Anda di halaman 1dari 21

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Gaya Hidup

2.1.1. Pengertian Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan ciri pribadi yang dimiliki oleh setiap

orang. Sebagai ciri atau karakteristik, gaya hidup banyak berpengaruh

terhadap tingkah laku dalam kehidupan seseorang. Dengan kata lain,

gaya hidup merupakan disposisi atau watak yang melatarbelakangi

perilaku seseorang dalam bertindak, reaksi atau respon seseorang

terhadap diri dan lingkungan yang mempengaruhinya (Mulyono 1994

dalam Andiyani 2007).

2.1.2. Gaya Hidup Sehat

Menurut Lisnawati (2001) dalam Ilham (2012), gaya hidup sehat

menggambarkan pola perilaku sehari-hari yang mengarah pada upaya

memelihara kondisi fisik, mental dan sosial berada dalam keadaan

positif. Gaya hidup sehat meliputi kebiasaan tidur, makan,

pengendalian berat badan, tidak merokok atau minum-minuman

beralkohol, berolahraga secara teratur dan terampil dalam mengelola

stres yang dialami.

2.1.3. Gaya Hidup Tidak Sehat

Gaya hidup yang diduga berhubungan dengan kejadian tekanan

darah tinggi antara lain meliputi aktivitas fisik, asupan makan,

kebiasaan minum alkohol dan kafein. Asupan makanan berlemak,

8
9

makanan yang diawetkan. Sedangkan untuk minuman yaitu minuman

beralkohol dan minuman berkafein (Armilawati, 2007).

2.1.4. Aktivitas Fisik

Menurut Supariasa, (2001) dalam Armilawati (2007), Tekanan

darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan lebih

tinggi pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika

beristirahat. Aktivitas fisik merupakan gerakan yang dilakukan oleh

otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas

fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak,

sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi

untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan

untuk mengeluarkan sisa-sisa zat dari tubuh

Menurut Kelley (2001) dalam Armilawati (2007), Seseorang

dengan aktivitas fisik yang kurang, memiliki kecenderungan 30%-

50% terkena tekanan darah tinggi daripada mereka yang aktif.

Penelitian dari Farmingharm Study menyatakan bahwa aktivitas fisik

sedang dan berat dapat mencegah angka kejadian stroke. Selain itu,

dua meta-analisis yang telah dilakukan juga menyebutkan hal yang

serupa. Hasil analisis pertama menyebutkan bahwa berjalan kaki

dapat menurunkan tekanan darah pada orang dewasa sekitar 2%.

Analisis kedua pada 54 randomized controlled trial (RCT),

aktivitas aerobik menurunkan tekanan darah rata-rata 4 mmHg

tekanan darah sistolik dan 2 mmHg tekanan darah diastolik pada

pasien dengan dan tanpa tekanan darah tinggi (Whelton et al. 2002).
10

Peningkatan intensitas aktivitas fisik, 30–45 menit perhari, sangat

penting dilakukan sebagai strategi untuk pencegahan dan

pengelolaan tekanan darah tinggi. Olahraga atau aktivitas fisik yang

dapat membakar 800-1000 kalori (Armilawati, 2007).

2.1.5. Asupan Makanan Atau Minuman

Kebiasaan makan merupakan cara individu atau kelompok

individu memilih menu makanan dan mengkonsumsinya sebagai

tanggapan pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.

Banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan, diantaranya

adalah perbedaan etnis, tingkat sosial ekonomi, geografi, iklim,

agama, dan kepercayaan serta tingkat kemajuan teknologi. Pada

penelitian ini, kebiasaan makan yang diduga berhubungan dengan

kejadian tekanan darah tinggi adalah sering atau kurannya

konsumsi buah dan sayur, suka makanan manis, suka makanan

asin, penggemar makanan berlemak, jeroan, makanan awetan,

minuman beralkohol, dan minuman berkafein (Armilawati, 2007).

1. Konsumsi Buah dan Sayur

Menurut Dauchet et al. (2007) dalam Armilawati (2007),

meningkatkan konsumsi sayur dan buah serta penurunan konsumsi lemak

pangan, disertai dengan penurunan konsumsi lemak total dan lemak jenuh,

dapat menurunkan tekanan darah. Penemuan ini memperkuat hasil

penelitian sebelumnya, the Nurses’ Health Study and the Health

Professionals Follow-up Study groups, yang menemukan bahwa

penurunan resiko jantung koroner dan stroke berhubungan dengan


11

tingginya pola konsumsi buah, sayur, kacang-kacangan, ikan, dan padi-

padian tumbuk.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kerusakan pembuluh darah

bisa dicegah dengan mengkonsumsi antioksidan sejak dini. Dalam hal ini,

antioksidan dapat menangkap radikal bebas dan mencegah proses

kerusakan pembuluh darah. Radikal bebas merupakan suatu molekul

oksigen dengan atom pada orbit terluarnya yang memiliki elektron tidak

berpasangan. Karena kehilangan pasangannya itu, molekul lalu menjadi

tidak stabil, liar, dan radikal. Dalam hal ini, antioksidan mampu

menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektronnya

dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal

bebas yang dapat menimbulkan stress oksidatif (Armilawati, 2007).

Antioksidan terbagi atas dua jenis, yakni antioksidan endogen dan

eksogen. Antioksidan endogen berupa enzim dalam tubuh, misalnya

superoksida dismutase (SOD), glutathion, dan katalase. Sedangkan,

antioksidan eksogen mencakup beta karoten, vitamin C, vitamin E, zinc

(Zn), dan selenium (Se). Mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan

dalam porsi yang memadai akan menjadi sumber asupan antioksidan bagi

tubuh (Almatsier 2003) dalam Armilawati (2007).

Konsumsi buah dan sayur >400 gram per hari dapat menurunkan

resiko tekanan darah tinggi dengan semakin bertambahnya umur. Hal ini

tidak saja disebabkan oleh aktivitas antioksidan dalam buah dan sayur,

tetapi juga karena adanya komponen lain seperti serat, mineral kalium, dan

magnesium. Orang yang mengkonsumsi buah dan sayur biasanya memiliki


12

kebiasaan yang lebih sehat, seperti: melakukan aktivitas fisik lebih

banyak, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol; yang secara

keseluruhan dapat menurunkan resiko tekanan darah tinggi (TDS: -1.6

mmHg, P<0.02; TDD: -1.0 mmHg, P<0.005) (Dauchet et al.2007). Pasien

darah tinggi dianjurkan mengkonsumsi sayur dan buah yang mengandung

serat pangan minimal 30 mg/hari (Armilawati, 2007).

Konsumsi tinggi sayur dan buah serta rendah karbohidrat dan lemak

dapat digunakan sebagai pola makan untuk penurunan berat badan.

Penelitian yang dilakukan oleh Ledikwe et al. (2007) pada 810 orang

penderita pre tekanan darah tinggi dan tekanan darah tinggi ringan,

menemukan hubungan nyata antara konsumsi pangan yang memiliki

densitas energi rendah dengan penurunan berat badan (p<0.001). Contoh

dengan pola konsumsi rendah densitas energi dapat menurunkan asupan

energi dan menurunkan berat badan. Pola konsumsi rendah densitas energi

dapat dilakukan dengan peningkatan konsumsi buah, sayur, serat, vitamin

dan mineral (Armilawati, 2007).

Serat pangan dapat membantu meningkatkan pengeluaran kolesterol

melalui faeces dengan jalan meningkatkan waktu transit bahan makanan

melalui usus kecil. Selain itu, konsumsi serat sayuran dan buah akan

mempercepat rasa kenyang. Keadaan ini menguntungkan karena dapat

mengurangi pemasukan energi dan obesitas, dan akhirnya akan

menurunkan resiko tekanan darah tinggi (Krisnatuti & Yenrina 2005)


13

2. Konsumsi Makanan Asin dan Awetan

Makanan asin dan makanan yang diawetkan adalah makanan dengan

kadar natrium tinggi. Natrium adalah mineral yang sangat berpengaruh

pada mekanisme timbulnya darah tinggi. Makanan yang asin dan makanan

yang diawetkan biasanya memiliki rasa gurih, sehingga dapat

meningkatkan nafsu makan. Pengaruh asupan natrium terhadap tekanan

darah tinggi terjadi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan

tekanan darah (Mayasari, 2008)

Studi epidemiologi pada berbagai populasi menunjukkan adanya

peranan garam dalam kejadian tekanan darah tinggi. Masyarakat pedesaan

yang mengkonsumsi garam dalam jumlah kecil (70mEq/hari) terbukti

memiliki riwayat darah tinggi yang lebih rendah, yang mengalami

peningkatan tekanan darah seiring dengan meningkatnya umur dan

modernisasi masyarakat. Populasi lain dari 24 komunitas memiliki

kebiasaan konsumsi jumlah natrium yang berbeda, yaitu 100 mEq/24 jam,

berhubungan dengan penurunan 10 mmHg TDS pada orang dewasa

berumur 60-69 tahun. Peningkatan TDS karena penuaan (umur >30 tahun)

berkurang 9 mmHg dan peningkatan TDD berkurang 4.5 mmHg jika rata-

rata konsumsi natrium lebih rendah dari 100 mEq/ hari (Krummel 2004).

Salah satu rekomendasi pencegahan tekanan darah tinggi di Amerika

adalah dengan membatasi konsumsi garam 6 g/hari (100 mEq atau 2400

mg Na per hari) (Mayasari, 2008).


14

Sebanyak 60% populasi yang mengalami tekanan darah tinggi

esensial, memiliki tekanan darah yang responsif terhadap jumlah konsumsi

natrium. Williams (1991) menjelaskan bahwa mekanisme yang mendasari

sensitivitas garam pada beberapa pasien mungkin disebabkan oleh

beberapa hal, antara lain: ketidakmampuan ginjal untuk mengeskresikan

natrium, pengaturan sirkulasi ginjal yang tidak normal dan sekresi

aldosteron. Konsumsi natrium akan mengatur reaksi adrenal dan renal

vascular terhadap angiotensin II. Reaksi adrenal akan meningkat dan

reaksi renal vascular akan menurun dengan adanya pembatasan konsumsi

natrium (Mayasari, 2008).

3. Konsumsi Makanan Berlemak dan Jeroan

Konsumsi jenis pangan yang digoreng (deep frying) berpengaruh

meningkatnya asupan energi dari lipid. Penelitian yang dilakukan oleh

Guallar-v Castillon et al. (2007) di Spanyol menunjukkan bahwa makanan

yang berlemak berhubungan dengan obesitas 1.26 (95% CL: 1.09,1.45;

P<0.001) pada pria 1.25 (1.11,1.41; P<0.001) pada wanita dan obesitas

sentral 1.17 (1.02,1.34; P<0.001) pada pria dan 1.27 (1.13,1.42; P<0.001)

pada wanita. Makanan yang digoreng memiliki rasa yang gurih, renyah,

enak dan kaya lemak. Hal ini menyebabkan seseorang ingin makan terus

menerus, sehingga memiliki densitas energi yang tinggi dan tingkat

kepuasan yang rendah. Rendahnya tingkat kepuasan dapat berpengaruh

terhadap kemampuan respon insulin dan leptin, hormon yang

menstimulasi rasa lapar-kenyang (Mayasari, 2008).


15

Konsumsi pangan tinggi lemak juga dapat menyebabkan

penyumbatan pembuluh darah yang dikenal dengan aterosklerosis. Lemak

yang berasal dari minyak goreng tersusun dari asam lemak jenuh rantai

panjang (long-saturated fatty acid). Keberadaannya yang berlebih di

dalam tubuh akan menyebabkan penumpukan dan pembentukan plak di

pembuluh darah. Pembuluh darah menjadi semakin sempit dan

elastisitasnya berkurang. Kandungan lemak atau minyak yang dapat

mengganggu kesehatan jika mengkonsumsinya dalam jumlah yang

berlebih yaitu antara lain : kolesterol, trigliserida, low density lipoprotein

(LDL) (Mayasari, 2008).

Jeroan (usus, hati, babat, lidah, jantung, dan otak, paru) banyak asam

lemak jenuh (saturated fatty acid/ SFA). Jeroan mengandung kolesterol 4-

15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan daging. Secara umum, asam

lemak jenuh cenderung meningkatkan kolesterol darah, 25-60% lemak

yang berasal dari hewani dan produknya merupakan asam lemak jenuh.

Setiap peningkatan 1% energi dari asam lemak jenuh, diperkirakan akan

meningkatkan 2.7 mg/dL kolesterol darah, akan tetapi hal ini tidak terjadi

pada semua orang. Lemak jenuh terutama berasal dari minyak kelapa,

santan dan semua minyak lain seperti minyak jagung, minyak kedelai yang

mendapat pemanasan tinggi atau dipanaskan berulang-ulang. Kelebihan

lemak jenuh akan menyebabkan peningkatan kadar LDL kolesterol

(Mayasari, 2008).
16

4. Konsumsi Alkohol dan Kafein

Konsumsi alkohol diakui sebagai faktor penting yang berhubungan

dengan tekanan darah. Kebiasaan mengkonsumsi alkohol harus

dihilangkan untuk menghindari peningkatan tekanan darah (Hartono

2006). Jika dibandingkan dengan orang yang bukan peminum alkohol,

maka terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal tingginya tekanan

darah. Konsumsi alkohol 3 kali per hari dapat menjadi pencetus

meningkatnya tekanan darah, dan berhubungan dengan peningkatan 3

mmHg. Mengkonsumsi alkohol seharusnya kurang dari 2 kali per hari (24

oz bir, 10 oz wine, atau 2 oz whiskey murni) pada laki-laki untuk

mencegah peningkatan tekanan darah. Bagi perempuan dan orang yang

memiliki berat badan berlebih, direkomendasikan tidak lebih dari 1 kali

minum per hari. Namun akan lebih baik jika konsumsi alkohol tidak

dilakukan (Novitadjama, 2012).

Penelitian mengenai pengaruh kafein terhadap kejadian tekanan

darah tinggi belum menunjukkan hasil yang konsisten. Beberapa

penelitian menunjukkan adanya pengaruh negatif antara konsumsi kafein

dengan kejadian darah tinggi. Dua studi kohort yang dilakukan selama 15

tahun pada tahun 155 sampai 594, wanita berusia 30-55tahun dari Nurses

Health Studies (NHSs), keduanya tidak menunjukkan hubungan linear

antara konsumsi kafein dengan risiko kejadian tekanan darah tinggi.

Namun ditemukan adanya hubungan dengan pola invers U antara

konsumsi kopi dengan kejadian tekanan darah tinggi (Novitadjama, 2012).


17

Hasil tersebut juga didukung oleh penelitian kohort yang dilakukan

oleh Uiterwaal et al. (2007) yang menunjukkan adanya hubungan ”invers

U” antara jumlah kopi yang dikonsumsi dengan kejadian tekanan darah

tinggi. Seseorang yang tidak mengkonsumsi kopi memiliki resiko rendah

terkena penyakit darah tinggi daripada orang yang mengkonsumsi >3

gls/hari (OR: 0.54; 95% CI: 0.31, 0.92). Wanita yang mengkonsumsi >6

gls/hari memiliki resiko yang lebih tinggi daripada wanita yang

mengkonsumsi <3 gls/hari (OR: 0.67; 95% CI: 0.46, 0.98). Kafein

mempunyai sifat antagonis endogenus adenosin, sehingga dapat

menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan resistensi pembuluh darah

tepi. Namun dosis yang digunakan dapat mempengaruhi efek peningkatan

tekanan darah. Seseorang yang biasa minum kopi dengan dosis kecil

mempunyai adaptasi yang rendah terhadap efek kafein daripada orang

yang biasa mengkonsumsinya dengan dosis besar (Novitadjama, 2012).

5. Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor yang berkaitan dengan

peningkatan tekanan darah. Kandungan nikotin yang ada pada rokok

dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah karena nikotin akan

diserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan disebarkan oleh

pembuluh darah sehingga naik ke otak. Otak akan bereaksi terhadapa

nikotin dengan memberi sinyal kepada kelenjar adrenal untuk melepaskan

hormon adrenalin. Hormon tersebut akan mengecilkan pembuluh darah

dan memaksa jantung untuk bekerja lebih keras sehingga dapat

menyebabkan tekanan darah meningkat. Karbon monoksida yang didapat


18

dari asap rokok dapat mengakibatkan penyempitan arteri sehingga

memperlambat penyuplaian darah ke otot-otot jantung. Sebagai gantinya

jantung bekerja lebih berat dari normalnya untuk mendapatkan oksigen

sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat (Anggara, 2012).

Penelitian Aisyiah pada tahun 2009 menunjukkan 68,8% perokok

aktif menderita tekanan darah tinggi. Hal ini setara dengan penelitian yang

dilakukan Ruixing (2008), prevalensi tekanan darah tinggi lebih sering

ditemukan pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Seseorang

perokok aktif memiliki resiko 3 kali lebih besar mengalami tekanan darah

tinggi dibandingkan dengan yang bukan perokok (Chacon et al, 2008).

Penelitian lainnya yang dilakukan Halim et al. (2002) mengatakan bahwa

prevalensi tekanan darah tinggi lebih besar pada seorang perokok aktif

dibandingkan dengan yang bukan perokok (Anggara, 2012).

2.2. Konsep Hipertensi

2.2.1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi ialah gangguan yang

terjadi pada sistem peredaran darah sehingga tekanan darah menjadi

di atas normal. Menurut WHO, penyakit tekanan darah tinggi

merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih besar atau sama

dengan 160 mmHg sedangkan tekanan darah diastolik sama atau

lebih besar 95 mmHg (Anggara, 2012).


19

2.2.1. Klasifikasi Hipertensi

Menurut Yogiantoro (2008), karena setiap orang berbeda

dalam peningkatan tekanan darahnya, maka The seventh Report of

the Joint National Commite on Detection, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII) dan WHO

mengklasifikasikan darah tinggi menurut nilai tekanan darah

sebagai berikut :

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi atau Darah Tinggi menurut Joint


National Committee 7

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 120 dan < 80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi :
Derajat 1 140-159 atau 90-99
Derajat 2 >160 atau >100

2.2.2. Klasifikasi Hipertensi Menurut Penyebabnya

Sedangkan klasifikasi tekanan darah tinggi dilihat dari

penyebabnya di bagi menjadi 2 jenis yakni tekanan darah tinggi

primer dan tekanan darah tinggi sekunder:

1. Tekanan Darah Tinggi Primer (Essensial)

Menurut Bullock, 1996 dalam Yogiantoro (2008), tekanan darah

tinggi primer atau yang disebut dengan tekanan darah tinggi essensial

merupakan suatu tekanan darah tinggi yang tidak dapat diketahui

penyebabnya (Soetardjo, 2011). Sebagian besar kasus darah tinggi,

90% dari 100% kejadian darah tinggi yang terjadi yakni tekanan darah

tinggi primer. Meskipun belum diketahui penyebabnya, tekanan darah


20

tinggi ini diyakini sangat berkaitan dengan obesitas, tingginya

kolesterol seseorang, riwayat keluarga, stress kerja, dan minimnya

aktivitas fisik dan olahraga.

2. Tekanan Darah Tinggi Sekunder

Tekanan darah tinggi sekunder merupakan tekanan darah tinggi

yang faktor penyebabnya bisa diketahui. Tekanan darah tinggi ini

terkadang diakibatkan oleh gangguan penyakit spesifik lainnya,

misalnya kelainan pembuluh darah ginjal, hipertiroid, penyakit pada

kelenjar adrenal dan lainnya. Sebanyak 10% dari kejadian tekanan

darah tinggi yang ada merupakan tekanan darah tinggi sekunder

(Yogiantoro, 2008).

2.2.3. Klasifikasi Berdasarkan Tanda Gejala Hipertensi

Pembagian jenis kelompok serta tanda gejala tekanan darah tinggi

terbagi menjadi 2 yakni :

1. Tidak Ada Gejala. Tidak ada gejala spesifik yang dapat dikaitkan

dengan meningkatnya tekanan darah, selain penentuan tekanan

darah arteri dari dokter yang memeriksa. Hal ini berarti tekanan

darah tinggi arterial tidak bisa pernah terdiagnosa jika tekanan

arteri tidak terukur.

2. Gejala Yang Umum. Sering dikatakan bahwa gejala paling

umum yang menyertai penyakit tekanan darah tinggi ini yakni

nyeri kepala dan kelelahan. Dalam hal ini, gejala umum yang

bisa terjadi pada kebanyakan orang yang mempunyai tekanan


21

darah tinggi yang membutuhkan pertolongan tenaga medis

(Yogiantoro, 2008).

Kebanyakan orang yang mempunyai tekanan darah tinggi tidak

memiliki tanda atau gejala, meskipun tekanan darah mencapai

tingkat tertinggi yang dapat membahayakan kesehatan. Meskipun

pada beberapa orang dengan penyakit tekanan darah tinggi fase awal

mungkin mengalami nyeri kepala yang hebat atau beberapa orang

lainnya mengalami mimisan, tanda dan gejala ini biasanya tidak

muncul sampai tekanan darah tinggi mencapai fase yang berat

bahkan tingkat tekanan darah tinggi yang mengancam nyawa

(Hipertensi emergency). Secara umum, seseorang yang memiliki

tekanan darah tinggi nampak jelas dan sebagian besar tidak

menampakkan adanya gejala. Tapi terdapat juga gejala awal yang

bisa timbul dari tekanan darah tinggi yakni : sakit kepala, perdarahan

dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan (Yogiantoro,

2008).

2.2.4. Mekanisme Terjadinya Hipertensi

Sembilan puluh persen sampai 95% tekanan darah tinggi bersifat

esensial. Beberapa faktor diduga berperan dalam efek primer pada

tekanan darah tinggi esensial, dan mencakup beberapa hal, baik

pengaruh genetik maupun lingkungan. Penurunan ekskresi natrium

pada tekanan arteri normal bisa menjadi kejadian awal dalam tekanan

darah tinggi esensial. Penurunan ekskresi natrium selanjutnya bisa

menyebabkan peningkatan volume cairan, curah jantung, dan


22

vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah mengalami

peningkatan. Pada kondisi dimana tekanan darah yang lebih banyak

natrium akan mengimbangi asupan dan mencegah retensi cairan. Oleh

karena itu, ekskresi natrium akan berubah, tetapi tetap steady state

(penyetelan ulang natriuresis tekanan). Namun, hal ini bisa

mengakibatkan peningkatan yang stabil pada tekanan darah. Hipotesis

alternatif menyarankan bahwa pengaruh vasokonstriktif (faktor yang

memicu perubahan struktural langsung di dinding pembuluh darah

sehingga resistensi perifer meningkat) merupakan penyebab primer

tekanan darah tinggi. Tidak hanya itu, pengaruh vasokonstriktif yang

berulang dapat mengakibatkan penebalan struktural pembuluh

resistensi. Faktor lingkungan dapat diklasifikasikan melalui ekspresi

gen pada peningkatan tekanan darah. Stress, kegemukan, kebiasaan

merokok, aktivitas fisik yang kurang, dan mengkonsumsi garam

dalam jumlah banyak dapat dikategorikan sebagai faktor eksogen

dalam peningkatan tekanan darah (Yogiantoro, 2008).

2.2.5. Penyebab Hipertensi

Sembilan puluh persen sampai sembilan puluh lima persen

tekanan darah tinggi bersifat idiopatik atau sering disebut tekanan

darah tinggi esensial, yang kemungkinan mempunyai umur panjang,

pengecualiaan untuk orang yang mempunyai penyakit infark miokard,

kecelakaan serebrovaskular, atau penyakit lainnya. Selain itu, terdapat

juga jenis tekanan darah tinggi lain yang sering disebut dengan

tekanan darah tinggi sekunder, yakni tekanan darah tinggi yang


23

diakibatkan oleh gangguan organ lain. Misalnya, gangguan pada ginjal

yang dapat mengakibatkan glomerulonefritis akut, penyakit ginjal

kronis, penyakit ginjal polikistik, stenosis arteria renalis, vaskulitis

ginjal, dan tumor penghasil renin. Gangguan pada sistem endokrin

juga dapat mengakibatkan terjadinya tekanan darah tinggi pada

seseorang, diantaranya adalah hiperfungsi adrenokorteks (sindrom

Cushing, aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal kongenital,

ingesti licorice), hormon eksogen (glukokortikoid, estrogen, makanan

yang mengandung tiramin dan simpatomimetik, inhibitor monoamin

oksidase), feokrommositoma, akromegali, hipotiroidisme dan karena

adanya kehamilan. Gangguan pada sistem kardiovaskular,

peningkatan curah jantung, dan regiditas aorta juga dapat

menyebabkan tekanan darah tinggi, begitu pula dengan gangguan

neurologik seperti psikogenik, peningkatan intrakranium, apnea tidur,

dan stres akut (Yogiantoro, 2008).

2.2.6. Prinsip Penatalaksanaan Hipertensi

menurut Yogiantoro (2008), berdasarkan analisis dari berbagai

penelitian didapatkan beberapa hal yang penting dalam

penatalaksanaan tekanan darah tinggi:

1. Penurunan tekanan darah sangat penting dalam menurunkan resiko

angka kejadian penyakit jantung pada pasien tekanan darah tinggi, jadi

prioritas utama dalam terapi tekanan darah tinggi adalah mengontrol

tekanan darah agar tetap stabil.


24

2. Penelitian dikhususkan pada pengobatan tekanan darah diastolik tetapi

tekanan darah sistolik lebih sulit dikontrol dan lebih berpengaruh pada

outcome kardiovaskular.

3. Monoterapi juga jarang dapat mengontrol tekanan darah, dan banyak

pasien memerlukan lebih dari satu obat anti tekanan darah tinggi.

4. Respon terhadap anti tekanan darah tinggi adalah heterogen, beberapa

orang dengan tekanan darah tinggi mungkin akan berespon lebih baik

daripada orang yang tekanan darahnya normal.

5. Beberapa peneliti mengindikasikan bahwa penyakit komorbiditas

seperti diabetes dan kerusakan target organ seperti LVH dan CKD

mengindikasikan pemilihan obat yang spesifik dalam terapi tekanan

darah tinggi, tetapi hal ini jangan sampai menyampaikan pentingnya

mengontrol tekanan darah.

6. Penurunan tekanan darah 20/10 mmHg pada pasien darah tinggi akan

menurunkan 50% resiko kejadian penyakit jantung.

2.2.7. Komplikasi Hipertensi

Darah Tinggi dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh, baik

secara langsung maupun tidak langsung yang bisa mengenai jantung,

otak, ginjal, arteri perifer, dan mata. Beberapa penelitian mengatakan

bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat

langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek

tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1

angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric

oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan


25

bahwa diet tinggi garam sangat penting dalam munculnya kerusakan

organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat

meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β)

(Yogiantoro, 2008).

2.3. Konsep Sopir

2.3.1. Pengertian Sopir

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, sopir adalah sebuah

Nomina (kata benda) yang berarti pengemudi mobil (bemo dan

sebagainya), sedangkan bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan

keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu (Sugiono,

2008).

Jadi seseorang yang berprofesi sebagai sopir, secara harfiah

dapat diartikan sebagai pengemudi mobil yang bekerja dalam bidang

tersebut, dengan dilandasi keahlian mengemudikan mobil.

2.3.2. Pengertian Angkutan Umum.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang

Angkutan Jalan, dalam ketentuan umum disebutkan bahwa, angkutan

adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat

lain dengan menggunakan kendaraan. Sedangkan kendaraan umum

adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan

oleh umum dengan dipungut bayaran. (PP No. 41 tahun 1993)

Berdasarkan peraturan tersebut, disimpulkan bahwa, sopir

angkutan umum adalah sebuah pekerjaan berupa usaha jasa


26

pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain

dengan menggunakan kendaraan, untuk dipergunakan oleh umum

dengan dipungut bayaran.

2.3.3. Penyakit yang Rentan Dialami Supir Angkutan

Jam kerja yang tidak jelas dan kondisi jalanan Jakarta yang

diselimuti kemacetan membuat para supir angkutan umum rentan

mengidap berbagai penyakit. Sayangnya kesadaran para supir untuk

memeriksakan kondisi kesehatannya terbilang rendah. Padahal

kondisi kesehatan mereka berpengaruh dengan nyawa para

penumpang. Menurut praktisi kesehatan sekaligus presenter dr Lula

Kamal, supir angkutan umum setidaknya memiliki risiko penyakit

tidak menular yang bisa mengintai mereka secara tiba - tiba, seperti

tekanan darah tinggi dan asam urat (Nodia, 2016).

2.3.4. Gaya Hidup Sopir Angkutan Umum

Sopir merupakan kelompok masyarakat yang mensyaratkan

kondisi kesehatan yang optimal untuk dapat menjalankan

pekerjaannya. Hal ini dikarenakan sopir dituntut tetap bugar agar

dapat mengantarkan penumpangnya ke tempat tujuan. Kebiasaan

sebagian besar sopir Bus yang sering mengkonsumsi makanan

berlemak, asin, jeroan dan makanan sejenis ditempat bekerja diduga

dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit yang berpengaruh

terhasap kesehatan sopir tersebut. (Dwiriani et al, 2010).


27

2.4 Kerangka Konsep

Klasifikasi hipertensi :
- Normal = TD sistolik ≤ 120 dan diastolik ≤ 80
- Prehipertensi = TD sistolik 121-139 atau diastolik 81-89
- Hipertensi derajat 1= TD sistolik 140-159 atau diastolik 90-99
- Hipertensi derajat 2 = TD sistolik >160 atau diastolik >100
(Sumber : JNC VII)

Keterangan :

: Diteliti : Tidak Diteliti

: Ada Hubungan

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian


Hipertensi
28

2.4.1. Penjelasan Kerangka Konsep

Banyak beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seseorang sopir

terkena hipertensi atau yang sering disebut dengan tekanan darah tinggi.

Faktor tersebut antar lain stress kerja, obesitas, gangguan ginjal,

gangguan pada kardiovaskular dan gaya hidup yang tidak sehat.

Seorang sopir memiliki kebiasaan buruk dalam kehidupannya.

Meskipun tidak semua sopir memiliki hal tersebut namun banyak dari

mereka yang memiliki kebiasaan buruk tersebut. Mereka tidak

mengetahui bahwa kebiasaan yang mereka anggap hal yang wajar itu

dapat menjadikan mereka memiliki berbagai macam penyakit salah

satunya yaitu hipertensi atau tekanan darah tinggi. Kebiasaan atau gaya

hidup kurang sehat yang sering mereka lakukan yakni diantaranya

makan makanan berlemak, makan makanan yang tinggi garam,

merokok, minum kopi, dan minum alkohol. Tidak hanya itu, dilihat dari

kelebihan berat badan juga bisa menjadikan salah satu faktor penyebab

dari tekanan darah tinggi itu sendiri. Hipertensi dapat di bagi menjadi 4

fase yaitu fase normal, fase pra-hipertensi, hipertensi derajat 1 dan

hipertensi derajat 2.

2.5 Hipotesis

H1 : Ada hubungan gaya hidup sebagai sopir terhadap kejadaian

hipertensi.

H0 : Tidak ada hubungan gaya hidup sebagai sopir terhadap kejadian

hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai