan bobot badan tikus setelah diinduksi
STZ. Profil bobot badan tikus kelompok kontrol positif dan ekstrak 400 mg/kg
BB menunjukkan hasil berbeda dari 2 kelompok lainnya. Persentase penurunan
bobot badan kelompok ini lebih rendah dindingkan dengan kelompok kontrol
negatif dan ekstrak 200 mg/kg BB. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
pemberian glibenklamid mampu menekan penurunan bobot badan pada tikus
yang diinduksi STZ, sedangkan kelompok ekstrak 400 mg/kg BB memiliki nilai
penurunan bobot badan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok
kontrol negatif dan ekstrak 200 mg/kg BB, namun efek pemberian ekstrak etanol
daun surian dosis 400 mg/kg BB untuk menekan penurunan bobot badan tikus
diabetes tidak sebaik efek pemberian antidiabetika oral glibenklamid.

Profil Konsumsi Pakan Tikus

Pengukuran konsumsi pakan dilakukan dengan menghitung selisih jumlah


pakan yang diberikan dan sisa pakan setelah ditimbang (Ching 2010). Kondisi
hiperglikemia pada tikus diabetes umumnya disertai dengan penyusutan bobot
badan, polifagia, polidipsia dan poliuria (Nagarchi et al. 2015). Oleh sebab itu,
pengukuran kosumsi pakan dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian STZ
maupun pemberian ekstrak etanol daun surian pada tikus.
Perubahan konsumsi pakan setiap minggu ditunjukkan pada Gambar 2.
Rata-rata konsumsi pada minggu ke-0 (masa aklimatisasi) berada pada rentang
11.43-16.43 g dan konsumsi pakan semua kelompok selain kelompok normal
meningkat pada minggu ke-1 sehingga berada pada rentang 11.39-17.00 g.
Konsumsi pakan 4 kelompok tersebut kembali meningkat pada minggu terakhir
perlakuan, sehingga rataan konsumsi pakan berada pada rentang 12.61-20.00 g,
16

sedangkan rata-rata konsumsi pakan pada kelompok normal relatif stabil dari
minggu ke-0 hingga minggu ke-2 perlakuan. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Udo et al. (2013) dan Okon et al. (2012) yaitu konsumsi pakan pada tikus diabetes
akibat induksi aloksan maupun STZ semakin meningkat hingga akhir perlakuan.
Peningkatan konsumsi pakan secara terus menerus pada tikus diabetes
akibat induksi STZ diduga karena terganggunya produksi dan sekresi insulin
(Mohan et al. 2013). Menurut Woods dan D’Alessio (2008) menurunnya
persinyalan insulin ataupun leptin di otak membuat saraf yang mengatur jumlah
konsumsi menjadi kurang sensitif terhadap sinyal yang mengatur rasa kenyang
dan sebagai akibatnya terjadi pengaturan homeostasis dengan cara peningkatan
konsumsi untuk tetap menjaga homeostasis energi dalam tubuh. Berdasarkan hal
tersebut dapat dikatakan induksi STZ yang menyebabkan terganggunya produksi
dan sekresi insulin sehingga berdampak pada peningkatan nafsu makan. Selain itu,
Kumar (1999) melaporkan homeostasis glukosa dalam tubuh diregulasi oleh
hipotalamus yang dibuktikan dengan teraktivasinya Ventromedial Hypotalamic
(VMH) sebagai pusat pengatur rasa kenyang dan terhambatnya aktivasi Lateral
Area Hypotalamic (LHA) sebagai pusat pengatur konsumsi ketika glukosa
ditambahkan secara intravena. Namun demikian, pada penderita diabetes, glukosa
dalam tubuh tidak mampu berpindah ke dalam sel di VMH sehingga terjadi
aktivasi LHA yang mengakibatkan peningkatan nafsu makan (Okon et al. 2012).

Kadar Glukosa Darah Tikus

Pengukuran kadar glukosa darah bertujuan menganalisis potensi ekstrak


etanol daun surian terhadap penurunan kadar glukosa darah pada tikus yang diberi
perlakuan diabetes. Pengukuran kadar glukosa darah awal dilakukan untuk
memastikan tikus memiliki kadar glukosa normal (normoglikemia), hal tersebut
dibuktikan dengan rata-rata kadar glukosa darah awal pada semua kelompok
berada pada rentang 75.33-84.33 mg/dL (Gambar 3). Menurut Kusumawati
(2004) kadar glukosa darah normal tikus berkisar antara 50-135 mg/dL.
Peningkatan glukosa darah pada kelompok perlakuan terjadi setelah 48 jam
induksi streptozotosin. Streptozotosin (STZ) merupakan agen diabetogenik yang
mampu mendegenerasi sel β pankreas (Akbarzadeh et al. 2007), sehingga sel β
mengalami kerusakan yang berdampak pada ketidakseimbangan kadar glukosa
dan insulin (Szkudelski 2001). Penggunaan STZ pada penelitian ini didasarkan
pada kelebihan STZ dalam keberhasilannya menginduksi diabetes dibandingkan
aloksan (Goud et al. 2015).
Peningkatan kadar glukosa darah yang signifikan pada hari ke-0 hingga
ke-2 terdapat pada kelompok kontrol negatif dan ekstrak 200 mg/kg BB. Menurut
Wu dan Huan (2008) kadar glukosa darah puasa pada tikus diabetes yaitu >150
mg/dL. Selain itu, peningkatan kadar glukosa darah kelompok kontrol negatif
terjadi terus menerus, hingga akhir masa perlakuan rata-rata kadar glukosa darah
kelompok ini mencapai 402.33 mg/dL. Hal tersebut membuktikan bahwa induksi
STZ menyebabkan hiperglikemia yang kuat bahkan hingga 3 minggu setelah
induksi STZ kadar glukosa darah dapat mencapai 300-600 mg/dL (Wu dan Huan
2008). Selain kontrol negatif, terdapat kontrol positif yang diberi perlakuan
dengan glibenklamid. Glibenklamid merupakan salah satu golongan sulfonilurea
yang mampu menstimulasi sekresi insulin yang tersimpan pada sel β pankreas
17

yang masih berfungsi (BPOM 2010). Kemampuan antidiabetika oral ini


dibuktikan dengan penurunan kadar glukosa darah pada kelompok kontrol positif,
hingga pada akhir perlakuan rata-rata kadar glukosa darah menjadi 221 mg/dL.
Namun demikian, kadar glukosa darah kelompok ini belum termasuk ke dalam
rentang normal dan penurunannya tidak signifikan pada taraf nyata 0.05.
Liu et al. (2015) melaporkan bahwa kandungan terbesar dari ekstrak etanol
daun surian adalah asam galat (golongan fenolik) dan rutin (golongan flavonoid).
Sementara itu, Zhang dan Jiang (2012) melaporkan golongan flavonoid pada
tanaman surian mampu mereduksi kadar glukosa darah pada mencit yang
diinduksi STZ dan penelitian Zhang et al. (2016) membuktikan bahwa kuersetin
yang merupakan golongan utama flavonoid dalam daun surian mampu
mengurangi hiperglikemia dan melindungi hepatosit pada mencit yang diinduksi
aloksan dan pemberian pakan tinggi karbohidrat/lemak. Namun demikian, pada
penelitian ini penggunaan ekstrak etanol daun surian dengan dosis 200 mg/kg BB
tidak mampu mengurangi hiperglikemia pada tikus diabetes. Hal tersebut
dibuktikan dengan peningkatan kadar glukosa darah dari 48 jam setelah induksi
STZ hingga 16 hari setelahnya meskipun dilakukan pemberian ekstrak etanol
daun surian dengan dosis 200 mg/kg BB. Kondisi diabetes yang terus berlangsung
hingga akhir perlakuan juga dibuktikan dengan penurunan bobot badan tikus yang
signifikan selama hari ke-2 hingga ke-16 perlakuan (Gambar 1).
Ekstrak etanol daun surian dengan dosis 400 mg/kg BB menurunkan kadar
glukosa sebesar 26.62% hingga hari ke-9 setelah induksi STZ, meskipun
penurunan glukosa tidak signifikan pada taraf nyata 0.05. Persentase penurunan
ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol positifnya yang mampu
mereduksi kadar glukosa sebesar 29.45%, namun masih lebih tinggi jika
dibandingkan dengan penelitian Safithri dan Fahma (2008) yang melaporkan
pemberian ekstrak air sirih merah dengan dosis 3.22 g/kg BB p.o mampu
mereduksi kadar glukosa sebesar 23.61% selama 10 hari. Namun demikian,
kembali terjadi peningkatan kadar glukosa hingga hari ke-16 setelah perlakuan
pada tikus kelompok ekstrak 400 mg/kg BB dan menurut statistika terjadi
peningkatan yang signifikan di hari ke-2 hingga akhir perlakuan pada kelompok
tersebut. Peningkatan tersebut melebihi kadar glukosa setelah 48 jam induksi STZ.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, ekstrak etanol daun surian dosis 400 mg/kg BB
diduga hanya mampu menurunkan kadar glukosa darah pada 7 hari pertama
setelah pemberian secara oral. Hal tersebut didukung dengan peningkatan kadar
glukosa yang signifikan hingga akhir perlakuan.
Peningkatan kadar glukosa darah setelah 7 hari pemberian ekstrak 400
mg/kg BB diduga akibat efek prooksidan yang dapat muncul karena tingginya
konsentrasi dan lamanya waktu pemberian ekstrak. Hal ini dibuktikan pada
penelitian Ferraresi et al. (2005), pemberian kuersetin pada sel U937 yang diamati
dalam waktu 6 jam menunjukkan efektivitas antioksidan, sedangkan pemberian
kuersetin yang diamati dalam waktu 12 jam menghilangkan kemampuan
antioksidan dari kuersetin dan menimbulkan efek prooksidan. Selain itu, menurut
Eghbaliferiz dan Iranshahi (2016) efek antioksidan dari golongan senyawa fenolik
maupun flavonoid dapat berubah menjadi prooksidan dalam beberapa kondisi
yaitu tingginya konsentrasi fenolik yang diberikan, pH dan terdapatnya logam
transisi. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa tikus kelompok ekstrak 400 mg/kg
BB masih dalam kondisi diabetes hingga akhir masa perlakuan. Dugaan tersebut
18

diperkuat dengan penurunan bobot badan pada hari ke-2 hingga hari ke-16
(Gambar 1) dan kondisi polifagia hingga akhir perlakuan.
Ekstrak etanol daun surian dosis 200 dan 400 mg/kg BB dapat dikatakan
tidak mampu mengatasi kondisi hiperglikemia pada tikus yang diinduksi STZ.
Kadar glukosa darah tikus yang tinggi (>300 mg/dL) di hari terakhir perlakuan
pada kedua kelompok tersebut membuktikan bahwa tikus masih dalam kondisi
diabetes. Selain itu, kadar glukosa darah >300 mg/dL pada tikus memperkuat
dugaan bahwa kondisi tikus masih dalam pengaruh STZ, karena pengaruh STZ
bahkan hingga 3 minggu setelah induksi mampu membuat kadar glukosa dapat
mencapai 300-600 mg/dL (Wu dan Huan 2008).

Kadar Insulin Tikus

Zat diabetogenik bekerja dengan mendegenerasi sel β pankreas, sehingga


sel β mengalami kerusakan yang berdampak pada defisiensi insulin (Akbarzadeh
et al. 2007). Pengukuran kadar insulin dilakukan untuk mengetahui pengaruh
perlakuan terhadap semua kelompok uji, data tersebut disajikan pada Gambar 4.
Kadar insulin serum pada hari terakhir perlakuan untuk kelompok normal, kontrol
positif dan ekstrak 400 mg/kg BB berada pada rentang 0.153-0.163 mIU/mL,
sedangkan untuk kelompok kontrol negatif dan ekstrak 200 mg/kg BB yaitu 0.213
dan 0.183 mIU/mL. Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa kadar
insulin kelompok kontrol positif dan ekstrak 400 mg/kg BB hampir sama dengan
kadar insulin serum kelompok normal yaitu 0.163 ± 0.02 mIU/mL. Hasibuan et al.
(2016) melaporkan bahwa kadar insulin normal tikus sekitar 6.85 µg/mL atau
setara dengan 0.1506 mIU/mL dan kadar insulin serum kelompok kontrol negatif
dan ekstrak 200 mg/kg BB berada diatas kadar normal insulin. Namun demikian,
perbedaan kadar insulin antar kelompok tersebut tidak memiliki perbedaan nyata
berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%.
Insulin merupakan hormon polipeptida yang disekresi oleh kelenjar
endokrin pankreas (Okon et al. 2012). Sinyal insulin terbentuk ketika kadar
glukosa tinggi melebihi kebutuhan, hal tersebut menyebabkan sel menerima
kelebihan glukosa dari darah dan mengubahnya ke dalam bentuk glikogen (di hati
dan otot) dan triasilgliserol (di jaringan adiposa) untuk disimpan. Selain bekerja
langsung pada hati, jaringan adiposa dan otot untuk mengubah metabolisme
karbohidrat dan lipid, insulin diketahui secara tidak langsung dapat bekerja pada
otak untuk meregulasi konsumsi maupun homeostasis energi. Hormon ini bekerja
dengan reseptor insulin di hipotalamus untuk menginhibisi konsumsi (Nelson dan
Cox 2008). Oleh sebab itu insulin diketahui sebagai pengatur sinyal ‘kenyang’
pada hipotalamus (Woods dan D’Alessio 2008).
Menurut Nelson dan Cox (2008) kadar glukosa darah yang meningkat
akan menyebabkan peningkatan sekresi insulin. Pelepasan insulin diregulasi oleh
kadar glukosa dalam darah pada pankreas. Glukosa di dalam sel β terlebih dahulu
diubah menjadi glukosa 6-fosfat dan memasuki siklus glikolisis yang
menghasilkan ATP. Peningkatan ATP memicu penutupan saluran K+ di membran
plasma. Hal tersebut menyebabkan depolarisasi membran sehingga saluran Ca2+
terbuka lalu meningkatkan konsentrasi Ca2+ di sitosol dan pada akhirnya memicu
eksositosis insulin. Pelepasan insulin akan berkurang bahkan terhenti dengan
penurunan kadar glukosa. Kadar insulin serum yang tinggi pada kelompok kontrol
19

negatif dan ekstrak 200 mg/kg BB diduga untuk mencapai homeostasis glukosa
darah dalam tubuh.
Selain dikaitkan dengan kegagalan pada sekresi ataupun mekanisme kerja
insulin, diabetes melitus dapat ditandai dengan hiperglikemia, polidipsia, poliuria
dan polifagia (Petel et al. 2015). Setelah 48 jam diinduksi STZ sampai hari
terakhir perlakuan, tikus uji mengalami gejala-gejala diabetes seperti
hiperglikemia, penurunan bobot badan, polifagia, polidipsia dan poliuria. Selain
itu, kondisi histopatologi pankreas dan kadar AST/ALT pada hati juga dapat
dijadikan parameter lain untuk mengetahui kondisi diabetes pada tikus.
Streptozotosin diketahui masuk ke dalam pankreas melalui GLUT2 (Goud et al.
2015). Selain pada pankreas, GLUT2 tersebut terdapat pada hati dan ginjal,
sehingga STZ juga diduga berdampak pada organ hati/ginjal.
Penelitian Mohan et al. (2013) menjelaskan bahwa terjadi peningkatan
kadar AST/ALT yang signifikan pada tikus yang diinduksi STZ, peningkatan
tersebut merepresentasikan kerusakan hati yang terjadi setelah induksi STZ.
Kadar AST dan ALT pada tikus yang diinduksi STZ di hari ke-16 perlakuan
sangat tinggi yaitu 528.76 U/L dan 258.80 U/L jika dibandingkan dengan
kelompok normal yang memiliki kadar AST/ALT sebesar 174.07 U/L dan 78.03
U/L. Selain itu, tikus yang diberi perlakuan dengan ekstrak etanol daun surian
dosis 200 dan 400 mg/kg BB memiliki kadar AST/ALT yang hampir sama dengan
kontrol negatifnya. Tikus yang diberi dosis 200 mg/kg BB memiliki kadar
AST/ALT sebesar 402.62 U/L dan 171 U/L, sedangkan untuk pemberian dosis
400 mg/kg BB memberikan hasil AST/ALT sebesar 473.30 U/L dan 229.50 U/L.
Kadar AST/ALT kedua kelompok perlakuan tersebut juga lebih tinggi dari kontrol
positif (Maulana 2016, komunikasi pribadi). Berdasarkan data-data tersebut dapat
diketahui bahwa tikus setelah diberi ekstrak daun surian masih mengalami
diabetes akibat induksi STZ hingga hari ke-16 perlakuan.

Histopatologi Pankreas Tikus

Kondisi histopatologi pankreas tikus untuk semua kelompok perlakuan


dapat dilihat pada Gambar 5. Pengamatan terhadap pulau Langerhans dinilai perlu
dilakukan karena hormon peptida termasuk insulin disekresikan oleh sel pankreas
(pulau Langerhans), dan sekresi ataupun mekanisme insulin ini berkaitan dengan
kondisi diabetes (Nelson dan Cox 2008). Selain itu, pengamatan kondisi pankreas
bertujuan menganalisis efek induksi STZ serta pemberian ekstrak etanol daun
surian dosis 200 dan 400 mg/kg BB. Pengamatan dilakukan dengan pewarnaan
Haematoxylin-Eosin (HE), dengan pewarnaan ini pulau Langerhans terlihat lebih
pucat dibandingkan sel acinar sehingga mudah dibedakan (Ching 2010).
Gambar 5a menunjukkan kondisi pulau Langerhans yang baik dan
memiliki ukuran yang besar sehingga mudah untuk diamati, sedangkan pada
kelompok kontrol negatif (Gambar 5c) terlihat ukuran pulau Langerhans yang
lebih kecil dibandingkan dengan kelompok normal. Nekrosis pulau Langerhans
pada kelompok kontrol negatif merupakan akibat dari induksi STZ 40 mg/kg BB.
Menurut Nagarchi et al. (2015) induksi STZ dengan dosis 40 mg/kg BB secara
intraperitonial pada tikus wistar dewasa dapat mengakibatkan degenerasi islet
Langerhans β pankreas dan menyebabkan diabetes pada 48-72 jam setelahnya.
Namun demikian, pemberian glibenklamid dengan dosis 5 mg/kg BB p.o pada
20

tikus yang diinduksi STZ mampu mengurangi nekrosis pada pulau Langerhans
sehingga ukurannya hampir sama dengan kelompok normal (Gambar 5b). Hasil
ini sesuai dengan penelitian Falah et al. (2010) bahwa pemberian glibenklamid
secara oral pada tikus yang diinduksi aloksan mampu memperbaiki nekrosis pulau
Langerhans.
Ekstrak etanol daun surian diketahui mengandung senyawa golongan
flavonoid dan fenolik. Menurut Safithri dan Fahma (2008) senyawa flavonoid
yang terkandung dalam P. crocatum berpotensi sebagai antihiperglikemia dengan
mekanisme regenerasi sel β pankreas, sedangkan senyawa asam galat (golongan
senyawa fenolik) pada ekstrak buah T. bellerica menyebabkan regenerasi pada sel
β pankreas dan menormalisasi parameter biokimia terkait diabetes melitus pada
tikus yang diinduksi STZ (Latha dan Daisy 2011). Selain itu, kedua golongan
senyawa tersebut diketahui memiliki kemampuan sebagai antioksidan (Yang et al.
2014). Menurut Patel et al. (2015), regenerasi sel β pankreas dapat dilakukan
dengan mengurangi stress oksidatif pada sel akibat induksi STZ, salah satunya
dengan menggunakan senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan.
Namun demikian, pada penelitian ini ekstrak etanol daun surian dosis 200
diketahui tidak memiliki aktivitas antidiabetogenik dan ekstrak etanol daun surian
dosis 400 mg/kg BB tidak efektif sebagai agen antidiabetogenik, hal ini
dibuktikan dengan kondisi histopatologi pulau Langerhans kelompok ekstrak
etanol daun surian dosis 200 mg/kg BB yang berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan kelompok normal, sedangkan pemberian ekstrak etanol
daun surian dosis 400 mg/kg BB menunjukkan kondisi yang lebih baik
dibandingkan kelompok ekstrak 200 mg/kg BB, namun diduga masih terjadi
peningkatan aktivitas sel α. Hasil tersebut diperkuat dengan parameter lain terkait
kondisi diabetes lainnya. Kedua kelompok ini masih menunjukkan gejala
hiperglikemia, polifagia, polidipsia, poliuria dan penurunan bobot badan yang
cukup signifikan hingga akhir perlakuan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstrak etanol daun surian setelah dikoreksi dengan kadar airnya


menghasilkan rendemen sebesar 25.47%. Selain itu, analisis senyawa fitokimia
ekstrak etanol daun surian memberikan hasil positif pada golongan senyawa
flavonoid, fenolik hidrokuinon, tanin, saponin, steroid dan glikosida. Namun
demikian, ekstrak etanol daun surian dosis 200 mg/kg BB pada penelitian ini tidak
memiliki aktivitas antidiabetes, sedangkan ekstrak etanol daun surian dengan
dosis 400 mg/kg BB tidak efektif sebagai agen antidiabetogenik pada tikus yang
diinduksi streptozotosin.

Saran

Penetuan dosis efektif ataupun kombinasi dengan tanaman yang memiliki


aktivitas antihiperglikemia perlu dilakukan untuk memperoleh aktivitas
antidiabetes yang baik. Selain itu, perlu dilakukan analisis kondisi pankreas
21

dengan teknik imunohistokimia ataupun immunofluoresens serta pengukuran


massa maupun volume sel β pankreas agar secara spesifik terlihat perbedaan
antara sel α dan β pankreas.

DAFTAR PUSTAKA

[ADA] American Diabetes Association. 2010. Diagnosis and classification of


diabetes mellitus. Diabetes Care. 33(1): S62-S69.
Akbarzadeh A, Norouzian D, Mehrabi MR, Jamshidi S, Farhangi A, Verdi AA,
Mofidian SMA, Rad BL. 2007. Induction of diabetes by streptozotocin in
rats. Indian Journal of Clinical Biochemistry. 22(2): 60-64.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan, Republik Indonesia. 2004.
Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta (ID): BPOM RI.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2010. Antidiabetika oral. Info
POM. 9(5): 1-12.
Centinkaya H, Kulak M. 2016. Relationship between total phenolic, total
flavonoid and oleuropein in different aged olive (Olea europaea L.)
cultivar leaves. African Journal of Traditional Complementary Altrenative
Medical. 13(2): 81-85. http://dx.doi.org/10.4314/ajtcam.v13i2.10.
Chandramohan G, Ignacimuthu S, Pugalendi KV. 2008. A novel compound from
Casearia esculenta (Roxb.) root and its effect on carbohydrate
metabolism in streptozotocin-diabetic rats. European Journal of
Pharmacology. 590: 437-443.
Cheng KW, Yang RY, Tsou SCS, Lo CSC, Ho CT, Lee TC, Wang M. 2009.
Analysis of antioxidant activity and antioxidant constituents of Chinese
toon. Journal of Functional Foods I. 253-259.
Cing JM. 2010. Potensi antihiperglikemia ekstrak kulit kayu mahoni (Swietenia
macrophylla King) pada tikus yang diinduksi aloksan. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Eghbaliferiz S, Iranshahi M. 2016. Prooxidant activity of polyphenols, flavonoids,
anthocyanins and carotenoids: Updated review of mechanisms and
catalyzing metals. Phytotherapy Research. DOI: 10.1002/ptr.5643.
Falah S, Haryadi D, Kurniatin PA, Syaefudin. 2015. Komponen fitokimia ekstrak
daun suren (Toona sinensis) serta uji sitotoksisitasnya terhadap sel vero
dan MCF-7. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 13(2): 174-180.
Falah S, Safithri M, Katayama T, Suzuki T. 2010. Hypoglycemic effect of
mahogany (Swietenia macrophylla King) bark extracts in alloxan-
induced diabetic rats. Wood Research Journal. 1(2): 89-102.
Ferraresi R, Troiano L, Roat E, Lugli E, Nemes E, Nasi M, Pinti M, Fernandez
MIG, Cooper EL, Cossarizza A. 2015. Essential requirement of reduced
glutathione (GSH) for the anti-oxidant effect of the flavonoid quercetin.
Free Radical Research. 39(11): 1249-1258.
22

Ghani NA, Shawkat MS, Umran MA. 2012. Effect of ethanol extract of Sesamum
indicum seeds on lipid profile in vivo. Current Research Journal of
Biological Science. 4(2): 159-163.
Goud JB, Dwarakanath, Swamy BKC. 2015. Streptozotocin-a diabetogenic agent
in animal models. International Journal of Pharmacy & Pharmaceutical
Research. 3(1): 254-269.
Harborne JB. 1987. Phytochemical Methods: A Guide to Modern Technique of
Plant Analysis. London (UK): Chapman and Hall.
Hasibuan MS, Yasni S, Bintang M, Ranti AS. Antihyperglicemic activity of Piper
crocatum leaves and Cinnamomum burmanii bark mixture exctract in
streptozotocin-induced diabetic rats. Journal Mathematics and
Fundamental Science. 48(2): 178-191.
Hussan F, Zin NNM, Zullkefli MRB, Choon YS, Abdullah NAA, Lin TS. 2013.
Piper sarmentosum water extract attenuates diabetic complications in
streptozotocin induced Sprague-Dawley rats. Sains Malaysiana. 42(11):
1605-1612.
Ichsan SA. 2011. Aktivitas ekstrak kulit kayu suren (Toona sinensis Merr.)
sebagai antioksidan dan antidiabetes secara in vitro. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
[IDF] International Diabetes Federation. 2013. IDF Diabetes Atlas 6th Ed.
Brussels: International Diabetes Federation.
[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Diabetes
Melitus Penyebab Kematian Nomor 6 di Dunia: Kemenkes Tawarkan
Solusi Cerdik Melalui Posbind [terhubung berkala].
http://www.depkes.go.id/article/print/2383/diabetes-melitus-penyebab-
kematian-nomor-6-di-dunia-kemenkes-tawarkan-solusi-cerdik-melalui-
posbindu.html (23 Maret 2016).
Kumar VM. 1999. Neural regulation of glucose homeostasis. Indian Journal
Physiology and Pharmacology. 43(4): 415-424.
Kusumawati D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Uji. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Press.
Latha RCR, Daisy P. 2011. Insulin-secretagogue, antihyperlipidemic and other
protective effects of gallic acid isolated from Terminalia bellerica Roxb.
in streptozotocin-induced diabetic rats. Chemico-Biological Interaction.
189: 112-118.
Liu HW, Huang WC, Yu WJ, Chang SJ. 2015. Toona sinensis ameliorates insulin
resistance via AMPK and PPARγ pathway. Food and Function. 1(1): 1-
25.
Malini P, Kanchana G, Rajadurai. 2011. Antibiabetic efficacy of ellagic acid in
streptozotocin induced diabetes mellitus in albino wistar rats. Asian
Journal of Pharmaceutical and Clinical Research. 4(3): 124-128.
Manurung LV. 2016. Kinetika inhibisi α-glukosidase oleh ekstrak daun surian
(Toona sinensis Roem.). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
23

Meihong X, Zhao YM, Xu , Xu Y, Li Y. 2014. Multi-generations assessment of


dietary nucleotides consumption in maternal rats. Journal of Food and
Nutrition Research. 2(11): 800-805.
Mohan Y, Jesuthankaraj GN, Thangvelu NR. 2013. Antidiabetic and antioxidant
properties of Triticum aestivum in streptozotocin-induced diabetic rats.
Advance in Pharmacological Science: 1-9.
Monisa FS. 2016. Jenis tanin, total tanin dan aktivitas penghambatan α-
glukosidase dari ekstrak daun dan kulit batang surian (Toona sinensis
Merr.). [tesis]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor.
Muntiha M. 2001. Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi dari Jaringan Hewan
dengan Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE) [terhubung berkala].
http://bbalitvet.litbang.pertanian.go.id (16 November 2016).
Nagarchi K, Ahmed S, Sabus A, Saheb SH. 2015. Effect of streptozotocin on
glucose levels in albino Wistar rats. Journal Pharmaceutical Science &
Research. 7(2): 67-69.
Negi JS, Bisht VK, Bhandari AK, Bharti MK, Sundriyal RC. 2011. Chemical and
pharmacological aspect of Toona (Meliceae). Research Journal of
Phytochemistry. 5(1): 14-21.
Nelson DL, Cox MM. 2008. Lehninger: Prinsiples of Biochemistry 5th Ed. New
York (US): WH Freeman and Company.
Okon UA, Owo DU, Udokang NE, Udobang JA, Ekpenyong CE. 2012. Oral
administration of aqueous leaf extract of Ocimum gratissimum
ameliorates polyphagia, polydipsia and weight loss in streptozotocin-
induced diabetic rats. American Journal of Medicine and Medical
Science. 2(3): 45-49.
Patel A, Kulkami PV, Shulka ST, Kulkami VH. 2015. Evaluation of Zanthoxylum
rhetsa (Roxb.) bark extract on hyperglicemia and hyperlipidemia in
streptozotocin induced rats. Spatula DD. 5(1): 51-67.
Prabowo AF. 2012. Potensi antidiabetes ekstrak kulit kayu suren (Toona sinensis)
pada tikus Sprague-Dawley yang diinduksi aloksan. [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
[QAYEE-BIO]. Rat Insulin (INS) [terhubung berkala]. www.qayeebio.com (8
November 2016).
Rahmayani I. 2015. Aktivitas antihiperglikemia sediaan emulsi nanokurkuminoid
temulawak pada tikus Sprague-Dawley yang diinduksi streptozotosin.
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rahmi H. 2014. Aktivitas ekstrak daun wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff)
dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus hiperglikemia. [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Safithri M, Fahma F. 2008. Potency of Piper crocatum decoction as an
antihiperglycemia in rat strain Sprague dawley. Hayati Journal of
Biosciences. 15(1): 45-48.
24

Safithri M. 2012. Kajian mekanisme antihiperglikemik campuran ekstrak daun


sirih merah dan kulit kayu manis yang berpotensi sebagai minuman
fungsional. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Salamah N, Widyasari E. 2015. Aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun
kelengkeng (Euphoria longan (L) Steud.) dengan metode penangkapan
radikal 2,2’-difenil-1-pikrilhidrazil. Pharmaciana. 5(1): 25-34.
Shams KA, Azim NS, Saleh IA, Hegazy ME, Missiry MM, Hammouda FM. 2015.
Green technology: Economically and evironmentally innovative methods
for extraction of medicinal & aromatic plants (MAP) in Egypt. Journal
Chemical & Pharmaceutical Research. 7(5): 1050-1074.
Szkudelski T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in B cell
of the rat pancreas. Physiology Research. 50:536-546.
Tiwari P, Kumar B, Kaur M, Kaur G, Kaur H. 2011. Phytochemical screening and
extraction: A review. Internationale Pharmaceutica Sciencia. 1(1): 98-106.
toon. Journal of Functional Foods. 1: 253-259.
Udo NV, Akpan PU, Ofem OE, Effiom OE. 2013. Crude Aloe vera gel reverses
polyphagia, polydipsia, hyperglycemia and increases body weight in
alloxan - induced diabetic rats. British Journal of Medicine & Medical
Research. 3(4): 2306-2316.
Wang PW, Tsai MJ, Hsu CY, Wang CY, Hsu HK, Weng CF. 2008. Toona
sinensis Roem (Melicieae) leaf extract alleviates hyperglicemia via
altering adipose glucose transporter 4. Food and Chemical Toxicology.
46: 2554-2560.
Woods SC, D’Alessio DA. 2008. Central control of body weight and appetite.
Journal Clinical of Endocrinology Metabolism. 93(1): S37-S50.
Wu KK, Huan Y. 2008. Streptozotocin-induced diabetic models in mice and rats.
Current Protocols in Pharmacology. DOI:
10.1002/0471141755.ph0547s40.
Yang H, Gu Q, Gao T, Wang X, Chue P, Wu Q, Jia X. 2014. Flavonols and
derivatives of gallic acid from young leaves of Toona sinensis (A. Juss.)
Roemer and evaluation of their anti-oxidant capacity by chemical methods.
Pharmacognosy Magazine. 10(38): 185-190.
Zhang TT, Jiang JG. 2012. Active ingredients of traditional Chinese medicine in
the treatment of diabetes and diabetic complications. Expert Opinion
Investigation Drugs. 21(11): 1625-1642.
Zhang Y, Dong H, Wang M, Zhang J. 2016. Quercetin isolated from Toona
sinensis leaves attenuates hyperglycemia and protects hepatocytes in high-
carbohydrate/high-fat diet and alloxan induced experimental diabetic mice.
Journal of Diabetes Research. 1-10. DOI: 10.1155/2016/8492780.
25

LAMPIRAN
25
26

Lampiran 1 Bagan alir penelitian


Adaptasi tikus Sprague-
Dawley
Simplisia daun surian
(40-60 mesh)

Pengamatan bobot badan


dan konsumsi pakan masa
adaptasi
Ekstraksi menggunakan
Analisis fitokimia
pelarut etanol teknis 70%
ekstrak
dengan metode maserasi

Induksi streptozotosin
pada tikus Sprague-
Dawley
Pencekokan sesuai
kelompok perlakuan tikus
Cek glukosa darah

Serum darah Organ pankreas

Analisis kadar insulin Histopatologi pankreas

Analisis data
27

Lampiran 2 Bagan alir perlakuan antihiperglikemia dengan ekstrak daun surian


pada tikus Srague-Dawley yang diinduksi streptozotosin

15 Tikus Sprague-Dawley

Adaptasi tikus selama 1 minggu


Cek glukosa
darah H0
Induksi STZ dosis 40 mg/kg BB
Cek glukosa
darah H2

3 tikus 3 tikus 3 tikus 3 tikus 3 tikus


(Normal) (K+) (K-) (E200) (E400)

Cek glukosa darah Diberi ekstrak etanol daun surian


H9 & 16 dosis 200 & 400 mg/kg BB

Terminasi

Pengambilan darah dari Pengambilan organ


vena porta hepatica pankreas

Sentrifugasi 4000 rpm 10 pankreas


menit

Histopatologi pankreas
Serum
darah

Analisis kadar insulin


serum darah tikus Analisis data
28

Lampiran 3 Rendemen ekstrak etanol daun surian


Rendemen
Bobot simplisia (g) Bobot ekstrak (g) Rendemen (%)
terkoreksi (%)
60.0024 11.4985 19.16 21.12
60.0024 16.3472 27.24 30.02
a
Rata-rata ± SD 23.20 ± 5.71 25.47 ± 6.27
a
Rata-rata ± SD; n = 2

Lampiran 4 Bobot badan tikus selama masa adaptasi dan perlakuan


Bobot badan (g)
Kelompok
H-8 H-1 H+2 H+9 H+16
177 187 182 185 183
Normal 217 218 208 217 222
202 223 205 206 213
Rata-rata ± 198.67 ± 209.33 ± 198.33 ± 202.67 ± 206.00 ±
SD 20.21 19.50 14.22 16.26 20.42
235 227 215 188 172
K(-) 229 245 206 190 176
242 266 263 248 221
Rata-rata ± 235.33 ± 246.00 ± 228.00 ± 208.67 ± 189.67 ±
SD 6.51 19.25 30.64 34.08 27.21
183 193 166 157 147
K(+) 200 210 199 192 199
208 195 189 199 189
Rata-rata ± 197.00 ± 199.33 ± 184.67 ± 182.67 ± 178.33 ±
SD 12.77 9.29 16.92 22.50 27.59
237 269 238 206 201
E200 183 203 171 161 140
225 277 281 257 245
Rata-rata ± 215.00 ± 249.67 ± 230.00 ± 208.00 ± 195.33 ±
SD 28.35 40.61 55.43 48.03 52.73
223 245 206 185 170
E400 231 252 214 203 189
215 230 205 199 194
Rata-rata ± 223.00 ± 242.33 ± 208.33 ± 195.67 ± 184.33 ±
SD 8.00 11.24 4.93 9.45 12.66

Lampiran 5 Rata-rata bobot badan tikus masa adaptasi dan perlakuan


Rata-rata bobot badan (g)a
Kel
H-8 H-1 H2 H9 H16
N 198.67 ± 20.21a 209.33 ± 19.50a 198.33 ± 14.22a 202.67 ± 16.26a 206.00 ± 20.42a
K(-) 235.33 ± 6.51ab 246.00 ± 19.25b 228.00 ± 30.64ab 208.67 ± 34.08ab 189.67 ± 27.21a
K(+) 197.00 ± 12.77a 199.33 ± 9.29a 184.67 ± 16.92a 182.67 ± 22.50a 178.33 ± 27.59a
E200 215.00 ± 28.35a 249.67 ± 40.61a 230.00 ± 55.43a 208.00 ± 48.03a 195.33 ± 52.73a
E400 223.00 ± 8.00c 242.33 ± 11.24d 208.33 ± 4.93bc 195.67 ± 9.45ab 184.33 ± 12.66a
a
Rata-rata ± SD, n = 3; nilai yang diikuti indeks huruf yang sama pada baris yang sama
menunjukkan hasil tidak berbeda nyata pada taraf nyata 95% (p > 0.05) (ANOVA,Duncan)
29

Lampiran 6 Perbedaan rata-rata bobot badan tikus selama perlakuan


Perubahan bobot badan (%)a
Kelompok
H-8-H-1 H-1-H2 H2-H9 H2-H16
N 5.37 -5.25 2.18 3.87
K(-) 4.53 -7.32 -8.48* -16.81*
K(+) 1.18 -7.36 -1.08 -3.43
E200 16.12 -7.88 -9.57* -15.07*
E400 8.67 * -14.03* -6.08 -11.52
a
Nilai penurunan rata-rata bobot badan (%); angka yang diikuti tanda (*) menunjukkan perubahan
yang signifikan pada taraf nyata 95% (p < 0.05); tanda (-) menunjukkan penurunan

Lampiran 7 Hasil analisis beda nyata dengan uji Duncan

NORMAL
HARI_PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05
1
H2 3 198.33
H_8 3 198.67
H9 3 202.67
H16 3 206.00
H_1 3 209.33
Sig. .511
POSITIF
HARI_PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05
1
H16 3 178.33
H9 3 182.67
H2 3 184.67
H_8 3 197.00
H_1 3 199.33
Sig. .240
NEGATIF
HARI_PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05
1 2
H16 3 189.67
H9 3 208.67 208.67
H2 3 228.00 228.00
H_8 3 235.33 235.33
H_1 3 246.00
Sig. .068 .126
30

lanjutan lampiran 7..


DE2
HARI_PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05
1
H16 3 195.33
H9 3 208.00
H_8 3 215.00
H2 3 230.00
H_1 3 249.67
Sig. .213
DE4
HARI_PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
H16 3 184.33
H9 3 195.67 195.67
H2 3 208.33 208.33
H_8 3 223.00
H_1 3 242.33
Sig. .180 .139 .092 1.000

Lampiran 8 Hasil analisis paired T-test data bobot badan

NORMAL
T df Sig. (2-tailed)

Pair 1 H_8 - H_1 -1.844 2 .206


Pair 2 H_1 - H2 2.905 2 .101
Pair 3 H2 - H9 -1.803 2 .213
Pair 4 H9 - H16 -1.222 2 .346
Pair 5 H2 - H16 -2.041 2 .178
NEGATIF
t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 H_8 - H_1 -1.109 2 .383


Pair 2 H_1 - H2 1.664 2 .238
Pair 3 H2 - H9 5.029 2 .037
Pair 4 H9 - H16 4.701 2 .042
Pair 5 H2 - H16 9.178 2 .012
31

lanjutan lampiran 8..


POSITIF
t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 H_8 - H_1 -.304 2 .790


Pair 2 H_1 - H2 2.316 2 .147
Pair 3 H2 - H9 .332 2 .772
Pair 4 H9 - H16 .765 2 .524
Pair 5 H2 - H16 1.000 2 .423
DE200
t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 H_8 - H_1 -3.714 2 .065


Pair 2 H_1 - H2 1.661 2 .239
Pair 3 H2 - H9 3.422 2 .076
Pair 4 H9 - H16 2.735 2 .112
Pair 5 H2 - H16 18.679 2 .003
DE400
T df Sig. (2-tailed)

Pair 1 H_8 - H_1 -8.845 2 .013


Pair 2 H_1 - H2 7.540 2 .017
Pair 3 H2 - H9 2.873 2 .103
Pair 4 H9 - H16 3.564 2 .070
Pair 5 H2 - H16 3.318 2 .080

Nilai p < 0.05, maka terdapat perbedaan signifikan


32 32

Lampiran 9 Konsumsi pakan tikus selama masa adaptasi dan perlakuan


Konsumsi pakan (g)
Kelompok M1 M2 M3
H-7 H-6 H-5 H-4 H-3 H-2 H-1 H+3 H+4 H+5 H+6 H+7 H+8 H+10 H+11 H+12 H+13 H+14 H+15
10 7 8 10 10 11 7 7 7 6 10 5 8 11 9 8 10 7 6
Normal 15 18 15 18 15 4 13 12 16 13 12 11 14 20 15 11 18 13 12
15 14 14 15 15 16 13 15 16 13 13 13 14 20 15 15 14 11 12
Rerata/minggu ± SD 12.52 ± 1.41 11.39 ± 2.82 12.61 ± 2.65
15 20 2 12 15 20 14 20 20 16 16 18 20 20 20 20 20 20 20
K (-) 13 12 11 13 8 15 17 3 11 16 20 20 20 20 20 20 20 20 20
15 20 20 20 20 20 20 17 15 18 16 20 20 20 20 20 20 20 20
Rerata/minggu ± SD 15.33 ± 2.47 17.00 ± 2.49 20.00 ± 0.00
7 3 9 8 7 9 10 8 0 8 11 8 8 16 4 11 12 15 13
K (+) 13 9 15 8 15 15 14 16 13 12 3 11 13 20 13 20 19 13 16
11 16 9 20 14 13 15 19 19 20 20 19 18 20 20 20 7 20 20
Rerata/minggu ± SD 11.43 ± 1.27 12.56 ± 1.62 15.50 ± 2.50
18 17 20 16 18 20 13 10 20 20 20 10 15 8 20 20 20 20 20
E200 14 11 14 5 14 14 16 6 20 3 1 20 9 20 14 11 20 20 20
15 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Rerata/minggu ± SD 16.43 ± 1.54 15.22 ± 2.79 18.50 ± 1.76
15 11 15 14 16 17 13 11 15 16 20 16 20 20 20 20 20 20 20
E400 14 17 14 14 10 16 16 7 15 18 17 18 17 20 20 18 20 20 20
11 15 9 15 15 14 13 14 15 20 20 20 7 20 20 20 20 20 20
Rerata/minggu ± SD 14.00 ± 0.94 15.89 ± 3.10 19.89 ± 0.27
33

Lampiran 10 Glukosa darah tikus selama perlakuan


Kelompok H0 H+2 H+9 H+16
89 92 108 146
Normal 69 105 93 143
68 67 83 97
Rata-rata ± SD 75.33 ± 11.85 88.00 ± 19.31 94.67 ± 12.58 128.67 ± 27.47
77 248 308 347
K (-) 86 375 428 486
76 338 348 374
Rata-rata ± SD 79.67 ± 5.51 320.33 ± 65.32 361.33 ± 61.10 402.33 ± 73.70
87 354 431 354
K (+) 72 167 137 125
70 450 117 185
Rata-rata ± SD 76.33 ± 9.29 323.67 ± 143.92 228.33 ± 175.80 221.33 ± 118.74
54 340 344 372
E200 70 287 151 293
129 259 511 409
Rata-rata ± SD 84.33 ± 39.50 295.33 ± 41.14 335.33 ± 180.16 358.00 ± 59.25
75 341 235 416
E400 72 357 253 425
98 181 157 256
Rata-rata ± SD 81.67 ± 14.22 293.00 ± 97.32 215.00 ± 51.03 365.67 ± 95.08

Lampiran 11 Rata-rata kadar glukosa darah tikus selama perlakuan


Rata-rata glukosa darah (mg/dL)a
Kel
H0 H2 H9 H16
Normal 75.33 ± 11.85a 88.00 ± 19.31a 94.67 ± 12.58ab 128.67 ± 27.47b
K (-) 79.67 ± 5.51a 320.33 ± 65.32b 361.33 ± 61.10b 402.33 ± 73.70b
K (+) 76.33 ± 9.92a 323.67 ± 143.92a 228.33 ± 175.80a 221.33 ± 118.74a
E200 84.33 ± 39.50a 295.33 ± 41.14b 335.33 ± 180.16b 358.00 ± 59.25b
E400 81.67 ± 14.22a 293.00 ± 97.32ab 215.00 ± 51.03bc 365.67 ± 95.08c
a
Rata-rata ± SD; n = 3; nilai yang diikuti indeks huruf yang sama pada baris yang sama
menunjukkan hasil tidak berbeda nyata pada taraf nyata 95% (p > 0.05) (ANOVA,Duncan)

Lampiran 12 Perbedaan rata-rata glukosa darah selama perlakuan


Perubahan kadar glukosa darah (%)a
Kelompok
H0-H2 H2-H9 H2-H16
Normal 16.81 7.58 46.21*
K(-) 302.09* 12.80 25.60
K(+) 324.02 -29.45 -31.62
E200 250.20* 13.54 21.22
E400 258.78 -26.62 24.80*
a
Nilai penurunan rata-rata kadar glukosa darah (%); angka yang diikuti tanda (*) menunjukkan
penurunan yang signifikan pada taraf nyata 95% (p < 0.05); tanda (-) menunjukkan penurunan
34

Lampiran 13 Hasil analisis tes normalitas glukosa darah


Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
NORMAL .166 12 .200* .885 12 .101
NEGATIF .215 12 .131 .870 12 .065
*
DE2 .141 12 .200 .955 12 .717
*
DE4 .124 12 .200 .930 12 .385
*
SQRT_POSITIF .186 12 .200 .876 12 .078

Nilai p > 0.05, maka dapat dikatakan data memiliki sebaran yang normal

Lampiran 14 Hasil analisis homogenitas glukosa darah


Levene Statistica df1 df2 Sig.
NORMAL 1.787 3 8 .227
NEGATIF 2.766 3 8 .111
POSITIF 3.497 3 8 .070
DE2 2.167 3 8 .170
a
Nilai p > 0.05, data dapat dikatakan homogen

Statistica df1 df2 Sig.


Welchb 13.454 3 3.571 .020
DE4
Brown-Forsytheb 8.310 3 5.099 .021
b
Nilai p < 0.05, data dapat dikatakan homogen

Lampiran 15 Hasil analisis beda nyata Duncan


NORMAL
HARI_PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05
1 2
H0 3 75.33
H2 3 88.00
H9 3 94.67 94.67
H16 3 128.67
Sig. .263 .058
35

lanjutan lampiran 15..


NEGATIF
HARI_PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05
1 2
H0 3 79.67
H2 3 320.33
H9 3 361.33
H16 3 402.33
Sig. 1.000 .135
POSITIF
HARI_PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05
1
H0 3 76.33
H16 3 221.33
H9 3 228.33
H2 3 323.67
Sig. .057
DE2
HARI_PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05
1 2
H0 3 84.33
H2 3 295.33
H9 3 335.33
H16 3 358.00
Sig. 1.000 .478
DE4
HARI_PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
H0 3 81.67
H9 3 215.00 215.00
H2 3 293.00 293.00
H16 3 365.67
Sig. .056 .227 .258
36

Lampiran 16 Hasil analisis paired T- test glukosa darah


NORMAL
t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 H0 - H2 -1.080 2 .393


Pair 2 H2 - H9 -.714 2 .549
Pair 3 H9 - H16 -3.213 2 .085
Pair 4 H2 - H16 -5.764 2 .029
NEGATIF
T df Sig. (2-tailed)

Pair 1 H0 - H2 -6.742 2 .021


Pair 2 H2 - H9 -2.623 2 .120
Pair 3 H9 - H16 -4.413 2 .048
Pair 4 H2 - H16 -3.525 2 .072
POSITIF
t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 H0 - H2 -2.985 2 .096


Pair 2 H2 - H9 .776 2 .519
Pair 3 H9 - H16 .167 2 .883
Pair 4 H2 - H16 1.244 2 .339
DE200
T df Sig. (2-tailed)

Pair 1 H0 - H2 -4.675 2 .043


Pair 2 H2 - H9 -.353 2 .758
Pair 3 H9 - H16 -.322 2 .778
Pair 4 H2 - H16 -1.414 2 .293
37

lanjutan lampiran 16..


DE400
t df Sig. (2-tailed)

Pair 1 H0 - H2 -3.282 2 .082


Pair 2 H2 - H9 2.888 2 .102
Pair 3 H9 - H16 -5.803 2 .028
Pair 4 H2 - H16 -31.143 2 .001
Nilai p < 0.05, terdapat perbedaan signifikan

Lampiran 17 Absorbansi pengukuran kadar insulin serum dengan metode ELISA


pada λ = 450 nm
Absorbansi Kadar insulin Kadar insulin Rata-rata ±
Kelompok Absorbansi
terkoreksi (µIU/mL) (mIU/mL) SD
0.098 37.788 188.939 0.189
Normal 0.067 28.394 141.970 0.142 0.163 ± 0.02
0.078 31.727 158.636 0.159
0.157 55.515 277.576 0.278
K (-) 0.213 ± 0.06
0.095 36.727 183.636 0.184
0.090 35.364 176.818 0.177
0.098 37.788 188.939 0.189
K (+) 0.058 25.515 127.576 0.128 0.160 ± 0.03
0.081 32.485 162.424 0.162
0.116 43.242 216.212 0.216
E200 0.084 33.545 167.727 0.168 0.183 ± 0.03
0.083 33.242 166.212 0.166
0.074 30.515 152.576 0.153
E400 0.058 25.667 128.333 0.128 0.153 ± 0.03
0.091 35.667 178.333 0.178

Contoh perhitungan:

mIU absorbansi-intersep μIU mIU


Insulin ( )=( ) × FP ×
mL slope mL 1000μIU

0.098+0.0267 μIU mIU


( ) ×5× = 0.189
0.0033 mL 1000μIU
38

Lampiran 18 Kurva standar insulin

0,7

0,6

0,5
Kadar isulin (µIU/mL)

y = 0,0033x - 0,0267
0,4 R² = 0,9974

0,3

0,2

0,1

0
0 50 100 150 200 250
-0,1
Konsentrasi (µIU/mL)

Lampiran 19 Hasil analisis uji normalitas data insulin serum


Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
H16 .214 15 .062 .876 15 .042
Nilai p > 0.05, data dapat dikatakan data tersebar normal

Lampiran 20 Hasil analisis homogenitas data insulin serum


Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.735 4 10 .219
Nilai p > 0.05, data dapat dikatakan data homogen

Lampiran 21 Hasil analisis beda nyata dengan uji Duncan

KELOMPOK N Subset for alpha = 0.05


1
POSITIF 3 .15300
DE2 3 .15967
NEGATIF 3 .16333
NORMAL 3 .18333
DE4 3 .21300
Sig. .082
39

Lampiran 22 Contoh perhitungan rendemen ekstrak, rendemen terkoreksi,


volume cekok dosis ekstrak 200 dan 400 mg/kg BB
a. Rendemen ekstrak
bobot ekstrak (g)
Rendemen (%) = × 100%
bobot simplisia (g)

11.4985
= ×100% = 19.16%
60.0024

b. Rendemen ekstrak terkoreksi


bobot ekstrak (g)
Rendemen terkoreksi(%) = ( ) × 100%
(bobot simplisia (g) ×(1-%kadar air))

11.4985 (g)
= ( ) × 100%=21.03%
(60.0024 ×(1-8.8959%))

c. Dosis 200 mg/kg BB


BB = 200 g
Ekstrak yang harus dicekok = 0.2 kg × 200 mg/kg = 40 mg
1.25 g
[Ekstrak] = = 0.05 g/L = 50 mg/mL
25 mL
50 mg 40 mg
Volume ekstrak yang dicekok = =
mL x
40
x= = 0.8 mL
50

Dosis 400 mg/kg BB


BB = 200 g
Ekstrak yang harus dicekok = 0.2 kg × 400 mg/kg = 80 mg
2.5 g
[Ekstrak] = = 0.1 g/L = 100 mg/mL
25 mL
100 mg 80 mg
Volume ekstrak yang dicekok = =
mL x
80
x= = 0.8 mL
100
40

Lampiran 23 Komponen senyawa fitokimia ekstrak etanol daun surian


Sampel
Senyawa fitokimia Kontrol positif
(ekstrak etanol daun surian)
Alkaloid

Dragendorf
Tapak dara
-
Meyer

Tapak dara
-
Wagner

Tapak dara
-
Fenol hidrokuinon

++ Kayu manis
Flavonoid

+++ Meniran
Tanin

+++ Teh
Saponin

++ Kumis kucing
Steroid

++ Katuk
Triterpenoid

- Rimpang kunyit
41

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Juni 1994 dari pasangan Iwan
Nirwansyah dan Mariniati. Penulis terlahir sebagai anak tunggal. Pendidikan
penulis dimulai di TK Aisiyah Muhammadiyah Jakarta. Tahun 2000-2006 penulis
menempuh pendidikan di SDN Cigombong 02, melanjutkan pendidikan ke SMPN
1 Cigombong dari tahun 2006-2009, kemudian pada tahun 2009-2012 penulis
menempuh pendidikan di SMAN 1 Cigombong. Penulis kembali melanjutkan
studinya pada tahun 2012 di Institut Pertanian Bogor dan diterima sebagai
mahasiswa pada departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam melalui jalur SNMPTN Undangan.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai staff divisi Research and
Education Himpunan profesi Community of Research and Education in
Biochemistry (CREBs) tahun 2014-2015. Penulis pada tahun 2014-2015 berhasil
lolos pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian (PKM-P) oleh Dikti
dengan judul Sediaan Farmasi Nanopartikel Selaginella doederleinii Berbasis
Teknik Inhalasi Sebagai Media Pengobatan Praktis Kanker Paru-Paru, sehingga
pada tahun tersebut dilakukan publikasi artikel pada seminar internasional
Workshop and International Seminar on Science of Complex Natural System (ISS-
CNS) dengan judul artikel ilmiah Nanoparticles of Selaginella doederleinii Leaves
Extract Inhibit Human Lung Cancer Cells A549. Selain itu, pada tahun 2015
penulis menjadi finalis paper pada MIPA Youth Scientist Challenge (EXPLO
Science) FMIPA IPB dengan judul Nanopartikel Salitsang (Salep Kulit Pisang)
Sebagai Solusi Pengobatan Katarak Yang Praktis Dan Ekonomis dan juga
melakukan praktik lapangan di Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB serta menulis
laporan ilmiah dengan judul Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Berbagai
Tanaman Biofarmaka dengan Metode 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH).

Anda mungkin juga menyukai