Anda di halaman 1dari 9

Patofisiologi Partus Preterm

Penyebab persalinan preterm multifaktorial dan dapat saling berinteraksi satu sama
lain. Patogenesis persalinan preterm belum diketahui dengan pasti dan sering tidak jelas
apakah persalinan preterm mempresentasikan aktivasi idiopatik awal dari persalinan normal
atau merupakan akibat dari mekanisme patologis. Berikut beberapa alur yang umum terjadi
pada persalinan preterm:
Aktivasi aksis hypothalamic–pituitary–adrenal (HPA) janin atau ibu: stres
Stres yang didefinisikan sebagai tantangan baik psikologis atau fisik, yang
mengancam atau yang dianggap mengancam homeostasis pasien, akan mengakibatkan
akitivasi prematur hypothalamic–pituitary–adrenal (HPA) janin atau ibu. Stres semakin
diakui sebagai faktor risiko penting untuk persalinan preterm. Beberapa penelitian telah
menemukan 50% hingga 100% kenaikan angka kelahiran preterm berhubungan dengan stres
pada ibu, dan biasanya merupakan gabungan dari berbagai peristiwa kehidupan, kecemasan,
atau depresi. Neuroendokrin, kekebalan tubuh, dan proses perilaku (seperti depresi) telah
dikaitkan dengan persalinan preterm terkait stres. Namun, proses yang paling penting, yang
menghubungkan stres dan kelahiran preterm ialah neuroendokrin, yang menyebabkan
aktivasi prematur aksis HPA. Proses ini dimediasi oleh corticotrophin-releasing hormone
(CRH) plasenta. Penelitian in vitro pada sel plasenta manusia menunjukan CRH dilepaskan
dari kultur sel plasenta manusia dalam dosis yang sesuai responnya terhadap semua efektor
biologi utama stres, termasuk kortisol, katekolamin, oksitosin, angiotensin II, dan interleukin-
1 (IL-1). Dalam penelitian in vivo juga ditemukan hubungan yang signifikan antara stres
psikososial ibu dan kadar CRH, ACTH, dan kortisol plasma ibu. Beberapa penelitian
menghubungkan kadar awal CRH plasma ibu dengan waktu persalinan. Hobel dkk.
melakukan penilaian kadar CRH serial selama kehamilan dan menemukan bahwa
dibandingkan dengan wanita yang melahirkan aterm, wanita yang melahirkan preterm
memiliki kadar CRH yang meningkat secara signifikan, dengan mempercepat peningkatan
kadar CRH selama kehamilan. Selain itu, mereka menemukan bahwa tingkat stres psikososial
ibu pada pertengahan kehamilan secara
Gambar 1 Alur yang umum terjadi pada persalinan preterm
signifikan dapat memprediksi besarnya peningkatan CRH ibu di antara pertengahan
kehamilan dan setelahnya.
Data ini menunjukan bahwa hubungan antara stres psikologis ibu dan prematuritas
dimediasi oleh peningkatan prematur dari ekspresi CRH plasenta. Pada persalinan term,
aktivasi CRH plasenta sebagian besar didorong oleh aksis HPA janin dalam suatu feedback
positif pada pematangan janin. Pada persalinan preterm, aksis HPA ibu dapat mendorong
ekspresi CRH plasenta. Stres pada ibu, tanpa adanya penyebab persalinan preterm lainnya,
seperti infeksi akan menyebabkan peningkatan efektor biologi dari stres termasuk kortisol
dan epinefrin, yang mengaktifkan ekspresi CRH plasenta. CRH plasenta, pada gilirannya,
dapat menstimulasi janin untuk mensekresi kortisol dan dehydroepiandrosterone synthase
(DHEA-S) (melalui aktivasi aksis HPA janin) dan menstimulasi plasenta untuk mensintesis
estriol dan prostaglandin, sehingga mempercepat persalinan preterm.
Stres dapat berkonstribusi pada peningkatan angka kejadian persalinan preterm di
antara orang Afrika-Amerika di Amerika serikat. Asfiksia dapat mewakili hasil akhir yang
umum pada berbagai alur yang meliputi stres, perdarahan, preeklampsia, dan infeksi. Asfiksia
memainkan peranan penting dalam persalinan preterm, bayi lahir mati, dan perkembangan
neonatal yang merugikan. Asfiksia kronik yang berhubungan dengan insufisiensi sirkulasi
uteroplasenta dapat terjadi pada infeksi plasenta seperti malaria, atau penyakit ibu (seperti
diabetes, preeklamsia, hipertensi kronik), dan ditandai oleh aktivasi aksis HPA janin dan
berikutnya kelahiran preterm.
Infeksi dan inflamasi
Patogenesis dari persalinan preterm masih belum dimengerti dengan benar. Namun,
infeksi tampaknya menjadi penyebab tersering dan paling penting dalam persalinan preterm.
Meskipun demikian, patogenesis infeksi hingga menyebabkan persalinan preterm pun hingga
kini belum jelas benar, namun diduga berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh, dan diawali
oleh aktivasi fosfolipase A2 yang dihasilkan oleh banyak mikroorganisme. Fosfolipase A2
akan memecah asam arakidonat dari selaput amnion janin, sehingga asam arakidonat bebas
meningkat untuk sintesis prostaglandin. Selain itu, endotoksin (lipopolisakarida) bakteri
dalam cairan amnion akan merangsang sel desidua untuk menghasilkan sitokin dan
prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan. Berbagai sitokin, termasuk
interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan tumour necrosis factor (TNF) adalah produk
sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan preterm. Sementara itu, platelet activating factor
(PAF) yang ditemukan dalam cairan amnion terlibat secara sinergik pada aktivasi jalinan
sitokin tadi. PAF diduga dihasilkan oleh paru dan ginjal janin. Oleh karenanya, janin
tampaknya memainkan suatu peran yang sinergik untuk inisiasi kelahiran preterm yang
disebabkan oleh infeksi bakterial. Secara teleologis, hal ini kemungkinan menguntungkan
bagi janin yang ingin melepaskan dirinya dari lingkungan yang terinfeksi.
Endotoksin mikroba dan proinflammantori sitokin akan merangsang produksi
prostaglandin, mediator inflammatory lainnya, serta matrix-degrading enzymes.
Prostaglandin akan merangsang kontraksi uterus, dan berperan dalam mengatur metabolisme
matriks ekstraselular yang terkait dengan pematangan serviks saat dimulainya persalinan,
sedangkan degradasi dari matriks ekstraselular pada membran amnion akan menyebabkan
ketuban pecah dini yang kemudian menyebabkan persalinan preterm.
Endotoksin mikroba akan merangsang produksi progesteron melalui pemecahan asam
arakidonat, dan bersama sitokin akan meningkatkan ekspresi PGHS-2 (prostaglandin H
synthase), dan menghambat aktivasi PGDH (15-OH prostaglandin dehydrogenase).
Meningkatnya PGHS-2 akan menstimulasi sintesis prostaglandin. Sedangkan downregulation
PGDH akan meningkatkan ratio prostaglandin (PG) terhadap prostaglandin metabolite
(PGM), yang akan meningkatkan aktivitas uterus, pematangan serviks, dan rupturnya
membran amnion.
Sumber infeksi yang telah dikaitkan dengan kelahiran prematur meliputi infeksi
intrauterin, infeksi saluran kelamin, infeksi sistemik ibu, bakteriuria asimptomatik, dan
periodontitis ibu.11 Mikroorganisme yang umum dilaporkan pada rongga amnion adalah
genital Mycoplasma spp, dan Ureaplasma urealyticum. Beberapa mikroorganisme yang
umum pada saluran genitalia bawah, seperti Streptococcus agalactiae, jarang tampak pada
rongga amnion sebelum selaput amnion pecah. Rongga amnion biasanya steril dari bakteri,
dan adanya bakteri yang jumlahnya cukup signifikan pada membran amnion diduga melalui
mekanisme sebagai berikut:
1. Secara ascending dari vagina dan serviks
2. Penyebaran secara hematogen melalui plasenta
3. Penggunaan alat saat melakukan prosedur invasif
4. Penyebaran secara retrograde melalui tuba fallopi.
Dari beberapa cara yang telah disebutkan di atas, cara yang paling umum ialah penyebaran
secara ascending dari vagina dan serviks. Hal ini dapat ditunjukkan oleh suatu kondisi yang
disebut vaginosis bakterialis, yang merupakan sebuah kondisi ketika flora normal vagina
predominan-laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksida digantikan oleh bakteri
anaerob, Gardnerella vaginalis, spesies Mobilunkus, atau Mycoplasma hominis. Keadaan ini
telah lama dikaitkan dengan ketuban pecah dini, persalinan preterm, dan infeksi amnion,
terutama bila pada pemeriksaan pH vagina lebih dari 5,0.
Gambar 2 Jalur masuknya kuman penyebab infeksi

Perdarahan desidua (Decidual hemorrhage/thrombosis)


Perdarahan desidua dapat menyebabkan persalinan preterm. Lesi vaskular dari
plasenta biasanya dihubungkan dengan persalinan preterm dan ketuban pecah dini. Lesi
plasenta dilaporkan 34% dari wanita dengan persalinan preterm, 35% dari wanita dengan
ketuban pecah dini, dan 12% kelahiran term tanpa komplikasi. Lesi ini dapat
dikarakteristikan sebagai kegagalan dari transformasi fisiologi dari arteri spiralis, atherosis,
dan trombosis arteri ibu atau janin. Diperkirakan mekanisme yang menghubungkan lesi
vaskular dengan persalinan preterm ialah iskemi uteroplasenta. Meskipun patofisiologinya
belum jelas, namum trombin diperkirakan memainkan peran utama.
Terlepas dari peran penting dalam koagulasi, trombin merupakan protease multifungsi
yang memunculkan aktivitas kontraksi dari vaskular, intestinal, dan otot halus miometrium.
Trombin menstimulasi peningkatan kontraksi otot polos longitudinal miometrium, secara in
vitro. Baru-baru ini, observasi in vitro mengenai trombin dan kontraksi miometrium yang
diperkuat oleh penelitian in vivo menunjukan bahwa kontraksi miometrium secara signifikan
menurun dengan pemberian heparin yang diketahui merupakan inhibitor trombin. Penelitian
in vitro dan in vivo memberikan penjelasan kemungkinan mekanik mengenai peningkatan
aktivitas uterus secara klinis yang diamati pada abrupsi plasenta serta persalinan preterm
yang mengikuti perdarahan pada trimester pertama dan kedua.
Mungkin juga terdapat hubungan antara trombin dan ketuban pecah dini. Matrix
metaloproteinase (MMPs) memecah matriks ekstraseluler dari membran janin dan
choriodesidua, serta terlibat terhadap KPD, seperti dibahas di bawah ini. Secara in vitro,
trombin meningkatkan ekspresi protein MMP-1, MMP-3, dan MMP-9 pada sel-sel desidua
dan membran janin yang dikumpulkan dari kehamilan term tanpa komplikasi. Trombin juga
menimbulkan peningkatan IL-8 desidua, sebuah sitokin yang bertanggung jawab terhadap
recruitment neutrofil. Abrupsi plasenta terbuka, sebuah contoh ekstrim dari perdarahan
desidua, ditandai infiltrasi neutrofil pada desidua, sumber yang kaya protease dan MMPs. Ini
mungkin melengkapi mekanisme ketuban pecah dini (KPD) pada perdarahan desidua.

Distensi uterus yang berlebihan (uterine overdistension)


Distensi uterus yang berlebihan memainkan peranan kunci dalam memulai persalinan
preterm yang berhubungan dengan kehamilan multipel, polihidramnion, dan makrosomia.
Kehamilan multipel, sering disebabkan oleh reproduksi yang dibantu oleh tekhnologi
(assisted reproduction technologies (ART)), termasuk induksi ovulasi dan fertilisasi in vitro,
dan merupakan satu dari penyebab yang paling penting dari persalinan preterm di negara-
negara maju. Di Amerika Serikat misalnya, ART merupakan 1% dari semua kelahiran hidup,
tetapi 17% dari semua kehamilan multipel; 53% neonatus hasil dari ART pada tahun 2003
merupakan anak kembar. Mekanisme dari distensi uterus yang berlebihan hingga
menyebabkan persalinan preterm masih belum jelas. Namun diketahui, peregangan rahim
akan menginduksi ekspresi protein gap junction, seperti connexin-43 (CX-43) dan CX-26,
serta menginduksi protein lainnya yang berhubungan dengan kontraksi, seperti reseptor
oksitosin. Pada penelitian in vitro, regangan miometrium juga meningkatkan prostaglandin H
synthase 2 (PGHS-2) dan prostaglandin E (PGE). Regangan otot pada segmen menunjukan
peningkatan produksi IL-8 dan kolagen, yang pada gilirannya akan memfasilitasi pematangan
serviks. Namun, penelitian eksperimental pada hewan mengenai uterine overdistension
hingga saat ini belum ada, dan penelitian pada manusia sepenuhnya hanya berdasarkan
observasi.
Insufisiensi serviks
Insufisiensi serviks secara tradisi dihubungkan dengan pregnancy losses pada
trimester kedua, tetapi baru-baru ini bukti menunjukan bahwa gangguan pada serviks
berhubungan dengan outcomes kehamilan yang merugikan dengan variasi yang cukup luas,
termasuk persalinan preterm. Insufisiensi serviks secara tradisi telah diidentifikasi di antara
wanita dengan riwayat pregnancy losses berulang pada trimester kedua, tanpa adanya
kontraksi uterus. Terdapat lima penyebab yang diakui atau dapat diterima, yaitu: (1) kelainan
bawaan; (2) in-utero diethylstilbestrol exposure; (3) hilangnya jaringan dari serviks akibat
prosedur operasi seperti Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP) atau conization;
(4) kerusakan yang bersifat traumatis; dan (5) infeksi.
Secara tradisi, wanita dengan riwayat insufisiensi serviks akan disarankan cervical
cerclage pada awal kehamilan. Namun, kemungkinan besar, kebanyakan kasus insufisiensi
serviks merupakan rangkaian remodeling jaringan dan pemendekan serviks prematur dari
proses patofisiologi lainnya yang mana cerclage mungkin tidak selalu tepat dan lebih baik
diprediksi oleh panjang serviks yang ditentukan menggunakan ultrasonografi transvaginal.
Panjang serviks yang diukur dengan menggunakan ultrasonografi transvaginal berbanding
terbalik dengan risiko persalinan preterm. Selanjutnya, terdapat hubungan antara panjang
serviks dari kehamilan sebelumnya yang mengakibatkan persalinan preterm dengan panjang
serviks pada kehamilan berikutnya, tetapi tidak ada hubungannya antara riwayat obstetri dari
insufisiens serviks dan panjang serviks pada kehamilan berikutnya.
Data ini menunjukan bahwa insufisiensi serviks jarang terjadi, dan pemendekan
serviks lebih sering terjadi sebagai konsekuensi dari remodeling serviks prematur, hasil dari
proses patologis. Infeksi dan inflamasi mungkin memainkan peranan penting dalam
pemendekan dan dilatasi serviks prematur. Lima puluh persen dari pasien dievaluasi dengan
amniosintesis sehubungan dengan dilatasi serviks asimptomatik pada trimester kedua, dan
9% dari pasien memiliki panjang serviks < 25 mm tetapi tanpa dilatasi serviks terbukti
mengalami infeksi intraamnion. Data ini menunjukan suatu peranan penting infeksi
intraamnion yang menyebar secara ascending.
Selain berhubungan dengan beberapa hal di atas, risiko persalinan preterm juga
meningkat pada perokok. Mekanisme meningkatnya risiko persalinan preterm pada wanita
yang merokok sampai saat ini belum jelas. Terdapat lebih dari 3000 bahan kimia dalam
batang rokok, yang masing-masing efek biologisnya sebagian besar tidak diketahui. Namun,
baik nikotin dan karbon monoksida merupakan vasokonstriktor yang kuat dan dihubungkan
dengan kerusakan plasenta serta menurunnya aliran darah uteroplasenta. Kedua jalur tersebut
mengarah pada terhambatnya pertumbuhan janin dan persalinan preterm.
Lingkungan intrauterine yang buruk, seperti saat terganggunya aliran darah
uteroplasenta atau kondisi hipoksemia janin akan mengaktivasi aksis hypothalamic–
pituitary–adrenal (HPA) janin, yang ditunjukkan dengan peningkatan corticotrophin-
releasing hormone (CRH) oleh hipotalamus, yang kemudian memacu sekresi
adrenocorticotrophic hormone (ACTH) oleh hipofisis anterior. ACTH pada gilirannya akan
menyebabkan peningkatan sekresi kortisol dari korteks adrenal. Kortisol kemudian
meningkatkan ekspresi PGHS-2 (prostaglandin H synthase), dan menghambat aktivasi
PGDH (15-OH prostaglandin dehydrogenase).
Selain itu, merokok juga dihubungkan dengan respon inflammasi sistemik yang juga
dianggap dapat meningkatkan risiko persalinan preterm, melalui peningkatan produksi
sitokin.
Kerangka Teori

Faktor Iatrogenik:
Faktor Perilaku :
- Preeklamsia
- Merokok
- Perdarahan antepartum

Faktor Janin : Decidua dan Fetal


- Gemelli Membran

Faktor Maternal :
Pematangan Serviks - Usia Ibu
dan Ruptur dari - Paritas Ibu
Kontraksi Uterus - Pendidikan
membran
- Pekerjaan
- Riwayat Preterm
Sebelumnya
- Trauma
- Plasenta Previa
- Kelainan Serviks
- Malnutrisi
- Anemia
- Jarak Kehamilan
- Infeksi Intra Uterin

Persalinan Preterm
Kerangka Konsep

Usia ibu
Paritas ibu
Pendidikan
Usia Kehamilan <37
Pekerjaan
minggu
Riwayat preterm sebelumnya
Trauma
Preeklampsia

Anda mungkin juga menyukai