Diajukan Kepada :
dr. Anik Dwiani, Sp.A
Disusun oleh :
Hanif Habibur Rohman
PRESENTASI KASUS
Disusun oleh :
Hanif Habibur Rohman
20120310059
Pembimbing
PENDAHULUAN
Demam tifoid atau typhoid adalah penyakit infeksi yang sering dicemaskan bila saat
seseoraang menderita panas. Memang setiap tifus selalu terjadi manifestasi demam tetapi
tidak semua demam harus didiagnosis demam tifoid, justru pneyebab paling sering demam
adalah infeksi virus. Deteksi dan diagnosis typoid relatif tidak mudah karena pada awalnya
manifestasi klinis penyakit ini tidak khas dan mirip berbagai penyakit lainnya. Apalagi
pemeriksaan laboratorium yang sering dipakai saat ini tidak sensitif atau sering mengalami
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica
serovar typhi (S typhi). Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C juga dapat
menyebabkan infeksi yang disebut demam paratifoid. Demam tifoid dan paratifoid termasuk
ke dalam demam enterik. Pada daerah endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah
demam tifoid. Manusia adalah satu-satunya penjamu yang alamiah dan merupakan reservoir
untuk Salmonella typhi. Bakteri tersebut dapat bertahan hidup selama berhari-hari di air
tanah, air kolam, atau air laut dan selama berbulan-bulan dalam telur yang sudah
Pada daerah endemik, infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarau atau
permulaan musim hujan. Dosis yang infeksius adalah 103-106 organisme yang tertelan secara
oral. Infeksi dapat ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses. Di
Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 3-19 tahun.
Selain itu, demam tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya
anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci
tangan, menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang air
Insidens demam tifoid menurun di USA dan Eropa dengan ketersediaan air bersih dan
sistem pembuangan yang baik yang sampai saat ini belum dimiliki oleh sebagian besar
negara berkembang. Secara keseluruhan, demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,6 juta
kasus dengan 216.500 kematian pada tahun 2010. Insidens demam tifoid tinggi (>100 kasus
per 100.000 populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan
kemungkinan Afrika Selatan; yang tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi per
tahun) di Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia
Baru); serta yang termasuk rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per tahun) di bagian
dunia lainnya
BAB II
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. L
Anamnesis
Anak datang bersama orang tua ke RSUD dengan kesadaran lemas, keluhan demam
sejak hari senin siang (hari ke 7) SMRS. Demam dirasakan naik turun dan dirasakan
sore demam naik. Selain demam, anak mengeluh sariawan (+),nyeri kepala (+) , nyeri
perut (-) dan nafsu makan menurun sejak 4 hari terakhir . Mual (-), Muntah (-) , batuk
dan pilek (-) , nyeri telan (-) ataupun riwayat kejang disangkal.. BAB terakhir sedikit
cair 1x tanpa lendir dan darah, BAK tidak ada keluhan dan nyeri (-). Pasien
pukul 22.00
1) Riwayat Imunisasi
Riwayat kejang (-), riwayat typoid (-), riwayat demam berdarah (-), riwayat
1) Ekonomi
Anak berasal dari kedua orang tua yang berkecukupan secara ekonomi . Bapak
bekerja sebagai pegawai swasta dan ibu sebagai ibu rumah tangga.
Anak tinggal bersama orang tuanya dan anak saat ini duduk di TK dan dari
rumahnya.
D. Anamnesis Sistem
2) Sistem Kardiovaskuler
Sesak (-), pucat (-), dada berdebar (-), kaki bengkak (-)
3) Sistem Respirasi
Batuk (-),pilek (-), sesak nafas (-), suara lendir (-), krepitasi (-), ronki (-), wheezing (-)
4) Sistem Urinaria
BAK (+) normal dengan warna urin jernih kekuningan tanpa rasa nyeri.
5) Sistem Gastrointestinal
6) Sistem Integumental
Turgor dan elastisitas dalam batas normal, kelainan kulit (-), ruam (-)
7) Sistem Musculoskeletal
E. Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
RR : 21 x/menit
TD : 100/70 mmHg
Status Gizi
- TB/U Normal
- BB/U Gizi Baik
A. Kepala
Bentuk : Mesocephal
Ukuran : Normochepal
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut : Pucat (-), bibir pecah-pecah (-), lidah tifoid (tepi hiperemis, tengah
putih) (+), sariawan (+) , nafas berbau (+), gusi berdarah (-)
B. Leher
C. Thoraks
Auskultasi
D. Abdomen
E. Genitalia
F. Ekstremitas
G. Kulit
Turgor kulit baik, lembab, dan tidak berwarna pucat, ruam (-)
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Diagnosis Kerja
- Cefixim 2x50 mg
- Tirah baring
I. Follow up Bangsal
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh demam berkepanjangan, ditopang dengan
bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelial atau endokardial dan invasi bakteri,
sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuclear dari hati, limpa, kelenjar limfe
usus dan peyer’s patch. Penyakit infeksi akut ini terdapat pada saluran pencernaan
dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan
gangguan kesadaran.
B. EPIDEMIOLOGI
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara
oleh infeksi sistemik Salmonela thypii. Diperkirakan angka kejadian dari 150/100.000
per tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000 per tahun di Asia. Usia penderita yang
terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91%
C. ETIOLOGI
Sebanyak 96% kasus demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, sedangkan
sisanya disebabkan oleh Salmonella paratyphi. Salmonella adalah bakteri gram negatif,
dari protein, dan envelope antigen (Vi) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai
makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel
yang dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R
yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik. Dalam serum penderita
D. PATOFISIOLOGI
Demam typoid meningkat pada musim penghujan, dan sering terjadi di negara
berkembang. Proses pencernaan makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh feses
manusia awal dari penyebaran penyakit ini. Penyakit ini juga sering ditularkan melalui
yaitu: (1) penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’s patch, (2) bakteri bertahan hidup dan
organ ekstra intestinal sistem retiukuloendotelial, (3) bakteri bertahan hidup di aliran
darah, dan (4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta
usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.
Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati.
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada
sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya
di ileum dan jejenum. Sel-sel M, sel-sel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan
tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,
mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang sampai di RES pada
organ hati dan limpa melalui sirkulasi sistemik. Salmonella typhi mengalami multiplikasi
di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati
dan limfe.
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu, maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus toraksikus masuk ke
dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dpat mencapai organ manapun, akan
tetapi tempat yang disukai Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang, kandung
empedu, dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Periode inkubasi berkisar 10-14 hari.
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang dicurigai demam tifoid sebagai diagnosanya antara lain
didapatkan onset demam yang lama, Semua pasien demam tifoid selalu menderita
demam pada awal penyakit. Demam pada tifoid mempunyai ciri khas yakni step ladder
temperature chart yang ditandai dengan demam terutama dimalam hari yang timbul
insidious, kemudian naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir
minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi dan pada minggu ke empat
demam turun perlahan kemudian lisis, kecuali apabila terjadi focus infeksi seperti
kolesistitis, abses jaringan lunak, maka demam akan tetap menetap. Pada saat demam
sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti
kesadaran berkabut, delirium, obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai apatis sampai
koma. Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise,
noreksia, nausea, mialgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Pada kasus yang
berpenampilan klinis berat, pada saat demam tinggi, anak akan tampak toksik/sakit
berat. Gejala gastrointestinal pada demam tifoid sangat bervariasi. Pada sebagian lidah
tampak kotor dengan putih ditengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan. Pasien dapat
mengeluh obstipasi, obstipasi kemudian disusul episode diare, akan tetapi mungkin pula
diikuti nyeri pada perabaan. Bronchitis dapat dijumpai. Bradikardia relatif jarang
dijumpai pada anak. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola atau
rose spot, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit, namun
hal ini jarang terjadi pada anak di Indonesia yang umumnya mempunyai kulit tidak
putih. Jika tidak terdapat komplikasi, gejala klinis akan mengalami perbaikan pada
minggu ke 2 – 4.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis demam tifoid ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam gangguan
gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, maka klinisi
dapat membuat diagnosis tersangka demam tifoid. Gejala dan tanda infeksi secara
umum muncul dalam minggu pertama. Keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi
akut pada umumnya seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun,
nyeri perut, diare atau sulit buang air beberapa hari. Gejala klinis bervariasi dari yang
ringan sampai berat dengan komplikasi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh
meningkat dan menetap. Penurunan kesadaran dapat terjadi. Ikterik dapat terjadi bila
terjadi peningkatan enzim hati. Lidah tifoid dapat ditemukan pada sebagian besar
laboratorium dapat ditemukan anemia karena adanya depresi sumsum tulang, defisiensi
Fe, ataupun perdarahan usus. Jumlah lekosit yang menurun yakni lekopeni
polimorfonuklear. Penyebab leukopenia ini belum diketahui secara jelas, tetapi diyakini
akibat replikasi kuman didalam peyer patches yang merupakan makrofag jaingan usus
sehingga tidak mampu dideteksi oleh polimorfonuklear lekosit granul seperti netrofil
batang atau segmen. Apabila terjadi abses piogenik maka jumlah leukosit dapat
meningkat mencapai 20.000-25.000 mikroliter kubik, dan juga pada anak biasanya
cenderung akan ditemukan angka leukosit yang tinggi. Penyebab lainnya bias karena
primer dan sekunder. Primer dari penyakit demam tifoid itu sendiri, sedangkan
sehingga tidak jarang terjadi limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh demam. Oleh
karena makrofag meningkat sedangkan lekosit PMN normal sampai menurun, hitung
jenis bias jadi shift to the right. Trombositopeni sering dijumpai, kadang berlangsung
beberapa minggu pada demam tifoid berat. Pemeriksaan enzim hati serum dapat
meningkat dan bilirubin sering di atas normal (tetapi tidak terlalu tinggi) sehingga dapat
menunjukkan ikterus.
widal yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatic (O), dan flagella
(H).Apabila titer O aglutinin sekali periksa menunjukkan > 1/200 atau pada titer
sepasang menujukkan kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan.
Tes Widal spesifik untuk tifoid tapi tidak reliabel. Dua serial diperlukan biasanya
dalam 10-14 hari (kebanyakan pasien tidak mau menunggu lama untuk diagnosis atau
mereka kembali sudah membaik) dan titer antibodi naik 3-4 kali diantara serial untuk
diagnostik. Paparan sebelumnya atau vaksinasi dapat menghasilkan titer yang tinggi
tanpa infeksi aktif/akut.Kenaikan titer S.thypi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer
antigen H tidak diperlukan untuk diagnosis, karena dapat tetap tinggi setelah
mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh. Pembentukan antibody
mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam atau awal minggu kedua, kemudian
meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat dan tetap tinggi
selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula akan timbul agglutinin O,
kemudian diikuti agglutinin H. Pada penderita yang sudah sembuh agglutinin O masih
tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan agglutinin H dapat menetap 9-12 bulan.
Uji widal ini pada saat ini sudah tidak digunakan lagi sebagai patokan diagnosis oleh
karena kurang dapat dipercaya sebab dapat timbul positif palsu pada daerah endemis
dan sebaliknya dapat timbul negatip palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti
Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi S.typhi dari darah. Pada dua
minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi S.typhi dari dalam darah pasien
pemeriksaan kultur dapat berupa darah, sumsum tulang, tinja dan urin. Kultur darah
dan sumsum tulang dibutuhkan untuk diagnosa tifoid, kultur tinja dibutuhkan untuk
monitoring tifoid dan juga untuk diagnosa. Biakan yang dilakukan pada urin dan
feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan spesimen yang berasal dari
aspirasi sum-sum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi. Hasil positif didapat pada
90% kasus. Isolasi S. Typhi dari sumsum tulang merupakan gold standard untuk
demam tipoid dan lebih sensitif daripada kultur darah. Terdapat sejumlah besar
bakteri yang ditemukan pada sumsum tulang, sepuluh kali lebih besar daripada darah,
dan terlindung dari antibiotik sistemik. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif
sehingga tidak digunakan dalam praktek sehari-hari. Biakan sumsum tulang ini masih
positif hingga minggu ke-4. Dengan ditemukannya jumlah bakteri pada hasil kultur
sebagai dasar untuk diagnosa. Sel darah dihancurkan oleh digitonin ( agen penghancur
yang dihasilkan oleh pertumbuhan bakteri), semakin banyak sel darah yang lisis
terdapat pada minggu pertama hingga kedua sakit dan berkurang seiring perjalanan
penyakit. Namun, kultur darah membutuhkan waktu 2-5 hari sampai teridentifikasi
tifoid, tergantung pada jumlah sampel, dan jumlah bakteri S.typhi, tipe media kultur
yang digunakan dan lamanya masa inkubasi. Faktor-faktor tersebut berperan dalam
memadai, aktivitas intrinsik bakteri dalam darah, volume darah yang diambil untuk
kultur, keberadaan antibiotik dan waktu pengambilan darah. Kultur tinja juga penting
klinis, suatu faktor resiko untuk keluarganya. Kultur tinja, digunakan media yang
pada pemeriksaan kultur tinja digunakan untuk diagnosa tifoid akut. Daerah lain bisa
dikultur tetapi tidak merupakan spesimen diagnostik rutin, seperti kultur traktus
gastrointestinal atas tetapi kurang ditoleransi untuk anak kecil karena dapat terjadi
risiko aspirasi.
Pemeriksaan Penunjang lain yang dapat dilakukan adalah serologi IgM anti
Salmonella. IgM anti salmonella atau yang dikenal dengan TUBEXR tes adalah
antigen Lipo Polisakarida bakteri Salmonella typhi dengan sensitivitas dan spesifitas
mencapai > 95% dan > 91%. Bahan yang digunakan adalah serum diperoleh dari
darah utuh yang dipisahkan setelah mengalami proses pemusingan. Serum disimpan
pada suhu -20OC sampai dilakukan analisis. Darah utuh diambil sebanyak 3 ml
kemampuannya untuk menghambat reaksi antara kedua tipe partikel reagen yaitu
(reagen warna biru) dan mikrosfer magnetic yang disensitisasi dengan LPS
magnetik, konsentrasi partikel indikator yang tersisa dalam cairan menunjukkan daya
inhibisi. Tingkat inhibisi yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi IgM
Salmonella typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan
warna akhir reaksi terhadap skala warna. Semakin merah warna yang terlihat dan
semakin negatif hasil yang didapat, sedangkan semakin biru warna yang muncul
menunjukan semakin positif hasilnya. Hasil negatif jika skor 0-2 dan positif jika skor
- Skala 2-3 adalah Negatif Borderline. Tidak menunjukkan infeksi demam tifoid.
Penggunaan antigen 09 LPS memiliki sifat- sifat seperti reliable oleh karena
imunogenik pada bayi (antigen Vi dan H kurang imu nogenik) dan merupakan
mitogen yang sangat kuat terhadap sel B, dapat menstimulasi sel limfosit B tanpa
bantuan limfosit T sehingga respon antibodi dapat terdeteksi lebih cepat,
lipopolisakarida dapat menimbulkan respon antibodi yang kuat dan cepat melalui
aktivasi sel B via reseptor sel B dan reseptor yang lain, dan angka spesifitas yang
tinggi (90%) dikarenakan antigen 09 yang jarang ditemukan baik di alam maupun
diantara mikroorganisme.
infeksi akut Salmonella, muncul pada hari ke 3 demam, sensifitas dan spesifitas
yang tinggi terhadap kuman Salmonella, sampel darah yang diperlukan relatif
Dokter Anak Indonesia yang disusun oleh : UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI.
Rekomendasi :
1. Uji baku emas diagnosis demam tifoid sampai saat ini adalah kultur. Kultur
2. Pada anak yang menderita demam ≥6 hari dengan gejala ke arah demam
saluran cerna. Pada perforasi usus akan tampak gambaran distribusi udara tak
merata, airfluid level, bayangan radiolusen didaerah hepar dan udara bebas pada
abdomen.
G. DIFERENTIAL DIAGNOSIS
Bila terdapat demam lebih dari 1 minggu sedangkan penyakit yang dapat menerangkan
penyebab tersebut belum jelas, perlulah dipertimbangkan pula selain demam tifoid,
yakni paratifoid A,B,C, influenza, malaria, tuberculosis, dengue, dan infeksi saluran
kemih.
H. TATALAKSANA
1. Antibotik
5 hari
membaik
Antibiotik merupakan terapi kausatif pada demam tifoid. Sesuai Pedoman Pelayanan
Medis IDAI pada lini pertamanya adalah kloramfenikol dengan dosis 50-100
mg/kgbb/hari, oral atau IV, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari. Selain timbulnya
Sefalosporin generasi ketiga adalah golongan obat lain yang digunakan untuk
mengobati demam enterik. Sediaan intravena dari golongan obat ini sangat
bermanfaat untuk mengatasi sepsis akibat bakteri secara umum dan kerjanya
berspektrum luas. Golongan ini direkomendasikan sebagai terapi lini kedua untuk
mengatasi demam enterik jika tidak dapat diatasi dengan obat lain atau jika penyakit
tergolong berat. Dosis yang dianjurkan untuk seftriakson dan sefiksim untuk
mengatasi demam tanpa komplikasi adalah 80 mg/kgBB selama 10-14 hari dan 10
dispersingkat dan relaps tidak terjadi. Lama demam turun (time of fever
yang tetap tinggi menunjukkan kemungkinan komplikasi, fokus infeksi lain, resistensi
Selain antibiotik, bila pada demam tifoid berat didapatkan kejadian penurunan
Tindakan suportif pada kasus demam tifoid adalah dimana pada demam tifoid ringan
masih dapat dirawat dirumah. Pasien demam tifoid berada dalam keadaan tirah baring
dan isolasi memadai dengan desinfeksi pakaian dan ekskreta.Kebutuhan cairan dan
kalori harus tercukupi, dimana diet harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi
protein.Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat sehingga tidak
Pada demam tifoid berat perlu dilakukan rawat inap dirumah sakit, dengan
- Terutama pada demam tinggi, muntah, atau diare, bila perlu asupan cairan dan kalori
b) Antipiretik, diberikan apabila demam > 39°C, kecuali pada pasien dengan riwayat
c) Diet
- Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih padat dengan
kalori cukup
perforasi usus
Dalam pemantuan terapi demam tifoid diperlukan evaluasi demam dengan memonitor
suhu.Apabila pada hari ke-4-5 setelah pengobatan demam tidak reda, maka harus
segera kembali dievaluasi adakah komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi S.typhi
terhadap antibiotik, atau kemungkinan salah menegakkan diagnosis. Pasien dapat
dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan
membaik, klinis perbaikan, dan tidak dijumpai komplikasi, dan pengobatan dapat
dilanjutkan di rumah.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling serius adalah perforasi usus yang dihubungkan oleh tingginya
angka kematian dan banyak terjadi pada daerah yang tidak tersedia pusat
kesehatan.Adanya ulserasi pada plak payeri pada ileum terminal, yang dapat
berkembang menjadi perforasi saluran cerna akibat invasi bakteri. Angka kematian
yang terjadi bervariasi antara 4,8 %- 30,5 %. Perforasi usus dapat terjadi pada 0,5-3%
dan terbanyak terjadi pada ileum terminal. Tipe perforasi yang paling sering terjadi
adalah tipe cecal soliter. Angka mortalitas pada perforasi tifoid secara signifikan
dipengaruhi oleh perforasi multiple dan kontaminasi peritonel yang berat. Pada
Perforasi pada tifoid terjadi pada anak dan remaja (83% pada awal dekade pertama dan
kedua kehidupan). Pada perforasi usus ini akan ditandai dengan nyeri perut yang
semakin meningkat (biasanya pada kuadaran kanan bawah), nyeri tekan pada palpasi
(tenderness), muntah, dan diikuti tanda-tanda peritonitis seperti bising usus menurun
sampai menghilang, defance musculaire positif, dan pekak hati menghilang. Perforasi
ileum karena tifoid merupakan komplikasi tifoid yang berhubungan dengan morbiditas
Perforasi ileum menunjukkan endemis dari demam tifoid. Waktu terjadinya perforasi
ileum tidak diketahui secara pasti meskipun sering dilaporkan terjadi pada minggu
ketiga proses infeksi. Penelitian terkini menunjukkan perforasi ileum terjadi lebih awal
di negara berkembang dan gejala muncul satu sampai dua minggu sebelum perforasi
terjadi, penyebab perforasi ileum terjadi lebih awal belum diketahui. Dengan terjadinya
perforasi, bakteri yang terdapat dalam ileum terutama E.coli keluar ke cavum
peritoneum dan menyebabkan peritonitis. Jumlah perforasi tifoid pada anak lebih
kasus demam tifoid anak.Perdarahan usus terjadi oleh karena terbentuknya ulcer yang
menembus dinding mukosa usus hingga kepembuluh darah. Komplikasi yang jarang
terjadi adalah perforasi dan gangren pada kantung empedu. Pada semua kasus yang
karakteristik dari stadium lanjut demam tifoid. Di beberapa kasus, gambaran gangguan
neuropsikiatri dapat ditemui pada stadium- stadium awal. Manifestasi neurologis lain
yang ditemukan karena infeksi salmonella misalnya ataksia dan kebutaan dengan
kelainan di kortikal. Namun manifestasi neuroogis ini jarang ditemukan pada anak-
anak.
kultur darah dan kultur bone marrow menunjukkan komplikasi pada jantung sebanyak
osteomielitis.
J. PROGNOSIS
keadaan kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan
terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka
yang tinggi.
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser. Typhy
≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier pada
anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% seluruh
pasien demam tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier kronis
dibandingkan dengan populasi umum. Karier urin kronis dapat juga terjadi tetapi
jarang, dan dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis. Secara umum,
karier demam tifoid yang tidak diterapi, angka mortalitasnya mencapai 10-20 %.
neuropsikiatri.
K. PENCEGAHAN
dan tingkat kesadaran individu terhadap hygiene pribadi. Setiap individu harus
dalam air akan mati apabila dipanasi 57o Cuntuk beberapa menit atau dengan proses
iodinasi atau klorinasi. Edukasi juga penting untuk diberikan bagi pelancong yang
masuk ke daerah endemis. Imunisasi aktif dapat memnbantu menekan angka kejadian
demam tifoid. Vaksin demam tifoid dikenal tiga macam yakni, yang berisi kuman yang
dimatikan, kuman hidup, dan komponen Vi dari Salmonella typhi. Vaksin yang berisi
telah puluhan tahun diberikan dengan suntikan subcutan, namun vaksin ini hanya
memberikan daya kekebalan yang terbatas, disamping efek samping local pada tempat
suntikan cukup sering. Vaksin yang berisi kuman salmonella hidup yang dilemahkan
(Ty-21a) diberikan per oral tiga kali dengan interval pemberian selang dua hari,
pada anak berumur 6 tahun keatas. Vaksin yang berisi komponen Vi dari salmonella
selama 3 tahun. Vaksin jenis ini diberikan pada anak usia 2-5 tahun dengan efikasi 27
ANALISA KASUS
Anak datang bersama orang tua ke RSUD dengan kesadaran lemas, keluhan demam
sejak hari senin siang (hari ke 7) SMRS. Demam dirasakan naik turun dan dirasakan
sore demam naik, kadang-kadang malam. Selain demam, anak mengeluh sariawan
(+), nyeri kepala (+) dan nafsu makan menurun. Mual (-), Muntah (-) , batuk, pilek (-
) , nyeri telan (-) ataupun riwayat kejang disangkal.. BAB terakhir sedikit cair 1x
tanpa lendir dan darah, BAK tidak ada keluhan dan tidak nyeri. Pasien mengatakan
setiap demam tinggi diberikan paracetamol terakhir tadi malam pukul 22.00. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan kesan umum : Anak tampak sakit sedang , lemas,
kesadaran : compos mentis, tanda vital, suhu : 38oC (per aksilar), nadi: 108 x/menit.
nadi teraba kuat, regular, RR: 21 x/menit, TD : 90/70 mmHg. Pada pemeriksaan
kepala , bentuk : mesocephal, rambut : warna tampak hitam, tidak rontok, distribusi
merata, mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (/-), telinga:
serumen (-/-), cairan ditelinga (-), hidung : Lendir (-/-) , napas cuping hidung (-/-),
epistaksis (-/-), mulut : pucat (-), bibir pecah-pecah (-), lidah tifoid (tepi hiperemis,
tengah putih) (+), sariawan (+) , gusi berdarah (-), faring : hiperemis (-), pembesaran
tonsil (-), leher : pembesaran limfonodi (-), kaku (-). Thoraks : simetris, retraksi
dinding dada (-), ketinggalan gerak (-), vokal fremitus (+/+) sonor (+/+), vesikuler
(+/+) ronkhi (-/-) wheezing (-/-) krepitasi (-/-), cor S1 S2 Reguler (+). Abdomen :
datar / buncit (-), peristaltik Usus (+), timpani (+), nyeri tekan epigastrium (+),
detik.
Pada anamnesis anak sudah mengalami demam naik turun selama 7 hari
yang mana merupakan salah satu ciri dari demam tifoid. Demam juga terus menerus
tinggi terutama diakhir minggu pertama, yang mana akan membentuk suatu gambaran
step ladderchart temperature dimana demam timbul insidious, kemudian naik secara
bertahap setiap harinya, mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu
kedua demam terus menerus tinggi dan pada minggu ke empat demam turun perlahan
kemudian lisis. Selain itu, adanya faktor risiko dimana anak sedang duduk di bangku
taman kanak-kanak dan suka jajan sembarangan disekolah, dimana demam tifoid
minuman sangatlah mungkin terjadi. Pada pemeriksaan fisik, anak didapatkan lidah
tifoid, yakni sebagian lidah tampak kotor dengan putih ditengah sedang tepi dan
ujungnya kemerahan. Lidah tifoid dapat ditemukan pada penyakit yang mempunyai
demam tinggi lebih dari 7 hari, karena pada demam lebih dari 7 hari, anak akan
mengalami dehidrasi, sehingga saliva yang ada dalam mulut juga berkurang dan
menyebabkan hal ini. Selain itu, ibu mengatakan bahwa anaknya BAB cair 1x. Hal ini
sesuai pada demam tifoid dimana akan terjadi gangguan pada sistem gastrointestinal
baik dapat berupa konstipasi maupun diare, dimana pada pasien ini sebelum masuk
Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan pada pasien ini adalah serologis
antibodi IgM salmonella yang akan muncul pada hari ke 5, dimana didapatkan hasil
+5 yang menandakan positif infeksi. Dikatakan negatip bila hasilnya <2, borderline
bilamana = 3, dan positif bila >4. Hasil pemeriksaan yang positif menunjukkan
angka leukosit pada urin sebesar 0-3 LPK, leukosit esterase didapatkan negatip
protein negatip , nitrit (-) dan anak ini tidak ditemukan keluhan yang mengarah pada
infeksi saluran kemih, seperti nyeri saat berkemih, frequency, urgency, nyeri
pinggang. Kemudian juga pada hasil tes urinalisa tidak didapatkan nitrit yang mana
uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam urin. Dalam
keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi dapat ditemukan jika nitrat
diubah menjadi nitrit oleh bakteri. Sebagian besar kuman Gram negatif dan beberapa
kuman Gram positif dapat mengubah nitrat menjadi nitrit, sehingga jika uji nitrit
Untuk penatalaksaan pada pasien ini diberikan antibiotik cefixim 2x50 mg,
lini pertama yang digunakan adalah kloramfenikol. Menurut IDAI, antibiotik lain
protein bakteri dengan dosis 50-100 mg/kgbb/hari oral atau IV dibagi 4 dosis selama
10-14 hari. Namun karena adanya risiko resistensi yang terjadi pada saat ini, dapat
digunakan antibiotik lain seperti Ampisilin yang merupakan golongan antibiotik beta
golongan antibiotik sefalosporin generasi ketiga yang mana juga merupakan golongan
beta laktam. Pemberian melalui intravena dosis tinggi tersebut memberikan manfaat
yaitu waktu perawatan dispersingkat dan mencegah relaps agar tidak terjadi. Lama
demam menjadi lebih tinggi sehingga gangguan kesadaran tidak terjadi. Pada pasien
ini diberikan PO tablet paracetamol 3x500 mg (kp) bila t>37.5 celcius dengan dosis
10-15 mg/kgBB/hari. Terapi suportif lain pada demam tifoid adalah tirah baring dan
isolasi memadai dengan desinfeksi pakaian dan ekskreta pada pasien ini. Selain itu,
diet rendah serat dan mudah dicerna dengan kebutuhan kalori yang cukup juga
diberikan agar tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.Setelah demam
reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih padat dengan kalori cukup
kecepatan diagnosa dan ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan
DAFTAR PUSTAKA
Butta, Ahmed Zulfiqar 2015. Nelson, Pediatric Textbook 20th Edition. Philadelpia,
Elsevier. Pg 954-958.
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009. Pedoman Pelayanan Medis Jilid I:Demam
Tifoid. Hal 47-53.
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2015. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis:Demam
Tifoid. Hal 338-346
John Wain, et al, 2013, Specimens and Culture Media for The Laboratory Diagnosis
of Tifoid Fever
Liqing Zhou, 2014, A Fast and Higly Sensitive blood Culture PCRT method for
Clinical Detection of Salmonella Enterica Serovar Typhii
Nelwan, RHH. 2012. Tatalaksana terkini Demam Tifoid. Cermin Dunia Kedokteran
vol.39 No 4. Hal 246-250
Sunarto. Diagnosis Klinis Awal dari Masalah Menuju Diagnosis edisi 2. 2012.
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Ramyil, MS, et al, 2013, Comparative Study on The Use of Widal Test and Stool
Culture in he Laboratory Diagnosis of Salmonella Infection in Adult and Children in
Jos Metropolis, Plateau State, Nigeria.International Journal of Science and Research
Vol.2 Issue 3 : 435-441